PANSITOPENI
PANSITOPENI
PANSITOPENI
1 PENGERTIAN
Pansitopenia adalah keadaan berkurangnya jumlah sel dari semua jalur sel
darah utama yaitu eritrosit (anemia), leukosit (leukemia), dan trombosit
(trombositopenia) dengan segala manifestasinya. Pada dasarnya pansitopenia
disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi komponen
darah, atau akibat kerusakan komponen darah di darah tepi, atau akibat
maldistribusi komponen darah. Penyebab pansitopenia karena kegagalan
fungsi sumsum tulang diantaranya: infeksi virus (dengue/hepatitis), infeksi
mikrobakterial, kehamilan, penyakit Simmond, sklerosis tiroid, infiltrasi
sumsum tulang (leukemia, mieloma multipel, metastasis karsinoma, dll),
anemia defisiensi folat dan vitamin B12, lupus eritematosus sistemik, serta
paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (I Made Bakta, 2006).
Pansitopeni merupakan suatu gejala, bukan penyakit. Ada 2 kelompok
penyakit yang bisa menyebabkan kondisi ini, yaitu produksi sel darah
disumsum tulang yang menurun, atau akibat penghancuran sel darah tepi
meningkat walaupun produksi sel darah di sumsum tulang berlangsung baik.
Terdapat 2 contoh penyakit yang yang menggambarkan gejala pansitopeni
yang sangat jelas yaitu anemia aplastik dan leukimia (Bakhsi, 2014).
Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari
sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya
unsur pembentuk darah dalam sumsum tulang. Hal ini khas dengan
penurunan produksi eritrosit akibat pergantian dari unsur produksi eritrosit
dalam sumsum oleh jaringan lemak hiposeluler, juga dapat mempengaruhi
megakariosit mengarah pada neutropenia (Sacharin, 2002).
Sedangkan menurut I Made Bakta, (2006) anemia aplastik adalah anemia
yang disertai oleh pansitopenia atau bisitopenia pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan pimer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia
atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum
tulang. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik,
bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia
hipoplastik.
1.2 ETIOLOGI
a. Faktor Kongenital
Jenis Fanconi memiliki suatu pola pewarisan resesif autosomal dan sering
disertai dengan retardasi pertumbuhan dan cacat kongenital di rangka
(misalnya ginjal pelvis atau ginjal tapal kuda), atau kulit (daerahdaerah
hiperpigmentasi); kadang-kadang terdapat retardasi mental. Anemia fanconi
biasanya terjadi pada usia 5-10 tahun. Sekitar 10% pasien menderita leukemia
mieloid akut (Hoffbrand, A.V, 2002).
b. Faktor didapat
a) Idiopatik
Penyakit ini merupakan jenis anemia aplastik yang paling sering
ditemukan. Walaupun mekanismenya belum diketahui, respons yang baik
terhadap globulin anti-limfosit (GAL) dan siklosporin A menunjukkan
bahwa kerusakan autoimun yang diperantarai sel T, kemungkinan terhadap
sel induk yang berubah secara struktural dan fungsional.
Anemia aplastik idiopatik biasanya berakhir fatal bila anemia
timbul dalam waktu singkat. Banyak penderita dengan anemia aplastik
kronik kemudian menderita leukemia, kelainan mieloproliferatif lain atau
kelainan limforetikuler, tetapi pada beberapa penderita penyakit
berlangsung beberapa tahun tanpa perubahan, bahkan beberapa lagi
sembuh secara spontan. Pada beberapa kasus anemia aplastik dapat
dijumpai paroksismal nokturnal hemoglobinuria.
b) Sekunder
Seringkali disebabkan oleh kerusakan langsung di sumsum
hemopoietik akibat radiasi atau obat sitotoksik. Obat anti-metabolit (misal
daunorubisin) menyebabkan aplasia sementara saja, tetapi agen pengalkil,
khususnya busulfan, dapat menyebabkan terjadinya aplasia kronik yang
sangat menyerupai penyakit idiopatik kronik. Beberapa individu menderita
anemia aplastik akibat efek samping obat idiosinkrasi yang jarang terjadi,
seperti kloramfenikol atau emas yang tidak diketahui bersifat sitotoksik.
Mereka juga dapat menderita penyakit ini dalam beberapa bulan setelah
hepatitis virus (hepatitis A atau non-A, non-B, non-C).
Kloramfenikol memiliki insidensi toksisitas sumsum tulang sangat
tinggi, sehingga obat ini harus digunakan untuk pengobatan infeksi yang
mengancam jiwa dan untuk penyakit yang membutuhkan obat sebagai
pengobatan optimum (misal tifoid). Zat kimia seperti benzene mungkin
terlibat sebagai penyebab penyakit ini. Kadang-kadang, anemia aplastik
dapat merupakan gambaran yang muncul pada leukemia mieloid atau
limfoblastik akut, khusunya pada masa anak (Aru W. S., 2010).
Pada kehamilan, kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai
aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin
disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan presdisposisi genetik,
adanya zat penghambat dalam darah atau tidak ada perangsang
hematopoeisis. Anemia aplastik sering sembuh setelah terminasi
kehamilan, dapat terjadi lagi pada kehamilan berikutnya.
1.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologinya, anemia aplastik dapat dibedakan menjadi:
A. Anemia Aplastik Didapat
Anemia aplastik didapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia seperti
senyawa benzena, ataupun hipersensitivitas terhadap obat atau dosis obat
yang berlebihan seperti kloramfenikol, fenilbutazon, sulfue, mileran, atau
nitroseurea. Selain itu, anemia aplastik didapat juga disebabkan oleh
infeksi seperti Epstein-Bar, influenza A, dengue, tuberkulosis, Hepatitis,
HIV, infeksi mikobakterial, kehamilan ataupun sklerosis tiroid (anemia
aplastik/hipoplastik).
