Makalah Askep Anak BBLR Dengan Hiperbilirubin

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN BBLR

DENGAN HIPERBILIRUBIN

Kelompok

MUHAMMAD KADAR ( 020319723 )


YULIANTI ( 020319738 )
ARIANI NOER HANDAYANI ( 020319702 )
RINI RIENTI ( 020310732 )

INSTITUT MEDIKA Drg. SUHERMAN


2020
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan
dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus.
Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan
ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24
jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl
dalam 24 jam.

Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1
minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus
dapat dihindarkan.

1.2. Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui konsep umum penyakit hiperbilirubin.
b. Mahasiswa mengetahui gejala-gejala dari penyakit hiperbilirubin.
c. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan terhadap penderita.
d. Mahasiswa mampu memberikan tindakan keperawatan dengan tepat.

1.3. Identifikasi kasus


Bayi Ny. Nina usia 4 hari dengan berat badan lahr 1800 gr yang dilahirkan
dengan usia kehamilan 35 minggu saat ini pada kulit wajah dan dada tampak
kuning, sklera kuning, dengan bilirubin total 11 mg/dL. Bilirubin direct 0,8 mg/dL,
Hb 16,8 mg%, hematokrit 47%, leukosit 15.000 mg/dL, trombosit 250.000 mm3.
Menurut ibu bayi Nina anak ke-2, sewaktu hamil ibu mengalami hipertensi dengan
rata-rata tekanan darah140/90 mmHg.
1.4. Learning object
a. Nilai normal dari hasil pemeriksaan yang didapatkan
b. Hubungan hipertensi dengan kehamilan
c. Kenapa terjadi ikterus pada kasus yang hanya timbul pada wajah dan
dada
d. Hubungan usia kehamilan dengan penyakit hiperbilirubin
e. Pengaruh ASI terhadap penyakit hiperbilirubin dan kandungan ASI
f. Universal precaution yang digunakan
g. Apakah imunisasi boleh diberikan kepada penderita hiperbilirubin
h. Pengaruh genetik terhadap penyakit hiperbilirubin
i. Mind map

Pemeriksaan
Asuhan diagnostik Penanganan
keperawatan medis
Konsep Produksi,
etik&legal transportasi,
metabolisme
dan ekskresi
Konsep penyakit hiperbilirubin

Manifestasi
klasifikasi klinik

Etiologi&faktor patofisiologi
resiko
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Brain storming


a. Nilai normal dari hasil pemeriksaan yang didapatkan

Bilirubin direk : 0,1 – 0,4 mg/dL

Bilirubin indirek : 0,3 – 1,1 mg/dL

Hb neonatus : 14 – 27 gr/dL

Hematokrit : 40 – 68 %

Leukosit : 9000 – 30.000 /mm3

Trombosit : 140.000 – 450.000 /mm3 Tekanan darah


: 100-120/ 60-80 mmHg BB lahir bayi
: 2,5 – 4 kg

Usia kehamilan : 37 – 42 minggu

b. Hubungan hipertensi dengan kehamilan

Jika seorang ibu hamil mengalami hipertensi akan menyebabkan


gangguan terhadap janinnya. Ketika mengalami hipertensi, pembuluh darah ibu
akan menyempit yang menyebabkan aliran darah menuju janin menjadi
berkurang, sehingga asupan nutrisi menuju janin ikut terganggu. Hal ini dapat
menyebabkan terganggunya oksigenasi pada janin yang kemudian mengganggu
pertumbuhan janin, dan dapat juga merusak vaskularisasi.

c. Ikterus yang terjadi pada kasus dikarenakan banyaknya kadar bilirubin dalam
darah yang kemudian keluar ke interstisial. Ikterus biasanya mulai terlihat pada
daerah muka (kadar serum bilirubin = 5 mg/dL), selanjutnya ke perut bagian
tengah (15 mg/dL) dan kaki (20 mg/dL). Pada kasus ini ikterus hanya terjadi
pada dada dan wajah karena bilirubin total bayi tersebut 11 mg/dL. Pada
kasus kadar bilirubin total 11 mg/dL sehingga ikterus hanya timbul pada kulit
wajah dan dada.
d. Hubungan usia kehamilan dengan penyakit hiperbilirubin

Pada bayi yang lahir prematur organ tubuhnya belum matur sehingga
belum bisa melakukan metabolisme dengan baik. Bayi dikatakan lahir
prematur jika berat badan lahirnya kurang dari 2 kg dan dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu.

