Teknik Pemeriksaan Cystography Pada Klinis Fistula Rectovesica Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. Soetomo Surabaya
Teknik Pemeriksaan Cystography Pada Klinis Fistula Rectovesica Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. Soetomo Surabaya
Teknik Pemeriksaan Cystography Pada Klinis Fistula Rectovesica Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. Soetomo Surabaya
Disusun oleh :
Milaniawati Suwito
NIM : 1516103830005
Fakultas Vokasi
Universitas Airlangga
Tahun 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Telah di periksa dan di setujui untuk memenuhi mata kuliah dan Praktek
Kerja Lapangan. Jurusan Radiologi Universitas Airlangga Surabaya.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat, karunia serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan studi
kasus yang berjudul "Teknik Pemeriksaan Cystography pada Pasien Fistula
Rectovesica di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soetomo". Laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas matakuliah Radiografi Lanjut I dan meningkatkan
kemampuan serta pemahaman mahasiswa mengenai teknik pemeriksaan
cystography.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Pramono, S.ST selaku kepala instalasi radiologi IGD RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
2. Bapak Arif Noor Rachman, A.Md.Rad selaku instruktur klinis
3. Dr. Lailatul Muqmiroh, Sp.Rad (K) selaku Koordinator Program Studi D4
Radiologi Universitas Airlangga.
4. Ibu Amillia Kartikasari, S.Tr selaku PJMK mata kuliah Radiografi Lanjut.
5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Tiada kata yang pantas penyusun ucapkan kecuali ucapan terimakasih
yang sebanyak-banyaknya atas semua pihak yang telah membantu dan
mendukung selesainya studi kasus ini dengan baik. Penyusun menyadari bahwa
studi kasus ini masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat saya harapkan demi memperbaiki studi kasus ini
menjadi lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
masyarakat. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamualaikum wr.wb.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
2.1 Cystography...............................................................................................3
2.2 Anatomi.....................................................................................................3
2.4 Teknik pemeriksaan cystography..............................................................9
BAB III..................................................................................................................14
PEMBAHASAN....................................................................................................14
3.1 Profil Pasien.................................................................................................14
3.2 Riwayat Patologis Pasien.............................................................................14
3.3 Prosedur Pemeriksaan Cystography pada IGD RSUD Dr. Soetomo...........14
3.4 Hasil dan Pembahasan Masalah...................................................................19
4.1 Kesimpulan...................................................................................................23
4.2 Saran.............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................24
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ballinger,Phillip. 2012. Merril’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic
Procedures 10th edition. Ohio: Mosby.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1 Bagaimana teknik pemeriksaan cystography di Unit Radiologi
Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soetomo?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cystography
Cystografi merupakan salah satu pemeriksaan traktus urinarius yang
dikhususkan untuk memeriksa bagian vesica urinaria (kandung kemih)
dengan cara memasukan suatu bahan kontras yang dimasukan melalui uretra,
dengan mengunakan kateter atau langsung menggunakan spuit.Tujuan
pemeriksaan ini adalah untuk melihat anatomi, kelainan,dan fisiologi dari
vesica urinaria serta melihat adanya massa atau batu didalam vesica urinaria.
Media kontras dalam pemeriksaan retograde cystography dimasukkan
melalui kateter di uretra hingga saluran kemih bawah. Media kontras yang
digunakan adalah kontras non ionik. Ini adalah senyawa organik yang sama
digunakan untuk IVU, tetapi konsentrasinya dikurangi untuk retrograde
urografi
2.2 Anatomi
Anatomi dari suatu organ perlu diketahui untuk menguasai pemeriksaan
radiografi dapat menampilkan struktur apa saja. Dalam keadaan normalpun
anatomi seseorang itu mungkin sangat berbeda satu sama lainnya, sedangkan
batas-batas antara yang sehat dan yang sakit kadang-kadang sangat samar.
Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui jenis penyakit apa, maka terlebih
dahulu perlu memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar tentang apa yang
masih termasuk dalam batas-batas yang normal.
2.2.1 Ureter
3
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5
menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan
oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran. Ureter berjalan hampir
vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
4
dapat mencapai umbilicus dalam rongga abdominopelvis jika terisi
penuh urin. Organ ini dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan
ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri
dari:
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan
bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium
rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent,
vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu,
peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa,
dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
Trigonum adalah area halus, triangular, dan relative tidak dapat
berkembang yang terletak secara internal di bagian dasar kandung
kemih. Sudut-sudutnya terbentuk dari 3 lubang. Di sudut atas ada 2
lubang ureter bermuara ke kandung kemih. Lubang uretra menuju
keluar kandung kemih di bagian apex trigonum.