B. Anemia Aplastik Familial
Meskipun anemia aplastik paling banyak bersifat idiopatik, namun faktor
herediter juga diketahui dapat menyebabkan terjadinya anemia aplastik
yang diturunkan. Beberapa etiologi anemia aplastik yang diturunkan antara
lain pansitopenia konstitusional Fanconi, difisiensi pankreas pada anak,
serta gangguan herediter pemasukan asam folat ke dalam sel.
1.4 PATOFISIOLOGI
1.5 PATHWAY
1.6 MANIFESTASI KLINIS
Anemia aplastik mungkin asimptomatik dan ditemukan pada pemeriksaan
rutin. Manifestasi klinis anemia aplastik terjadi sebagai akibat adanya anemia,
leukopenia, dan trombositopenia. Gejala yang dirasakan berupa gejala
sebagai berikut:
a. Lemah dan mudah lelah.
b. Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah terkena
infeksi bakteri.
c. Pucat
d. Pusing
e. Anoreksia
f. Peningkatan tekanan sistolik
g. Takikardia
h. Sesak nafas
i. Demam
j. Penglihatan kabur
k. Telinga berdenging
l. Nafsu makan berkurang
m. Sindrom anemia: gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan sampai berat.
n. Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit
seperti petekie dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,
perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena, dan
pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih
jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
o. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorokan, dan
sepsis.
p. Organomegali dapat berupa hepatomegali dan splenomegali.
1.9 PENATALAKSANAAN
A. Terapi Suportif
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia
1. Untuk mengatasi infeksi lain :
a) Higienis mulut
b) Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika berspektrum
luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Biasanya
digunakan derivat penisilin semisinterik (ampisilin) dan gentamisin.
Sekarang lebih sering digunakan sefalosporin generasi ketiga. Jika
hasil biakan sudah jelas, sesuaikan antibiotika dengan hasil tes
kepekaan. Jika dalam 5-7 hari panas tidak turun, pikirkan infeksi
jamur, dapat diberikan amphotericin-B atau flukonasol parenteral.
c) Transfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman
gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak memberikan
respons pada antibiotika adekuat. Granulosit konsentrat sangat sulit
dibuat dan masa efektifnya sangat pendek.
2. Usaha untuk mengatasi anemia: berikan transfusi packed red cell (PCR)
jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia yang
sistomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g/dl, tidak perlu sampai Hb normal,
karena akan menekan eritropoesis intenal. Pada penderita yang akan
transplantasi sumsum tulang pemberian trnsplantasi harus lebih berhati-
hati.
3. Usaha untuk mengatasi perdarahan: berikan transfusi konsentrat
trombosis jika terdapat perdarahan major atau trombosit <20.000/mm.
Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit
karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortekostreroid dapat
mengurangi perdarahan kulit (Wiwik H, 2008).
B. Terapi Definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka
panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis pilihan
terapi:
1. Transplantasi Sumsum Tulang Transplantasi sumsum tulang sangat baik,
jika dilakukan pada saat penderita berusia kanak-kanak. Saudara kandung
atau saudara kembar atau orang tua biasanya memiliki kecocokan
sumsum tulang lebih besar daripada pendonor yang tidak memiliki
hubungan darah. Usia dan kecocokan sumsum tulang akan sangat
menentukan keberhasilan transplantasi hingga 80%. Semakin tua usia
pendonor akan semakin meningkatkan risiko penolakan terhadap
sumsum tulang pendonor.
2. Terapi Imunosupresif Pada penderita anemia aplastik yang telah
melewati masa kanak-kanak dan tidak mungkin lagi dilakukan
transplantasi sumsum tulang, terapi imunosupresif dengan
mengkonsumsi obat, misal antithymocyte globulin, siklosporin A dan
oxymethalone menjadi pilihan terbaik.
1.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi sebagai dampak dari pemeriksaan
laboratorium tersebut adalah sebagai berikut:
A. Gagal jantung dan kematian akibat beban jantung yang berlebihan dapat
terjadi pada anemia berat.
B. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel darah putih atau
trombosit juga terlibat.
1.11 PROSES KEPERAWATAN
1.11.1 PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan terhadap masalah kebutuhan nutrisi dapat
meliputi pengkajian khusus masalah nutrisi dan pengkajian fisik secara
umum yang berhubungan dengan kebutuhan nutrisi:
a. Identitas
b. Riwayat Kesehatan
selanjutnya.
1. Keluhan Utama
rumah sakit
menular.
1. Waktu tidur
Waktu tidur yang dialami pasien pada saat sebelum sakit dan
2. Waktu bangun
posisi yang rileks, waktu bangun dapat dikaji pada saat pasien
3. Masalah tidur
Apa saja masalah-masalah tidur yang dialami oleh pasien pada saat
Hal - hal yang dapat membuat pasien mudah untuk dapat tidur secara
nyenyak
eliminasi
yang di konsumsi
1. Pemeliharaan badan
dalam sehari
g. Data Psikososial
1. Pola komunikasi
Pola komunikasi pasien dengan keluarga atau orang lain, orang yang
h. Data Spiritual
5. Ketidakmampuan fisik
makanan
8. Riwayat pengobatan
k. Pemeriksaan fisik
secara cepat seperti kulit, rambut, kuku dan mukosa tetapi juga meliputi
tinjauan sistematis yang dapat dibandingkan dengan setiap pemeriksaan
1. Keadaan Umum
2. Tanda-tanda vital
Suhu : >37,5oC
RR : >24 x/mnt
3. Head to-toe
Inflamasi bibir
l. Riwayat diet
1.11.3 PERENCANAAN
DAFTAR PUSTAKA