Makalah Etikolegal Standar Praktik Bidan Jadi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH ETIKOLEGAL DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN

Disusun Oleh:

1. Wayan Suci Bakti (1515471076)


2. Yansari Gusmi A (1515471077)
3. Yugita Ritonga (1515471078)
4. Yuliza Alfian (1515471079)
5. Zuliviani Fiza Kusuma (1515471080)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN METRO
TAHUN 2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “STANDAR
PRAKTIK KEBIDANAN” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah Obsetri Ginekologi. Semoga Makalah ini dapat memberikan
informasi dan pelajaran kepada kita semua .Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Metro,25 Februari 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Mamfaat Penulisan

Bab II PEMBAHASAN
A. Pengertian Bidan.
B. Pengertian Standar
C. Pengertian Standar Praktek Kebidanan (SPK
D. Standar Praktik Bidan di Indonesia
E. Standar Kebidanan Profesi
F. Hukum Perundangan di Indonesia
G. Hubungan Standar Praktek Kebidanan Dengan Hukum dan Perundang-
undangan

Bab III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarah profesi maupun tenaga kesehatan, telah di ketahui bahwa
bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat
manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan
menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat
dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat,
membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu
dapat merawat bayinya dengan baik.
Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan
prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan,
metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan
oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di
bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan
yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes
No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi
bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara
di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan
efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan
Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia,
khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat
masyarakat.
Selain standar pelayanan, profesi bidan pun memiliki standar kompetensi
dan standar praktek yang telah di sepakati dan berlaku hingga saat ini. Dengan
adanya standar-standar yang berlaku, maka dalam menjalankan tugasnya seorang
bidan di tuntut untuk selalu mengikuti dan menerapkan standar-standar tersebut
dalam prakteknya.
Bidan sebagai tenaga perawat mempunyai tanggung jawab utama yaitu
melindungi masyarakat / publik, profesi keperawatan dan praktisi perawat.Praktek
Bidan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan system pengaturan serta
pengendaliannya melalui perundang – undangan yang ada, dimanapun bidan itu
bekerja.Kebidanan hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan segmen
manusia dan kemanusiaan,Penerimaan dan pengakuan organisasi profesi bidan
sebagai pelayanan profesional diberikan oleh bidan profesional sejak tahun 1983,
maka upaya perwujudannya bukanlah hal mudah di Indonesia. Disisi lain
kebidanan di Indonesia menghadapi tuntutan dan kebutuhan eksternal dan internal
yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh – sungguh dan nyata
keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan.
Dalam menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja berdasarkan pada
pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik
pelayanan, dank ode etik profesi yang dimilikinya
Dalam profesi kebidanan, standar praktik kebidanan merupakan suatu
acuan atau pedoman bagi seorang bidan dalam melakukan sebuah tindakan.
Namun, seringkali kita temukan bidan yang tidak memberikan pelayanan yang
sesuai dengan standar praktik kebidanan yang telah ditetapkan. Hal ini
menimbulkan penurunan kualitas suatu pelayanan yang diberikan oleh bidan.
Oleh sebab itu tim penulis membahas mengenai standar praktik kebidanan,
sehingga calon-calon tenaga bidan yang akan datang dapat bekerja sesuai dengan
standar praktik kebidanan yang telah ditetapkan.
Standar adalah ukuran atau parameter yang digunakan sebagai dasar untuk
menilai tingkat kualitas yang telah disepakati dan mampu dicapai dengan ukuran
yang telah ditetapkan.Penentuan standar profesi selalu berkaitan erat dengan
situasi dan kondisi dari tempat standar profesi itu berlaku. Sebagai tenaga
kesehatan yang profesional maka bidan dalam melakukan tugasnya wajib
memenuhi standar profesi sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam UU No.
23/92 Tentang Kesehatan, bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Sesuai Pasal 53 UU No. 23/92 menetapkan sebagai berikut : Standar
profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan
pasien seperti dokter, bidan, dan perawat dalam melaksanakan tugasnya harus
menghormati hak pasien. Standar praktik kebidanan dibuat dan disusun oleh
organisasi profesi bidan ( PP IBI ) berdasarkan kompetensi inti bidan, dimana
kompetensi ini lahir sebagai bukti bahwa bidan telah menguasai pengetahuan,
keterampilan, dan sikap minimal yang harus dimiliki bidan sebagai hasil belajar
dalam pendidikan. Karena latar belakang pendidikan kebidanan sangat bervariasi
maka organisasi profesi IBI membuat standar praktik bidan berdasarkan
kompetensi inti sehingga dengan adanya standar praktik kebidanan, bidan
mempunyai suatu ukuran yang sama untuk semua bidan dalam melaksanakan
tugasnya walaupun latar belakang pendidikannya berbeda-beda. Dalam profesi
kebidanan, standar praktik kebidanan merupakan suatu acuan atau pedoman bagi
seorang bidan dalam melakukan sebuah tindakan. Namun, seringkali kita temukan
bidan yang tidak memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar praktik
kebidanan yang telah ditetapkan. Hal ini menimbulkan penurunan kualitas suatu
pelayanan yang diberikan oleh bidan.
Makalah ini, akan membahas mengenai standar praktek kebidanan serta
hubungan standar praktik kebidanan dengan hukum /undang-undang.

