Makalah Mata Kuliah Neonatus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian

Labioskizis merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan berupa celah
pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai gusi, rahang dan langit-langit rongga mulut
yang terbentuk pada trimester pertama karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah
tersebut sehingga prosesus nasalis dan maksilaris yang telah menyatu menjadi pecah lagi. Pada
orang awam sering disebut dengan istilah bibir sumbing.

Palatoskizis adalah terdapatnya fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena
kegagalan dua sisi palatum untuk menyatu selama perkembangan embriotik.

Labiopalatoskizis adalah suatu kelainan kongenital dimana keadaan terbukanya bibir dan
langit –langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, disebabkan
oleh penyebab seperti yang sudah disebutkan di atas. Labioskizis/labiopalatoskizis yaitu
kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak
menutup dengan sempurna.

Labioskizis Labiopalatoskizis

B. Klasifikasi

Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah terbentuk, tingkat kelainan bibir sumbing
bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Suatu klasifikasi membagi struktur-
struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut.

1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan
foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum
sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan
belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :


1. Unilateral Incomplete: jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
2. Unilateral Complete: jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
3. Bilateral Complete: jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga
ke hidung.

Selain berdasarkan lengkap atau tidaknya celah, terdapat juga klasifikasi Veau yang
membagi palatoskizis menjadi 4 kelas:
Kelas I : celah hanya terdapat pada palatum molle
Kelas II : celah mengenai palatum molle dan durum, tidak meluas ke foramen incisivus,
hanya meliputi palatum sekunder
Kelas III : celah unilateral yang komplit, meluas dari uvula ke foramen incisivus pada
midline, kemudian deviasi ke satu sisi dan biasanya sampai ke alveolus pada gigi
incisivus lateral
Kelas IV : celah bilateral komplit dengan dua celah meluas dari foramen incisivus ke
alveolus

Klasifikasi labiopalatoskizis
Klafikasi Veau pada palatoskizis
C. Etiologi

Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis belum diketahui dengan pasti.


Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioskizis dan labiopalatoskizis muncul sebagai
akibat dari kombinasi faktor genetik danfactor-faktor lingkungan.

Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang
yang mempunyai riwayat keluarga labioskizis akan mengalami labioskizis. Kemungkinan
seorang bayi dilahirkan dengan labioskizis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah,
saudarakandung) mempunyai riwayat labioskizis. Ibu yang mengkonsumsi alcoholdan
narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau
menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioskizis.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor tersebut antara
lain, yaitu :
1. Faktor genetik atau keturunan
Dimana material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi
karena mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai
46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex (kromsom 1 s/d 22) dan 1
pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada
penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai
kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada setiap selnya
adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan
gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelianan ini sangat
jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6. Vitamin C pada waktu hamil, kekurangan
asam folat.
3. Radiasi.
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan
sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas
selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.
7. Multifaktoral dan mutasi genetik.
8. Diplasia ektodermal.

D. Patofisiologi

Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan
frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisi fusi
tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi
akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi
pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.

Cacat terbentuk pada trimester pertama kahemilan, prosesnya karena tidak terbentuknya
mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan
maksilaris) pecah kembali.

Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominan
nasalis dan maksilaris dengan prominan nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang
dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum
serta paltum molle terjadi sekitar kehamilan ke- 7 sampai 12 minggu.

E. Tanda dan Gejala

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

1. Terjadi pemisahan langit-langut


2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir
4. Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah
5. Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari
hidung.

