Pengaruh Penggunaan Limbah Karet Bekas Ban Sebagai Bahan Tambah Terhadap Perancangan Campuran AC-BC
Pengaruh Penggunaan Limbah Karet Bekas Ban Sebagai Bahan Tambah Terhadap Perancangan Campuran AC-BC
Pengaruh Penggunaan Limbah Karet Bekas Ban Sebagai Bahan Tambah Terhadap Perancangan Campuran AC-BC
N. Asjuh
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
[email protected]
L. B. Suparma
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
[email protected]
A. T. Mulyono
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
[email protected]
INTISARI
Peningkatan kendaraan bermotor di Indonesia yang terjadi secara pesat tiap tahun serta intensitas pemakaian kendaraan yang
tinggi setiap hari menyebabkan jumlah pembuangan limbah bekas ban kendaraan yang sudah rusak dan aus menjadi semakin
meningkat. Limbah bekas ban kendaraan yang sudah tidak terpakai merupakan masalah tersendiri untuk ditangani, yang sangat
berpotensi mencemari lingkungan karena tidak dapat terurai dengan mudah apabila hanya dibiarkan begitu saja. Sehingga
perlu dilakukan upaya untuk mengubah limbah bekas ban kendaraan menjadi sesuatu yang lebih bemanfaat, salah satunya
digunakan sebagai bahan tambah dalam campuran Asphalt Concrete Binder Course. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan limbah karet bekas ban sebagai bahan tambah terhadap perancangan campuran AC-BC, yakni dalam
penentuan nilai kadar aspal optimum (KAO). Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Marshall dengan membandingkan
antara campuran AC-BC konvensional dengan campuran AC-BC yang ditambahkan karet bekas ban sebesar 1% terhadap berat
campuran agregat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada campuran AC-BC dengan variasi 1% karet bekas ban
membutuhkan kadar aspal optimum yang lebih banyak dibandingkan kadar aspal optimum pada campuran AC-BC
konvensional.
Kata kunci: karet bekas ban, Asphalt Concrete Binder Course, Marshall, kadar aspal optimum.
I-24
Semarang, 1 Mei 2019 Civil Engineering and Environmental Symposium 2019
I-25
Civil Engineering and Environmental Symposium 2019 Semarang, 1 Mei 2019
Lapis AC-BC mempunyai fungsi antara lain untuk jalan, yakni 90%-95% agregat berdasarkan persentase
mendukung beban pada lapis permukaan di atasnya, berat atau 75%-85% agregat berdasarkan persentase
serta mengurangi tegangan/regangan dan volume.
meneruskannya ke lapisan di bawahnya. Campuran
beraspal AC-BC termasuk campuran beton aspal Keawetan mutu perkerasan jalan sangat ditentukan
bergradasi yang rapat/menerus (dense graded), yang juga oleh pemilihan kualitas agregat dan hasil
mempunyai tebal nominal minimum sebesar 6,0 cm campuran agregat dengan bahan lainnya. Agregat
dengan toleransi tebal tidak lebih dari 4,0 mm. yang digunakan pada perkerasan jalan harus dalam
keadaan bersih dari kotoran, bahan organik, atau
3.2 Bahan Penyusun Campuran AC-BC bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki karena akan
mengurangi kinerja campuran.
3.2.1 Aspal
Aspal merupakan bahan yang padat atau semi-padat 3.2.3 Bahan pengisi (filler)
pada temperatur rendah, berwarna coklat gelap sampai Bahan pengisi atau filler merupakan material yang
hitam, sebagian besar bahan penyusunnya adalah lolos saringan no. 200 (0,075 mm). Filler dapat
bitumen yang terjadi di alam atau melalui proses berupa abu batu, semen portland, abu terbang, dan
penyulingan minyak bumi. lain sebagainya. Efek penggunaan filler pada
campuran beton aspal berpengaruh pada karakteristik
Aspal pada lapis keras jalan berfungsi sebagai bahan
campuran tersebut. Filler digunakan untuk mengisi
pengikat, yakni memberikan ikatan yang kuat antara
rongga-rongga antar agregat sehingga akan
aspal dan agregat dan antara sesama aspal sehingga
mengurangi besar rongga dan meninggalkan
akan memberikan kekuatan yang lebih besar dari
kerapatan dan kestabilan perkerasan.