e. Pengaruh ASI terhadap penyakit hiperbilirubin dan kandungan ASI Pemberian

ASI dapat menurunkan kadar bilirubin secara bertahap. Namun, pada


beberapa kasus Kandungan ASI pada sejumlah ibu tertentu mengandung asam
lemak tak jenuh atau bahan lain yang menghambat enzim perubah bilirubin.
Biasanya kuning akibat ASI muncul antara hari ke 4 - 7, mencapai puncaknya
pada minggu ke 2 - 3. ASI dihentikan sementara, maka kadar bilirubin akan
menurun dengan cepat, lalu lanjutkan kembali menyusui. Jika ASI tidak
dihentikan maka penurunan bilirubin bisa juga terjadi tetapi secara bertahap
(gradually).

f. Universal precaution yang digunakan

 Cuci tangan aseptik.


 Penggunaan APP (alat perlindungan pribadi) seperti masker,
sarung tangan.
 Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai (dekontemenasi,
sterilisasi, disinfeksi)
 Pengelolaan benda tajam (sharp precaution).
 System pengelolaan limbah dan sanitasi.
 Dilarang bekerja bila menderita luka terbuka pada kulit, tangan
dan lengan bawah serta luka harus di obati sampai sembuh.

g. Apakah imunisasi boleh diberikan kepada penderita hiperbilirubin

Pemberian imunisasi tidak memberikan dampak khusus terhadap


penderita hiperbilirubin. Oleh karena pentingnya pemberian imunisasi, maka
penderita hiperbilirubin juga harus diberikan imunisasi.

h. Pengaruh genetik terhadap penyakit hiperbilirubin

Faktor dapat juga mempangaruhi seseorang menderita hiperbilirubin


atau tidak. Misalnya, kurangnya sebuah struktur gen seseorang yang
menyebabkan hemopoesis tidak efektif sehingga eritositnya lisis sebelum
waktunya. Hal itu dapat meningkatkan kadar bilirubin sebagai hasil dari
hemolisis.

2.2. Konsep penyakit


a. Definisi
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin
serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai
potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat
perlengketan kadar bilirubin pada otak. (Ni Luh Gede, 1995)

Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50%


neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II,
2002).

Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan


ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning. (Ngastiyah, 1997)

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang


kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).

Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4
mg/dl.

Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:

1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas


yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk
transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik
untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.

2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu


bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.

b. Macam – Macam Ikterus:


1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan
atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan
proses hemolitik. (Ni Luh Gede
Y, 1995)
c. Etiolgi dan faktor resiko
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
a. Hemolisis akibat inkompatibilitas gol. Darah ABO atau
defisiensi ganggua pembuluh darah
b. Perdarahan tertutup misalnya trauma kelahiran
c. Inkompatibilitas Rh
d. Hipksia; O2 ke jaringan ↓ → metabolism anaerob ↑ → asam lemak ↑

bilirubin indirect ↑
e. Dehidrasi
f. Asidosis
g. Polisitemia
h. Prematur
i. ASI
j. Kelebihan produksi bilirubin
k. Gangguan kapasitas sekresi konjugasi bilirubin dalam hati
l. Beberapa penyakit
m. Genetic
n. Kurangnya enzim glukoroni transferase sehingga kadar bilirubin
meningkat
o. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
p. Hipoglikemia
Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin
antara lain: Faktor Maternal
▪ Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
▪ Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
▪ .Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
▪ A
S
I

F
a
k
t
o
r

P
e
r
i
n
a
t
a
l
▪ Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
Perfusi O2 dan hati
nutrisi Ke▪ Infeksi
jaringan↓
(bakteri, virus, protozoa) Bilirubin direct
Metabolism sel↓
Faktor Neonatus
▪ Prematuritas empedu ginjal
Pembentukan ATP↓
▪ Faktor genetic
* diekskresi dalam
▪ .Polisitemia duodenu
kelemahan m bentuk pewarna
▪ urine
.Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
▪ .Rendahnya asupan ASIDiekskresikan
Resiko intoleran dalam betuk
aktivitas ▪ .Hipoglikemia pewarna feses
▪ .Hipoalbuminemia Sirkulasi darah
asupan nutrisi↓

↑bilirubin pada plasma


2.3. Patofisiologi
Resiko gangguan
intake nutrisi
prematuritas, eritropoesis tidak efektif, riwayat kehamilan (hipertensi)

Hb globin Fe
Hemolisis
Heme
Biliverdin
Anemia

Ikatan HbO↓ Bilirubin indirect

Terakumulasi di jaringan

Resiko gangguan tumbuh kembang Gangguan integritas


kulit
2.4. Penanganan medis
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse
pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent
light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan
bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan
cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan
kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin
indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari
1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl.
Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi
profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat
badan lahir rendah.
b. Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti digunkan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dangan bilirubin
c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan
enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya.
Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan
karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi
bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan
siklus enterohepatika.