B. Rumusan Masalah
Makalah ini akan membahas masalah tentang standar praktek bidan yang
terdiri dari:
1. Apa yang di maksud dengan bidan?
2. Apakah definisi dari standar?
3. Apa pengertian dari standar praktek kebidanan?
4. Apa saja yang menjadi standar praktek bidan?
5. Apa hubungan standar praktek kebidanan dengan hukum dan perundang-
undangan?

C. Tujuan
Ada pun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah :
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bidan.
2. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan standar.
3. Untuk mengetahui apa yang di maksud standar praktek bidan.
4. Untuk mengetahui tentang standar-standar yang ada dalam praktek bidan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bidan
Definisi Bidan (ICM) mengatakan bahwa bidan adalah seorang yang telah
menjalani program pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal,
dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk
terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan.

B. Pengertian Standar
Standar adalah ukuran atau parameter yang di gunakan sebagai dasar untuk
menilai tingkat kualitas yang telah di sepakati dan mampu di capai dengan ukuran
yang telah di tetapkan.
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal ( Clinical
Practice Guideline , 1990)
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang
mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan (Donabedian,
1980)
Standar adalah spesifikasi dari fungsi tau tujuan yang harus dipenuhi oleh
suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh
keuntungan maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan ( Rowland and
Rowland, 1983)
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang
mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu standar
pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem
pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan anak dalam
rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
C. Pengertian Standar Praktek Kebidanan (SPK)
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan
atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab
profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan
pelayanan / asuhan kebidanan kepada klien dengan pendekatan managemen
kebidanan.
Standar praktik kebidanan adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja
yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar
asuhan kebidanan berarti pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai
dengan pemberian asuhan kebidanan terhadap pasien/klien. Hubungan antara
kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena malelui
standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk.

D. Standar Praktik Bidan di Indonesia


Standar I : Metode Asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan
dengan langkah: pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.

Difinisi Operasional:
1. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.
2. Format manajemen kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana
format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi

Standar II: Pengkajian


Data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Difinisi Operasional:
1. Ada format pengumpulan data
2. Pengumpulan data dilakukan secara sistimatis, terfokus,yang meliputi data:
a. Demografi identitas klien.
b. Riwayat penyakit terdahulu.
c. Riwayat kesehatan reproduksi.
d. Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi.
e. Analisis data.
3. Data dikumpulkan dari:
a. Klien/pasien, keluarga dan sumber lain.
b. Tenaga kesehatan.
c. Individu dalam lingkungan terdekat.
4. Data diperoleh dengan cara:
a. Wawancara
b. Observasi.
c. Pemeriksaan fisik.
d. Pemeriksaan penunjang.

Standar III : Diagnosa Kebidanan


Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah
dikumpulan.
Difinisi Operasional
1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh
klien atau suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai
dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.
2. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada
asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien.
Standar IV :Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Difinisi Operasional :
1. Ada format rencana asuhan kebidanan
2. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan
evaluasi.

Standar V: Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan
keadaan klien: tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.

Difinisi Operasional
1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.
2. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi.
3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan
klien.
4. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan
wewenang bidan
5. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan
etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman.
6. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

Standar VI : Partisipasi Klien


Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan
keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Difinisi Operasional
1. Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang:
a. Status kesehatan saat ini
b. Rencana tindakan yang akan dilaksanakan.
c. Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan.
d. Peranan petugas kesehatandalam tindakan kebidanan.
e. Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan.
2. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindal
kegiatan.

Standar VII :Pengawasan


Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus
den, tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Difinisi Operasional
1. Adanya format pengawasan klien.
2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sistimatis un¬mengetahui
keadaan perkembangan klien.
3. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah
disediakan

Standar VIII :Evaluasi


Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan
tindak kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah
dirumuskan.
Difinisi Operasional
1. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan. Men sesuai
dengan standar ukuran yang telah ditetapkan.
2. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
3. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.

Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi
asuhan kebidanan yang diberikan.
Definisi oprasional :
1. Dokumentasi dilaksanakan untuk di setiap langkah managemen kebidanan.
2. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur, sistematis, jelas, dan ada yang
bertanggung jawab.
3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasal
50 penjelasan menyatakan bahwa : Yang dimaksud dengan” standar profesi
”adalah batasan kemampuan ( knowledge, skill and professional attitude )
minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan
kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh
organisasi profesi.
Dalam melaksanakan profesinya, Bidan memiliki 9 (sembilan) kompetensi yaitu :
1. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu
sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang
bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan
keluarganya.
2. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang
tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam
rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan
kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
3. Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan
kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau
rujukan dari komplikasi tertentu.
4. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan
setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan
aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan
kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
5. Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi
dan tanggap terhadap budaya setempat.
6. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru
lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
7. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan
balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
8. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada
keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
9. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan
sistemreproduksi.
Setiap Kompetensi dilengkapi dengan Pengetahuan dan keterampilan
dasar, pengetahuan dan keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki dan
dilaksanakan dalam melakukan kegiatan asuhan kebidanan
Setiap Bidan harus bekerja Secara profesional dalam melaksanakan profesi
asuhan kebidanan , dan dalam melaksanakan profesi tersebut Bidan harus bekerja
sesuai standar yang meliputi meliputi : standar pendidikan, standar falsafah,
standar organisasi, standar sumber daya pendidikan, standar pola pendidikan
kebidanan, standar kurikulum, standar tujuan pendidikan, standar evaluasi
pendidikan, standar lulusan, standar Pendidikan Berkelanjutan Bidan, standar
organisasi, standar falsafah, standar sumber daya pendidikan, standar program
pendidikan dan pelatihan, standar fasilitas, standar dokumen penyelenggaraan
pendidikan berkelanjutan, standar pengendalian mutu,Standar Pelayanan
Kebidanan, standar falsafah, Standar Administrasi Dan Pengelolaan, Standar Staf
Dan Pimpinan, Standar Fasilitas Dan Peralatan, Standar Kebijakan Dan Prosedur,
Standar Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan, Standar Asuhan, Standar
Evaluasi Dan Pengendalian Mutu, standar praktik kebidanan, Standar metode
asuhan, Standar pengkajian, Standar Diagnosa kebidanan, standar rencana asuhan,
standar tindakan, standar partisipasi klien, standar pengawasan, standar evaluasi,
standar dokumentasi.

E. Standar Kebidanan Profesi


Dasar hukum penerapan SPK Undang-undang kesehatan Nomor 23 tahun
1992 Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomer 23 tahum 1992 kewajiban
tenaga kesehatan adalah mematuhi standar profesi tenaga kesehatan, menghormati
hak pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan kesehatan pasien, memberikan
informasi dan meminta persetujuan (Informed consent), dan membuat serta
memelihara rekam medik.

Ruang Lingkup SPK meliputi 24 standar yaitu :


1. Standar pelayanan (2 standar)
2. Standar pelayanan antenatal (6 standar)
3. Standar pertolongan persalinan (4 standar)
4. Standar pelayanan nifas (3 standar)
5. Standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal (9 standar) (Depkes
RI, 2001:3).

1. Standar Pelayanan Umum


Standar I : Persiapan Untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Persyaratan standar : Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada
perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segala halyang berkaitan dengan
kehamilan, termasuk penyuluhan umum, gizi, KB, kesiapan dalam menghadapi
kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik
dan mendukung kebiasaan baik.

Standar II : Pencatatan Dan Pelaporan


Persyaratan standar : Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang
dilakukan, yaitu registrasi. Semua ibu hamil diwilayah kerja, rincian yang
diberikan kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan BBL, semua kunjungan
rumah dan penyuluhan kepada masyarakat. Disamping itu bidan hendaknya
mengikut sertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya
masyarakat yang berkaitan dengan ibu dan BBL. Bidan meninjau secara teratur
catatan tersebut untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan untuk
meningkatkan pelayanannya.
2. Standar Pelayanan Antenatal
Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Persyaratan standar : Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi
dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi
ibu, suami dan anggota masyarakat agar mendorong ibu untuk memeriksakan
kehamilan sejak dini secara teratur.

Standar 4 : Pemeriksaan Dan Pemantauan Antenatal


Persyaratan standar : Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelyanan antenatal.
Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama
untuk menilai apakah perkembangan berlangung normal. Bidan juga harus
mengenal resti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi
HIV;memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta
tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesman. Bidan harus mencatat data
yang tepat pada setiap kunjungan Bila ditemukan kelainan, bidan harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuk untuk tindakan selanjutnya.

Standar 5 : Palpasi Abdomen


Persyaratan standar : Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara
seksama melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, dan bila umur
kehamilan bertambah memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya
kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelaianan serta melakukan
rujukan tepat waktu.

Standar 6 : Pengelolaan Anemia Pada Kehamilan


Persyaratan standar : Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,
penanganan dan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi Pada Kehamilan
Persyaratan standar : Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan
tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia
lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknnya

Standar 8 : Persiapan Persalian


Pernyataan standar : Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu
hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa
persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan
akan direncanakan dengan baik, di samping persiapan transportasi dan biaya
untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya
melakukan kunjungan rumah untuk hal ini.

3. Standar Pelayanan Kebidanan


Terdapat empat standar dalam standar pertolongan persalinan :
Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I
Pernyataan standar : Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah
mulai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan
memperhatikan kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.

Standar 10 : Persalinan Kala II Yang Aman


Pernyataan standar : Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman,
dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi
setempat.

Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala Tiga


Pernyataan standar : Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar
untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar 12 : Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomy
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin
pada kala II yang lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk
memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.

4. Standar Pelayanan Nifas


Terdapat tiga standar dalam standar pelayanan nifas :
Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Pernyataan standar : Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk
memastikan pernafasan spontan mencegah hipoksia sekunder, menemukan
kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan
juga harus mencegah atau menangani hipotermia.

Standar 14 : Penanganan Pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan


Pernyataan standar : Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap
terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan
yang diperlukan. Di samping itu, bidan memberikan penjelasan tentangan hal-hal
mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai
pemberian ASI.

Standar 15 : Pelayanan Bagi Ibu Dan Bayi Pada Masa Nifas


Pernyataan standar : Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas
melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam
setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui
penanganan tali pusat yang benar; penemuanan dini penanganan atau rujukan
komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas; serta memberikan penjelasan
tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi,
perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.
5. Standar Penanganan Kegawatan Obstetri Dan Neonatal
Standar 16 : Penanganan Perdarahan Dalam Kehamilan, Pada Tri-mester III
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala
perdarahan pada kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan
merujuknya.

Standar 17 : Penanganan Kegawatan Pada Eklamsia


Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala
eklamsia mengancam. Serta merujuk dan atau memberikan pertolongan pertama.

Standar 18 : Penanganan Kegawatan Pada Partus Lama/Macet


Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus
lama/macet serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau
merujuknya.

Standar 19 : Persalinan dg penggunaaan Vakum Ekstraktor


Pernyataan standar : Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi
vakum,melakukannya secara benar dalammemberikan pertolongan persalinan
dengan memastikan keamnannya bagi ibu dan janin

Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta


Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali retensio placenta dan
memberikan pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penangan
perdarahan sesuai dengan kebutuhan

Standar 21 : Penangan Perdarahan Postpartum Primer


Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan
dalam 24 pertama setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera
melakukan pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.
Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder
Pernyataan standar: Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda
serta gejala perdarahan postpartum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama
untuk penyelamatan jiwa ibu dan atau merujuknya.

Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis


Pernyataan standar: Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala
sepsis puerperalis, serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya

Standar 24 : Penanganan Asiexsia Neonatorum


Pernyaan standar : Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir
dengan asfeksia, serta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan
medis yang diperlukan dan memberikan perawatan lanjutan.

F. Hukum Perundangan di Indonesia


Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik
kebidanan:
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas
Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur
kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan
penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan
sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan
apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga
kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi
dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan
apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat
diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa
pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya
mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan
bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga
kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum
tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan
perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai
tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan
lainnya.
3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal
2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan
rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.Dalam
pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan
yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri
sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan
terhadapnyaUU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan
pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja
juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem
rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak
menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam
UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi
tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek
profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung
jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis
menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan
paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat
disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori
tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat
suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan.
Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan
tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka
praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong
persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan
atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan
membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus
menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan
penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum
hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang
pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka
seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan
utnuk benar-benar melakukan nursing care.
6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986,
tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan
sistem kredit point. Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan
dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi
angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud
adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur
Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan
Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat
naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan
termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan
tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan
hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.

I. BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 3


Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
II. Pasal 1 Ayat 4
Sarana Kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.

III. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia


Nomor:1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat
(sebagai revisi dari SK No.647/MENKES/SK/IV/2000)

IV. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :


Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia
(garis bawah saya).
3. Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk
menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (garis
bawah saya).
Ketentuan Pidana yang diatur dalam Pasal 359, 360, 351, 338 bahkan bisa
juga dikenakan pasal 340 KUHP. Salah satu contohnya adalah pelanggaran yang
menyangkut Pasal 32 Ayat (4) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut diatur mengenai pelaksanaan pengobatan
dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Pelanggaran atas pasal tersebut dapat dikenakan sanksi
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1a) Undang-Undang No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan :“barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenagan
dengan sengaja : melakukan pengobatan dan atau peraywatan sebagaimana
dimaksud pasal 32 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
perorangan/berkelompok (garis bawah saya).

G. Hubungan Standar Praktek Kebidanan Dengan Hukum Dan Perundang-


Undangan
Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan
tindakan yang dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila
seorang bidan melakukan Suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia harus
mendapatkan sanksi dan hukuman yang telah ditetapkan oleh Permenkes. Dalam
melakukan tindakan-tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan standar
bidan juga harus memerhatikan norma,etika profesi, kode etik profesi dan hukum
profesi dalam setiap indakannya.
Pencatatan dan Pelaporan
1. Kepmenkes RI No. 1464/Menkes/X2010
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Permenkes RI No. 1464/Menkes/X2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI pasal 20
mengenai pencatatan dan pelaporan. Bunyi pasal tersebut:
a. Pasal 20
1). Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan
2). Pelapora sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 ditunjukan kepada
puskesmas wilayah tempat praktik
3). Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 untuk
bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

2. Kepmenkes RI No.900/Menkes/2002
Sebagaiman yang teah ditetapkan oleh Kepmenkes RI No.900/Menkes/2002
tentang registrasi dan praktik bidan pada bab VI Pasal 27 Mengenai
Pencatatan dan pelaporan. Bunyi pasal tersebut adalah:
A. Pasal 27
1). Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2). Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaporkan ke
puskesmas dan tembusan kepaqla dinas kesehatan kabupaten/kota
setempat
3). Pencatatan dan pelapotran sebagaiman dimaksud pada ayat 1
tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.

Pembimbing dan Pengawasan


1. Kepmenkes RI No. 1464/Menkes/X2010
Kepmenkes RI No. 1464/Menkes/X2010 Tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan padaBab V pasal 20 sampai pasal 24
mengenai pembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal
tersebut ialah :
a. Pasal 20
1). Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2). Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan ,keselamatan
pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan
yang dapat menimbulkan bahayabagi kesehatan.

b. Pasal 21
1) Menteri,Pemerintah Daerah Provinsi , Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan
dengan mengikut sertakan Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi,Organisasi
profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
1 diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan
pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala
kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
3) Kepala Dinas Kabupaten/Kota harus melakukan pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan praktik bidan.
4) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1
,Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus membuat
pemetaab tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta
menetapkan dokter puskesmas tedekat untuk pelaksanaan tugas
supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.

c. Pasal 22
1). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan
yan bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatannya pada tiap triwulan kepada kepala dinas kesehata
kabupaten/kota dengan tenbusan kepada organisasi profesi.

d. Pasal 23
1) Dalam rangka pelaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21, Menteri, pemerintah daerah
provinsi,dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
memberikan tindakan administrative kepada bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan
praktik dalam peraturan ini.
2) Tindakan addministratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilakukan melalui:
a. Teguran Lisan
b. Teguran Tertulis
c. Pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
e. Pasal 24
1) Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan sanksi
berupa rekomendasi pencabutan surat izin/ STR kepada kepala
dinas kesehatan provinsi/Majelis tenaga kesehatan indonesia (
MTKI) terhadap bidan yang melakukan praktik tanpa memilki
SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagiamana dimaksud
dalam pasal 3 ayat 1 dan 2.
2) Pemerintah daerah kabupaten/Kota dapat mengenakan sanksi
teguran lisan,teguran sementara/tetap kepads pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memperkejakan bidan yag tidak
mempunyai SIKB.

2. Kepmenkes RI No.900/Menkes/SK/VII/2002
Kepmenkes RI No.900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan
praktik bidan pada Bab VIII pasal 31 sampai pasal 411 mengenai
pembimbingan dan pengawasan. Bunyi pasal tersebut adalah:
a. Pasal 31
1). Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang
besarnya ditetapkan oleh organisasi profesi.
2). Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikumpilkan
dari angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dn
pengabdian masyarakat.
3). Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan oleh organisasi
profesi.
4). Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan
mendorong para anggotanya untuk dapat mencapai angka
kredit yang ditentukan.
b. Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang
melakukan praktik dan yang berhenti melakukan praktik pada
sarana kesehatannya kepadaa kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

c. Pasal 33
1). Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan atau organisasi
profesi terkait melakukan pembinaan dsn pengawasan terhadap
bidan yang melakukan praktik di wilayahnya.
2). Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dapat dapat dilakukan melalui memantauan yang
hasilnya dibahas secara periodik sekurang-kurangnya 1 kali
dalam 1 tahun.

d. Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang bidan wajib mentaati semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Pasal 35
1). Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a. Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan tentuan
yang tercantum dalam izin praktik.
b. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar
profesi.
2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan
darurat atau menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak
ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 butir a.
f. Pasal 36
1). Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dapat memberikan
peringatan lisan atau tertulis kepad bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap keputusan ini.
2). Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diberikan paling banyak tiga kali dan apabila peringatann
tersebut tidak diindahkan,Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dalpat mencabut SIPB Bidan yang
bersangkutan.

g. Pasal 37
Sebelum keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar
pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ( MDTK)
atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan etika Pelayanan medis (
MP2EPM) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

h. Pasal 38
1). Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang
bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari
terhitung sejak keputusan ditetapkan.
2). Dalam keputusan sebagaimana dimaksud pad ayat 1
disebutkan lama pencabutan SIPB.
3). Terhadap pencabutan SIPB sebagaiman a dimaksud pad ayat 1
dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dalam waktu 14 hari setelah keputusan diterima,
apabila dalam waktu 14 hari tidak diajukan keberatan, maka
keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum
tetap.
4). Kepala Dinas Kesehatan Provinsi memutuskan ditingkat
pertama dan terakhir semua keberatan mengenai pencabutan
SIPB.
5). Sebelum prosedur keberatan sebagaiamana dimaksud pada
ayat 3 ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak
berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud
pasal 48 Undang undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Pengadilan Tata Usaha Negara.

i. Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap
pencabutan SIPB kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
setempat dengan tembusan kepada organisasi Profesi setempat.

j. Pasal 40
1). Dalam Keadaan Luar biasa untuk kepentingan nasionalb
Menteri Kesehatan dan atau atas rekomendasi organisasi
profesi dapat mencabut untuk sementara SIPB bidan yang
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2). Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 1
selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan keputusan ini.

k. Pasal 41
1). Dalam rangka pembinaan dan pengawasan,Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membentuk tim/panitia yang
bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan
diwilayahnya.
2). Tim/Panitia sebagaiman dimaksud pada ayat 1 terdiri dari
unsur pemerintah,Ikatan Bidan Indonesia dan profesi
kesehatan terkait lainnya.
Ketentuan Pidana Praktik Bidan : Kepmenkes RI No.
900/Menkes/SK/VII/2002

Kepmenkes RI No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi


dan praktik bidan pada bab IX pasal 42 sampai Pasai 44 mengenai
ketentuan pidana. Bunyi pasal tersebut adalah :
a. Pasal 42
Bidan yang dengan sengaja:
1). Melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat
pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6
dan/ atau
2). Melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaiman
dimaksud dalam pasal 9
3). Melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaiman dimaksud dalam pasal 25 ayat 1 ayat
2; dipidana sesuai ketentuan pasal 35 Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan.

b. Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan
bidan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 dan/Atau
memperkejakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik,
dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan pasal 35
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga
Kesehatan.

c. Pasal 44
1). Degan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 42, Bidan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan yang diatur dalam keputusan ini dapat
dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan, teguran
tertuls sampai dengan pencabutan izin.
2). Pengambilan Tindakan disiplin sebagaiaman dimaksud
pada ayat 1 dilaksanakan sesuai ketentuan peratura
perudang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Peralihan
1. Kepmenkes RI No.1464/Menkes/X2010
Kepmenkes RI No.1464/Menkes/X2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan pada Bab IV pasal 25
sampai pasal 28 mengenai ketentuan peralihan tentang surat
penugasan dan ijin praktik. Bunyi pasal tersebut:
a. Pasal 25
1). Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan
Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin
dan Penyeleggaraan Praktik Bidan dinyatakan
telah memilki SIPB berdasarkan Peraturan ini
sampai dengan masa berlakunya berakhir.
2). Bidan sebagaimana dimaksud pad ayat 1 harus
memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang
bersangkutan telah habis jangka waktunya,
berdasarkan Peraturan ini.

b. Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia ( MTKI)
dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi ( MTKP)
belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan
tugasnya. Maka, registrasi bidan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Keputusn Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan
praktik bidan.

c. Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja difasilitas
pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan peraturan ini
harus memiliki SIKB berdasarkan peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 tahun sejak Peraturan ini
ditetapkan.

d. Pasal 28
Bidan yang berpendidikan dibawah Diploma III ( D III)
Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus
menyesuaikan denagn ketentuan peraturan ini selambat-
lambatnya 5 tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
2. Kepmenkes RI Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002
Kepmenkes RI Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
registrasi dan praktik bidan pada Bab IX pasal 45 mengenai
ketentuan perlihan. Bunyi Pasal tersebut:
a. Pasal 45
1). Bidan yang tidak mempunyai surat penugasan dan
SIPB brdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no.
572/Menkes/Per/IV/1996 tentang registrasi dan
praktik bidan dianggap telah memiliki SIPB
berdasarkan ketentuan.
2). SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat 1
berlaku selam 5 tahun dan apabila tela habis, maka
massa berlakunya dapat diperbaharui sesuai dengan
ketentuan kepuusan ini.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bidan yang merupakan salah satu profesi yang profesional tentunya
memiliki syarat-syarat dan standar dalam menjalankan tindakan profesinya, salah
satunya adalah standar praktek kebidanan yang terdiri dari sembilan standar yaitu,
Standar I: Metode Asuhan, Standar II: Pengkajian, Standar III: diagnosa
kebidanan, Standar IV: Rencana Asuhan, Standar V: Tindakan, Standar VI:
Partisipasi Klien, Standar VII: Pengawasan, Standar VIII: Evaluasi, & Standar IX:
Dokumentasi.

B. Saran
Bagi para bidan maupun mahasiswi calon bidan, hendaknya memahami
dan melaksanakan pelayanan sesuai standar praktek kebidanan yang telah di
tentukan dengan tetap berpedoman pada hati nurani, Pancasila dan Undang-
undang yang berlaku, agar pelayanan ataupun praktek kebidanan dapat berjalan
baik dan menghasilkan bidan yang benar-benar professional.
Bidan merupakan suatu profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan
masyarakat Standar praktik bidan yang berhubungan dengan profesi, wajib
dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap bidan dalam mengamalkan amanat profesi
kebidanan
DAFTAR PUSTAKA

Kurnia, S. Nova.2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Panji Pustaka

ahyuningsih, Heni. 2007. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya

Sin Asmar Yetty.2005.ETIKA PROFESI KEBIDANAN.YOGYAKARTA: Fitri


Maya.

Purwoastuti,Endang,SiwiWalyani Elisabeth. 2015.Etikolegal Dalam Praktik


Kebidanan.Yogyakarta:Pustaka Baru Press

Anda mungkin juga menyukai