Teknik Pemeriksaan Cystography Pada Klinis Fistula Rectovesica Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. Soetomo Surabaya

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

TEKNIK PEMERIKSAAN CYSTOGRAPHY PADA KLINIS FISTULA

RECTOVESICA DI INSTALASI GAWAT DARURAT


RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Disusun oleh :
Milaniawati Suwito
NIM : 1516103830005

Program Studi D-IV Radiologi

Fakultas Vokasi

Universitas Airlangga

Kampus B UNAIR - Jl. Srikana 65 Surabaya 60286

Tahun 2017
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus : TEKNIK PEMERIKSAAN CYSTOGRAPHY PADA


KLINIS FISTULA RECTOVESICA DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSUD DR. SOETOMO

Nama : MILANIAWATI SUWITO


NIM : 151610383005

Telah di periksa dan di setujui untuk memenuhi mata kuliah dan Praktek
Kerja Lapangan. Jurusan Radiologi Universitas Airlangga Surabaya.

Surabaya, 24 Juni 2018


Mengetahui,
Instruktur klinis Koordinator Prodi DIV Radiologi
Universitas Airlangga

Arif Noor Rachman, A.Md.Rad Lailatul Muqmiroh,dr,SpRad (K)


NIP : 301-04041988-012012-4970 NIP :197607202015043201

ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat, karunia serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan studi
kasus yang berjudul "Teknik Pemeriksaan Cystography pada Pasien Fistula
Rectovesica di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soetomo". Laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas matakuliah Radiografi Lanjut I dan meningkatkan
kemampuan serta pemahaman mahasiswa mengenai teknik pemeriksaan
cystography.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Pramono, S.ST selaku kepala instalasi radiologi IGD RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
2. Bapak Arif Noor Rachman, A.Md.Rad selaku instruktur klinis
3. Dr. Lailatul Muqmiroh, Sp.Rad (K) selaku Koordinator Program Studi D4
Radiologi Universitas Airlangga.
4. Ibu Amillia Kartikasari, S.Tr selaku PJMK mata kuliah Radiografi Lanjut.
5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Tiada kata yang pantas penyusun ucapkan kecuali ucapan terimakasih
yang sebanyak-banyaknya atas semua pihak yang telah membantu dan
mendukung selesainya studi kasus ini dengan baik. Penyusun menyadari bahwa
studi kasus ini masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat saya harapkan demi memperbaiki studi kasus ini
menjadi lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
masyarakat. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamualaikum wr.wb.

Surabaya, 24 Juni 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
2.1 Cystography...............................................................................................3
2.2 Anatomi.....................................................................................................3
2.4 Teknik pemeriksaan cystography..............................................................9
BAB III..................................................................................................................14
PEMBAHASAN....................................................................................................14
3.1 Profil Pasien.................................................................................................14
3.2 Riwayat Patologis Pasien.............................................................................14
3.3 Prosedur Pemeriksaan Cystography pada IGD RSUD Dr. Soetomo...........14
3.4 Hasil dan Pembahasan Masalah...................................................................19
4.1 Kesimpulan...................................................................................................23
4.2 Saran.............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................24