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh
torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako
lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter
interna. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira
perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan
membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi
penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari
umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung
kemih.
5
Gambar 2.2 Anatomi bladder (Bontrager, 2005)
2.2.3 Uretra
6
wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa
merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan
sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai
saluran ekskresi. Uretra perempuan lebih pendek dari laki-laki.
Panjangnya uretra laki-laki cenderung menghambat invasi bakteri ke
kandung kemih (sisitis) yang lebih sering terjadi pada perempuan.
Gambar 2.3 Irisan sagittal cavum pelvis wanita (Kiri) dan laki-laki
(Kanan) (Ballinger, 2012)
2.3.1 Fistula
7
2.3.2 Sistitis
8
d. Reader
e. Printer
f. Grid
g. Catheter
h. Plester
i. Kontras Media 1 : 3 atau 1 : 4 Omnipaque
j. Klem
k. Cleanser / Kapas Alcohol/ kasa
9
Gambar 2.4 Posisi pasien pemeriksaan AP axial cystography
dengan penyudutan 15 derajat (Ballinger, 2012)
3) Atur pasien agar lengkung pubis paling dekat meja agar sejajar
dengan midline.
4) Paha yang lebih ke atas dicegah dari superimposisi dengan
kandung kemih dengan cara difleksikan sedikit lalu dilebarkan
agar tidak menutupi area kandung kemih.
10
Gambar 2.5 Posisi pasien pemeriksaan RPO cystography
Ballinger, 2012)
4. Mengatur central point (CP) 2 inci di atas batas atas simfisis pubis
(atau pada simfisis pubis).
11
5. Respirasi: Tahan nafas saat eksposi
Adapun kriteria foto yang baik yang diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Terlihat bagian distal ureter, kandung kemih, dan bagian proksimal uretra
4
Ballinger,Phillip. 2012. Merril’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic
Procedures 10th edition. Ohio: Mosby.
12
Gambar 2.7 hasil gambar pemeriksaan retrograde cystography
berturut turut AP axial (kiri atas), RPO (kanan atas), dan
lateral kiri (Ballinger, 2012)
13
BAB III
PEMBAHASAN
14
a. Pasien dilakukan pemindahan dari brankar ke meja pemeriksaan
fluoroscopy dengan cara diangkat. Pasien dipersilahkan tidur
terlentang true AP dan rileks. Radiographer memposisikan tubuh
pasien agar tepat pada midline sagittal.
a. Posisi pasien :
a. Pasien diposisikan supine atau true AP, kaki pasien lurus
sehingga tercipta lordotic line.
b. Kedua lengan diletakkan di samping tubuh pasien, kedua bahu
dan kedua panggul berjarak sama seerta simetris, dan pasien
diinstruksikan rileks dan tidak mengejan agar kontras dapat
masuk hingga ke kandung kemih.
b. Posisi objek : Atur posisi tubuh pasien agar MSP sejajar dengan
pertengahan meja fluoroscopy, pasien true AP tanpa dilakukan
posisi trendelenburg.
c. Pengaturan x-ray tube :
1) Central ray tegak lurus terhadap kaset.
2) Central point 2 inch di atas symphisis pubis.
3) FFD 100 cm
15
d. Pasien tidak diinstruksikan untuk tahan nafas saat dilakukan
eksposure.
e. Hasil citra
a. Posisi pasien :
1) Pasien diinstruksikan untuk miring ke kiri (LPO) kemudian
ditahan, kaki kiri pasien tetap lurus sedangkan kaki kanan
difleksikan untuk menyanggah posisi miring tersebut. Kaki
kanan dengan paha mengarah lebih tinggi dijauhkan dari tubuh
agar tidak menutupi area kandung kemih.
2) Setelah didapat citra pada posisi LPO, radiographer
menginstruksikan pada pasien untuk miring ke kanan (RPO),
kaki kanan pasien tetap lurus sedangkan kaki kiri difleksikan
untuk menyanggah posisi miring tersebut. Kaki kiri dengan
paha mengarah lebih tinggi dijauhkan dari tubuh agar tidak
menutupi area kandung kemih.
3) Kedua lengan diletakkan di samping tubuh pasien, kedua bahu
dan kedua panggul berjarak sama seerta simetris, dan pasien
16
diinstruksikan rileks dan tidak mengejan agar kontras dapat
masuk hingga ke kandung kemih.
b. Posisi objek : Atur posisi tubuh pasien agar MSP sejajar dengan
pertengahan meja fluoroscopy, pasien diposisikan oblique tanpa
dilakukan posisi trendelenburg.
c. Pengaturan x-ray tube :
1) Central ray tegak lurus terhadap kaset.
2) Central point 2 inch di atas symphisis pubis.
3) FFD 100 cm
d. Pasien tidak diinstruksikan untuk tahan nafas saat dilakukan
eksposure.
e. Hasil citra
17
Gambar 2.8 hasil gambar pemeriksaan retrograde cystography
LPO (kiri) dan RPO (kanan)
a. Posisi pasien :
1) Pasien diinstruksikan untuk tidur menghadap kiri (Lateral kiri)
dengan kedua kaki pasien difleksikan agar tubuh pasien stabil
dan tidak bergerak. Posisikan elbow pasien difleksikan juga
kemudian diletakkan mengapit kepala agar pasien nyaman.
2) Setelah didapat citra pada posisi lateral kiri, radiographer
menginstruksikan pada pasien untuk tidur menghadap ke kanan
(lateral kanan). Kedua kaki pasien difleksikan agar tubuh
pasien stabil dan tidak bergerak. Posisikan elbow pasien
difleksikan juga kemudian diletakkan mengapit kepala agar
pasien nyaman.
3) Memastikan bahwa pasien true lateral dengan mengusahakan
agar kedua femur dan pelvis superimposed. Pasien
diinstruksikan rileks dan tidak mengejan agar kontras dapat
masuk hingga ke kandung kemih.
b. Posisi objek : Atur posisi tubuh pasien agar MSP sejajar dengan
pertengahan meja fluoroscopy, pasien diposisikan true lateral tanpa
dilakukan posisi trendelenburg.
c. Pengaturan x-ray tube :
1) Central ray tegak lurus terhadap kaset.
2) Central point 2 inch di atas symphisis pubis.
3) FFD 100 cm
d. Pasien tidak diinstruksikan untuk tahan nafas saat dilakukan
eksposure.
e. Hasil citra
18
Gambar 2.9 hasil gambar pemeriksaan retrograde cystography
LPO (kiri) dan RPO (kanan)
19
trendelenburg.
20
Hasil
gambar
21
tidak bisa berjalan sendiri sehingga pasien diangkat untuk dipindahkan
dari brankart ke meja fluoroscopy. Untuk menampilkan kandung kemih,
distal ureter, dan proksimal uretra yang sempurna maka diperlukan
teknik agar gambaran radiografi dapat dievaluasi.
a. Posisi pasien
22
b. Teknik pemeriksaan
23
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemeriksaan radiografi harus sesuai dengan klinis pasien. Dalam kasus
ini pemeriksaan cystography proyeksi AP axial tidak dapat dilakukan karena
keterbatasan tube fluoroscopy yang tidak bisa disudutkan sehingga dilakukan
proyeksi true AP, LPO, RPO, Lateral kiri, dan lateral kanan. Selain itu juga
tidak dilakukan posisi trendelenburg dikarenakan tidak perlu pada pasien yang
sirkulasi darah menuju otak normal.
Citra yang dihasilkan cukup namun masuh bertumpukan pada
cystography proyeksi AP dan oblique karena tidak dilakukan penyudutan.
Tetapi hal ini masih dapat dibaca dengan baik oleh dokter. Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan:
a. Pemeriksaan cystography AP axial dan oblique dengan penyudutan lebih
baik daripada cystography proyeks true AP dan obliq tanpa penyudutan.
b. Pemeriksaan cystography posisi trendelenburg hanya untuk pasien yang
membutuhkan suplai darah ke otak kurang lancer.
c. Pemeriksaan cystography tidak perku tahan nafas.
4.2 Saran
Pemeriksaan cystography sebaiknya dilakukan dengan penyudutan pada
proyeksi AP dan oblique sehingga neck of bladder dan uretra bagian
proksimal tidak superimposed dengan symphisis pubis.
24
DAFTAR PUSTAKA
25