2.5. Manifestasi klinik


A. Gejala-gejala
Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain:
a. Pada permukaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar
b. Letargi
c. Kejang
d. Tidak mau menghisap
e. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental
f. Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
g. Perut membuncit
h. Pembesaran pada hati
i. Feses berwarna seperti dempul
j. Ikterus
k. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap.
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama
kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan
hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry)
meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna
kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera)
mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
B. komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi
kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan
tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata
berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements),
kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.

2.6. Produksi, transportasi, metabolisme, dan ekskresi bilirubin

Sel darah merah ±120 hari

Membran sel pecah,


Hb di fagositosis oleh
jar. makrofag

globin Hb dipecah

heme
teroksidasi oksigenase
biliverdin

tereduksi reduktrase
bilirubin

Berikatan dengan albumin dari plasma


(ditransfer melalui darah & cairan interstisial)

Diabsorpsi mealaui membran sel hati

Lepas dari albumin plasma

80% berkonjugasi 10% membentuk 10% berkonjugasi


dengan asam bilirubin sulfat dengan zat lain
glukuronat (bilirubin
glukuronida)

Bilirubin dikeluarkan melalui proses


transpor aktif ke dalam kanalikuli
empedu masuk ke usus
di usus
½ dari bilirubin konjugasi diubah oleh kerja bakteri

urobilinogen Beberapa diabsorpsi


melalui mukosa usus
kembali ke sirkulasi
(dalam feses) Sebagian besar diekskresikan kembali
enterohepatik
sterkobilinogen oleh hati ke dalam usus, 5%
dieskskresikan oleh ginjal ke urine
sterkobilin
urobilin
2.7. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Bayi Ny. Nina
Usia : 4 hari
Alamat :
Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan :
Suku bangsa :
Tanggal masuk dirawat :
Diagnosa medis : Hiperbilirubin
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Bayi Ny. Nina dilahirkan dengan usia kehamilan 35
minggu, Anak ke-2, dan pada saat kehamilan ibu
mengalami hipertensi dengan rata-rata TD 140/90 mmHg.
b. Riwayat Persalinan
c. Riwayat Post Natal
Kulit wajah dan dada bayi tampak kuning dan sklera kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
e. Riwayat Psikososial
f. Pengetahuan Keluarga
3. Kebutuhan Sehari-hari
a. Nutrisi
b. Eliminasi
c. Istirahat
d. Aktifitas
e. Personal Hygiene
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan
BB : 1800 gram
TB :-
b. Uji laboratorium
Bilirubin total : 11 mg/dl
Bilirubin direct : 0,8 mg/dl
Hb : 16,8 mg%
Ht : 47%
Leukosit : 15.000 mg/dl
Trombosit : 250.000 mm
c. Pemeriksaan Menyeluruh
Inspeksi : kulit wajah dan
dada tampak kuning Auskultasi :
-
Palpasi :-
Perkusi :-
d. Data Psikologis
5. Pemeriksaan diagnostik
1. Bilirubin serum
➢ Direct : > 1 mg / dl
➢ .Indirect : > 10 mg % (BBLR), 12,5 mg % ( cukup bulan).
➢ Total : > 12 mg / dl
2. Golongan darah ibu dan bayi
➢ .uji COOMBS
➢ .Inkompabilitas ABO – Rh
3. Fungsi hati dan test tiroid sesuai indikasi.
4. Uji serologi terhadap TORCH
5. Hitung IDL dan urine ( mikroskopis dan biakan urine) .indikasi
infeksi.