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan peralatan radiologi semakin muktahir seiring
berkembangnya zaman yang menuntut manusia meningkatkan kualitas diri,
keterampilan dan kinerja seorang radiografer. Radiologi merupakan cabang
ilmu kesehatan yang mempelajari tentang radiasi pengion untuk tujuan
diagnosis maupun terapi. Dalam Laporan studi kasus ini akan membahas
radiologi dalam bidang diagnosis.
Dalam radiologi terdapat berbagai teknik pemeriksaan radiografi dengan
proyeksi AP/PA, lateral, Axial, maupun oblique yang digunakan untuk
mengambil citra dari objek yang diinginkan sesuai dengan indikasi
pemeriksaan. Salah satu teknik pemeriksaan yang penulis temui di Instalasi
Radiologi IGD Dr. Soetomo Surabaya adalah cystography. Teknik ini sering
dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan dan evaluasi anatomi dari
kandung kemih menggunakan media kontras dan bantuan modalitas
fluoroscopy. Pada pemeriksaan cystography ini dapat memperlihatkan region
ureter bagian distal, bladder, neck bladder, uretra bagian proksimal, dan
symphisis pubis.1
Indikasi patologi pemeriksaan pada foto sangat bermacam misalnya
sistitis, fistula, post trauma dan lain sebagainya. Pada pemeriksaan
cystography ini diduga pasien mengalami fistula rectovesica yaitu
terbentuknya saluran yang menghubungkan antara bladder dan rectum. Alasan
penulis menggunakan kasus ini dalam laporan studi kasus karena terdapat
perbedaan posisi pasien dan teknik pemeriksaan antara literature dengan
lapangan. Oleh karena itu laporan ini akan membahas tentang perbandingan
antara teknik cystography dalam literature dengan yang dilakukan di instalasi
radiologi IGD Dr. Soetomo Surabaya.

1
Ballinger,Phillip. 2012. Merril’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic
Procedures 10th edition. Ohio: Mosby.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1 Bagaimana teknik pemeriksaan cystography di Unit Radiologi
Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soetomo?

1.1.2 Bagaimana hasil radiografi cystography pada kasus ini?

1.3 Tujuan Penulisan


1.1.3 Untuk mengetahui teknik pemeriksaan cystography di Unit Radiologi
Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soetomo.

1.1.4 Untuk membandingkan teknik pemeriksaan cystography antara


literatur dengan kasus di Unit Radiologi Instalasi Gawat Darurat
RSUD Dr. Soetomo

1.4 Manfaat Penulisan


1.1.5 Menambah pengetahuan mengenai teknik pemeriksaan radiografi
cystography AP, Oblique, dan lateral dan struktur yang terlihat pada
hasil radiografi.

1.1.6 Mengetahui membandingkan teknik pemeriksaan cystography antara


literatur dengan kasus yang dibahas pada laporan ini.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cystography
Cystografi merupakan salah satu pemeriksaan traktus urinarius yang
dikhususkan untuk memeriksa bagian vesica urinaria (kandung kemih)
dengan cara memasukan suatu bahan kontras yang dimasukan melalui uretra,
dengan mengunakan kateter atau langsung menggunakan spuit.Tujuan
pemeriksaan ini adalah untuk melihat anatomi, kelainan,dan fisiologi dari
vesica urinaria serta melihat adanya massa atau batu didalam vesica urinaria.
Media kontras dalam pemeriksaan retograde cystography dimasukkan
melalui kateter di uretra hingga saluran kemih bawah. Media kontras yang
digunakan adalah kontras non ionik. Ini adalah senyawa organik yang sama
digunakan untuk IVU, tetapi konsentrasinya dikurangi untuk retrograde
urografi

2.2 Anatomi
Anatomi dari suatu organ perlu diketahui untuk menguasai pemeriksaan
radiografi dapat menampilkan struktur apa saja. Dalam keadaan normalpun
anatomi seseorang itu mungkin sangat berbeda satu sama lainnya, sedangkan
batas-batas antara yang sehat dan yang sakit kadang-kadang sangat samar.
Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui jenis penyakit apa, maka terlebih
dahulu perlu memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar tentang apa yang
masih termasuk dalam batas-batas yang normal.

2.2.1 Ureter

Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis


ginjal yang merentang sampai kandung kemih2. Ureter terdiri dari 2 saluran
pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika
urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga
pelvis.
2
Sloane, Ethel. 2012. Anatomy and Physiology: An Easy Learner. Jakarta: EGC.