masing-masing agregat. Selain itu, aspal juga
berfungsi sebagai bahan pengisi, yakni mengisi
3.3 Campuran Panas Beton Aspal
rongga antarbutir agregat dan pori-pori yang ada di
dalam butir agregat itu sendiri. Beton aspal adalah campuran panas berkualitas tinggi
antara aspal dengan agregat berkualitas baik yang
Aspal keras merupakan semen aspal yang dalam dipadatkan menjadi massa padat yang seragam. Bahan
penggunaanya dipanaskan terlebih dahulu hingga campuran agregat dan aspal dicampur di instalasi
menjadi cair sampai suhu tertentu, berbentuk padat pencampuran atau AMP (Asphalt Mixing Plant)
pada suhu ruang sekitar 25-30 °C. Kekerasan aspal dengan suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi
dinyatakan dengan angka penetrasinya. Semakin pekerjaan untuk dihamparkan dan dipadatkan. Suhu
tinggi angka penetrasi, maka tingkat kekerasannya pencampuran pada umumnya lebih kurang berkisar
makin rendah, karena semakin lembek. Sebaliknya 145 ºC sampai dengan 155 ºC sehingga campuran
semakin rendah angka penetrasi, maka tingkat tersebut disebut dengan campuran panas beton aspal
kekerasannya semakin tinggi, karena aspal semakin (hot-mix asphalt).
menjadi semi-padat sampai padat. Pengelompokan
semen aspal dilakukan berdasarkan nilai penetrasi 3.4 Karakteristik Marshall
pada suhu 25 °C atau berdasarkan kekentalannya. Pengujian Marshall adalah metoda laboratorium
Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal untuk memeriksa kinerja campuran panas (hot-mix)
yang termasuk dalam kategori AC pen 60/70, yang yang paling banyak penggunaannya. Pengujian ini
memiliki spesifikasi teknis yang telah disesuaikan menghasilkan parameter-parameter yang disebut
dengan kondisi alam di Indonesia. dengan karakteristik Marshall atau Marshall
properties, yang terdiri dari kepadatan (density), VIM
3.2.2 Agregat
(Voids in Mixture), VMA (Voids in Mineral
Agregat didefinisikan sebagai suatu bahan yang terdiri Aggregate), VFA/VFWA (Voids Filled with Asphalt),
dari mineral padat, berupa massa berukuran besar stabilitas (stability), pelelehan (flow), dan MQ
ataupun berupa fragmen-fragmen, yang terdiri dari (Marshall Quotient).
pasir, kerikil, batu pecah, dan slag. Agregat sebagai
bahan lapis perkerasan harus mempunyai daya tahan 4 METODE PENELITIAN
terhadap disintegrasi dan degradasi, dimana
disintegrasi ialah penghancuran agregat menjadi butir- Secara garis besar penelitian ini ditiktikberatkan pada
butir halus akibat cuaca, sedangkan degradasi ialah pengujian laboratorium dengan tahapan, meliputi:
pecahnya agregat menjadi partikel kecil selama proses a) Tahap pemilihan dan pengujian bahan susun
pekerjaan konstruksi dan selama masa layan. Agregat campuran.
merupakan komponen utama dari struktur perkerasan
I-26
Semarang, 1 Mei 2019 Civil Engineering and Environmental Symposium 2019
Pada tahap ini dilakukan pengujian-pengujian dan hasil pengujian filler yang dapat dilihat pada
terhadap agregat dan aspal yang memenuhi tabel-tabel berikut.
persyaratan, serta pemilihan limbah karet bekas
ban dengan saringan no. 30 dan no. 50, yang Tabel 2. Hasil pengujian agregat kasar
selanjutnya akan digunakan dalam penelitian. No Jenis Pemeriksaan Satuan Spesifikasi Hasil
b) Tahap perancangan campuran. 1. Abrasi % ≤ 40% 23,40
Tahap ini meliputi tahap perancangan benda uji, 2. Berat Jenis Kering gr/cm3 - 2,663
tahap pembuatan benda uji, dan tahap pengujian 3. Penyerapan terhadap Air % ≤ 3% 1,136
benda uji. Adapun perancangan campuran dalam 4. Kelekatan terhadap Aspal % > 95% > 95%
penelitian ini dilakukan dengan metode Marshall. 5. Soundness Test % ≤ 12% 0,163
Sedangkan untuk mempermudah dalam melakukan Tabel 3. Hasil pengujian agregat halus
penelitian dan analisis, serta dapat lebih terfokus pada No Jenis Pemeriksaan Satuan Spesifikasi Hasil
tujuan penelitian, maka penelitian ini diberikan 1. Sand Equivalent % ≥ 50% 68,33
batasan yakni antara lain: 2. Berat Jenis Kering gr/cm3 - 2,667
a) Bahan dalam campuran (agregat kasar, agregat 3. Penyerapan terhadap Air % ≤ 3% 2,319
halus, dan filler) berasal dari material lokal daerah
Clereng, Kab. Kulonprogo, Yogyakarta. Tabel 4. Hasil pengujian filler
b) Aspal penetrasi 60/70 produksi Pertamina. No Jenis Pemeriksaan Satuan Spesifikasi Hasil
c) Limbah karet bekas ban truk ukuran lolos 1. Berat Jenis gr/cm3 - 2,668
saringan no. 30 tertahan saringan no. 50 dengan
variasi 1% terhadap berat campuran agregat.
Dari Tabel 2, 3, dan 4, dapat dilihat bahwa hasil
d) Persyaratan bahan/material, pengujian, dan
pengujian agregat yang dilakukan telah memenuhi
pencampuran disesuaikan dengan Spesifikasi
persyaratan yang ada dalam spesifikasi sehingga dapat
Umum Bina Marga 2018 Bidang Jalan dan
digunakan dalam penelitian ini.
Jembatan.
5.3 Hasil Pengujian Karet Bekas Ban
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Limbah karet bekas ban yang digunakan pada
5.1 Hasil Pengujian Aspal penelitian ini merupakan limbah karet bekas ban truk.
Aspal yang digunakan pada penelitian ini merupakan Karet bekas ban yang diperoleh tersebut sudah diolah
aspal produksi Pertamina yang termasuk dalam dan dihancurkan menjadi serat maupun serbuk karet
kategori aspal penetrasi 60/70. Hasil pengujian aspal sehingga kondisi karet bekas ban yang dipakai pada
dapat dilihat pada tabel berikut. penelitian ini sesuai dengan apa yang diterima. Untuk
mengetahui karakteristik dari karet bekas ban tersebut,
Tabel 1. Hasil pengujian aspal pen. 60/70 maka dilakukan pengujian berat jenis dan titik leleh
No Jenis Pemeriksaan Satuan Spesifikasi Hasil (melting point), yang dilakukan di Laboratorium
1. Penetrasi pada 25 °C 0,1 mm 60 – 70 61,20 Teknologi Minyak Bumi Gas dan Batubara,
2. Titik lembek °C ≥ 48 48,25 Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik
3. Daktilitas pada 25 °C cm ≥ 100 ≥ 100 Universitas Gadjah Mada, dengan hasil dapat dilihat
4. Kelarutan dalam TCE % ≥ 99 99,68 pada tabel berikut.
5. Berat jenis gr/cm3 ≥ 1,0 1,035
6. Berat yang hilang % ≤ 0,8 0 Tabel 5. Hasil pengujian karet bekas ban
No Jenis Pemeriksaan Satuan Metode Hasil
1. Berat Jenis gr/ml Grafimetri 1,0578
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil pengujian
aspal yang dilakukan telah memenuhi persyaratan 2. Melting Point °C ASTM D 127 194
yang ada dalam spesifikasi sehingga dapat digunakan
dalam penelitian ini. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa titik leleh dari
karet bekas ban mulai terjadi pada suhu 194 °C,
5.2 Hasil Pengujian Agregat sedangkan benda uji campuran beraspal AC-BC
dicampur pada suhu 155±1 °C sehingga dapat
Agregat (agregat kasar, agregat halus, dan filler) yang
disimpulkan bahwa karet bekas ban yang digunakan
digunakan pada penelitian ini merupakan material
sebagai bahan tambah pada penelitian ini tidak akan
yang berasal dari daerah Clereng, Kab. Kulonprogo,
meleleh atau masih berbentuk serat atau serbuk karet.
D.I. Yogyakarta. Hasil pengujian meliputi hasil
pengujian agregat kasar, hasil pengujian agregat halus,
I-27
Civil Engineering and Environmental Symposium 2019 Semarang, 1 Mei 2019
5.4 Gradasi Agregat Campuran AC-BC hasil yang lebih rendah dibanding stabilitas
Target gradasi agregat untuk campuran AC-BC Marshall pada variasi campuran konvensional,
diperoleh dengan mencari nilai tengah dari range namun masih berada di atas nilai batas minimum
untuk masing-masing ukuran ayakan/saringan sesuai spesifikasi.
dengan persyaratan dari Spesifikasi Umum Bina
Marga Tahun 2018 Bidang Jalan dan Jembatan. 5.6 Hasil Perancangan Campuran dengan Metode
Target gradasi agregat yang digunakan pada penelitian Marshall
ini dapat dilihat pada Gambar 1. Nilai kadar aspal optimum (KAO) ditentukan
berdasarkan pada nilai karakteristik Marshall
(volumetric characteristic dan mechanical
characteristic) untuk setiap kadar aspal yang telah
diperoleh sebelumnya. Nilai KAO dianalisis dengan
menggunakan metode narrow range, yakni dengan
cara memilih nilai tengah dari semua rentang kadar
aspal pada kedua variasi campuran. Hasil penentuan
nilai KAO dengan metode narrow range pada kedua
variasi campuran dapat dilihat pada tabel berikut.
I-28
Semarang, 1 Mei 2019 Civil Engineering and Environmental Symposium 2019
yang dibutuhkan juga bertambah dikarenakan karet Binders in Sudan. International Jurnal of Material
bekas ban tidak meleleh pada saat pencampuran Science and Applications 6 (2-1), pp. 1-6.
sehingga hanya bersifat sebagai agregat tambahan
pada campuran.
REFERENSI
Asphalt Institute, 2014. Asphalt Mix Design Method.
The 7th Edition of Manual Series No. 02 (MS-2).
I-29