Analisa Data
Data yang menyimpang Etiologi masalah
Kulit wajah dan dada Gangguan Integritas Kulit
↑bilirubin pada plasma
tampak kuning

Terakumulasi di jaringan

Gangguan integritas kulit


Resiko Intoleransi Aktifitas
Hemolisis

Anemia
Metabolism sel↓

Pembentukan ATP↓

kelemahan

Resiko intoleran aktivitas

Resiko Gangguan Intake


Hemolisis
Nutrisi
Anemia

Metabolism sel↓

asupan nutrisi↓

Resiko
gangguan intake
nutrisi

Resiko Gangguan Tumbuh


Hemolisis
Kembang
Anemia

Metabolism sel↓

asupan nutrisi↓

Resiko
gangguan
tumbuh
kembang

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan joundice yang
ditandai dengan kulit wajah dan dada tampak kuning.
2. Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan
penurunan perfusi O2 ke jaringan.
3. Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan
penurunan suplai nutrisi ke jaringan.
4. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang

C. Rencana Tindakan Keperawatan


No. Diagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
1 Gangguan Tupen: Keadaan Mandiri:
Integritas kulit kulit bayi - Monitor warna dan - Mengetahui
berhubungan membaik dalam keadaan kulit setiap 4-8 jika selama
dengan waktu … jam. dalam
joundice yang Kriteria hasil: perawatan kulit
ditandai dengan - kadar bilirubin bayi tidak
kulit wajah dan dalam batas mengalami
dada tampak normal gangguan
kuning. - Kulit tidak integritas kulit.
berwarna kuning
TuPan: Bayi - Monitor kadar - Untuk
tidak mengalami bilirubin direks dan mengetahui
integritas kulit indireks, laporkan pada adanya
lagi. Data Obyektifter jika peningkatan
ada kelainan. atau penurunan
kadar bilirubin.

- Ubah posisi miring -Meningkatkan


atau tengkurap sirkulasi ke
Perubahan posisi setiap semua area
2 jam berbarengan kulit.
dengan perubahan
posisi, lakukan massage
dan monitor keadaan
kulit.

- Jaga kebersihan dan - Area lembab,


kelembaban kulit. terkontaminasi
memberikan
media yang
sangat baik
untuk
pertumbuhan
organisme
patogen.
2 Resiko TuPen: Klien Mandiri:
Intoleransi mampu - Monitor keterbatasan -mempengaruhi
Aktifitas melakukan aktifitas, kelemahan saat pilihan
berhubungan aktifitas secara aktifitas. intervensi atau
dengan mandiri. bantuan.
penurunan TuPan: Klien
perfusi O2 ke mampu - Berikan lingkungan - meningkatkan
jaringan mempertahankan yang tenang, lakukan istirahat untuk
kemampuan istirahat adekuat setelah menurunkan
aktifitas aktifitas. kebutuhan
seoptimal oksigen tubuh,
mungkin. membantu
memenuhi
kebutuhan
energi.

Kolaborasi:
-Berikan nutrisi yang - Nutrisi
adekuat, kolaborasi dibutuhkan
dengan ahli gizi. untuk klien
memenuhi
kebutuhan
energi dalam
melaksanakan
aktivitas.

3 Resiko TuPen: Klien Mandiri:


Gangguan menunjukkan - Ukur intake makanan - Mengawasi
Intake Nutrisi peningkatan dan kebutuhan nutrisi masukan kalori
berhubungan berat badan. atau kualitas
dengan TuPan: BB klien kekurangan.
penurunan mendekati ideal
suplai nutrisi ke (tidak ada tanda - Beri asupan nutrisi - Mencegah
jaringan malnutrisi). yang sesuai dengan malnutrisi
kebutuhan klien

Kolaborasi:
- Pantau hasil lab., - Meningkatkan
seperti Hb dan lain- efektivitas
lainnya. program
pengobatan
termasuk
sumber dan diet
nutrisi yang
dibutuhkan.
4 Resiko TuPen: Klien Mandiri:
Gangguan dapat menerima - Kajilah kemampuan - Mencari
Tumbuh keadaan yang dimiliki klien alternatif untuk
Kembang tubuhnya secara menutupi
proporsional. kekurangan
TuPan: Klien dengan
dapat memanfaatkan
beradaptasi kemampuan
dengan keadaan yang ada.
tubuhnya.
- Eksplorasi aktivitas - Memfasilitasi
baru yang dapat klien dengan
dilakukan. memanfaatkan
kelebihan klien.

2.8. Konsep legal etik keperawatan


a. Respect for autonomy
 Memberikan Informasi yang benar. Misalnya menjelaskan
tentang keadaan klien pada orang tua dan persyaratan serta
tindakan ayang akan dilakukan pada klien.
 Privasi klien. Misalnya dalam kasus ini saat melakukan
tindakan keperawatan perawat harus menjaga privasi klien,
contohnya saat melakukan fototerapi, privasi klien harus
dijaga dengan baik.
 Melindungi Informasi mengenai kesehatan klien yang
bersifat rahasia. Misalnya dalam kasus ini perawat harus
merahasiakan kondisi kesehatan klien kepada pihak-pihak
tertentu atau pihak-pihak yang apabila klien minta untuk
dirahasiakan.
 Memperoleh persetujuan untuk setiap tindakan yang akan
dilakukan terhadap klien (informed consent). Misalnya
dalam kasus ini perawat meminta persetujuan klien sebelum
melakukan tindakan fototerapi dan semua eek sampingnya
b. Non – Maleficence (non – malefisiensi atau tidak menimbulkan
injury).
 Prinsip non – malefisiensi menuntut perawat
menghindarkan segala sesuatu yang dapat membahayakan
klien selama pemberian asuhan keperawatan.
 Kewajiban bagi tenaga keperawatan saat melakukan
tindakan untuk tidak mengakibatkan injury terhadap klien.
 Penerapan dalam praktek keperawatan menekankan
perlunya diterapkan standard untuk mencegah terjadinya
injury pada klien :
▪ Standard Praktek Keperawatan
▪ Standard Asuhan Keperawatan
▪ Standard Prosedur
▪ Standard Tenaga Keperawatan
Dalam kasus ini perawat harus memperhatikan dan
menerapkan standard dalam melakukan setiap tindakan
keperawatan.
c. Beneficence
 Prinsip beneficence menuntut perawat memberikan
maslahat (beneficence) kesehatan pada klien, keseimbangan
maslahat terhadap resiko dalam situasi tersebut dimana
suatu pilihan harus dibuat dan menentukan cara terbaik
untuk membantu klien. Percakapan perawat dapat
membantu klien mengidentifikasi diri mereka sendiri dalam
hal maslahat dan resiko yang relevan dengan moral, seperti
kualitas masalah hidup.
 Kewajiban moral untuk mencegah terjadi injury.
 Bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan klien.
Termasuk melindungi hak-hak klien dalam pelayanan
kesehatan :
1) Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
a. Akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan.
b. Akses pelayanan kesehatan sesuai dengan nilai dan
norma kultural klien.
c. Pelayanan kesehatan yang berkualitas.
2) Hak untuk mendapatkan informasi.
3) Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
4) Hak untuk mendapat informed consent.
5) Hak untuk menolak consent.
6) Hak untuk mengetahui nama dan status tim kesehatan.
7) Hak untuk mendapat second opinion.
8) Hak untuk diperlakukan dengan respect.
9) Hak untuk confidentiality.
B
A
B

I
I
I

P
E
N
U
T
U
P

A. Simpulan
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin
serum total yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang
ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan
ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan
kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 %
neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu
dan prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat
mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
Diagnosa keperawatan pada penderita hiperbilirubin, antara lain:
➢ Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan joundice
yang ditandai dengan kulit wajah dan dada tampak kuning.
➢ Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan penurunan
perfusi O2 ke jaringan.
➢ Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan
penurunan suplai nutrisi ke jaringan.
➢ Resiko Gangguan Tumbuh Kembang.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatn, perawat juga harus


menerapkan universal precaution agar keselamatan penderita dan
perawat dapat terjaga. Konsep legal etik juga harus dilakukan agar
klien dapat merasa nyaman dan kondisi klien dapat segera
membaik.
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, I.S. 2003. Hiperbilirubinemia. Klinikku.

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003.


Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Cetakan I. Jakarta : EGC.

http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/asuhan-keperawatan-
dengan- hiperbilirubin.pdf

http://healindonesia.wordpress.com/2008/08/09/medical-

check-up/

http://trisnoners.blogspot.com/2008/03/hiperbilirubin-by-

sutrisno-s.html

http://varyaskep.files.wordpress.com/2009/02/b007-

hiperbilirubinemia.pdf

http://www.drdidispog.com/2008/10/kuning-pada-bayi-

baru-lahir.html

http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubin

emia3.html.

http://www.penyakithepatitis.com/Bilirubin.htm

Anda mungkin juga menyukai