3
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5
menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan
oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran. Ureter berjalan hampir
vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

Gambar 2.1 Anatomi traktus urinarius (Bontrager, 2005)


2.2.2 Vesica urinaria
Vesica urinaria atau kandung kemih adalah organ muscular
berongga yang berfungsi sebagai container pnyimpanan urine. Kandung
kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Pada
laki-laki, organ ini terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga
panggul, dan di depan rektum. Pada perempuan organ ini terletak di
bawah uterus di depan vagina. Organ berbentuk seperti buah pir dan

4
dapat mencapai umbilicus dalam rongga abdominopelvis jika terisi
penuh urin. Organ ini dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan
ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri
dari:
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan
bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium
rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent,
vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu,
peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa,
dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
Trigonum adalah area halus, triangular, dan relative tidak dapat
berkembang yang terletak secara internal di bagian dasar kandung
kemih. Sudut-sudutnya terbentuk dari 3 lubang. Di sudut atas ada 2
lubang ureter bermuara ke kandung kemih. Lubang uretra menuju
keluar kandung kemih di bagian apex trigonum.
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh
torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako
lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter
interna. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira
perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan
membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi
penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari
umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung
kemih.

5
Gambar 2.2 Anatomi bladder (Bontrager, 2005)

2.2.3 Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada


kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar tubuh.
Pada laki- laki uretra membawa cairan semen dan urine, tetapi tidak
dalam waktu yang bersamaan. Uretra laki-laki panjangnya berjalan
berkelok – kelok mencapai 20 cm dan melalui kelenjar prostat dan
penis. Uretra pada laki – laki terdiri dari :
a. Uretra Prostaria, dikelilingi oleh kelenjar prostat. Uretra ini
menerima dua duktus ejakulator yang terbentuk dari
penyatuan duktus deferen dan duktus vesikel seminalis,
serta tempat bermuaranya sejumlah duktus dari prostat.
b. Uretra membranosa adalah membrane terpendek (1-2 cm).
Berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka sfingter uretra
eksternal.
c. Uretra kavernosa merupakan bagian terpanjang. Bagian ini
menerima duktus kelenjar bulbouretra.
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan
paling dalam), dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan
miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada

6
wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa
merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan
sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai
saluran ekskresi. Uretra perempuan lebih pendek dari laki-laki.
Panjangnya uretra laki-laki cenderung menghambat invasi bakteri ke
kandung kemih (sisitis) yang lebih sering terjadi pada perempuan.

Gambar 2.3 Irisan sagittal cavum pelvis wanita (Kiri) dan laki-laki
(Kanan) (Ballinger, 2012)

2.3 Patologi Klinis

2.3.1 Fistula

Fistula adalah Fistula adalah hubungan atau lintasan abnormal


antara dua permukaan organ berepitel. Fistula ani adalah fistula yang
menghubungkan antara kanalis anal ke kulit di sekitar anus (ataupun ke
organ lain seperti ke vagina). Fistula dapat terjadi pada organ antara
rectum dan vesica urinaria yang biasa disebut fistula rectovesica, dan jenis
fistula tergantung pada letak fistulanya. Terdapat banyak penyebab
terjadinya fistula. Pembentukan fistula dapat iatrogenic, akibat rusaknya
anastomosis setelah pembedahan atau kerusakan yang disebabkan oleh
posisi luka yang buruk3.
3
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomy and Physiology for Nurses. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.

7
2.3.2 Sistitis

Sistitis adalah infeksi saluran kemih, yang lebih banyak menyerang


wanita dari pada pria, karena pada wanita muara uretra dan vagina dekat
dengan daerah anal. Sistitis atau peradangan kandung kencing ,dapat juga
akut dan juga koronik, pada sistisis akut urine keluar sedikit-sedikit tapi
sering dan disertai rasa sakit bila sudah menjalar uretritis. Faktor resiko
sistitis adalah bersetubuh, kehamilan, kandung kemih neurogenis,
pemasangan kateter, keadaan-keadan obstruktif dan diabetes mellitus.
Apabila berlanjut, akan menyebakan kuman-kuman naik dari kandung
kemih ke pelvis ginjal, yang disebut dengan pielonefritis. Penderita sistitis
akan merasakan keluhan seperti disuria (nyeri saat miksi), sering
berkemih, merasa ingin berkemih terus, dan sakit di atas daerah
suprapubis.

2.3.3 Batu kemih

Batu dalam saluran kemih terbentuk dari pengendapan garam


kalsium, magnesium, asam urat, dan sistein. Batu dalam saluran kemih ini
(kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam
ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis,
nefrolitiasis). Batu dalam kandung kemih terbentuk dan berasal dari ginjal,
masuk ke dalam kandung kemih,batu tertekan pada trigonum yang peka
itu, maka akan menyebabkan sangat sakit. Biasanya terdapat sedikit
hematuria,dan infeksi yang sering menyertai.

2.4 Teknik pemeriksaan cystography


2.4.1 Persiapan Alat dan Bahan:

a. Pesawat fluoroscopy dengan parameter 60-70 kVp dan 8-20 mAs


b. Kontras water soluble
c. Kaset ukuran 24 x 30 cm memanjang

8
d. Reader
e. Printer
f. Grid
g. Catheter
h. Plester
i. Kontras Media 1 : 3 atau 1 : 4 Omnipaque
j. Klem
k. Cleanser / Kapas Alcohol/ kasa

2.4.2 Persiapan Pasien:


Pasien dipersilakan melepas logam yang ada di sekitar daerah bawah
perut atau area pinggang hingga lutut dan jika perlu ganti menggunakan
baju pasien yang disediakan RS.

2.4.3 Posisi pasien :

a. Untuk cystogrphy AP axial,

1) Tempatkan pasien terlentang di atas meja radiografi untuk proyeksi


AP

CATATAN: paling sering diperoleh dengan posisi pasien terlentang.


Posisi prone terkadang digunakan namun image area kandung kemih
tidak jelas terlihat pada proyeksi aksial PA. Proyeksi aksial
menggunakan posisi tidur trendelenburg pada 15 hingga 20 derajat dan
dengan sinar pusat diarahkan ke arah vertikal kadang-kadang
digunakan untuk menunjukkan ujung distal ureter. Dalam posisi miring
ini posisi, berat cairan yang terkandung membentang fundus kandung
kemih superior, memberi proyeksi yang tidak terhalang oleh ureter
bawah dan area orifice vesicoureteral.

2) Posisi kaki pasien memanjang lurus sehingga daerah lumbosacral


tulang belakang melengkung cukup untuk memiringkan anterior
tulang panggul inferior. Di posisi ini pelvic bone bisa lebih mudah
diproyeksikan di bawah leher kandung kemih dan uretra proksimal

9
Gambar 2.4 Posisi pasien pemeriksaan AP axial cystography
dengan penyudutan 15 derajat (Ballinger, 2012)

b. Untuk cystography oblique (LPO/RPO),

1) Pasien dalam posisi telentang.

2) Miringkan pasien 40-60 derajat ke kiri (LPO) atau ke kanan


(RPO).

3) Atur pasien agar lengkung pubis paling dekat meja agar sejajar
dengan midline.
4) Paha yang lebih ke atas dicegah dari superimposisi dengan
kandung kemih dengan cara difleksikan sedikit lalu dilebarkan
agar tidak menutupi area kandung kemih.

10
Gambar 2.5 Posisi pasien pemeriksaan RPO cystography
Ballinger, 2012)

c. Untuk cystografi lateral

1) Tempatkan pasien di telentang kanan atau kiri


2) Fleksikan lutut pasien agar pasien nyaman dan seimbang, dan
sesuaikan tubuh sehingga esawat midcoronal berpusat ke garis
tengah grid.
3) Fleksikan elbow pasien dan tempatkan tangan di bawah kepala

Gambar 2.6 Posisi pasien pemeriksaan lateral kiri cystography


(Ballinger, 2012)

2.3.3 Teknik pemeriksaan:

1. Memasukkan kaset melintang ke dalam meja pemeriksaan.

2. Memastikan mid sagittal plane (MSP) pasien sesuai dengan midline.

3. Jika posisi pasien

 AP maka CR 10-15 derajat ke kaudal

 PA maka CR 10-15 derajat ke cranial

 Oblique (RPO/LPO) 10 derajat ke kaudal cukup untuk


memproyeksikan simpisis pubis di bawah neck bladder, CR
tegak lurus digunakan untuk studi voiding.

4. Mengatur central point (CP) 2 inci di atas batas atas simfisis pubis
(atau pada simfisis pubis).

11
5. Respirasi: Tahan nafas saat eksposi

6. Mengatur kolimasi yang dapat mencakup bagian kandung kemih.

7. Menginstruksikan pasien untuk tidak bergerak lalu diekspos.

2.4 Kriteria cystography

Adapun kriteria foto yang baik yang diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Terlihat bagian distal ureter, kandung kemih, dan bagian proksimal uretra

b. Tulang pubis yang diproyeksikan di bawah leher kandung kemih dan


uretra proksimal

c. Tidak ada pergerakan.

d. Khusus proyeksi lateral femur dan tulang panggul harus superimposed4.

4
Ballinger,Phillip. 2012. Merril’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic
Procedures 10th edition. Ohio: Mosby.

12
Gambar 2.7 hasil gambar pemeriksaan retrograde cystography
berturut turut AP axial (kiri atas), RPO (kanan atas), dan
lateral kiri (Ballinger, 2012)

13
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil Pasien


Nama : Tn. M
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Pemeriksaan : 25 Mei 2018
Klinis : fistula rectovesica
Jenis Pemeriksaan : Retrograde Cystography

3.2 Riwayat Patologis Pasien


Pada hari Jumat, 25 Mei 2018 pasien bernama Tn. M umur 54 tahun
datang ke Unit Radiologi Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soetomo dengan
kondisi sadar diantar dengan dokter yang membawa surat permintaan agar
dilakukan pemeriksaan cystography.

3.3 Prosedur Pemeriksaan Cystography pada IGD RSUD Dr. Soetomo


3.3.1 Persiapan alat dan bahan:

1. Pesawat fluoroscopy merk hitachi dengan parameter 60-80 kVp


2. Kaset uk. 35 x 43
3. Media kontras water soluble dengan perbandingan kontras dan air
1:3.
4. Operator console
5. Printer
6. Cateter
7. Spuit
8. Plester
9. Klem
10. Cleanser/Kapas Alcohol/ kasa

3.3.2 Persiapan pasien:

14
a. Pasien dilakukan pemindahan dari brankar ke meja pemeriksaan
fluoroscopy dengan cara diangkat. Pasien dipersilahkan tidur
terlentang true AP dan rileks. Radiographer memposisikan tubuh
pasien agar tepat pada midline sagittal.

b. Menginstruksikan kepada pasien untuk melepas benda logam di


sekitar panggul hingga lutut. Pasien dalam keadaan ditutup sarung
miliknya saja.

c. Pada pemeriksaan ini tidak diperlukan dampingan oleh keluarga


pasien karena pasien cukup kooperatif.

d. Pasien diberi penjelasan bahwa akan dilakukan pemeriksaan


dengan memasukkan cateter melalui uretra hingga menuju
kandung kemih. Pasien diinstruksikan untuk tidak tegang dan tidak
mengejan. Hal ini sangat penting agar kontras bisa masuk, jika
pasien mengejan kontras tidak akan masuk.

3.3.3 Teknik pemeriksaan cystography pada proyeksi AP

a. Posisi pasien :
a. Pasien diposisikan supine atau true AP, kaki pasien lurus
sehingga tercipta lordotic line.
b. Kedua lengan diletakkan di samping tubuh pasien, kedua bahu
dan kedua panggul berjarak sama seerta simetris, dan pasien
diinstruksikan rileks dan tidak mengejan agar kontras dapat
masuk hingga ke kandung kemih.
b. Posisi objek : Atur posisi tubuh pasien agar MSP sejajar dengan
pertengahan meja fluoroscopy, pasien true AP tanpa dilakukan
posisi trendelenburg.
c. Pengaturan x-ray tube :
1) Central ray tegak lurus terhadap kaset.
2) Central point 2 inch di atas symphisis pubis.
3) FFD 100 cm

15
d. Pasien tidak diinstruksikan untuk tahan nafas saat dilakukan
eksposure.
e. Hasil citra

Gambar 2… hasil gambar pemeriksaan retrograde


cystography berturut turut AP

3.3.4 Teknik pemeriksaan Cystography pada posisi Oblique:

a. Posisi pasien :
1) Pasien diinstruksikan untuk miring ke kiri (LPO) kemudian
ditahan, kaki kiri pasien tetap lurus sedangkan kaki kanan
difleksikan untuk menyanggah posisi miring tersebut. Kaki
kanan dengan paha mengarah lebih tinggi dijauhkan dari tubuh
agar tidak menutupi area kandung kemih.
2) Setelah didapat citra pada posisi LPO, radiographer
menginstruksikan pada pasien untuk miring ke kanan (RPO),
kaki kanan pasien tetap lurus sedangkan kaki kiri difleksikan
untuk menyanggah posisi miring tersebut. Kaki kiri dengan
paha mengarah lebih tinggi dijauhkan dari tubuh agar tidak
menutupi area kandung kemih.
3) Kedua lengan diletakkan di samping tubuh pasien, kedua bahu
dan kedua panggul berjarak sama seerta simetris, dan pasien

16
diinstruksikan rileks dan tidak mengejan agar kontras dapat
masuk hingga ke kandung kemih.
b. Posisi objek : Atur posisi tubuh pasien agar MSP sejajar dengan
pertengahan meja fluoroscopy, pasien diposisikan oblique tanpa
dilakukan posisi trendelenburg.
c. Pengaturan x-ray tube :
1) Central ray tegak lurus terhadap kaset.
2) Central point 2 inch di atas symphisis pubis.
3) FFD 100 cm
d. Pasien tidak diinstruksikan untuk tahan nafas saat dilakukan
eksposure.
e. Hasil citra

17
Gambar 2.8 hasil gambar pemeriksaan retrograde cystography
LPO (kiri) dan RPO (kanan)

3.3.5 Teknik pemeriksaan Cystography pada posisi lateral

a. Posisi pasien :
1) Pasien diinstruksikan untuk tidur menghadap kiri (Lateral kiri)
dengan kedua kaki pasien difleksikan agar tubuh pasien stabil
dan tidak bergerak. Posisikan elbow pasien difleksikan juga
kemudian diletakkan mengapit kepala agar pasien nyaman.
2) Setelah didapat citra pada posisi lateral kiri, radiographer
menginstruksikan pada pasien untuk tidur menghadap ke kanan
(lateral kanan). Kedua kaki pasien difleksikan agar tubuh
pasien stabil dan tidak bergerak. Posisikan elbow pasien
difleksikan juga kemudian diletakkan mengapit kepala agar
pasien nyaman.
3) Memastikan bahwa pasien true lateral dengan mengusahakan
agar kedua femur dan pelvis superimposed. Pasien
diinstruksikan rileks dan tidak mengejan agar kontras dapat
masuk hingga ke kandung kemih.
b. Posisi objek : Atur posisi tubuh pasien agar MSP sejajar dengan
pertengahan meja fluoroscopy, pasien diposisikan true lateral tanpa
dilakukan posisi trendelenburg.
c. Pengaturan x-ray tube :
1) Central ray tegak lurus terhadap kaset.
2) Central point 2 inch di atas symphisis pubis.
3) FFD 100 cm
d. Pasien tidak diinstruksikan untuk tahan nafas saat dilakukan
eksposure.
e. Hasil citra