F. Masalah yang timbul akibat labiopalatoskizis

1. Masalah bicara

Komunikasi normal pada manusia membutuhkan struktur yang utuh dari bibir,
rahang, lidah, gigi, dan palatum yang bekerja di bawah koordinasi otot-otot respirasi dan
pita suara. Mengingat penderita celah bibir dan langit-langit umumnya memiliki kesulitan
mengontrol aliran udara, maka produksi suara menjadi tidak normal. Suara labiodental
seperti f dan v sulit diucapkan bila bibir atas terlalu panjang, kencang, dan sulit bergerak
akibat jaringan parut yang timbul pasca tindakan bedah korektif pada bibir. Malposisi gigi
anterior atas atau malformasi kontur alveolar ridge dapat mempengaruhi pengucapan huruf
s, z, th, f, dan v, juga deformitas alveolar ridge atau palatum yang memendek dalam arah
anteroposterior serta menyempit dapat menyebabkan kesulitan dalam mengucapkan huruf
k, g, dan ng.

2. Masalah pendengaran

Bayi dengan celah langit-langit sangat rentan terhadap infeksi telinga karena
adanya gangguan pada otot-otot yang berperan dalam membuka dan menutup tuba
eustachius sehingga tidak dapat mengalirkan cairan yang berasal dari telinga bagian tengah
dengan baik. Insidensi otitis media dengan gangguan pendengaran sangat tinggi.

3. Masalah pernafasan

Anak dengan celah langit-langit sering disertai dengan deformitas nasal.


Deformitas ini dapat memperkecil rongga hidung dan menghalangi aliran udara yang
cenderung mengakibatkan beralihnya proses pernafasan melalui mulut. Obstruksi dan
infeksi saluran nafas atas sering terjadi pada penderita ini.

4. Masalah gigi

Pasien dengan celah bibir dan langit-langit sering memperlihatkan congenital


missing teeth terutama gigi premolar dan lateral insisivus, supernumerary teeth terutama
pada daerah premaksila dan dekat celah, fused teeth, dan malformed teeth. Gigi insisivus
sentralis sering terlihat malposisi sehingga relasi horizontal maupun vertikal di daerah
insisivus tampak tidak harmonis, demikian pula erupsi gigi-gigi di sekelilingnya. Erupsi gigi
menjadi terhambat terutama gigi kaninus. Ektopik gigi molar atas juga sering terjadi, juga
over erupsi gigi geligi anterior bawah, hal ini disebabkan oleh tidak adanya atau malposisi
gigi anterior bawah.
Defisiensi pertumbuhan wajah bagian tengah sering terjadi pada anak-anak dengan complete
labial palatal-cleft, umumnya terjadi sebagai akibat koreksi tulang palatum atau
palatoplasty. Hal ini menyebabkan terjadinya diskrepansi antara maksila dan mandibula
yang berakibat anterior atau posterior crossbite. Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat
hubungan kelas III insisivus/cross bite sebesar 31,3% anak-anak dengan labial-palatal cleft
unilateral bila dibandingkan dengan yang memiliki labioschisis unilateral sebesar 9,1%.
Kelainan gigi geligi lainnya yang sering terjadi yaitu hypodontia dan kelainan gigi dalam
ukuran dan bentuk. Kelainan berupa gigi berjejal juga ditemukan penderita cleft-palate.
Risiko karies yang signifikan juga ditemukan pada anak dengan celah langit-langit dari usia
18 bulan hingga 4 tahun. Insidensi karies yang tinggi terdapat pada gigi yang berdekatan
dengan cleft dan pada gigi geligi molar sulung. Kelainan gigi geligi yang lain yaitu frekuensi
anomali lain yang tidak didapatkan pada anak yang tidak menderita cleft-palate seperti tidak
adanya benih gigi insisivus lateral di daerah celah yang sangat sensitif terhadap gangguan
tumbuh kembang. Gigi insisivus lateral bisa juga mengalami mesiodens, bentuk konus, atau
runcing, mikrodontia gangguan pembentukan gigi, erupsi, kelainan pembentukan akar dan
mahkota lain. Kelainan gigi-geligi ini juga menimbulkan masalah estetik, berpotensi
menimbulkan masalah fungsi, masalah periodontal karena gigi tidak didukung oleh tulang
alveolar yang cukup dan masalah dalam restorasi gigi.

G. Alat Bantu yang Diperlukan


Pada pasien dengan celah bibir dan langitan, diperlukan beberapa alat bantu untuk
menangani kesulitan dalam proses intake makanan, bernafas maupun untuk mengurangi
komplikasi selama masa tunggu operasi.
Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena
ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan
menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat
mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum
oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang
tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan
jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak
atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup.

Dot dengan lubang yang besar

Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian
belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan
obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok
dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau
memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang
panjang.
Selain itu, juga diberikan feeding plate yang berfungsi untuk menutupi celah bibir dan
langitan pada bayi selama proses pemberian makanan agar tidak terjadi aspirasi ke dalam celah
bibir atau langitan.

Feeding Plate Feeding Plate yang terpasang pada pasien


H. Penatalaksanaan

Tatalaksana dan penanganan celah bibir dan langitan merupakan suatu bentuk
kerjasama tim yang melibatkan multidisiplin dalam sebuah rumah sakit. Hal ini dikarenakan
tingkat kesulitan yang kompleks dan variatif dengan memakan waktu yang cukup lama.
Diantara disiplin ilmu yang terlibat diantaranya dokter anak, dokter bedah palstik, dokter bedah
mulut, dokter gigi anak, orthodontist, prostodonti, dokter THT, terapis wicara, psikater dan
psikolog.
Setiap rumah sakit memiliki protokol masing-masing dalam menangani kasus celah
bibir dan langitan. Hal ini mengenai keterlibatan multidisiplin dalam rumah sakit dan
perawatan jangka panjang yang akan dilakukan di rumah sakit tersebut. Tatalaksana pada
pasien dengan celah bibir dan langitan dimulai sejak usia 0 minggu hingga 18 tahun. Hal
tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut :
Usia Tindakan
0-1 minggu Pemberian nutrisi dengan kepala miring 45 derajat
1-2 minggu Pemsasangan obturator untuk menutup celah pada
langitan agara dapat menghisap susu atau memakai
dot lubang besar kearah bawah untuk mencegah
aspirasi
10 minggu Labioplasty dengan memenuhi Rules of Ten
1. Usia 10 minggu
2. Berat 10 pounds
3. Hb > 10 gr%
1,5-2 tahun Palatoplasty karena bayi mulai bicara
2-4 tahun Terapi Wicara
4-6 tshun Veropharyngopasty untuk mengembalikan fungsi
katup yang dibentuk m. tensor veli palatine dan
m.levator veli palatine sebagai pembentuk huruf
konsonan dan latihan dengan cara meniup
6-8 tahun Ortodonsi {pengaturan lengkung gigi}
8-9 tahun Alveolar bone grafting
9-17 tahun Ortodons iulang
17-18 tahun Cek kesimetrisan mandibula dan maksila
Tabel 1. {Bagian Bedah FK UGM, 2012)

Secara umum, tahapan dalam tatalaksana pada pasien dengan celah bibir dan langitan
sangat komprehensif meliputi beberapa aspek medis dan non-medis seperti :
1. Keperawatan
a. Masalah yang dapat terjadi adalah resiko tersedak
b. Ibu harus dilatih untuk memberikan Asi, yang harus diberikan secara hati – hati dan
sering beristirahat jika tetap mengalami kesukaran. Asi dapat di pompa dan diberikan
dengan sedotan sedikit – sedikit. Perhatikan agar pompa payudara dan gelas
penampung Asi selalu diseduh agar tidak terjadi terkontaminasi.

2. Medis
a. Tindakan operasi pertama di kerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria
rule of ten yaitu umur > 10 minggu (3 bulan) > 10 pon (5 kg), Hb > 10 gr/dl, leukosit
< 10.000/ui.
b. Tahapan bedah korektif
1) Kelahiran (bulan ke 18) : meluruskan segmen maksilaris
2) 2-5 tahun : reposisi maksilaris segmen dan koreksi cross bite
3) 10-11 tahun : mengoreksi proses pembentukan gigi
4) 2-18 tahun : treatment gigi permanen yang telah terbentuk
c. Speech Therapy
Tindakan ini dilakukan setelah bedah korektif dilakukan yang bertujuan agar anak
dapat berbicara normal seperti anak-anak normal lainnya.

3. Pencegahan infeksi.
Menaati praktek pencegahan infeksi terutama kebersihan tangan serta memakai sarung
tangan.

4. Pasca-operasi
a. Imobilisasi tangan untuk mencegah bayi menyentuh jahitan
b. Pemberian makan dan minum untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit sesuai program pengobatan. Waktu pemberian makan dapat segera
dimulai setelah bayi sadar dan refleks menelan sudah ditegakkan.
c. Perencanaan pulang dan perawatan dirumah. Ajarkan pada orangtua tentang perawatan
area operasi,praktik pemberian makan-minum, tanda-tanda infeksi, dan pengaturan
posisi anak saat menyusu. Beri semangat dan dukungan moral untuk orangtua.
Tekankan pada orangtua pentingnya penatalaksanaan jangka panjang untuk mencegah
munculnya masalah berbicara dan bahasa,hilangnya/berkurangnya pendengaran,dan
masalah gigi. Informasikan tentang lembaga-lembaga atau kelompok pendukung untuk
anak dengan celah palatum dan atau celah bibir
d. Hasil yang diharapkan:
1) Luka bayi sembuh tanpa komplikasi
2) Pertumbuhan BB-TB bayi/anak sesuai dengan standar
3) Orangtua dapat menunjukkan teknik menyusui yang benar
4) Orangtua akan memperlihatkan penerimaan terhadap kondisi anak
5. Pendidikan kesehatan
a. Cara pemasangan selang OGT
b. Pemberian dot khusus yang bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih
lebardaripada dot biasa. Tujuannya untuk menutupi lubang langit-langit mulut sehingga
susu bisa langsung masuk ke kerongkongan, lubang lebih besar karena daya hisap bayi
rendah
c. Bila usia anak sudah mencapai 1-4 tahun dilakukan evaluasi berbicara, dan usia 6 tahun
evaluasi gigi dan rahang
d. Fasilitasi tumbuh kembang anak
e. Ajarkan cara mencegah komplikasi (menjaga kebersihan area operasi, meminimalisisr
gerakan yang dapat menyebabkan luka operasi terbuka)

Asuhan yang dapat diberikan antara lain :

a. Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga.


b. Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus dilakukan saat ini adalah
memberi makanan bayi guna memastikan pertumbuhan yang adekuat sampai
pembedahan yang dilakukan.
1) Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi berupaya
menyusu.
2) Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain yang membutuhkan
hospitalisasi, pulangkan bayi. Tindak lanjuti dalam satu minggu untuk memeriksa
pertumbuhan dan penambahan berat badan.
c. Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir sumbing,berikan perasan ASI
dengan menggunakan metode pemberian makanan alternatif (menggunakan sendok
atau cangkir).
d. Jika bayi memiliki celah palatum, berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian
makan alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).
e. Ketika bayi makan dengan buruk dan terjadi penurunan berat badan, rujuk bayi ke
rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, jika memungkinkan untuk pembedahan guna
memperbaiki celah tersebut.
BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Bedah FK-UGM. (2012). Penatalaksanaan Celah Bibir dan Langitan. Yogyakarta :
RSUP dr. Sardjito
Dudkiewicz Z. (2014). Surgical treatment of unilateral cleft lip and palate. Developmental
Period Medicine,93:,13
Octavia Alfini. 2014. Perawatan Interseptif Dental Pasien Anak Penderita Cleft-Palate. IDJ
Vol.3 No.1: Yogyakarta

Shah NS, Khalid M, Khan MS. (2011). A review of classification systems for cleft lip and
palate patients: Morphological classifications. Journal of Khyber College of Dentistry,
1(2):95-99.

Sodikin. (2009). Keperawatan Anak: Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC

Wong. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai