Makalah Pes
Makalah Pes
Makalah Pes
KELOMPOK 3
1. BELLA MYRANTI (P27833319042)
2. KHUSNUL KHOTIMAH (P27833319052)
3. MARITA ELVINA U. (P27833319054)
4. NURMAWATI (P27833319055)
5. SYNTIYA RACHMADANI P. (P27833319059)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN ALIH JENJANG D4 KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN AJARAN 2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pes merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam
kehidupan dan kesehatan manusia. Keadaan lingkungan dan pola hidup
manusia yang kurang peduli dan tidak baik sangat mendukung
perkembangan penyakit pes, terutama di daerah yang selama ini memliki
risiko besar penyebaran penyakit pes. (Depkes, 1998).
Kejadian penyakit pes pertama kali di Indonesia ditemukan di
Surabaya pada tahun 1910, kemudian di tahun 1916 ditemukan di Pelabuhan
Tanjung Mas Semarang. Selanjutnya penyakit pes menyebar melalui
pelabuhanpelabuhan di Cirebon pada tahun 1923 dan pelabuhan di Tegal
pada tahun 1927. Sejak tahun 1910 pes pertama kali masuk ke Indonesia
hingga tahun 1960 sudah tercatat korban meninggal akibat penyakit pes
sebanyak 245.375 orang. Distribusi penyebaran 245.375 orang kasus pes
yang meninggal di Jawa Barat 30,9%, di Jawa Tengah 51,5%, dan di Jawa
Timur 17,6% (Dinkes Boyolali, 2014a). Indonesia khususnya di Pulau Jawa
terdapat tiga daerah fokus pes yang masih aktif, yaitu di Kecamatan Selo
dan Cepogo Kabupaten 2 Boyolali Jawa Tengah, di Kecamatan Tosari dan
Nongkojajar Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, dan di Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinkes
Boyolali, 2014a).
Pemerintah Indonesia maupun dunia sudah menetapkan penyakit
pes menjadi salah satu penyakit karatina dan tercatat dalam Internasional
Health Regulation. Penyakit ini juga termasuk dalam Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan
yang Meresahkan Dunia. Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC) adalah KLB yang dapat merupakan ancaman kesehatan
bagi negara lain dan kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional
dalam penanggulangannya (Sub Direktorat Zoonosis, 2008).
2
Dalam semi makalah ini akan dijelaskan mengenai penyakit Pes
yang memuat penyebab terjadinya dan solusi pengendalian dari penyakit
pes.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang penyakit pes (Black Death).
2. Untuk mengetahui tentang faktor-faktor penyebab penyakit pes.
3. Untuk mengetahui tentang gejal-gejala yang ditimbulkan agent penyakit
pes.
4. Untuk mengetahui tentang cara pengendalian penyakit pes
3
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
A. Penyakit Pes
1. Pengertian
Penyakit pes merupakan salah satu penyakit zoonosis, yang
biasanya ditularkan melalui vektor, yaitu pinjal yang berada di bulu tikus.
Epidemik penyakit pes di dunia mulai terjadi pada abad ke-13 sekitar tahun
1347, kasus ini terjadi di negara Cina dan India. Sejak epidemik penyakit
pes berlangsung sudah tercatat kasus 13.000.000 orang meninggal. Pada
abad yang sama, juga dilaporkan terjadinya wabah pes di negara Mesir dan
Palestina. Kasus kematian yang terlaporkan sebanyak 13.000 orang
meninggal akibat penyakit pes. Pada tahun 1894 pandemik pes mulai
menyebar ke-empat benua, penyebarannya bermula dari daratan Cina
(Depkes RI, 2008).
2. Faktor-faktor Penyebab Pes
Menurut (Astin, Wadoe, dan Tanodi: 2015) faktor determinan yang
mempengaruhi penyakit pes antara lain adalah:
a. Faktor Agent: Bakteri Yersinia Pesti / Bakteriolog Perancis A.J.E
Yersin. Dibawa oleh hewan pengerat (terutama tikus) dan ditularkan
oleh kutu tikus. Penyakit ini menular melalui gigitan tikus.
b. Faktor Host: Manusia.
c. Faktor Environment: rumah yang kotor atau tempat-tempat yang
biasanya di huni sebagai sarang tikus
d. Port op Entry and Exit: Kulit
e. Tranmisi: Kontak dengan tubuh binatang yang terinfeksi, kontak fisik
dengan penderita dan bisa terjadi dari percikan air liur oenderita yang
terbawa oleh udara.