18
Gambar 2.9 hasil gambar pemeriksaan retrograde cystography
LPO (kiri) dan RPO (kanan)

3.4 Hasil dan Pembahasan Masalah


3.4.1 Hasil

Tabel 3.1 Perbandingan prosedur pemeriksaan serendipity view antara


sumber dan keadaan di lapangan

Sumber Keadaan lapangan

Posisi a.Terdapat proyeksi PA/AP, a. memilih proyeksi AP


pasien oblique, dan lateral disbanding PA.

b. Baik proyeksi AP, oblique, b. Baik proyeksi AP,


dan lateral disertai bed dengan oblique, dan lateral tidak
posisi trendelenburg. disertai bed dengan posisi

19
trendelenburg.

a. Central ray a. Central ray pada

-AP maka CR 10-15 derajat semua proyeksi AP,


ke kaudal oblique, dan lateral

-PA maka CR 10-15 derajat ke yaitu tegak lurus.


cranial
b. Pasien tidak diberi
Teknik -Oblique (RPO/LPO) 10 instruksi untuk tahan
pemerik derajat ke kaudal cukup untuk
nafas.
memproyeksikan simpisis
saan
pubis di bawah neck bladder,
CR tegak lurus digunakan
untuk studi voiding.

b. Dilakukan tahan nafas saat


eksposure

20
Hasil
gambar

Gambar 2.10 Hasil


cystography proyeksi AP Gambar 2.11 Hasil
cystography AP dan RPO
axial (atas) dan RPO
(bawah) (Ballinger, 2012) Pada hasil radiografi
posisi true AP di IGD
memperlihatkan bahwa neck
Pada hasil radiografi
bladder dan bagian
posisi AP axial di sumber
proksimal uretra
memperlihatkan bahwa neck
superimposed dengan
bladder dan bagian proksimal
symphisi pubis sehingga
uretra tidak superimposed
gambaran menjadi tumpuk-
dengan symphisi pubis
tumpuk namun masih
sehingga gambar yang
terlihat jelas.
dihasilkan jelas dan tidak
bertumpukan.

3.4.2 Pembahasan Masalah

Teknik pemeriksaan cystography merupakan pemeriksaan yang


sering dilakukan di Unit Radiologi IGD RSUD Dr. Soetomo. Pada
teknik pemeriksaan cystography dengan kondisi pasien sadar namun

21
tidak bisa berjalan sendiri sehingga pasien diangkat untuk dipindahkan
dari brankart ke meja fluoroscopy. Untuk menampilkan kandung kemih,
distal ureter, dan proksimal uretra yang sempurna maka diperlukan
teknik agar gambaran radiografi dapat dievaluasi.

Dari dua gambar radiografi yang telah ditampilkan pada halaman


sebelumnya, terdapat perbedaan posisi pasien dan teknik pemeriksaan
dalam menghasilkan citra cystography. Oleh karena itu dapat dilihat
bahwa terdapat kekurangan dan kelebihan, antara lain:

a. Posisi pasien

1) Pada sumber tertera bahwa posisi pasien dapat AP/PA sesuai


dengan kondisi pasien. Pada kasus kali ini menggunakan posisi
AP hal ini dikarenakan AP memiliki kelebihan dapat
menunjukkan kandung kemih secara lebih jelas disbanding PA
karena pada proyeksi PA terhalangi oleh os. Sacrum. Selain itu,
pasien kooperatif akan lebih nyaman dalam proyeksi AP
disbanding PA, kecuali jika pasien post trauma dengan tidur
tidak bisa telentang akan lebih nyaman proyeksi PA
dibandingkan AP.