4
3. Gejala Pes (Plague)
Gejala yang paling terkenal dari penyakit pes adalah menyakitkan,
muncul kelenjar getah bening, yang disebut buboes. Ini biasanya ditemukan
di pangkal paha, ketiak atau leher. Karena gigitan berbasis bentuk infeksi,
wabah pes sering merupakan langkah pertama dari serangkaian penyakit
progresif. Gejala penyakit pes muncul tiba-tiba, biasanya 2-5 hari setelah
terpapar bakteri (Dyah, 2015). Gejala penyakit pes meliputi:
a. Panas dingin
b. Umum sakit perasaan ( malaise )
c. Demam tinggi (39 ° Celcius, 102 ° Fahrenheit)
d. Kram Otot
e. Kejang
f. Mulus, bening pembengkakan kelenjar menyakitkan disebut bubo,
umumnya ditemukan di selangkangan, tapi mungkin terjadi di ketiak
atau leher, paling sering di lokasi infeksi awal (gigitan atau awal).
g. Nyeri dapat terjadi di daerah tersebut sebelum muncul bengkak
h. Warna kulit berubah menjadi warna merah muda dalam beberapa kasus
yang ekstrim
i. Pendarahan dari koklea akan dimulai setelah 12 jam dari infeksi.
Gejala lain termasuk napas berat, muntah darah terus menerus, buang
air kecil darah, anggota badan sakit, batuk, dan nyeri eksterm. Rasa sakit ini
biasanya disebabkan oleh pembusukan atau decomposure kulit sementara
orang itu masih hidup. Gejala tambahan termasuk kelelahan ekstrim,
masalah gastrointestinal, lenticulae (titik-titik hitam yang tersebar di seluruh
tubuh), delirium dan koma.
B. Program Pengendalian
1. Melakukan program pengendalian terhadap vektor penyakit pes yaitu
Xenopsylla cheopis. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan
pengendalian vektor terpadu (Dyah, 2015).
5
2. Tetap menjaga populasi tikus supaya tidak mengalami peledakan jumlah,
di daerah rural ataupun urban.
3. Menggunakan bahan-bahan insektisida pembasmi pinjal pada hewan
peliharan ataupun hospes lain.
4. Jika ditemukan infestasi pinjal di sekitar tempat tinggal, maka dapat
digunakan insektisida di dalam rumah, mencuci atau membersihkan
bendabenda yang diperkirakan terkontaminasi pinjal, melakukan
penyemprotan yang mampu membunuh pinjal.
5. Metode yang dilakukan untuk pengendalian pinjal dalam pemberantasan
pes adalah dengan metode dusting. Dusting adalah metode pengendalian
vektor menggunakan bubuk insektisida pada tempat-tempat yang diduga
sebagai jalan tikus (runaway) atau sarang inang reservoir. Insektisida yang
dipergunakan untuk pengendalian pinjal antara lain bendiocarb, carbaryl,
deltamethrin, diazinon, diflubenzuron, dan fenitrothion. Indikator
keberhasilan metode dusting adalah penurunan Indeks umum dan indeks
khusus pinjal (Dyah, 2015).
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
ditemukan ada 2 jenis spesies, yaitu Xenopsylla cheopis (30) dan Stivalus
cognatus (7). Dari kedua jenis ektoparasit yang banyak ditemukan adalah
Xenopsylla cheopis yang mana pada umumnya ektoparasit ini banyak
ditemukan pada tikus dan di daerah yang fokus terkena pes.
Dengan mengetahui jumlah pinjal yang diperoleh, dapat dihitung
Indeks Umum pinjal sebesar 3,36. Indeks khusus Xenopsylla cheopis sebesar
2,72. Menurut Riesti, 2010 (dalam Yusup dkk, 2011) Indeks Umum pinjal lebih
dari dua dan Indeks khusus pinjal Xenopsylla cheopis lebih dari satu berpotensi
untuk menularkan pes ke manusia. Pada program surveilans di bidang
kesehatan, Indeks Umum Pinjal dan Indeks Khusus Pinjal sering digunakan
untuk menduga risiko manusia tertular penyakit bersumber tikus, seperti pes
dan epizootik penyakit diantara tikus pada suatu daerah, didukung dengan
pengentahuan dan informasi mengenai penyebaran inang, vektor dan
habitatnya.
Kondisi lingkungan yang tidak hygienis menjadi factor utama
tumbuh dan berkembangnya bakteri Yersinia pestis . Selain itu sebagai senjata
biologi dalam peperangan seperti pada perang Sino-Jepang pada kekaisaran
Jepang dengan jalan menjatuhkan diudara kutu-kutu yang terinfeksi. Disamping
itu kerusuhan politik juga dapat menjadi sebab meningkatnya penularan
penyakit pes, kebakaran hutan yang menyebabkan tikus hutan bermigrasi
kerumah penduduk dengan membawa kutu yang sudah terinfeksi dengan
Yersinia pestis
Program pengendalian yang bisa dilakukan untuk mengurangi
terjadinya wabah pes diantaranya adalah :
1. Tindakan kesehatan masyarakat seperti penanganan pada hewan mati
didaerah dimana wabah biasa terjadi,
2. Melakukan program pengendalian terhadap vektor penyakit pes yaitu
Xenopsylla cheopis. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan
pengendalian vektor terpadu (Dyah, 2015).
3. Tetap menjaga populasi tikus supaya tidak mengalami peledakan jumlah, di
daerah rural ataupun urban.
8
4. Menggunakan bahan-bahan insektisida pembasmi pinjal pada hewan
peliharan ataupun hospes lain.
5. Jika ditemukan infestasi pinjal di sekitar tempat tinggal, maka dapat
digunakan insektisida di dalam rumah, mencuci atau membersihkan
bendabenda yang diperkirakan terkontaminasi pinjal, melakukan
penyemprotan yang mampu membunuh pinjal.
6. Metode yang dilakukan untuk pengendalian pinjal dalam pemberantasan pes
adalah dengan metode dusting. Dusting adalah metode pengendalian vektor
menggunakan bubuk insektisida pada tempat-tempat yang diduga sebagai
jalan tikus (runaway) atau sarang inang reservoir. Insektisida yang
dipergunakan untuk pengendalian pinjal antara lain bendiocarb, carbaryl,
deltamethrin, diazinon, diflubenzuron, dan fenitrothion. Indikator
keberhasilan metode dusting adalah penurunan Indeks umum dan indeks
khusus pinjal (Dyah, 2015).
9
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyakit pes merupakan salah satu penyakit zoonosis, yang biasanya
ditularkan melalui vektor, yaitu pinjal yang berada di bulu tikus
2. Faktor penyebab penyakit pes diantaranya adalah faktor agent (bakteri
Yersinia Pesti), faktor host (manusia), faktor environment (rumah yang
kotor , Port op Entry and Exit (kulit), dan faktor tranmisi (kontak dengan
tubuh binatang yang terinfeksi, kontak fisik dengan penderita dan bisa
terjadi dari percikan air liur oenderita yang terbawa oleh udara).
3. Gejala yang ditimbulkan karena penyakit pes antara lain adalah panas
dingin, demam tinggi (39 ° Celcius), kram otot, kejang, pembengkakan
kelenjar menyakitkan disebut bubo, umumnya ditemukan di
selangkangan,dll.
4. Program pengendalian dapat dilakukan dengan melakukan program
pengendalian terhadap vektor penyakit pes yaitu Xenopsylla cheopis. Hal
ini dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian vektor terpadu.
B. Saran
1. Upaya penanngulangan tikus disekitar pemukiman perlu
ditingkatkan,bersama-sama dengan melibatkan peran aktif masyarakat
setempat misal dengan mengurangi tempat-tempat yang disenangi tikus
untuk tempat persembunyian.
2. Peningkatan surveilans tikus dan pinjal masih terus diperlukan.
3. Peran petugas kesehatan lingkungan untuk melakukan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai penyakit pes.
10
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008. Pedoman Penanggulangan Pes di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Dinkes Boyolali. 2014a. Evaluasi Kegiatan Pes Tahun 2013 dan Rencana Kegiatan
Pes Tahun 2014 Kabupaten Boyolali. Boyolali: Bidang P3PL Dinkes
Kabupaten Boyolali.
Dida, Astin O., Wadoe, dan Tanodi. 2015. Epidemiologi Penyakit Menular “Pes”.
Kupang : Universitas Nusa Cendana.
Maulana, Yusup, Rahma, Diah E., dan Raharjo, Jarohman. 2011. Identifikasi
Ektoparasit Pada Tikus Dan Cecurut Di Daerah Fokus Pes Desa
Suroteleng Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.
11