2) Pada sumber tertera bahwa proyeksi AP/PA, oblique, dan lateral


disertai dengan posisi bed trendelenburg. Posisi trendelenburg
nmerupakan posisi dengan kaki lebih tinggi dari kepala. Hal ini
digunakan untuk pasien dalam kondisi khusus seperti post
pembedahan yang bertujuan untuk memperlancar sirkulasi darah
menuju otak. Posisi trendelenburg ini dapat dilakukan dengan
memiringkan meja pasien hingga kepala lebih rendah daripada
kaki. Pada kasus ini tidak dilakukan posisi trendelenburg karena
pasien dalam keadaan cukup baik sehingga tidak perlu
dilakukan posisi trendelenburg untuk memudahkan sirkulasi
darah ke otak.

22
b. Teknik pemeriksaan

1) Padas sumber tertera bahwa proyeksi AP/PA dan oblique


menggunakan central ray AP 10-15 derajat ke kaudal, proyeksi
PA menggunakan CR 10-15 derajat ke kranial. Hal ini bertujuan
agar symphisis pubis diproyeksikan di bawah neck bladder dan
uretra proksimal sehingga tidak terjadi superimposed antara
symphisi pubis dengan neck bladder dan uretra bagian
proksimal. Dalam kasus ini tidak digunakan penyudutan karena
keterbatasan tube pada fluoroscopy yang tidak bisa disudutkan.

2) Padas sumber tertera bahwa saat dilakukan eksposure pasien


diinstruksikan untuk tahan nafas agar meminimalkan
pergerakkan perut. Pada kasus ini tidak dilakukan instruksi
untuk tahan nafas karena pergerakan perut tidak membuat
gambaran yang dihasilkan kabur sehingga gambaran masih
terlihat jelas . Oleh karena itu, pada lapangan sering kali ditemui
dalam kasus cystografi tidak diinstruksikan untuk tahan nafas
karena pergerakan perut mengakibatkan gambaran yang
dihasilkan masih jelas dan dapat dibaca.

Pada teknik pemeriksaan ini sudah dapat menunjukkan gambaran


yang baik meskipun tidak dilakukan penyudutan tube karena
menyesuaikan dengan keterbatasan tube fluoroscopy. Kekurangannya
adalah terjadi superimposed pada neck bladder dan bagian proksimal
uretra dengan symphisis pubis.

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pemeriksaan radiografi harus sesuai dengan klinis pasien. Dalam kasus
ini pemeriksaan cystography proyeksi AP axial tidak dapat dilakukan karena
keterbatasan tube fluoroscopy yang tidak bisa disudutkan sehingga dilakukan
proyeksi true AP, LPO, RPO, Lateral kiri, dan lateral kanan. Selain itu juga
tidak dilakukan posisi trendelenburg dikarenakan tidak perlu pada pasien yang
sirkulasi darah menuju otak normal.
Citra yang dihasilkan cukup namun masuh bertumpukan pada
cystography proyeksi AP dan oblique karena tidak dilakukan penyudutan.
Tetapi hal ini masih dapat dibaca dengan baik oleh dokter. Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan:
a. Pemeriksaan cystography AP axial dan oblique dengan penyudutan lebih
baik daripada cystography proyeks true AP dan obliq tanpa penyudutan.
b. Pemeriksaan cystography posisi trendelenburg hanya untuk pasien yang
membutuhkan suplai darah ke otak kurang lancer.
c. Pemeriksaan cystography tidak perku tahan nafas.

4.2 Saran
Pemeriksaan cystography sebaiknya dilakukan dengan penyudutan pada
proyeksi AP dan oblique sehingga neck of bladder dan uretra bagian
proksimal tidak superimposed dengan symphisis pubis.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger,Phillip. 2012. Merril’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic


Procedures 10th edition. Ohio: Mosby.
Bontrager, Kenneth L., dkk. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and
Related Anatomy, 6th edition. USA : Elsevier
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomy and Physiology for Nurses. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Sloane, Ethel. 2012. Anatomy and Physiology: An Easy Learner. Jakarta: EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai