Proyek Akhir Gilang Revisi Pendadaran

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 173

SAMPUL

PERENCANAAN TEBAL LAPIS ULANG (OVERLAY) LANDAS


PACU PADA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA
KOROWAI BATU PAPUA MENGGUNAKAN METODE
MANUAL FAA DAN FAARFIELD SOFTWARE

PROYEK AKHIR

Oleh :

GILANG SRI ANDRIYATMOKO


NIM. 15/386901/SV/10220

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK PENGELOLAAN DAN


PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR SIPIL
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

i
LEMBAR JUDUL
PERENCANAAN TEBAL LAPIS ULANG (OVERLAY) LANDAS
PACU PADA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA
KOROWAI BATU PAPUA MENGGUNAKAN METODE
MANUAL FAA DAN FAARFIELD SOFTWARE

PROYEK AKHIR

Oleh :

GILANG SRI ANDRIYATMOKO


NIM. 15/386901/SV/10220

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK PENGELOLAAN DAN


PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR SIPIL
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

ii
LEMBAR PERSYARATAN

PERENCANAAN TEBAL LAPIS ULANG (OVERLAY) LANDAS


PACU PADA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA
KOROWAI BATU PAPUA MENGGUNAKAN METODE
MANUAL FAA DAN FAARFIELD SOFTWARE

PROYEK AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Terapan
Teknik (S.Tr.T) pada Program Studi D-IV Teknik Pengelolaan dan
Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada

Oleh :

GILANG SRI ANDRIYATMOKO


NIM. 15/386901/SV/10220

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK PENGELOLAAN DAN


PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR SIPIL
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

iii
PENGESAHAN

PERENCANAAN TEBAL LAPIS ULANG (OVERLAY) LANDAS PACU


PADA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA KOROWAI BATU PAPUA
MENGGUNAKAN METODE MANUAL FAA DAN FAARFIELD
SOFTWARE

Disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Gilang Sri Andriyatmoko
No Mahasiswa : 15/386901/SV/10220

Proyek Akhir ini telah dipertahankan dalam ujian pendadaran/sidang dan disahkan
di depan Tim Penguji pada tanggal 14 Februari 2017 serta diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan Teknik (S.Tr.T) pada jenjang
Diploma IV Program Studi D-IV Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan
Infrastruktur Sipil Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta, 14 Februari 2017


Susunan Tim Penguji, Pembimbing dan Ketua Program Studi

Ketua Tim Penguji (Moderator)


Nama : Ir. Heru Budi Utomo, M.T. :

Sekretaris Tim Penguji (Dosen Pembimbing)


Nama : Dr. Eng. Iman Haryanto, S.T., M.T. :

Penguji 1
Nama : Nursyamsu Hidayat, S.T., M.T., Ph.D. :

Penguji 2
Nama : Suwardo, S.T., M.T., Ph.D :

Ketua Program Studi

iv
Nama : Suwardo, S.T., M.T., Ph.D :

v
PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


a. Proyek Akhir yang saya buat, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Terapan Teknik (S.Tr.T) merupakan hasil karya tulis saya sendiri.
b. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Proyek Akhir yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
c. Saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar kesarjanaan yang saya
peroleh dan sanksi-sanksi lainnya sesua dengan peraturan yang berlaku,
apabila di kemudian hari ditemukan adanya unsur plagiat dalam Proyek Akhir
ini.

Yogyakarta, 14 Februari 2017

Gilang Sri Andriyatmoko


NIM. 15/386901/SV10220

vi
LEMBAR HAK CIPTA DAN STATUS

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : Gilang Sri Andriyatmoko
NIM : 15/386901/SV/10220
Program Studi : Program Studi D-IV Teknik Pengelolaan dan
Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
Departemen : Teknik Sipil
Fakultas : Sekolah Vokasi
Jenis Karya : Proyek Akhir/Skripsi

Dengan ini menyatakan bahwa :


a. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS),
saya menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Gadjah Mada Hak
Bebas Royalti Noneksklusif (None-exclusive Royalty Free Rights) atas
karya ilmiah Proyek Akhir saya yang berjudul:
Perencanaan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Landas Pacu Pada
Pengembangan Bandar Udara Korowai Batu Papua Menggunakan
Metode Manual FAA dan FAARFIELD Software
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas
Royalti/Noneksklusif ini Universitas Gadjah Mada berhak menyimpan,
menyalin ke media/format lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat dan mempublikasikan Proyek Akhir saya untuk
kepentingan akademik selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
b. Saya menyetujui Proyek Akhir menjadi milik UGM dan ditempatkan di
Perpustakaan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada yang bersifat:
Rahasia
Tidak Rahasia
Jika Proyek Akhir ini bersifat rahasia, sebutkan alasannya:
………………………………………………………………………………
Isi Proyek Akhir ini bersifat rahasia sampai dengan selama……….tahun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,


Dibuat : Yogyakarta
Pada Tanggal : 14 Februari 2017

Dosen Pembimbing Penulis

Dr. Eng. Iman Haryanto, ST.,MT. Gilang Sri Andriyatmoko

vii
NIP. 197309261998031002 NIM. 15/386901/SV/10220

viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“There is no limit for struggling”

Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai
dengan doa, karena sesungguhnya manusia tidak akan berubah dengan sendirinya
tanpa adanya usaha.

Proyek Akhir ini Penulis Persembahkan kepada:


- Almamater kebanggaan Universitas Gadjah Mada
- Ayah dan Ibu
- Adik Tersayang
- Keluarga Ayah dan Ibu
- Dosen Departemen Teknik Sipil SV UGM
- Sahabat dan Teman

ix
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proyek Akhir yang berjudul
“Perencanaan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Landas Pacu Pada Pengembangan
Bandar Udara Korowai Batu Papua Menggunakan Metode Manual FAA dan
FAARFIELD Software”.

Proyek Akhir ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan lulus dalam
menempuh pendidikan di Program Studi D-IV Teknik Pengelolaan dan
Pemeliharaan Infrastruktur Sipil Sekolah Vokasi UGM untuk mencapai gelar
(S.Tr.T.) pada jenjang Diploma IV.

Keberhasilan dalam penyusunan Proyek Akhir ini adalah berkat bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini diucapkan terima kasih
kepada:
a. Bpk. Agus Nugroho, S.T., M.T., Ph.D selaku Ketua Prodi Departemen Teknik
Sipil Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada.
b. Bpk. Dr. Eng. Iman Haryanto, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing Proyek
Akhir.
c. Bpk. Ir. Heru Budi Utomo, M.T.selaku penguji yang telah memberikan
masukan dan arahan dalam penyusunan Proyek Akhir ini.
d. Keluarga tercinta, terutama orang tua, adik penulis dan semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
e. Teman-teman D-IV Alih Jenjang dan teman seperjuangan dan berbagi setiap
hari.
f. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Proyek Akhir ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Proyek Akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
saran dan kritik sangat diharapkan sebagai penuntun langkah demi kesempurnaan
Proyek Akhir ini. Penulis berharap semoga Proyek Akhir ini bermanfaat bagi para
mahasiswa, institusi yang terkait dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 14 Februari 2017

Gilang Sri Andriyatmoko


NIM. 15/386901/SV/10220

x
INTISARI

GILANG SRI ANDRIYATMOKO, 2017, Perencanaan Tebal Lapis Ulang


(Overlay) Landas Pacu Pada Pengembangan Bandar Udara Korowai Batu
Papua Menggunakan Metode Manual FAA dan FAARFIELD Software (dibimbing
oleh Dr. Eng. Iman Haryanto, ST.,MT.).

Korowai Batu merupakan salah satu daerah di Papua yang masih terisolir dan
hubungan dengan pihak luar masih terbatas karena kurangnya sarana prasarana
transportasi. Pembangunan transportasi udara perlu ditingkatkan guna
memecahkan keterisoliran dan menjangkau daerah di pedalaman Papua. Korowai
Batu mempunyai sebuah landas pacu dengan ketebalan eksisting 17 cm.
Pemeliharaan landas pacu dengan overlay perlu dilakukan untuk melayani
pesawat yang akan menggunakan landas pacu tersebut. Perencanaan tebal lapis
ulang perkerasan landas pacu dapat dianalisis dengan menggunakan metode FAA
yaitu dengan Manual FAA dan FAARFIELD Software.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pada Pembangunan Tahap I (Tahun
2016-2025) dengan pesawat rencana DHC 6 Twin Otter dan N219, metode
Manual FAA dihasilkan ketebalan total 33 cm terdiri dari subbase course 13 cm,
base course 10 cm dan surface course 10 cm; Metode FAARFIELD dihasilkan
ketebalan total 20 cm terdiri dari subbase course 15 cm, surface course 5 cm, dan
kebutuhan tebal overlay 3 cm. Pembangunan Tahap II (Tahun 2026-2035) dengan
pesawat rencana CN235 dan ATR42-500, metode Manual FAA dihasilkan
ketebalan total 38 cm terdiri dari subbase course 13 cm, base course 15 cm dan
surface course 10 cm; Metode FAARFIELD dihasilkan ketebalan total 25 cm
terdiri dari subbase course 10 cm, surface course 5 cm, dan kebutuhan tebal
overlay 5 cm. Pembangunan Tahap III (Tahun 2036-2045) dengan pesawat
rencana CN235 dan ATR72-500, metode Manual FAA dihasilkan ketebalan total
38 cm terdiri dari subbase course 8 cm, base course 20 cm dan surface course 10
cm; Metode FAARFIELD dihasilkan ketebalan total 25 cm terdiri dari subbase
course 10 cm, surface course 5 cm, dan tidak membutuhkan overlay perkerasan
karena hasil analisis tebal perkerasan sama dengan tebal perkerasan pada
pembangunan Tahap II.

Kata Kunci: FAA, Manual FAA, FAARFIELD, Overlay, Runway

xi
ABSTRACT

GILANG SRI ANDRIYATMOKO, 2017, The Design Of The Runway’s Overlay


In The Development of Korowai Batu Papua Airport Using The FAA’s Manual
and FAARFIELD Software (Supervised by Dr. Eng. Iman Haryanto, ST.,MT.)

Korowai Batu is one of area in Papua Archipelago that still isolated and have a
limited relationships due to the lack of transportation infrastructure.
Development of air transportation needs to be improved to solve the isolation
problem especially to reach isolated areas in the Papua. Korowai Batu has a
runway with thickness is 17 cm. A pavement of runway needs a maintenance like
overlay in surface layer to serve the aircraft that will be or have been using the
runway. The design of thickness pavement of runway can be analyzed using FAA
method. likes Manual of FAA and FAARFIELD Software.
The result of analysis, we concluded that the first development design (2016-
2025) with DHC 6 Twin Otter and N219 design aircraft, FAA’s Manual results 33
cm of total thickness with 13 cm of subbase course thickness, 10 cm base course
thickness and 10 cm of surface course thickness; FAARFIELD results 20 cm of
total thickness with 15 cm of subbase course thickness, 5 cm of surface course
thickness and needs 3 cm of overlay thickness. The second development design
(2026-2035) with CN235 and ATR42-500 design aircraft, FAA’s Manual results
38 cm of total thickness with 13 cm of subbase course thickness, 15 cm base
course thickness and 10 cm of surface course thickness; FAARFIELD results 25
cm of total thickness with 15 cm of subbase course thickness, 10 cm of surface
course thickness and needs 5 cm of overlay thickness. The third development
design (2036-2045) with CN235 and ATR72-500 design aircraft, FAA’s Manual
results 38 cm of total thickness with 8 cm of subbase course thickness, 20 cm base
course thickness and 10 cm of surface course thickness; FAARFIELD results 25
cm of total thickness with 15 cm of subbase course thickness, 10 cm of surface
course thickness and it doesn’t need an overlay because the thickness result of
design has same thickness with thickness on second development design.

Keyword: FAA, FAA’s Manual, FAARFIELD, Overlay, Runway

xii
DAFTAR ISI

SAMPUL..................................................................................................................i

LEMBAR JUDUL...................................................................................................ii

LEMBAR PERSYARATAN...................................................................................iii

PENGESAHAN......................................................................................................iv

PERNYATAAN KEASLIAN...................................................................................v

LEMBAR HAK CIPTA DAN STATUS.................................................................vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN.........................................................................vii

UCAPAN TERIMA KASIH...............................................................................viii

INTISARI...............................................................................................................ix

ABSTRACT.............................................................................................................x

DAFTAR ISI...........................................................................................................xi

DAFTAR TABEL..................................................................................................xv

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xviii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xxi

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3

1.3 Batasan Masalah........................................................................................3

1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................................4

1.5 Manfaat Penelitian.....................................................................................4

1.6 Metode Penelitian......................................................................................5

1.7 Sistematika Penulisan................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI........................7

2.1 Kebandarudaraan.......................................................................................7

xiii
2.2 Bandar Udara.............................................................................................7

2.3 Landas Pacu (Runway)..............................................................................9

2.4 Perkerasan Bandar Udara........................................................................11

2.5 Elemen Pesawat Udara............................................................................13

2.5.1 Beban Pesawat.................................................................................13

2.5.2 Tipe Landing Gear dan Geometrik..................................................13

2.5.3 Tekanan Ban (Tire Pressure)............................................................14

2.5.4 Volume Lalu Lintas..........................................................................14

2.6 Perencanan Tebal Perkerasan Bandar Udara...........................................14

2.7 Metode Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur........................................16

2.8 Peramalan Lalu Lintas.............................................................................17

2.9 Perkerasan Lentur....................................................................................20

2.10 Pelapisan Ulang dan Rekonstruksi..........................................................23

2.11 Analisa Tebal Perkerasan dengan Metode Manual FAA..........................26

2.12 Analisa Tebal Perkerasan Metode FAARFIELD......................................33

2.13 Parameter Penentu Tebal Perkerasan.......................................................39

2.14 Kelebihan dan Kekurangan Metode FAA................................................40

BAB 3 METODE PENELITIAN..................................................................41

3.1 Lokasi Penelitian.....................................................................................41

3.2 Detail Obyek Penelitian...........................................................................46

3.3 Materi Penelitian.....................................................................................48

3.4 Jenis Penelitian........................................................................................48

3.5 Data Penelitian........................................................................................49

3.6 Peralatan Penelitian.................................................................................49

3.7 Bagan Analisa Data/Alur Penelitian........................................................50

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN...................................................55

xiv
4.1 Data Lapangan.........................................................................................55

4.2 Data Sekunder dan Analisis Data............................................................55

4.2.1 Spesifikasi Bandar Udara.................................................................56

4.2.2 Daya Dukung Tanah Dasar..............................................................56

4.2.3 Struktur Perkerasan Runway Eksisting............................................70

4.2.4 Data Demografi atau Jumlah Penduduk...........................................71

4.2.5 Data Tipe dan Karakteritik Pesawat.................................................74

4.2.6 Ramalan Penumpang Potensi Dasar................................................78

4.3 Konsep atau Skenario Perencanaan.........................................................91

4.4 Ramalan Pergerakan Pesawat..................................................................92

4.4.1 Load Factor atau Passenger Load Factor.......................................93

4.4.2 Kapasitas Penumpang......................................................................93

4.4.3 Perhitungan Ramalan Pergerakan Pesawat......................................94

4.5 Pembangunan Tahap I (Tahun 2016 – 2025)...........................................98

4.5.1 Struktur Perkerasan Eksisting Pada Pembangunan Tahap I.............98

4.5.2 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6D (Manual FAA)..................................................................................98

4.5.3 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6F (FAARFIELD Software).................................................................107

4.6 Pembangunan Tahap II (Tahun 2026 – 2035)........................................113

4.6.1 Struktur Perkerasan Eksisting Pada Pembangunan Tahap II.........113

4.6.2 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6D (Manual FAA)................................................................................114

4.6.3 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6F (FAARFIELD Software).................................................................124

4.7 Pembangunan Tahap III (Tahun 2036 – 2045)......................................129

4.7.1 Struktur Perkerasan Eksisting Pada Pembangunan Tahap III........129

xv
4.7.2 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6D (Manual FAA)................................................................................130

4.7.3 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6F (FAARFIELD Software).................................................................139

4.8 Pembahasan...........................................................................................145

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................155

5.1 Kesimpulan............................................................................................155

5.2 Saran......................................................................................................156

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................158

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ekivalensi Faktor Range Stabilisasi Subbase........................................25


Tabel 2.2 Ekivalensi Faktor Range Stabilisasi Base..............................................25
Tabel 2.3 Standar Penamaan Konfigurasi Jenis Pesawat.......................................27
Tabel 2.4 Faktor Ekivalensi Keberangkatan Pesawat Rencana.............................29
Tabel 2.5 Nilai Presentase Tebal Perkerasan Frekuensi Tinggi.............................30
Tabel 2.6 Ketebalan Minimum Base Course.........................................................31
Tabel 3.1 Daftar Bandar Udara di Provinsi Papua.................................................42
Tabel 4.1 Lokasi Pengujian Sondir........................................................................58
Tabel 4.2 Nilai Pembacaan Arloji Alat Sondir Nomor Pengujian S1A.................58
Tabel 4.3 Output Pengujian Sondir Nomor S1A....................................................61
Tabel 4.4 Output Pengujian Sondir Nomor S1B....................................................62
Tabel 4.5 Output Pengujian Sondir Nomor S2......................................................62
Tabel 4.6 Output Pengujian Sondir Nomor S3......................................................62
Tabel 4.7 Output Pengujian Sondir Nomor S4......................................................63
Tabel 4.8 Output Pengujian Sondir Nomor S5......................................................63
Tabel 4.9 Output Pengujian Sondir Nomor S6A....................................................63
Tabel 4.10 Output Pengujian Sondir Nomor S6B..................................................64
Tabel 4.11 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR Pengujian Sondir Nomor S1A......66
Tabel 4.12 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR Pengujian Sondir Nomor S1B......66
Tabel 4.13 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR Pengujian Sondir Nomor S2........67
Tabel 4.14 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR Pengujian Sondir Nomor S3........67
Tabel 4.15 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR Pengujian Sondir Nomor S4........68
Tabel 4.16 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR Pengujian Sondir Nomor S5........68
Tabel 4.17 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR Pengujian Sondir Nomor S6A......68
Tabel 4.18 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR Pengujian Sondir Nomor S6B......69
Tabel 4.19 Nilai CBR Rencana atau CBR Rata-Rata di Kedalaman 0,2 m............69
Tabel 4.20 Struktur Perkerasan Landas Pacu Eksisting Bandar Udara Korowai
Batu Papua.............................................................................................................71
Tabel 4.21 Jumlah Penduduk Kabupaten Boven Digoel Tahun 2004 – 2014........72
Tabel 4.22 Jumlah Penduduk Setiap Distrik di Kabupaten Boven Digoel............73

xvii
Tabel 4.23 Jenis dan Karakteristik Pesawat Udara yang Akan Beroperasi di
Bandar Udara Korowai Batu Papua.......................................................................75
Tabel 4.24 Konfigurasi dan Foto Pesawat Udara yang Akan Beroperasi di Bandar
Udara Korowai Batu Papua....................................................................................77
Tabel 4.25 Jumlah penduduk Kabupaten Boven Digoel Tahun 2004 Sampai Tahun
2014 dan Deretan Tahun........................................................................................81
Tabel 4.26 Jumlah Potensi Penumpang Dasar Bandar Udara Korowai Batu dari
Tahun 2004 Sampai Tahun 2045............................................................................87
Tabel 4.27 Skenario Penggunaan Jenis Pesawat....................................................91
Tabel 4.28 Kapasitas Penumpang Pesawat............................................................93
Tabel 4.29 Ramalan Pergerakan Pesawat Pembangunan Tahap I (Tahun 2016 –
Tahun 2025)...........................................................................................................95
Tabel 4.30 Ramalan Pergerakan Pesawat Pembangunan Tahap II (Tahun 2026 –
Tahun 2035)...........................................................................................................96
Tabel 4.31 Ramalan Pergerakan Pesawat Pembangunan Tahap III (Tahun 2036 –
Tahun 2045)...........................................................................................................97
Tabel 4.32 Prediksi Distrisbusi Lalu Lintas Untuk Setiap Jenis Pesawat di Bandar
Udara Korowai Batu Tahun 2016 – 2025..............................................................99
Tabel 4.33 Perbandingan Kriteria Untuk Pemilihan Pesawat Desain Rencana
Pembangunan tahap I...........................................................................................101
Tabel 4.34 Keberangkatan Per Tahun Pesawat Ekivalen N219...........................104
Tabel 4.35 Input Modifikasi Perkerasan Metode FAARFIELD Pembangunan
Tahap I..................................................................................................................108
Tabel 4.36 Input Modifikasi Pesawat Metode FAARFIELD Pembangunan Tahap I
..............................................................................................................................110
Tabel 4.37 Perbandingan Ketebalan Perkerasan Eksisting dengan Ketebalan
Desain FAARFIELD Pembangunan Tahap I........................................................112
Tabel 4.38 Prediksi Distrisbusi Lalu Lintas Untuk Setiap Jenis Pesawat di Bandar
Udara Korowai Batu Tahun 2026 – 2035.............................................................115
Tabel 4.39 Perbandingan Kriteria Untuk Pemilihan Pesawat Desain Rencana
Pembangunan Tahap II.........................................................................................117
Tabel 4.40 Keberangkatan Per Tahun Pesawat Ekivalen ATR 42 - 500...............119

xviii
Tabel 4.41 Input Modifikasi Perkerasan Metode FAARFIELD Pembangunan
Tahap II................................................................................................................125
Tabel 4.42 Input Modifikasi Pesawat Metode FAARFIELD Pembangunan Tahap II
..............................................................................................................................126
Tabel 4.43 Perbandingan Ketebalan Perkerasan Eksisting dengan Ketebalan
Desain FAARFIELD Pembangunan Tahap II.......................................................129
Tabel 4.44 Prediksi Distrisbusi Lalu Lintas Untuk Setiap Jenis Pesawat di Bandar
Udara Korowai Batu Tahun 2036-2045...............................................................131
Tabel 4.45 Perbandingan Kriteria Untuk Pemilihan Pesawat Desain Rencana
Pembangunan Tahap III.......................................................................................133
Tabel 4.46 Keberangkatan Per Tahun Pesawat Ekivalen ATR 72 - 500...............136
Tabel 4.47 Input Modifikasi Perkerasan Metode FAARFIELD Pembangunan
Tahap III...............................................................................................................140
Tabel 4.48 Input Modifikasi Pesawat Metode FAARFIELD Pembangunan Tahap
III..........................................................................................................................142
Tabel 4.49 Perbandingan Ketebalan Perkerasan Eksisting dengan Ketebalan
Desain FAARFIELD Pembangunan Tahap III......................................................144
Tabel 4.50 Ekivalensi Factor Range Subbase......................................................148
Tabel 4.51 Ekivalensi Faktor Range Base...........................................................149
Tabel 4.52 Kelebihan dan Kekurangan Metode Manual FAA dan FAARFIELD. 153

xix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Unsur-Unsur Runway...........................................................................9


Gambar 2.2Konfigurasi Landas Pacu (Runway) Bandara......................................11
Gambar 2.3 Struktur Lapisan Perkerasan Lentur...................................................20
Gambar 2.4 Distribusi Tegangan Beban pada Perkerasan.....................................22
Gambar 2.5 Tipe-Tipe Overlay pada Perkerasan Lentur dan Kaku.......................24
Gambar 2.6 Penampang Melintang Perkerasan Runway.......................................32
Gambar 2.7 Dekstop Kerja Program FAARFIELD................................................34
Gambar 3.1 Wilayah Administratif Papua (Sumber: Atlas Administratif Indonesia)
................................................................................................................................41
Gambar 3.2 Lokasi Korowai Batu dalam Peta Papua (Sumber: Google Earth)....45
Gambar 3.3 Lokasi Pengembangan Bandar Udara Korowai Batu.........................46
Gambar 3.4 Bagan Alur Penelitian........................................................................51
Gambar 3.5 Peramalan Potensi Penumpang Dasar dan Pergerakan Pesawat........52
Gambar 3.6 Analisa Tebal Lapis Perkerasan Lentur Metode Manual FAA............53
Gambar 3.7 Analisa Tebal Lapis Perkerasan Lentur Metode FAARFIELD...........54
Gambar 4.1 Output Pengujian dan Pengolahan Data Sondir Nomor S1A Bandar
Udara Korowai Batu..............................................................................................59
Gambar 4.2 Hubungan Antara Kedalaman (m) dan qc (kg/cm2), ft (kg/cm) dan FR
(%)..........................................................................................................................60
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Hambatan Konus (qc), Rasio Pergeseran (FR) dan
Jenis Tanah (Sumber: Schmertmann, 1978)...........................................................64
Gambar 4.4 Plotting Nilai qc dan FR Pengujian Sondir Nomor S1A...................65
Gambar 4.5 Perkerasan Landas Pacu Eksisting Bandar Udara Korowai Batu......70
Gambar 4.6 Hasil Regresi Tahun ke- dan Jumlah Penduduk Kabupaten Boven
Digoel Tahun 2004 Sampai Tahun 2014................................................................81
Gambar 4.7 Daerah Tangkapan (Catchment Area) Bandar Udara Korowai Batu. 83
Gambar 4.8 Propensity To Fly Per Kapita (Sumber: International Air Transport
Association, 2011)..................................................................................................86
Gambar 4.9 Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Jenis Pesawat DHC 6 Twin Otter
..............................................................................................................................100

xx
Gambar 4.10 Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Jenis Pesawat N219...............101
Gambar 4.11 Plotting Grafik Manual FAA Pesawat Desain Rencana Single Wheel
N219 Pada Bandar Udara Korowai Pembangunan Tahap I.................................105
Gambar 4.12 Output Hasil Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Metode Manual
FAA Pembangunan Tahap I..................................................................................107
Gambar 4.13 Modifikasi Struktur FAARFIELD Pembangunan Tahap I..............109
Gambar 4.14 Modifikasi Pesawat FAARFIELD Pembangunan Tahap I..............110
Gambar 4.15 Output Desain Struktur FAARFIELD Pembangunan Tahap I........111
Gambar 4.16 Output Hasil Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Metode
FAARFIELD Pembangunan Tahap I.....................................................................112
Gambar 4.17 Perkerasan Eksisting Landas Pacu Bandar Udara Korowai Batu
Pembangunan Tahap II.........................................................................................113
Gambar 4.18 Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Jenis Pesawat CN235............116
Gambar 4.19 Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Jenis Pesawat ATR 42-500....116
Gambar 4.20 Plotting Grafik Manual FAA Pesawat Desain Rencana Dual Wheel
Gear ATR 42 – 500 Pada Bandar Udara Korowai Pembangunan Tahap II........121
Gambar 4.21 Output Hasil Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Metode Manual
FAA Pembangunan Tahap II.................................................................................123
Gambar 4.22 Modifikasi Struktur FAARFIELD Pembangunan Tahap II.............125
Gambar 4.23 Modifikasi Pesawat FAARFIELD Pembangunan Tahap II.............127
Gambar 4.24 Output Desain Struktur FAARFIELD Pembangunan Tahap II.......127
Gambar 4.25 Output Hasil Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Metode
FAARFIELD Pembangunan Tahap II...................................................................128
Gambar 4.26 Perkerasan Eksisting Landas Pacu Bandar Udara Korowai Batu
Pembangunan Tahap III.......................................................................................130
Gambar 4.27 Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Jenis Pesawat CN235............132
Gambar 4.28 Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Jenis Pesawat ATR 72-500....133
Gambar 4.29 Plotting Grafik Manual FAA Pesawat Desain Rencana Dual Wheel
Gear ATR 72 – 500 Pada Bandar Udara Korowai Pembangunan Tahap III.......137
Gambar 4.30 Output Hasil Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Metode Manual
FAA Pembangunan Tahap III................................................................................139
Gambar 4.31 Modifikasi Struktur FAARFIELD Pembangunan Tahap III...........141

xxi
Gambar 4.32 Modifikasi Pesawat FAARFIELD Pembangunan Tahap III...........142
Gambar 4.33 Output Desain Struktur FAARFIELD Pembangunan Tahap III......143
Gambar 4.34 Output Hasil Ketebalan Perkerasan Landas Pacu Metode
FAARFIELD Pembangunan Tahap III..................................................................144
Gambar 4.35 Hasil Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Landas Pacu Bandar
Udara Korowai Batu Metode Manual FAA Pembangunan Tahap I, Tahap II dan
Tahap III...............................................................................................................148
Gambar 4.36 Hasil Perencanaan Tebal Lapis Ekivalen Perkerasan Landas Pacu
Bandar Udara Korowai Batu Metode Manual FAA Pembangunan Tahap I, Tahap
II dan Tahap III.....................................................................................................150
Gambar 4.37 Hasil Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Landas Pacu Bandar
Udara Korowai Batu Metode FAARFIELD Pembangunan Tahap I, Tahap II dan
Tahap III...............................................................................................................152
Gambar 4.38 Hasil Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Landas Pacu Bandar
Udara Korowai Batu Metode FAARFIELD Pembangunan Tahap I, Tahap II dan
Tahap III dengan Menggunakan Ketebalan Minimum Overlay FAA...................153

xxii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis Nilai CBR Bandar Udara Korowai Batu


Lampiran 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013 (Lampiran
III B)
Lampiran 3 Bab V Profil Transportasi Udara Masa Depan

xxiii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang tersebar dari ujung
Barat Sabang sampai ujung Timur Merauke. Kepulauan Papua yang letaknya di
bagian ujung Timur Indonesia masih banyak terdapat wilayah yang terisolir dan
hubungan masyarakat dengan pihak luar masih sangat terbatas sehingga
masyarakatnya belum mengenal peradaban, teknologi, bahkan belum mengenal
pemerintah. Korowai Batu merupakan salah satu wilayah yang masyarakatnya
masih terisolir. Korowai Batu berada di Kampung Danauwage, Distrik Yanimura,
Kabupaten Boven yang dihuni oleh suku Korowai Batu dengan ciri khas rumah-
rumahnya yang masih dibangun di atas pohon. Pada tahun 2012, masyarakat
Korowai Batu mendapat kunjungan dari Unit Kerja Percepatan Pembangunan
Papua dan Papua Barat (UKP4B) dan menemukan satu-satunya sarana yang
berada di Korowai adalah landasan tempat helikopter mendarat. Landasan ini
dibuat secara swadana oleh masyarakat dengan tangan dan alat seadanya. Pada
tahun 2014, atas permintaan masyarakat setempat Pemerintah mulai membangun
Bandara Korowai Batu di atas lahan seluas 750 ha yang diberikan masyarakat
Korowai kepada Pemerintah. Pekerjaan konstruksi menghasilkan beberapa
fasilitas bandara seperti landas pacu atau runway, taxiway, apron, dan lain-lain.

Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana transportasi udara di


Kepulauan Papua sangat penting dan perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk
memecahkan keterisolasian wilayah di Papua dan menjangkau, menggali, serta
mengembangkan potensi sumber daya alam dan manusianya. Transportasi udara
mempunyai peranan penting untuk menciptakan kondisi tersebut karena dapat
menjangkau wilayah yang cukup luas dan kecepatan tempuhnya yang relatif
cepat.

Salah satu fasilitas bandara yang sangat penting atau vital adalah landas pacu
(runway). Landas pacu adalah suatu perkerasan yang berbentuk persegi panjang

1
yang digunakan pesawat terbang untuk mendarat (landing) maupun lepas landas
(take off). Lapisan permukaan landas pacu berupa perkerasan struktur yang berupa
aspal beton berfungsi untuk mendukung beban yang bekerja pada landasan pacu
sehingga mampu melayani lalu lintas pesawat dengan baik. Seiring dengan
berjalannya waktu, tingkat pelayanan perkerasan landas pacu bandara dapat
mengalami penurunan. Oleh karena itu perlu adanya suatu jenis pemeliharaan
(maintenance) maupun perbaikan (repair) apabila terjadi kerusakan yang parah.
Salah satu jenis pemeliharaan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
tebal lapis tambah (overlay) pada perkerasan landas pacu. Overlay merupakan
lapis perkerasan tambahan dengan tebal tertentu di atas lapisan perkerasan yang
ada dengan tujuan meningkatkan kualitas struktur perkerasan yang ada sehingga
mampu melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu mendatang.
Tebal lapis ulang perkerasan harus dianalisis dengan menggunakan parameter-
parameter seperti CBR tanah dasar, Maximum Take Off Weight (MTOW),
konfigurasi roda pendaratan, dimensi roda pendaratan, volume lalu lintas,
modulus elastisitas, poission ratio dan lain-lain secara benar dan baik. Hal ini
bertujuan agar perkerasan yang sudah dilakukan overlay tidak mengalami
kerusakan sebelum umur rencana (UR) perencanaan tercapai.

Federal Aviation Administration (FAA) merupakan lembaga regulator


penerbangan sipil di Amerika yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan
dengan penerbangan mulai dari perencanaan, navigasi, sampai keselamatan.
Dalam perencanaan landasan pacu banda udara, FAA mengeluarkan peraturan
mengenai perhitungan desain yaitu Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D dan
Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6F. Metode Advisory Circular (AC) No.
150-5320-6D merupakan metode perhitungan manual yang dalam menentukan
tebal perkerasan landas pacu bandara berdasarkan karakteristik pesawat yang
digunakan dalam perencanaan dengan menggunakan grafik tebal perkerasan
landasan pacu. Metode Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6F merupakan
metode penentuan tebal perkerasan landas pacu bandara dengan menggunakan
aplikasi Federal Aviation Administration Rigid and Flexible Iterative Elastic
Layered Design (FAARFIELD) dengan menginput struktur perkerasan dan semua
jenis pesawat yang menggunakan landas pacu tersebut.

2
1.2 Rumusan Masalah

Perencanaan tebal lapis perkerasan landas pacu bandara berdasarkan peraturan


yang dikeluarkan FAA terdapat 2 jenis yaitu dengan metode manual sesuai dengan
peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D dan dengan menggunakan
software FAARFIELD sesuai dengan peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6F. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dapat merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana perencanaan landas pacu Pengembangan Bandara Korowai Batu
berdasarkan peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6E (Manual FAA)
atau Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6F (FAARFIELD)?
b. Apakah analisis perhitungan dengan menggunakan 2 metode tersebut
menghasilkan tebal lapis ulang perkerasan landas pacu yang sama?
c. Apabila tidak, apakah penyebab atau faktor yang menyebabkan hasil analisis
tersebut dapat menghasilkan tebal lapis ulang perkerasan landas pacu yang
berbeda?

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan pada penelitian tidak terlalu meluas, maka peneliti merasa perlu
memberikan batasan sebagai berikut:
a. Studi kasus yang akan di bahas pada penelitian ini adalah Pengembangan
Bandara Korowai Batu, Kampung Danauwage, Distrik Yanimura, Kabupaten
Boven Digoel, Papua.
b. Tebal perkerasan yang di desain merupakan tebal lapis ulang perkerasan landas
pacu.
c. Analisis desain dengan menggunakan metode standar yang dikeluarkan oleh
FAA yaitu dengan metode peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D
(manual FAA) dan metode Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6F
(FAARFIELD).
d. Parameter yang digunakan dalam analisis FAARFIELD dengan menggunakan
elemen struktur perkerasan landas pacu dan elemen jenis pesawat maupun
pertumbuhan lalu lintas pesawat.
e. Jenis perkerasan yang ditinjau adalah perkerasan lentur (flexible pavement).

3
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Merencanakan susunan dan tebal perkerasan landas pacu Bandar Udara
Korowai Batu sesuai tahapan skenario perencanaan dan pesawat rencana
dengan menggunakan peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D
(Manual FAA) dan peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6F
(FAARFIELD).
b. Menentukan kebutuhan tebal lapis ulang (overlay) perkerasan landas pacu
Bandar Udara Korowai Batu berdasarkan analisis perencanaan dengan
menggunakan metode Manual FAA dan FAARFIELD.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan banyak manfaat, diantaranya sebagai


berikut:
a. Mengetahui tebal lapis ulang perkersanan landas pacu Pengembangan Bandara
Korowai Batu dengan metode peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-
6D (Manual FAA) dan metode Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6F
(FAARFIELD).
b. Mengetahui perbedaan tebal lapis perkerasan overlay landas pacu yang
dianalisis dengan menggunakan 2 metode yang di keluarkan oleh FAA.
c. Bagi penulis dapat menjadi sarana pemahaman dan pendalaman terhadap
perencanaan maupun analisis landas pacu bandara berdasarkan metode yang
dikeluarkan oleh FAA.
d. Bagi instansi atau pemerintah dapat digunakan sebagai referensi untuk
menentukan strategi perencanaan tebal lapis perkerasan landas pacu Bandara
Korowai Batu agar lebih baik dan akurat.
e. Bagi dunia pendidikan dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti yang
meneliti dengan topik yang sama mengenai perencanaan landas pacu
berdasarkan metode peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D
(Manual FAA) dan metode Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6F
(FAARFIELD).

4
1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan Proyek Akhir ini adalah sebagai berikut:
a. Metode studi pustaka, yaitu dengan menggunakan buku-buku, literature, bahan
pustaka yang relevan, dan mengutip pendapat para ahli yang ada di dalam buku
tersebut untuk memperkuat landasan teori dalam penelitian.
b. Metode observasi partisipasif atau kerja studio, yaitu peneliti terlibat dalam
kegiatan proyek yang datanya digunakan sebagai sumber data penelitian.
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber data sekunder untuk
penelitian. Data sekunder merupakan data yang biasanya sudah tersedia dalam
dokumen di instansi maupun pihak tertentu.
c. Metode wawancara, yaitu peneliti melakukan wawancara dengan pihak yang
berkaitan langsung dengan objek penelitian. Metode ini dilakukan untuk
mendapatkan sumber data primer untuk penelitian.
d. Metode teknis analisis data, yaitu peneliti menganalisis data-data yang
diperoleh baik data primer maupun sekunder sehingga didapatkan suatu
kesimpulan dari penelitian.
e. Penelitian ini diselesaikan dengan menggunakan software FAARFIELD 1.41.
Data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah data dari Studi
Penyusunan Rencana Induk (Manster Plan) Bandara Korowai Batu Merauke
Papua.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan proyek akhir ini adalah
sebagai berikut:
a. BAB I Pendahuluan
Bab I ini menjelaskan mengenai alasan melakukan penelitian ini (latar
belakang), perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan-batasan masalah
manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan, serta sistematika
penulisan proyek akhir.
b. BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Bab II ini membahas mengenai teori-teori yang menjadi landasan pada topik
yang dibahas pada proyek akhir ini, yakni perencanaan tebal lapis perkerasan
overlay dengan metoda peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D

5
(Manual FAA) dan metode Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6F
(FAARFIELD) yang akan digunakan lebih lanjut di bab-bab selanjutnya.
c. BAB III Metode Penelitian
Bab III ini, akan membahas uraian rinci tentang urutan prosedur penelitian,
data atau materi, parameter, variabel, dan model analisis yang dilakukan.
d. BAB IV Analisis dan Pembahasan
Bab IV ini memuat hasil penelitian dan pembahasan yang sifatnya terpadu.
Penyajian hasil penelitian dapat disertai dengan tabel, grafik, foto atau bentuk
lain. Pembahasan tentang hasil yang diperoleh berupa penjelasan teoretis, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Pembahasan dari penelitian tidak hanya
sekedar menjelaskan atau menceritakan hasil penelitian saja akan tetapi
menjelaskan mengapa hasil penelitian dapat terjadi seperti itu.
e. BAB V Penutup
Bab V ini berisi tentang kesimpulan yang telah diperoleh, pemecahan masalah,
serta saran yang dapat diberikan karena adanya kelebihan ataupun kekurangan
pada hasil penelitian ini.
f. Daftar Pustaka
Daftar pustaka memuat pustaka atau referensi yang diacu dalam penelitian.
g. Lampiran
Lampiran memuat data atau keterangan lain yang berfungsi untuk melengkapi
uraian yang telah disajikan dalam bab-bab sebelumnya.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kebandarudaraan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mendefinisikan


kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan
bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan,
keamaan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang,
kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tatanan Kebandarudaraan


Nasional mendefinisikan sebagai sistem kebandarudaraan secara nasional yang
menggambarkan perencanaan bandar udara berdasarkan rencana tata ruang,
pertumbuhan ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan
geografi, keterpaduan intra dan antar moda transportasi, kelestarian lingkungan,
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta keterpaduan dengan sektor
pembangunan lainnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan


mendefinisikan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan
bandar udara untuk menunjang kelancaran, keamanan, kargo dan/atau pos,
keselamatan penerbangan, tempat perpindahan intra dan/antar moda serta
mendorong perekonomian nasional dan daerah.

2.2 Bandar Udara

Definisi Bandar Udara menurut Surat Keputusan Dirgen Perhubungan Udara


(2002) adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas
landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo
dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan
sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.

7
Undang-Undang Pasal 1 Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
mendefinisikan bandar udara yang sering dikenal dengan nama airport
didefinisikan sebagai kawasan di daratan atau perairan dengan batas-batas tertentu
yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik
turun penumpang, bongkar muat barang dan tempat perpindahan intra dan
antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan penerbangan serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

Definisi Bandar Udara menurut PT. Angkasa Pura (Persero) adalah lapangan
udara termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan peralatan
minimum untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk
masyarakat.

Definisi Bandar Udara menurut Annex dari ICAO (1999) adalah area tertentu di
daratan atau di perairan (termasuk bangunan, instalasi, dan peralatan) yang
diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan,
keberangkatan dan pergerakan pesawat udara.

Konfigurasi bandar udara diartikan sebagai jumlah dan arah landasan pacu
(runway) dan letak daerah terminal terhadap runway. Jumlah runway tergantung
pada volume lalu lintas, arah runway tergantung pada arah angin serta tergantung
pada luas daerah yang tersedia untuk pengembangan bandar udara. Gedung
terminal untuk melayani penumpang harus terletak sedemikian rupa agar
penumpang dengan mudah dan cepat dalam mencapai runway (Horonjeff, 2010).

Komponen bandar udara dapat dibedakan menjadi 2 unsur utama yaitu fasilitas
sisi darat (land side) dan fasilitas sisi udara (air side), komponen sisi darat terdiri
dari semua fasilitas terminal, ruang tunggu, parkir, dan akses jalan masuk ke
bandara. Komponen fasilitas sisi udara adalah komponen bandar udara yang
langsung berhubungan dengan pergerakan pesawat udara dalam operasional
bandar udara, terdiri dari komponen runway, taxiway dan apron termasuk juga
fasilitas bantu pendaratan, navigasi, dan komunikasi penerbangan.

8
2.3 Landas Pacu (Runway)

Definisi Landas Pacu/Runway menurut Sartono (1992) adalah area daratan


berbentuk bujur sangkar yang disiapkan bandar udara untuk mendarat dan lepas
landasnya pesawat udara.

Definisi -Landas Pacu/Runway menurut Cholid (2010) adalah suatu area empat
persegi panjang yang ditetapkan batas-batasnya terletak di lapangan terbang
(bandar udara) daratan yang disiapkan untuk pendaratan dan lepas landas pesawat
udara.

Definisi Landas Pacu/Runway menurut Annex 14 dari ICAO (2009) tentang


Aerodrome adalah sepetak lahan yang digunakan oleh pesawat terbang untuk
lepas landas atau pendaratan yang dapat berupa aspal atau rumput. Konfigurasi
atau pola runway tergantung pada volume lalu lintas udara yang ditangani, arah,
durasi dan intensitas angin.

Sistem runway menurut Horonjeff (1994) terdiri dari perkerasan struktur, bahu
landasan (shoulder), bantalan hembusan (blast pad) dan daerah aman landasan
pacu (runway and safety area). Untuk membuat sebuah runway pada bandar udara
yang harus diperhatikan adalah panjang, jumlah, lebar, jarak terhadap taxiway dan
orientasi angin. Penjelasan mengenai sistem runway dapat dilihat pada Gambar
2.1.

9
Gambar TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.1 Unsur-Unsur
Runway

Keterangan Gambar:
a. Pavement
b. Shoulder
c. Blast Pad
d. Runway Safety Area
e. Runway Object Free Area

Menurut Horonjeff (2010) runway dan taxiway harus di atur untuk:


a. Memberikan waktu dan jarak pemisahan yang secukupnya dalam pola lalu
lintas udara.
b. Memberikan keterlambatan dan gangguan sekecil mungkin dalam operasi
pendaratan, gerakan di landas hubung dan lepas landas.
c. Memberikan jarak landas hubung yang sependek mungkin dari daerah terminal
menuju ujung landasan pacu.
d. Memberikan jumlah landas hubung yang cukup sehingga pesawat yang
mendarat dapat meninggalkan landasan pacu secepat mungkin dan mengikuti
rute yang paling pendek ke daerah terminal.

Pada umumnya konfigurasi yang digunakan untuk runway merupakan konfigurasi


dasar. Konfigurasi dasar tersebut menurut Horonjeff (2010) diantaranya:
a. Landas Pacu Tunggal
b. Landas Paci Sejajar/Pararel
1) Close Pararel Runway (Landasan Sejajar Berdekatan)
2) Intermediate Parallel Runway (Landasan Sejajar Menengah)
3) Far Parallel Runway (Landasan Sejajar Berjauhan)
c. Landas Pacu Dua Jalur
d. Landas Pacu Empat Pararel
e. Landas Pacu Berpotongan/Bersilangan
f. Landas Pacu V Terbuka

10
Gambar TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.2 Konfigurasi
Landas Pacu (Runway) Bandara

(Sumber: http://bestananda.blogspot.co.id/2015/05/tipe-konfigurasi-landasan-
pacu-runway.html)

2.4 Perkerasan Bandar Udara

Horonjeff dan MCKelvy (1993) menyatakan bahwa perkerasan sebagai struktur


yang terdiri dari satu lapisan atau lebih dari bahan-bahan yang diproses.
Perkerasan yang terdiri campuran aspal dan agregat bermutu tinggi disebut
perkerasan lentur, sedangkan yang terdiri dari pelat beton disebut perkerasan
kaku.

Basuki (1986) menyatakan bahwa pada struktur perkerasan bekerja muatan roda
pesawat terjadi sampai beberapa juta kali selama periode rencana. Setiap kali
muatan ini lewat, terjadi defleksi lapisan permukaan dan lapisan dibawahnya.
Pengulangan beban (repetisi) menyebabkan terjadinya retakan yang pada akhirnya

11
mengakibatkan kerusakan /kegagalan total. Perkerasan dibuat dengan tujuan
untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca,
serta ketebalan dari setiap lapisan harus cukup aman untuk menjamin bahwa
beban pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan lapisan di bawahnya.

FAA dalam Airport Pavement Design and Evaluation (AC 150/5320-6D, 1995)
menyatakan perkerasan bandar udara bertujuan untuk membuat konstruksi yang
mampu mendukung beban yang ditimbulkan oleh pesawat yang beroperasi di atas
bandar udara dan dapat memberikan kekuatan, stabilitas, permukaan yang rata
pada setiap waktu dan pada berbagai cuaca dengan terbebas dari kotoran dan
partikel lain yang dapat membahayakan pesawat yang melintas di atasnya. Dalam
pembuatannya perkerasan harus memenuhi semua persyaratan di atas, perkerasan
juga harus memiliki kualitas dan ketebalan yang cukup sehingga pada saat
beroperasi tidak terjadi kegagalan akibat beban yang ditimbulkan pesawat.

Aerodrome Design Manual Part 3 (1983) mengenai pavement, mendefinisikan


struktur perkerasan adalah kombinasi subbase, base course, dan surface course
yang terletak di atas subgrade untuk mendukung beban lalu lintas dan
mendistribusikannya ke subgrade. Perkerasan lentur adalah sebuah struktur
perkerasan yang mempertahankan kerataan kontak dengan mendistribusikan
beban ke subgrade dan bergantung pada hubungan saling mengunci (interlocking)
agregat, partikel geser (friction) dan kohesi untuk stabilitas.

Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman


pada segala cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup untuk menjamin
bahwa beban yang bekerja tidak merusak perkerasan atau lapis di bawahnya.

Subgrade adalah bagian atas tanah, alami atau stabilisasi, untuk menyokong beban
yang disebarkan oleh perkerasan. Subbase course adalah lapisan material yang
terletak di atas subgrade untuk mendukung base course. Base course adalah
lapisan-lapisan material yang terletak di atas subbase atau subgrade untuk
mendukung lapisan permukaan.

12
Untuk menjamin perkerasan dapat melakukan fungsinya dengan baik yaitu
mampu memikul beban yang ada di atasnya dengan aman dan nyaman maka
diperlukan sebuah pemeliharaan (maintenance) melalui overlay agar tingkat mutu
pelayanan perkerasan runway dapat terjaga dengan baik.

2.5 Elemen Pesawat Udara

2.5.1 Beban Pesawat

Dalam perencanaan perkerasan untuk bandar udara besat kotor dari pesawat
terberat yang beroperasi di bandar udara tersebut digunakan sebagai desain
pesawat rencana. Persyaratan FAA untuk desain diasumsikan 95% beban dipikul
oleh main gear dan 5% berat beban dipikul oleh nose gear. Untuk keperluan
desain perkerasan FAA menyarankan untuk memakai berat maksimum takeoff
pesawat (MTOW) sebagai dasar untuk menentukan kekuatan perkerasan. MTOW
yang dipakai untuk peramalan pengembangan bandar udara yang akan datang
dapat berubah sesuai dengan pesawat yang akan melintasi bandara pada waktu itu.

2.5.2 Tipe Landing Gear dan Geometrik

Tipe gear dan konfigurasi menggambarkan bagaimana pesawat mendistribusikan


bebannya terhadap perkerasan dan bagaimana kemampuan perkerasan merespon
beban yang diberikan oleh pesawat. Ketebalan perkerasan juga tergantung dari
dimensi gear dan tipe gear karena berhubungan dengan berat kotor (gross weight)
yang diterima perkerasan, oleh karena itu untuk tiap-tiap jenis pesawat telah
disediakan kurva untuk desain. Berikut macam-macam dari tipe gear:
a. Pesawat dengan Single Gear
b. Pesawat dengan Dual Gear
Jarak antar kedua gear/roda untuk pesawat dengan jenis pesawat ringan
biasanya berukuran 20 inch (0,51 m) dari garis tengah (centreline) ban dan 34
inch (0,86 m) untuk jenis pesawat berat.
c. Pesawat dengan Dual Tandem Gear
Jarak antar roda biasanya 20 inch (0,51 m) dan jarak antar 2 roda tandem 45
inch (1,14 m) untuk jenis pesawat ringan. Untuk jenis pesawat berat jarak
antar roda biasanya 30 inch (0,76 m) dan jarak antar 2 tandem biasanya 55
inch (1,40 m).

13
d. Pesawat Berbadan Lebar
Untuk jenis pesawat seperti B-747, B-767, DC-10, dan L-1011 memiliki jarak
antar 2 tandem yang besar. Jarak yang besar mempengaruhi berat kotor
pesawat dan ukuran gear, untuk itu digunakan pula kurva desain yang
berbeda pula untuk jenis pesawat ini.
e. Pesawat dengan Triple Dual Tandem Gear
Pesawat seperti B-777 dan A-380 mempunyai gear dengan 3 baris roda
ganda.

2.5.3 Tekanan Ban (Tire Pressure)

Tekanan ban bervariasi antara 75 dan 200 psi (515 sampai 380 kPa), tergantung
konfigurasi gear dan berat kotor pesawat. Tekanan ban berpengaruh kecil pada
ketegangan perkerasan akibat bertambahnya berat kotor pesawat dengan asumsi
maksimum tekanan ban 200 psi (1.380 kPa) dapat melewati perkerasan dengan
aman jika parameter yang lain tidak melebihi dan surface course yang dipakai
dengan stabilitas tinggi.

2.5.4 Volume Lalu Lintas

Untuk desain perkerasan dibutuhkan peramalan kedatangan tahunan pesawat


dengan masing-masing tipenya. Informasi tentang pesawat yang beroperasi di
bandar udara dapat diperoleh dari Airport Master Plan, perencanaan area
terminal, perencanaan sistem integrasi bandar udara nasional, statistik aktivitas
bandar udara, dan laporan aktivitas traffic FAA. Perencanaan perkerasan harus
memiliki data peramalan kedatangan tahunan dengan berbagai tipe tersebut untuk
mengembangkan perkerasan agar perkerasan mampu dilewati dengan aman dan
nyaman hingga akhir umur masa pelayanan.

2.6 Perencanan Tebal Perkerasan Bandar Udara

FAA dalam Advisory Circular – Airport Pavement Design and Evaluation (AC
150/5320-6D) desain struktur perkerasan bandar udara merupakan perhitungan
dari 2 hal yang sangat penting yaitu ketebalan dari seluruh perkerasan dan
ketebalan dari setiap masing-masing lapisan dalam perkerasan. Untuk
menyediakan pelayanan yang baik pada saat beroperasi dalam mendesain

14
perkerasan bandar udara perlu memperhatikan beberapa hal yang sangat
berpengaruh yaitu meliputi besar dan karakter beban pesawat yang akan
didukung, volume lalu lintas penerbangan, konsentrasi lalu lintas pada area
tertentu dan kualitas dari tanah dasar serta material yang akan mengisi struktur
perkerasan.

Sargious (1975) menyatakan bahwa dalam perencanaan perkerasan untuk bandar


udara berat kotor dari pesawat yang beroperasi di bandar udara tersebut digunakan
sebagai pesawat rencana. Pesawat rencana bukan berarti merupakan pesawat
terbesar. Tekanan ban, konfigurasi roda pendaratan, jarak antar roda, distribusi
berat antara roda-roda pendaratan di bagian nose-gear, dan main-gear serta bobot
maksimum pesawat merupakan faktor-faktor utama dalam perhitungan.

Pada perencanaan perkerasan pada runway, memiliki konsep dasar yang sama
dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan
beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beban
yang bekerja. Namun, pada aplikasi sesungguhnya, tentu terdapat perbedaan pada
perencanaan perkerasan runway dan jalan raya, yaitu:
a. Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs,
sedangkan runway dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata
berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs.
b. Jalan raya direncanakan mampu melayani perulangan beban (repetisi) 1000-
2000 truk per harinya. Sedangkan runway direncanakan untuk melayani
repetisi beban 20.000 sampai 40.000 kali selama umur rencana.
c. Tekanan ban pada kendaran yang bekerja kira-kira 80-90 psi. Sedangkan pada
runway tekanan ban yang bekerja diatasnya adalah mencapai 400 psi.
d. Perkerasan jalan raya mengalami distress yang lebih besar karena beban
bekerja lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban
bekerja pada bagian tengah perkerasan.

Khanna dan Arora (1982) menyatakan bahwa kebutuhan perkerasan runway dan
taxiway setiap saat akan semakin besar seiring bertambahnya bobot pesawat dan
jumlah kedatangan pesawat yang beroperasi pada bandar udara tersebut akan
menyebabkan daya dukung perkerasan akan semakin tidak mencukupi, akan tetapi
perkerasan runway dan taxiway tidak dapat digantikan dengan yang baru. Hal

15
yang sangat penting bahwa perkerasan yang ada dapat diperkuat dengan
menyediakan penambahan lapisan atau perkerasan baru di atas bagian perkerasan
baru yang sudah ada. Penambahan lapisan perkerasan baru disebut overlay.
Overlay juga dibutuhkan ketika perkerasan yang ada telah habis fungsi
manfaatnya.

Horonjeff dan Mckelvey (1993) menyatakan bahwa pelapisan ulang (overlay)


dibutuhkan apabila perkerasan yang ada tidak lagi dapat dipakai baik karena
kemunduran dalam kemampuan struktural atau mutu lapisan yang sudah jelek.
Pelapisan ulang juga dibutuhkan apabila perkerasan harus diperkuat untuk
memikul beban yang lebih atau pengulangan beban yang lebih banyak dari yang
diperhitungkan dalam perencanaan asli. Pelapisan ulang juga memperbesar faktor
keselamatan yaitu peningkatan perlawanan terhadap selip dan mengurangi bahaya
hydroppling.

2.7 Metode Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Metode Federation Aviation Administration (FAA) yang dikembangkan oleh


Departemen Transportasi Amerika dalam “Advisory Circular – Airport Design
and Evaluation AC 150/5320-6D-1995” FAA menyajikan teknik-teknik untuk
memperhitungkan kekuatan daya dukung perkerasan berdasarkan kekuatan tanah
dasar serta bahan lapisan-lapisan di atasnya dengan menggunakan kurva-kurva
perencanaan. Perencanaan perkerasan bandara yang dibutuhkan untuk
menentukan seluruh ketebalan perkerasan dan ketebalan bagian-bagian komponen
perkerasan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketebalan perkerasan yang dibutuhkan seperti


besarnya dan karakter beban pesawat, volume lalu lintas, konsentrasi lalu lintas
pada daerah tertentu, kualitas tanah dasar (subgrade) dan bahan-bahan lapis keras
yang membangun struktur perkerasan. Kurva-kurva perencanaan berdasarkan
metode CBR desain disajikan secara terpisah untuk roda pendaratan tunggal
(single-wheel), roda dua (dual-wheel), susunan tandem ganda (dual-tandem), serta
dobel tandem ganda (double-dual-tandem) untuk pesawat berbadan lebar.

16
Tebal perkerasan untuk tiap-tiap lapisan dapat juga dihitung dengan menggunakan
program yang dikembangkan oleh FAA yaitu Federal Aviation Administration
Rigid and Flexible Iterative Elastic Layered Design (FAARFIELD). Program
FAARFIELD diciptakan sebenarnya untuk mengakomodasi desain perkerasan
pada lalu lintas bercampur yang menggunakan pesawat model terbaru yang
menggunakan konfigurasi roda tripple dual tandem atau pesawat dengan
konfigurasi roda yang kompleks yang pada teori lama belum ada disertakan
kurva-kurva untuk desain akan tetapi program ini juga dapat digunakan sebagai
desain alternatif pengganti bagi metode manual FAA. Program FAARFIELD tidak
dapat digunakan untuk membandingkan ketebalan yang dibutuhkan tiap masing-
masing pesawat dalam desain perkerasan, program ini hanya dapat dimanfaatkan
pada lalu lintas yang bercampur oleh karena itu penentuan pesawat desain tidak
digunakan pada FAARFIELD karena program ini menghitung sendiri kerusakan
yang ditimbulkan oleh masing-masing pesawat. Dalam program FAARFIELD
terdapat beberapa asumsi seperti:
a. Seluruh material adalah homogen, elastis linier, dan isotropik.
b. Hanya beban bentuk lingkaran yang dapat dianalisis, beban dalam bentuk lain
hanya diperkirakan sebagai lapisan dari beban bentuk lingkaran.
c. Beban yang ditinjau hanya beban vertikal.
d. Setiap lapisan mempunyai ketebalan yang seragam.

Untuk memfasilitasi perhitungan metode ACN-PCN dan ketebalan lapisan


berdasarkan metode CBR yang ada dalam Advisory Circular AC 150/5320-6D
untuk nilai CBR yang bervariasi tergantung kebutuhan pengguna FAA
mengembangkan suatu program komputer yaitu ELMOD dan COMFFAA.

2.8 Peramalan Lalu Lintas

Horonjeff dan Mckelvey (1994) menyatakan bahwa dalam dunia penerbangan,


peramalan permintaan masa depan dapat dibuat karena berbagai alasan. Prakiraan
secara makro adalah perkiraan penerbangan total dalam 1 daerah yang luas
dengan variabel seperti jumlah penumpang total, jumlah operasi pesawat terbang,
jumlah pesawat dalam armada penerbangan dll, sedangkan perkiraan secara mikro
berhubungan dengan kegiatan di bandar udara atau rute masing-masing.

17
International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam Manual Traffic
Forecasting Doc 8991-AT-1982, terdapat beberapa cara peramalan lalu lintas
(forecast). Peramalan tersebut antara lain econometric dan projection.
Econometric sesuai digunakan untuk negara-negara yang mempunyai
perekonomian yang stabil karena mempertimbangkan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap lalu lintas penerbangan. Trend projection merupakan cara
peramalan lalu lintas berdasarkan data murni penerbangan sehingga sesuai
digunakan pada negara-negara berkembang. Ada beberapa prakiraan yang dapat
dijadikan fokus yaitu prakiraan penumpang, prakiraan kargo dan prakiraan
pergerakan pesawat terbang.

Dalam pengembangan suatu bandar udara perlu dipertimbnagkan keadaan di masa


yang akan datang meliputi pergerakan pesawat, penumpang, barang, dan kargo
yang harus dilayani. Keadaan di masa yang akan datang dapat diketahui angka
pendekatannya dengan cara-cara ilmiah yang lebih dikenal sebagai forecasting.

Menurut jangkauannya forecast dapat dibedakan menjadi jangka pendek (± 5


tahun), jangka menengah (± 10 tahun) dan jangka panjang (± 20 tahun) yang
pemilihannya tergantung kebutuhan. Untuk pengembangan beberapa bagian
lapangan terbang, seperti tempat penjualan tiket di terminal, digunakan forecast
dengan jangka waktu 1 sampai 5 tahun, sedangkan untuk perencanaan
keseluruhan forecast jangka menengah atau jangka panjang.

Metode projection merupakan cara forecast yang berdasarkan data murni


penerbangan, seperti jumlah pergerakan pesawat, volume penumpang, serta
volume barang dan kargo mengingat Indonesia ialah negara yang sedang
berkembang.

Langkah awal dalam membuat forecast dengan cara trend projection adalah
mengumpulkan data masa lalu, yang kemudian diamati kecenderungan bentuk
grafiknya, dalam hal ini lebih cenderung berbentuk parabola, garis lurus atau tidak
beraturan. Bila grafik data telah terbentuk, maka dapat diketahui hubungan antara
data dan waktu dalam bentuk suatu persamaan. Jika persamaan sudah didapat,
maka persamaan tervebut bisa digunakan sebagai dasar forecast dengan cara

18
ekstrapolasi. Metode ini dilakukan dengan asumsi bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi lalu lintas udara mempunyai kondisi yang tetap kecuali bila lalu
lintas penerbangan sudah cukup jenuh dan tidak berkembang.

Beberapa macam regresi linier yang biasa digunakan antara lain:


a. Analisa Regresi Linier (Sederhana)
Analisa ini merupakan kurva garis lurus yang dapat dinyatakan dengan
persamaan.
y = a + bx + c ……………………………………………………..………(2.1)
dengan,
y = nilai yang di forecast (dependent variable)
x = waktu (independent variable)
a dan b = konstanta
b. Analisis Regresi Non Linier
Persamaan eksponensial dengan bentuk persamaan.
y = abx ………………………………….…………………………………(2.2)
Persamaan eksponensial yang dimodifikasi dinyatakan dalam bentuk
persamaan.
y = k + abx …………………………………………………..……………(2.3)
c. Analisis Linier Berganda
Perluasan regresi ganda yang berguna dalam kasus dimana y berupa fungsi
linier dari 2 peubah atau lebih. Dalam regresi bentuk ini, y berupa fungsi
linier dari x1 dan x2 dengan bentuk persamaan.
y = a0 + a1x1 +a2x2 + e …………………………………….………………(2.4)
Untuk menentukan apakah suatu variabel mempunyai tingkat korelasi
permasalahan ataupun dengan variabel lainnya dapat digunakan dengan suatu
teori korelasi. Korelasi antar variabel tersebut dapat dinyatakan dengan suatu
koefisien korelasi (r). Nilai r berkisar antara -1 dan +1. Tanda + dan – dipakai
untuk korelasi positif dan korelasi negatif. Besarnya korelasi (r) adalah

N  XY  ( X )( Y )
r
N  X 2

 ( X ) 2 N  Y 2  ( Y 2 )  ……………………….......(2.5)
Koefisien determinasi/penentu dihitung dengan mengkuadratkan nilai
koefisien korelasi regresi yaitu:

N  XY  ( X )( Y )
r 2  R2 
N  X 2

 ( X ) 2 N  Y 2  (  Y 2 )  ……………………..(2.6)

19
2.9 Perkerasan Lentur

Perkerasan lentur terdiri dari permukaan aspal hotmix (surface course) yang
terletak di atas pondasi atas (base course) diperlukan jika tanah dasar (subgrade)
yang lemah, yang terletak di atas lapis pondasi bawah (subbase course). Struktur
lapisan perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.3 Struktur Lapisan


Perkerasan Lentur

Lapisan-lapisan yang mengisi perkerasan lentur tersebut mempunyai fungsinya.


Berikut adalah macam lapisan berserta fungsinya:
a. Lapis Permukaan (Surface Course)
Untuk mendapatkan lapis permukaan yang baik sesuai persyaratan, surface
course harus terdiri dari campuran agregat dan bitumen sebagai pengikat
yang akan menghasilkan lapis permukaan yang seragam sedemikian rupa
hingga memiliki stabilitas dan duarabilitas yang tinggi. Kontrol terhadap
campuran sangat penting maka di tempat pencampuran material sangat
penting untuk diperhatikan. Lapis permukaan harus dibuat rata untuk
menjamin kenyamanan dan keamanan pesawat yang melintas di atasnya.
b. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Lapisan pondasi atas merupakan komponen struktur yang utama dalam
perkerasan lentur. Fungsi utama dari lapisan pondasi atas adalah harus
mampu mendistribusikan beban roda ke pondasi perkerasan yang ada di
bawahnya, yaitu lapis pondasi bawah (subbase) dan tanah dasar (subgrade).
Lapis pondasi atas harus memiliki kualitas yang baik dan ketebalan yang
cukup untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tanah dasar (subgrade),

20
menahan tegangan yang terdapat pada pondasi atas itu sendiri, tahan terhadap
beban vertikal agar tidak terjadi penurunan. Untuk lapis pondasi atas
disyaratkan nilai minimal CBR 80. Kualitas lapis pondasi atas tergantung dari
komposisi bahan lapis perkerasan, bentuk material dan pemadatan. FAA
mensyaratkan dalam Advisory Circular AC 150/5320-6D beberapa jenis
material yang dapat berfungsi sebagai lapis pondasi atas dengan beban desain
30.000 pounds (14.000 kg) atau lebih adalah sebagai berikut:
1) Item P-208 – Aggregate Base Course
2) Item P-209 – Crushed Aggregate Base Course
3) Item P-211 – Lime Rock Base Course
4) Item P-304 – Cement Treated Base Course
5) Item P-306 – Econocrete Subbase Course
6) Item P-401 – Plant Mix Bituminous Pavements
c. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis pondasi bawah adalah untuk menyempurnakan bagian dari fungsi
struktur perkerasan lentur yang mempunyai nilai CBR tanah dasar yang
kurang dari 20. Lapis pondasi bawah berfungsi sama dengan lapis pondasi
atas, akan tetapi karena beban yang diterima lebih kecil dari lapis pondasi
atas maka persyaratan bahan lapis keras untuk lapis pondasi bawah tidak
seketat pada lapis pondasi atas.
Untuk menjaga kualitas komponen, gradasi, kontrol terhadap manipulasi
matrial FAA dalam Advisory Circular AC 150/5320-6D mensyaratkan
berbagai material yang dapat digunakan sebagai lapis pondasi bawah untuk
beban desain 30.000 pounds (14.000 kg) atau lebih sebagai berikut:
1) Item P-154 – Subbase Course
2) Item P-210 – Caliche Base Course
3) Item P-212 – Shell Base Course
4) Item P-213 – Sand Clay Base Course
5) Item P-301 – Soil Cement Base Course
d. Tanah Dasar (Subgrade)
Tegangan yang diterima oleh tanah dasar akibat beban lebih kecil dibanding
surface, base course dan subbase course karena besarnya tegangan berkurang
sesuai dengan bertambahnya kedalaman. Beban roda dilimpahkan ke
perkerasan melalui bidang kontak roda P0 yang diterima oleh lapis permukaan
dan disebarkan ke subgrade menjadi P1 yang lebih kecil daripada daya
dukung tanah dasar. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.4.

21
Gambar TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.4 Distribusi
Tegangan Beban pada Perkerasan

Kekuatan struktur dapat berkurang akibat bercampurnya material base dan


subbase dengan tanah yang ada pada lapisan subgrade. Proses pencampuran
ini dapat terjadi selama pelaksanaan perkerasan dan selama perkerasan
dibebani. Stabilisasi dengan kimiawi dan makanis terhadap base dan subbase
dapat digunakan untuk mengurangi terkontaminasinya agregat. Untuk
pencegahan lebih lanjut juga akan lebih efektif bila menggunakan geotekstil
untuk memisahkan butir tanah halus dengan agregat yang ada di atasnya.
Struktur perkerasan landas pacu berhubungan dengan daya dukungnya
terhadap bobot maksimum tinggal landas pesawat (MTOW). Perkerasan
lentur sangat cocok digunakan untuk mendukung beban dinamik yang ada di
Bandar udara (beban pesawat bergerak), disamping itu pemeliharaan berkala
untuk jenis perkerasan lentur relatif lebih mudah dibanding dengan perawatan
untuk perkerasan kaku. Keawetan roda pesawat terhadap keausan akibat
gesekan antar roda pesawat dengan permukaan landas pacu untuk jenis
perkerasan lentur lebih lama dibanding dengan keausan roda pesawat di atas
perkerasan kaku. Selain itu juga kenyamanan penumpang dan crew pesawat
saat melakukan take-off maupun landing lebih nyaman di perkerasan lentur.

22
2.10 Pelapisan Ulang dan Rekonstruksi

Pelapisan ulang (overlay) atau rekonstruksi pada perkerasan bandar udara dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
a. Masa pelayanan umur rencana pada perkerasan awal telah habis sehingga
terjadi kerusakan pada perkerasan.
b. Adanya kelebihan beban (overloading) pada tebal perkerasan yang harus di
tahan oleh runway sehingga pesawat membutuhkan kekuatan yang lebih.

Penilaian kondisi eksisting perkerasan adalah sangat penting dalam perencanaan


pelapisan ulang atau rekonstruksi pada perkerasan untuk mendapatkan performa
yang baik dari perkerasan. Penilaian kondisi existing meliputi ketebalan, kondisi
dan kekuatan masing-masing lapisan, klasifikasi tanah dasar (subgrade) dan
beberapa perkiraan integritas antar struktur perkerasan.

Pemilihan bahan lapis perkerasan sebagai bahan overlay dilaukan dengan


mempertimbangkan biaya pembuatan overlay dan juga biaya perawatan setelah
perkerasan tersebut beroperasi. Secara umum overlay atau rekonstruksi pada
landasan pacu terdiri dari:
a. Portland Cement Concrete
b. Bituminous Concrete

23
Gambar TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.5 Tipe-Tipe
Overlay pada Perkerasan Lentur dan Kaku

Menurut FAA overlay terdiri dari beberapa macam jenis seperti terlihat pada
Gambar 2.4, dengan ketentuannya adalah sebagai berikut:
a. Overlay Pavement
Konstruksi perkerasan yang sama berada di atas perkerasan existing.
b. Hot Mix Asphalt Overlay
Hot mix diletakkan pada bagian atas perkerasan existing.
c. Concrete Overlay
Portland cement concrete diletakkan di atas perkerasan existing.
d. Sandwich Pavement
Overlay perkerasan yang terdiri dari lapisan granular yang berada di antara
lapisan baru dan lapisan perkerasan lama kedap air.

Aerodrome Design Manual Part 3 (1983) menganjurkan menggunakan kurva


dasar perkerasan flexible yang tersedia untuk menentukan perkerasan yang

24
dibutuhkan untuk beban dan jumlah yang diinginkan dari ekivalen perencanaan
keberangkatan. Nilai CBR dibutuhkan untuk material subgrade dan subbase.

Ketebalan perkerasan subgrade, subbase, dan base course minimum yang


dibutuhkan harus dibandingkan dengan perkerasan yang ada untuk menentukan
overlay yang dibutuhkan. Bahan lapisan base course dan subbase course perlu
distabilisasi untuk mendapatkan kekuatan lapisan yang lebih baik. Manfaat yang
diperoleh dari overlay yang distabilisasi pada lapisan lentur adalah membagi tebal
lapisan yang di dapat dengan faktor ekivalen sehingga didapat lapisan yang lebih
tipis. Faktor ekivalen untuk konversi lapisan-lapisan dapat dilihat pada Tabel 2.1
dan 2.2.

Tabel TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.1 Ekivalensi Faktor


Range Stabilisasi Subbase

No. Material Faktor Ekivalen


1 P-208 – Aggregate Base Course 1,0 – 1,5
2 P-209 – Crushed Aggregate Base
1,2 – 1,8
Course
3 Item P-211 – Lime Rock Base Course 1,0 – 1,5
4 P-301 – Soil Cement Base Course 1,0 – 1,5
5 P-304 – Cement Treated Base Course 1,6 – 2,3
6 P-306 – Econocrete Subbase Course 1,6 – 2,3
7 P-401 – Plant Mix Bituminous Pavements 1,7 – 2,3
Sumber: FAA, AC No. 150/5320-6D (1995)

Tabel TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.2 Ekivalensi Faktor


Range Stabilisasi Base

No. Material Faktor Ekivalen


1 P-208 – Aggregate Base Course 1,0 – 1,5
2 P-211 – Lime Rock Base Course 1,2 – 1,8
3 P-304 – Cement Treated Base Course 1,0 – 1,5
4 P-306 – Econocrete Subbase Course 1,0 – 1,5
5 P-401 – Plant Mix Bituminous Pavements 1,6 – 2,3

Menentukan tebal overlay tipe lentur atau bitumen pada perkerasan lentur
menggunakan metode pendekatan yang sama digunakan oleh Corp of Engineers
dan FAA. Tebal perkerasan untuk beban roda yang baru dihitung dengan anggapan

25
bahwa perkerasan yang ada diabaikan. Tebal lapis ulang perkerasan lentur adalah
sama dengan selisih dengan selisih antara tebal yang dihitung dengan tebal
perkerasan yang ada. Corp of Engineers menganjurkan ketebalan minimum
overlay 4 inch dan FAA menganjurkan ketebalan minimum overlay 3 inch.

2.11 Analisa Tebal Perkerasan dengan Metode Manual FAA

Perencanaan tebal perkerasan lentur (flexible pavement) landas pacu menurut


metode FAA mengacu pada Advisory Circular – Airport Pavement Design and
Evaluation AC 150/5320 – 6D. Metode perencanaan perkerasan yang
dikembangkan oleh FAA pada dasarnya analisa statistik perbandingan-
perbandingan kondisi lokal dari tanah, sistem drainase, cara pembebanan untuk
berbagai tingkah laku beban. Parameter-parameter yang dibutuhkan untuk
perencanaan perkerasan meliputi maximum take off weight (MTOW), konfigurasi
dan ukuran roda pendaratan, luas bidang kontak dan tekanan ban, volume lalu
lintas. Untuk perhitungan manual kurva-kurva perencanaan disajikan untuk roda
pendaratan tunggal, roda ganda, susunan tandem ganda (dual tandem) dan
pesawat berbadan lebar.

Langkah awal penentuan tebal perkerasan adalah menentukan ramalan


keberangkatan tahunan setiap jenis pesawat dan mengelompokkannya menurut
konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat berbadan sempit dan untuk pesawat
berbadan lebar sesuai tipe pesawat. Hasil peramalan volume tiap pesawat
diproyeksikan 20 tahun ke depan berdasarkan umur rencana pada metode FAA.
Metode proyeksi yang digunakan disesuaikan dengan kondisi perekonomian
negara.

Hasil proyeksi tiap-tiap jenis pesawat ditentukan tipe pesawat yang merupakan
pesawat desain rencana. Pesawat desain rencana adalah pesawat yang
membutuhkan ketebalan perkerasan yang terbesar dan bukan berarti pesawat
terberat yang akan beroperasi di bandar udara karena hal ini juga tergantung pada
volume lalu lintas tahunan. Tebal perkerasan diperoleh dari grafik penentuan tebal
perkerasan yang sesuai dengan tipe pesawat desain rencana dengan menggunakan

26
masukan data keberangkatan tahunan (annual departure), CBR subgrade dan
berat pada roda pendaratan tiap pesawat.

Pesawat yang beroperasi di bandar udara mempunyai konfigurasi pendaratan yang


berbeda. Untuk menentukan keberangkatan tahunan ekivalen untuk tiap jenis
pesawat yang berhubungan dengan konfigurasi roda dari pesawat desain rencana
diperlukan faktor pengali untuk keberangkatan tahunan. Faktor pengali untuk
ekivalensi keberangkatan tahunan diberikan dalam Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

Tabel TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.3 Standar Penamaan


Konfigurasi Jenis Pesawat

Tipe Roda
Konfigurasi Roda Pesawat Contoh Jenis Pesawat
Pesawat

S Sngl Whl-45
Single Wheel Main Gear

D B737-100
Dual Wheel Main Gear

2D B767-200

Dual Wheel in Tandem Main Gear

2D/D1 DC10-30/40
Two Dual Wheels in Tandem Main
Lanjutan Tabel 2.3 Standar Penamaan Konfigurasi Jenis Pesawat
Gear/Dual Wheel Body Gear

3D B777-200

3D - Three Dual Wheels in Tandem Main


Gear

27
Tipe Roda
Konfigurasi Roda Pesawat Contoh Jenis Pesawat
Pesawat

2D/2D1 A340-600 std


2D/2D1 Two Dual Wheels in Tandem
Main Gear/Two Dual Wheels in Tandem
Body Gear

2D/2D2 B747-400

Two Dual Wheels in Tandem Main


Gear/Two Dual Wheels in Tandem Body
Gear

2D/3D2 A380-800

Two Dual Wheels in Tandem Main


Gear/Three Dual Wheels in Tandem Body
Gear
Sumber: Advisor Circular AC 150/5320-6

Tabel TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.4 Faktor Ekivalensi


Keberangkatan Pesawat Rencana

Konfigurasi Roda Konfigurasi Roda


Faktor Ekivalensi
No. Pendaratan Pesawat Pendaratan Pesawat
Keberangkatan
Sebenarnya Rencana
1 Single Wheel Dual Wheel 0,8
2 Single Wheel Dual Tandem 0,5

28
3 Dual Wheel Single Wheel 1,3
4 Dual Wheel Dual Tandem 0,6
5 Dual Wheel Single Wheel 2,0
6 Dual Tandem Dual Wheel 1,7
7 Double Dual Tandem Dual Tandem 1,0
8 Double Dual Tandem Dual Wheel 1,7
Sumber: FAA AC No. 150/5320 – 6D (1995)

Berat lepas landas maksimum (MTOW) pada setiap pesawat digunakan beban
roda (wheel load) pesawat dihitung dengan asumsi 95% dari gross weight pesawat
ditumpu oleh roda pendaratan utama (main landing gear) dan 5% oleh roda depan
(nose gear), dapat dirumuskan sebagai berikut:

MTOW  95%
W  ………………………………………….………………..(2.7)
JumlahRoda

Bagi pesawat berbadan lebar yang mempunyai konfigurasi roda pendaratan yang
sangat berbeda dengan peswat lain, pengaruh relatif terhadap perkerasan
diperhitungkan dengan menggunakan berat lepas landas kotor 300.000 pounds
dan susunan roda pendaratan tandem ganda untuk analisis keberangkatan
ekivalen. Meskipun demikian, digunakan kurva untuk pesawat rencana guna
menentukan tebal perkerasan yang dibutuhkan.

Untuk menghitung beban roda pesawat rencana dapat dirumuskan seperti pada
persamaan berikut ini.

MTOW 95%
pesawatren cana
W  …………………………………………….…..
JumlahRodapesawatren cana

(2.8)

Keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat rencana ditetapkan dengan


menjumlahkan keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat dalam kelompok
yang didapat dari persamaan berikut ini.

Keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat rencana ditetapkan dengan


menjumlahkan keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat dalam kelompok
yang didapat dari persamaan berikut ini.

29
0,5
W 
log R1  log R2  2  ……………………………...…………………………
 W1 
(2.9)

dengan,
R1 = keberangkatan tahunan ekivalen oleh pesawat rencana
R2 =jumlah keberangkatan tahunan oleh pesawat berkenaan dengan
konfigurasi roda pendaratan pesawat rencana
W1 = beban roda pesawat rencana
W2 = beban pesawat yang sedang diubah

Untuk nilai ekivalen keberangkatan tahunan (equivalent annual departure)


pesawat rencana lebih dari 25.000 atau yang memiliki tingkat kedatangan yang
tinggi, tebal total perkerasan harus dinaikkan sesuai Tabel 2.5.

Tabel TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.5 Nilai Presentase


Tebal Perkerasan Frekuensi Tinggi

No. Tingkat Keberangkatan Tahunan Presentase Ketebalan dari


Keberangkatan Tahunan
1 50.000 104
2 100.000 108
3 150.000 110
4 200.000 120
Sumber: FAA, AC No. 150/5320-6D (1995)

Ukuran kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam nilai CBR, demikian juga pada
kualitas bahan yang akan dipakai untuk tebal lapis keras. Tebal total lapis
perkerasan bisa dihitung dengan menggunakan grafik FAA, AC No. 150/5320-6D
yang paling sesuai dengan jenis pesawat terbang rencana dengan memilih nilai
CBR subgrade yang kemudian dihubungkan dengan berat pesawat terbang
rencana (W1) dan kemudian dengan equivalent annual departure pesawat terbang
rencana (R1) sehingga diperoleh tebal perkerasan yang dibutuhkan di atas
subgrade.

Proses penentuan tebal perkerasan yang dibutuhkan di atas lapis subbase course
sama dengan proses penentuan tebal perkerasan total tetapi nilai CBR yang

30
digunakan subbase course. Tebal subbase course adalah selisih antara tebal total
yang dibutuhkan di atas subbase course.

Tebal surface course ditentukan berdasarkan catatan yang terdapat pada grafik
yang dipakai (tebal minimum surface course adalah 4 inch untuk daerah kritis dan
3 inch dan jika ada pesawat berkonfigurasi triple dual tandem maka ketebalan
minimum yang dibutuhkan adalah 5 inch). Tebal base course diperoleh dengan
mengurangkan tebal yang dibutuhkan di atas subbase course dengan tebal surface
course. Tebal base course ini harus dibandingkan dengan tebal minimum base
course yang dibutuhkan berdasarkan Tabel 2.6.

Tabel TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.6 Ketebalan Minimum


Base Course

Minimum Base
Design Design Load Range
Course Thickness
Aircraft
lbs kg in mm
30.000-50.000 13.600-22.700 4 100
Single Wheel
50.000-75.000 22.700-34.000 6 150
50.000-100.000 22.700-45.000 6 150
Dual Wheel
100.000-200.000 45.000-90.700 8 200
100.000-250.000 45.000-113.400 6
Lanjutan Tabel 2.6 Ketebalan Minimum Base Course 150
Dual Tandem
250.000-400.000 113.400-181.000 8 200
757
200.000-400.000 90.700-181.000 6 150
767
DC-10 400.000-600.000 181.000-272.000 8 200
LC1011
400.000-600.000 181.000-272.000 6 150
B-747
600.000-850.000 272.000-385.700 8 200
75.000-125.000 34.000-56.700 4 100
C-130
125.000-175.000 56.700-79.400 6 150
Sumber: FAA AC No. 150/5320-6D (1995)

Grafik perencanaan tebal perkerasan pada lampiran dipakai untuk menentukan


tebal perkerasan total “T” dan kebutuhan tebal surface course. Untuk base course
dan subbase course dipakai ketebalan 0,9T karena lapisan ini non kritis,
sedangkan tebal surface course dipakai nilai seperti apa yang didapat dari grafik.

31
Lapisan base course pada bagian transisi, ketebalan T direduksi sampai 0,7T saja,
tetapi subbase harus dipertebal sehingga permukaan satu dan yang lain saling
seimbang, aliran air permukaan lancar. Penampang melintang perkerasan landas
pacu lihat pada gambar 2.5.

Gambar TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.6 Penampang


Melintang Perkerasan Runway

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas langkah-langkah dalam


menghitung tebal perkerasan runway dengan menggunakan metode FAA adalah
sebagai berikut:
a. Menentukan ramalan keberangkatan tahunan dari tiap tipe pesawat.
b. Menentukan pesawat desain rencana, yaitu pesawat yang membutuhkan lapis
perkerasan paling tebal.
c. Menghitung equivalent annual departure.
d. Menentukan CBR tanah dasar dan lapis keras.
e. Menentukan tebal lapis keras dengan menggunakan grafik sesuai pesawat
desain rencana.
f. Menghitung tebal tiap bagian lapis keras dengan memperhatikan syarat
minimum tebal lapis pondasi.

2.12 Analisa Tebal Perkerasan Metode FAARFIELD

Federal Aviation Administration Rigid and Flexible Iterative Elastic Layered


Design (FAARFIELD) merupakan suatu program komputer untuk mendesain tebal
perkerasan lentur maupun kaku pada landas pacu bandar udara. FAARFIELD juga

32
mendesain tebal overlay perkerasan lentur dan kaku. Prosedur perhitungan desain
ketebalan dalam program ini berdasarkan metode FAA-AC No. 150/5320-6E.

Metode FAARFIELD adalah aplikasi software terbaru yang merupakan


penyempurnaan dari LEDFAA yang prinsip kerjanya hampir sama. Metode
FAARFIELD direkomendasikan oleh FAA untuk menghitung desain ketebalan
perkerasan berdasarkan metode layer elastic design yang pada awalnya digunakan
untuk menghitung pengaruh terhadap perkerasan yang ditimbulkan oleh pesawat
yang menggunakan konfigurasi roda yang kompleks seperti Boeing-777 dan
Airbus A-380 yang menggunakan tipe gear triple dual tandem (TDT) yang pada
metode manual FAA tidak disediakan nomogram yang menyertakan tipe gear,
tekanan ban, beban roda untuk pesawat terbaru, akan tetapi dalam
perkembangannya metode FAARFIELD juga digunakan sebagai desain alternatif
untuk pesawat yang lain dalam lalu lintas bercampur.

FAARFIELD versi V 1.41 yang di release pada Desember 2016 merupakan versi
terbaru dari versi sebelumnya yaitu V 1.305. Dalam software FAARFIELD
terdapat 3 sub program yaitu:
a. Layer Elastic Analysis (LEAF)
b. 3D Finite Element Analysis (NIKE 3d)
c. 3D Mesh Generation (INGRID)

Pemodelan struktur dalam FAARFIELD kedua layer elastis (LEAF) dan 3D-FEM
digunakan dalam melakukan perencanaan tebal lapis perkerasan. Dalam desain
perkerasan lentur (flexible pavement design), LEAF digunakan untuk semua
perhitungan struktural dan untuk perkerasan lentur 3D-FEM tidak mempunyai
fungsi apapun dalam perencanaan. Dalam desain perkerasan kaku (rigid pavement
design), LEAF digunakan untuk menghasilkan ketebalan awal dan iterasi akhir
dilakukan oleh 3D-FEM. Dekstop kerja FAARFIELD dapat dilihat pada Gambar
2.7 di bawah ini.

33
Gambar TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.7 Dekstop Kerja
Program FAARFIELD

Proses desain pada FAARFIELD meliputi 2 macam tipe kehancuran yaitu


tegangan vertikal pada subgrade yang menyebabkan terjadinya rutting dan
tegangan horizontal pada surface course yang menyebabkan cracking. Untuk
menggunakan program FAARFIELD tidak dibutuhkan pesawat desain kritis
karena program ini dapat menghitung efek kerusakan pada perkerasan yang
ditimbulkan oleh masing-masing pesawat yang disebut cumulative damage factor
(CDF). Nilai CDF menggambarkan kelelahan perkerasan setelah dipakai selama
umur perkerasan atau menggambarkan perbandingan antara repetisi beban dengan
batas maksimal repetisi beban yang diperbolehkan sebelum terjadi kehancuran
pada perkerasan. Persamaan CDF dapat dilihat pada persamaan berikut ini.

Jumlah Repetisi Beban


CDF  …………………………..………..(2.10)
Batas Maksimal Repetisi Beban

(Annual Departures) x (Life in Year)


CDF  ……….………..……..
(Pass/Coverage Raio) x (Coverage Failure)

(2.11)

34
Applied Coverage
CDF  ………………………………..………………..(2.12)
Coverage Failure

dengan,
CDF = 1; Perkerasan dapat dipakai selama umur pelayanan dan akan mengalami
kerusakan setelah umur rencana habis.
CDF ˂ 1; Setelah dipakai selama umur pelayanan perkerasan masih mempunyai
sisa umur pelayanan.
CDF ˃ 1; Perkerasan akan mengalami keruskaan sebelum umur pelayanan habis.

Pada umumnya dalam mencari ketebalan perkerasan dengan menggunakan


aplikasi software FAARFIELD terdapat 2 modifikasi input data yaitu:
a. Modifikasi Struktur
Langkah awal dalam menjalankan program FAARFIELD yaitu memodifikasi
setiap lapis perkerasan sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan dengan
memasukkan input komposisi tiap lapisan, ketebalan masing-masing lapisan
dan modulus elastisitas tiap lapisan. Komposisi lapisan dapat ditukar sesuai
dengan kebutuhan yang terdapat dalam program ini sesuai dengan
persyaratan dari FAA yaitu:
1) Hotmix Asphalt Surfacing
Untuk lapis permukaan ini yang disyaratkan FAA yaitu item P-401 (Plant
Mix Bitumnous Pavement) dengan ketebalan minimum 5 inch (127 mm)
untuk lalu lintas bercampur yang disertai pesawat dengan tipe gear dual
tandem (TDT), apabila tidak terdapat jenis pesawat tersebut dapat
digunakan ketebalan minimum yang terdapat dalam nomogram pada
metode manual FAA. Nilai modulus elastisitas untuk lapis permukaan
telah ditentukan dalam program sebesar 200.000 psi (1.380 MPa).
2) Base Course
Ketebalan minimum untuk base course adalah 5 inch apabila di dalam
lalu lintas bercampur terdapat pesawat dengan tipe gear triple dual
tandem (TDT). Program FAARFIELD memberi 2 jenis stabilisasi untuk
lapisan base course yaitu dengan item P-401 (bitominous base) dan
stabilisasi bentuk lain seperti kapur atau semen. Bitomious base
mempunyai nilai modulus elastisitas 400.000 psi (2.760 MPa). Stabilisasi
base course dengan bentuk lain mempunyai nilai modulus sekitar
150.000-400.000 psi, nilai ini mendekati dari nilai faktor ekivalensi 1,2-

35
1,6 pada metode CBR desain. Untuk lalu lintas bercampur dimana
MTOW pesawat melebihi 100.000 lbs (45.350 kg) yang tidak terdapat
pesawat dengan tipe gear TDT maka stabilisasi tidak diperlukan. Nilai
minimum untuk base course adalah 100%.
3) Subbase Course
Subbase dapat terdiri dari material agregat seperti P-209 (crushed
aggregate base course), P-208 (aggregate base course), dan P-154
(subbase course) atau material pilihan seperti P-401 (plant mix
bituminous pavement), P304 (cement treated base course), P-
306(econocrete subbase course). Ketebalan minimum untuk tujuan
struktural adalah 3 inch (76 mm). Lalu lintas bercampur dimana MTOW
pesawat melebihi 100.000 lbs (45.350 kg) dimana tidak terdapat pesawat
dengan tipe gear TDT maka stabilisasi tidak diperlukan. Nilai CBR
minimum untuk subbase course adalah 35%.
4) Subgrade
Ketebalan untuk lapisan tanah dasar (subgrade) tidak terbatas dan
karakteristik tanah dasar tergantung pada nilai modulus atau nilai CBR.
FAARFIELD dapat mengkonversi nilai CBR menjadi nilai modulus
elastisitas dengan persamaan di bawah ini.

MR  CBR  1.500 psi …………………………………...…………..


(2.13)
Tipe lapisan dalam program FAARFIELD dapat diganti sesuai dengan
kondisi eksisting di lapangan. Beberapa tipe lapisan yang terdapat di
dalam software FAARFIELD adalah sebagai berikut:
a) Aggregate
Lapisan aggregate terdiri dari jenis P-209 (crushed) dan P-154
(uncrushed).
b) Asphalt (All P-401)
Lapisan aphalt terdiri dari jenis surface dan overlay.
c) Stabilized (Flexible)
Lapisan stabilized (flexible) terdiri dari variable dan P-401 (asphalt).
d) PCC (All P-501)
Lapisan PCC terdiri atas pilihan surface, overlay fully unbounded,
overlay partially bonded, dan overlay on flexible.
e) Stabilized (Rigid)

36
Lapisan stabilized rigid terdiri dari variable, P-301 (soil cement base).
P-304 (cement treated base) dan P-306 (econocrete subbase).
Desain umur rencana dalam program FAARFIELD dapat diubah sesuai
dengan kebutuhan antara 1 – 50 tahun, tetapi desain umur rencana yang
dianjurkan/standar dari software ini adalah 20 tahun.
b. Modifikasi Pesawat
Data pesawat yang akan beroperasi pada landasan pacu yang akan
direncanakan sangat penting untuk mengetahui ketebalan landas pacu agar
mampu melayani lalu lintas pesawat selama umur rencana. FAARFIELD
menyediakan bermacam-macam tipe pesawat dalam library aircraft dengan
variabel pesawat yang sudah ditentukan tetapi juga terdapat variabel dari
pesawat yang dapat diubah sesuai dengan karakteristik pesawat rencana.
Variabel-variabel yang terdapat dalam modifikasi pesawat dalam
FAARFIELD adalah sebagai berikut:
1) Gross Load (MTOW)
Gross load adalah beban pesawat saat melakukan take off yang
diasumsikan sebagai beban terberat pesawat karena dalam melakukan take
off pesawat membawa penumpang dan crew pesawat selain itu juga bahan
bakar yang penuh. Variabel ini dapat digantikan dengan nilai tertentu
sesuai dengan kondisi pesawat yang beroperasi di lapangan.
2) Annual Departure
Annual departure adalah jumlah keberangkatan pesawat dalam 1 tahun
atau jumlah kedatangan tahunan dari pesawat. Variabel ini dapat diganti
sesuai dengan kondisi untuk dianalisis.
3) Percent Annual Growth
Percent Annual Growth adalah prosentase dari pertumbuhan lalu lintas
pesawat yang beroperasi di landas pacu yang akan direncanakan. Variabel
ini dapat digantikan sesuai dengan pertumbuhan pergerakan yang ada.
4) Total Life Time Departure
Total life time departure adalah nilai dari perkalian annual departure
dengan umur rencana perencaan perkerasan. Variabel ini sudah dihitung
otomatis dalam software FAARFIELD sesuai dengan persamaan di bawah
ini.

 b L 
N  1    a  L …………………………………………...….(2.13)
 200 

dengan,

37
N = total kedatangan
L = umur rencana perkerasan
a = jumlah kedatangan tahunan
b = prosentase pertumbuhan
5) Design Gear
Design Gear adalah karakteristik dari gear pesawat yang terdiri dari tire
pressure, percent gross load, dual-wheel spacing, tandem-wheel spacing,
tire contact width, tire contact length, yang nilainya sudah ditentukan
berdasarkan persyaratan masing-masing pesawat yang disudah disetujui
oleh FAA.
6) P/C
Nilai P/C untuk masing-masing pesawat sudah ditentukan dalam software
FAARFIELD. Nilai ini berdasarkan tire contact length, tire contact width
dan dihitung berdasarkan asumsi pola pergerakan pesawat pada bagian
perkerasan berdistribusi normal dengan standar deviasi 30,5 inch
(diekivalenkan terhadap operasi pesawat pada taxiway).

Input jumlah jenis pesawat dalam FAARFIELD dalam perencanaan tebal lapis
perkerasan adalah maksimum 20 jenis pesawat. Kelompok-kelompok jenis
pesawat yang terdapat dalam aircraft library di FAARFIELD adalah sebagai
berikut:
1) Generic, yang terdiri dari berbagai macam tipe pesawat dengan tipe gear
single wheel, dual-wheel, dan dual tandem.
2) Airbus
3) Boeing
4) MCDonnall Douglas
5) Other Commercial
6) Military

2.13 Parameter Penentu Tebal Perkerasan

Parameter penentu tebal perkerasan adalah data frekuensi rencana penerbangan


masing-masing jenis pesawat udara dengan disertai data karakteristik dari masing-
masing jenis pesawat udara. Dimulai dengan menentukan jenis pesawat rencana
dan nilai keberangkatan tahunan ekivalen yaitu pesawat udara yang membutuhkan
tebal perkerasan terbesar dengan frekuensi maksimal. Umumnya dalam
perencanaan bandar udara dibutuhkan data frekuensi rencana 20 tahun ke depan.
Jika hanya terdapat selama 5 tahun maka data tersebut perlu di regresi linier untuk

38
dapat menunjukkan data rencana 20 tahun ke depan. Karena pesawat udara yang
beroperasi di bandar udara mempunyai konfigurasi roda pendaratan yang berbeda,
maka perlu menentukan keberangkatan tahuanan ekivalen dari pesawat udara
rencana dengan konfigurasi roda tertentu. Keberangakatan tahunan ekivalen dari
pesawat rencana ditetapkan dengan menjumlahkan nilai keberangkatan tahunan
ekivalen setiap jenis pesawat dalam kelompok 1 tahun.

2.14 Kelebihan dan Kekurangan Metode FAA

Kelebihan metode FAA ini adalah analisa satistik perbandingan kondisi lokal dari
tanah dimana metode ini memberikan gambaran secara lengkap dan detail
mengenai kondisi dan jenis-jenis tanah yang akan dihadapi di lapangan serta
metode ini cocok dipakai untuk segala cuaca dan berbagai kelas tanah yang ada di
lapangan. Metode ini memberikan gambaran secara lengkap dan detail mengenai
kondisi dan jenis-jenis tanah yang akan dihadapi di lapangan. Metode ini cocok
dipakai untuk segala cuaca dan berbagai kelas tanah yang ada di lapangan. Di
segala Negara, metode ini dapat diaplikasikan dengan berbagai jenis cuaca dan
kondisi tanah yang ada, perhitungannya pun tidak rumit. Sedangkan
kekurangannya adalah dalam hal memperhitungkan investigasi kekuatan daya
dukung tanah dasar dimana metode ini hanya memperhitungkan statistik
perbandingan kondisi lokal dari tanah yang dihadapi di lapangan.

39
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Indonesia mendapat julukan negara kepulauan karena terdiri dari pulau-pulau


besar dan kecil yang tersebar dari Sabang dari Merauke. Papua merupakan salah
kepulauan atau provinsi terbesar di Indonesia dengan luas 319.036,05 km 2. Papua
terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota dengan Jayapura merupakan kabupaten/kota
terkecil dan Merauke merupakan kabupaten/kota terbesar. Batas-batas
administratif Papua adalah sebagai berikut dan dapat dilihat pada Gambar 3.1.
a. Utara : berbatasan dengan Samudera Pasifik
b. Selatan : berbatasan dengan Laut Arafuru
c. Barat : berbatasan dengan Provinsi Papua Barat
d. Timur : berbatasan dengan Papua New Guinea

Gambar METODE PENELITIAN.8 Wilayah Administratif Papua (Sumber: Atlas


Administratif Indonesia)

40
Bandar udara sendiri tersebar hampir di seluruh wilayah kabupaten/kota di Papua
yang jumlahnya ratusan. Bandar udara Frans Kaisepo di Biak, Sentani di
Jayapura, Timika dan Merauka merupakan bandara besar yang mampu melayani
pesawat besar dan penerbangan dari kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya,
Bali, Makassar, dan lain-lain. Sedangkan bandar udara yang lainnya masih
merupakan landasan udara kecil yang hanya mampu melayani pesawat-pesawat
kecil. Berikut ini nama-nama Bandara yang ada di Provinsi Papua sesuai dengan
Daftar Lampiran II Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun 2013
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional:

Tabel METODE PENELITIAN.7 Daftar Bandar Udara di Provinsi Papua

Penggunaan Hierarki Klasifikasi


BANDAR KOTA /
NO Bandar Udara Bandar Udara Landas Pacu
UDARA LOKASI
2020 2030 2020 2030 2020 2030
192 Frans Kaisiepo Biak Int’I Int’I PT PT 4D 4D
193 Sentani Jayapura Int’I Int’I PS PS 4D 4D
194 Mopah Merauke Int’I Int’I PS PS 4D 4D
195 Ubrub Kab. Keerom Dom Dom P P 2B 2C
196 Dabra Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Mamberamo
Raya
197 Yuruf Kab. Keerom Dom Dom P P 2B 2C
198 Molof Kab. Keerom Dom Dom P P 2B 2C
199 Kamur Kab. Asmat Dom Dom P P 1B 2C
200 Kimam Kan. Merauke Dom Dom P P 1B 2C
201 Elelim Kab. Yalimo Dom Dom P P 2C 2C
202 Bomakia Kab. Boven Dom Dom P P 2C 2C
Digoel
203 Senggeh Kab. Keerom Dom Dom P P 2B 2C
204 Manggelum Kab. Boven Dom Dom P P 2C 3C
Digoel
205 Wamena Kab. Jayawijaya Dom Dom PT PT 4C 4C
206 Kelila Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Mamberamo
Raya
207 Kiwirok Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Pegunungan
Bintang
208 Bilorai Kab. Intan Jaya Dom Dom P P 2B 2C
209 Bilai Kab. Intan Jaya Dom Dom P P 2B 2C
210 Kebo Kab. Paniai Dom Dom P P 2C 2C
211 Akimuga Kab. Mimika Dom Dom P P 2B 2C
212 Enarotali Kab. Paniai Dom Dom P P 2C 2C
213 Mararena Kab. Sarmi Dom Dom P P 3C 3C

41
Lanjutan Tabel 3.1 Daftar Bandar Udara di Provinsi Papua

Penggunaan Hierarki Klasifikasi


BANDAR KOTA /
NO Bandar Udara Bandar Udara Landas Pacu
UDARA LOKASI
2020 2030 2020 2030 2020 2030
214 Tanah Merah Kab.Boven Dom Dom P P 2C 3C
Digoel
215 Mulia Kab. Puncak Dom Dom P P 2C 3C
Jaya
216 Oksibil Kab. Dom Dom P P 3C 3C
Pegunungan
Bintang
217 Moanamani Nabire Dom Dom P P 2C 2C
218 Mindip Tanah Kab. Boven Dom Dom P P 2B 2C
Digoel
219 Kepi Kab. Mappi Dom Dom P P 2B 3C
220 Kokonau Kab. Mimika Dom Dom P P 2B 2C
221 Bokondini Kab. Jayawijaya Dom Dom P P 2B 2C
222 Okaba Kab. Merauke Dom Dom P P 2B 3C
223 Numfor Kab. Biak Dom Dom P P 3B 2C
Numfor
224 Ilaga Kab. Puncak Dom Dom P P 2B 2C
225 Illu Kab. Puncak Dom Dom P P 2C 2C
Jaya
226 Tiom Kab. Lanni Jaya Dom Dom P P 2B 2C
227 Ewer Kab. Asmat Dom Dom P P 2B 2C
228 Batom Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Pegunungan
Bintang
229 Bade Kab. Mappi Dom Dom P P 2B 2C
230 Lereh Kab. Keerom Dom Dom P P 2B 2C
231 Karubaga Kab. Tolikara Dom Dom P P 3C 3C
232 Obano Kab. Paniai Dom Dom P P 2C 2C
233 Senggo Kab. Mappi Dom Dom P P 2B 2C
234 Mozes Timika Dom Dom PT PS 4D 4D
Kilangin
235 Taive II Kab. Tolikara Dom Dom P P 2B 2C
236 Yahukimo Kab. Yahukimo Dom Dom P P 4C 4C
237 Sudjarwo Serui Kab. Kep. Dom Dom P P 2B 2C
Tj./Ros Bori/ Yapen
Kamanap Baru
238 Nabire / Douw Kab. Nabire Dom Dom PT PT 2B 3C
Aturure
(Nabire Baru)
239 Waghete/Wagh Kab. Deiyai Dom Dom P P 3C 3C
ete Baru
240 Sinak/Sinak Kab. Puncak Dom Dom P P 3C 3C
Baru Jaya
241 Aboyaga Kab. Nabire Dom Dom P P 2B 2C
242 Aboy Pegunungan Dom Dom P P 2B 2C
Bintang
243 Yaniruma Kab. Boven Dom Dom P P 2B 2C
Digoel

42
Lanjutan Tabel 3.1 Daftar Bandar Udara di Provinsi Papua

Penggunaan Hierarki Klasifikasi


BANDAR KOTA /
NO Bandar Udara Bandar Udara Landas Pacu
UDARA LOKASI
2020 2030 2020 2030 2020 2030
244 Koroway Batu Kab. Boven Dom Dom P P 2B 2C
Digoel
245 Nop Goliat Kab. Yahukimo Dom Dom P P 2B 2C
Dekai
246 Sugapa Kab. Intan Jaya Dom Dom P P 2B 2C
247 Botawa Kab.Waropen Dom Dom P P 2B 2C
248 Fawi Kab. Puncak Dom Dom P P 2B 2C
Jaya
249 Apalapsili Kab. Yalimo Dom Dom P P 2B 2C
250 Borome Borome Dom Dom P P 2B 2C
251 Kobakma/Taria Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Membramo
Tengah
252 Kenyam Kab. Nduga Dom Dom P P 2B 2C
253 Beoga Kab. Intan Jaya Dom Dom P P 2B 2C
254 Jila Kab. Mimika Dom Dom P P 2B 2C
255 Jita Kab. Mimika Dom Dom P P 2B 2C
256 Potowai Kab. Mimika Dom Dom P P 2B 2C
257 Bilogai Kab. Intan Jaya Dom Dom P P 2B 2C
258 Tsinga Kab. Mimika Dom Dom P P 2B 2C
259 Alama Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Pegunungan
Bintang
260 Mapenduma Kab. Nduga Dom Dom P P 1B 2C
261 Paro Kab. Nduga Dom Dom P P 2B 2C
262 Mugi Kab. Nduga Dom Dom P P 2B 2C
263 Wangbe Kab. Puncak Dom Dom P P 2B 2C
264 Towehitam Kab. Keerom Dom Dom P P 2B 2C
265 Aboge Kab. Mappi Dom Dom P P 2B 2C
266 Okteneng Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Pegunungan
Bintang
267 Teraplu Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Pegunungan
Bintang
268 Bime Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Pegunungan
Bintang
269 Ambisibil Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Pegunungan
Bintang
270 Sinalak Kab. Mimika Dom Dom P P 2B 2C
271 Seradala Kab. Yahukimo Dom Dom P P 2B 2C
272 Benawa Kab. Yahukimo Dom Dom P P 2B 2C
273 Kirihi Kab. Waropen Dom Dom P P 2B 2C
274 Mambramo Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Raya A Memberamo
Jaya

43
Lanjutan Tabel 3.1 Daftar Bandar Udara di Provinsi Papua
Penggunaan Hierarki Klasifikasi
BANDAR KOTA /
NO Bandar Udara Bandar Udara Landas Pacu
UDARA LOKASI
2020 2030 2020 2030 2020 2030
275 Mambramo Kab. Dom Dom P P 2B 2C
Raya B Memberamo
Jaya
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun 2013

Lokasi penelitian Proyek Akhir ini dilakukan di Pengembangan Bandar Udara


Korowai Batu yang berlokasi di Kampung Danauwage, Distrik Yanimura.
Kampung yang secara administratif masih berupa calon kampung ini terletak di
wilayah Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua. Bandar udara Korowai Batu
secara geografis terletak pada koordinat (THR 34) yaitu 5 12’ 52,6” S dan 140 1’
05,9” E. Kondisi Kampung Danauwage masih dalam kondisi sosio-ekonomi dan
kultural yang masih sangat sederhana. Pemukiman ini berada dalam wilayah yang
sangat terisolasi karena mobilisisasi orang dan barang dengan wilayah yang
lainnya belum ada fasilitas infrastruktur maupun infrastruktur transportasi yang
memadai. Transportasi yang ada hanyalah alur transportasi sungai melalui Sungai
Becking dengan menggunakan sampan-sampan kecil. Adanya Bandar Udara
Korowai Batu ini dapat menjadi moda transportasi penghubung masyarakat
Korowai Batu dengan wilayah yang lain yang lebih cepat dan efisien. Lokasi
Bandar Udara Korowai Batu dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.

Lokasi Penelitian
Korowai Batu
5°12'50.25"S
140° 1'24.14"E

Gambar METODE PENELITIAN.9 Lokasi Korowai Batu dalam Peta Papua


(Sumber: Google Earth)

44
Lokasi Penelitian
Korowai Batu
5°12'50.25"S
140° 1'24.14"E

Gambar METODE PENELITIAN.10 Lokasi Pengembangan Bandar Udara


Korowai Batu

Kabupaten Boven Digoel sendiri terdapat 7 bandar udara yang masih


dikategorikan bandara kecil atau perintis. Terdapat 3 bandara yang sudah rutin
disinggahi pesawat yaitu Bandara Tanah Merah yang terletak di ibu kota
kabupaten, Bandara Mindiptana yang terletak di Distrik Mindiptana dan Bandara
Bomakia yang terletak di Distrik Bomakia. Ketujuh bandar udara tersebut adalah
sebagai berikut dan dapat dilihat pada Gambar 3.3.
a. Bandar Udara Tanah merah di Distrik Mandobo
b. Bandar Udara Mindiptana di Distrik Mindiptana
c. Bandar Udara Bomakia di Distrik Bomakia
d. Bandar Udara Manggelum di Distrik Manggelum
e. Bandar Udara Patriot di Distrik Arimop
f. Bandar Udara Yaniruma di Distrik Yaniruma
g. Bandar Udara Korowai Batu di Distrik Yaniruma

3.2 Detail Obyek Penelitian

Lokasi penelitian Proyek Akhir ini dilakukan pada landas pacu/runway di


Pengembangan Bandar Udara Korowai Batu yang berlokasi di Kampung
Danauwage. Kondisi eksisting Bandar Udara Korowai Batu adalah sebagai
berikut:

45
a. Nama Bandar Udara : Korowai Batu
b. Koordinat Referensi : 5o 12’ 50,25” S , 140o 1’ 24,14” E
c. THR 34 : 5o 12’ 52,26” S , 140o 1’ 05,9” E
d. THR 16 : 5o 12’ 27,6” S , 140o 0’ 57,6” E
e. Elevasi : THR 16 +97,646 msl, THR 34 +96,000 msl
f. Nomor Landas Pacu : 16 – 34
g. Klasifikasi Bandar Udara: 1B
h. Lokasi : Kampung Danauwage, Distrik Yaniruma,
Kabupaten Boven Digoel
i. Cakupan Wil Pelayanan : Kp Danauwage/Masyarakat Suku Korowai Batu
dan sekitarnya
j. Kategori : Bandar Udara Domestik
k. Hirarki Fungsi : Bandar Udara Pengumpan
l. Jarak ke Kota : Tanahmerah (106 km)
m. Pesawat Beroperasi : Cessna Grand Caravan (rencana, karena saat ini
belum beroperasi)
n. Pelayanan LLU :-
o. Peralatan Navigasi :-
p. Peralatan Komunikasi :-
q. Alat Bantu Pendaratan :-
r. Marka : Ada (runway marking)
s. Pelayanan Meteorologi :-
t. Pelayanan DPPU :-
u. Operator Bandara : UPBU Tanah Merah / Satpel Korowai Batu
v. Rute Penerbangan : - (belum ada penerbangan rutin)
w. Bandar Udara terdekat : Manggelum 50,96 km
Yaniruma 39,29 km
Oksibil 75,11 km
Senggo 91,27 km
Bomakia 87,44 km
Tanahmerah 102,49 km
x. Runway : 800 m x 18 m
y. Runway Strip : 800 m x 80 m
z. Taxiway : 90 m x 15 m.
aa. Apron : 25 m x 40 m
bb. Gedung Terminal : 120 m2
cc. Gedung Operasional : 72 m2
dd. Gedung PKP-PK : 120 m2
ee. Peralatan PKP-PK :-
ff. Peralatan Keamanan :-
gg. X-ray :-
hh. Hand held metal det. :-
ii. Timbangan :-
jj. Pagar Pengaman : -
kk. Genset : 15 KVA
ll. Lahan disediakan : 750 ha (5000 m x 1500 m)

46
mm. Status Lahan : Dari tanah adat kepada UPBU Bandara
Tanahmerah
nn. Lahan Parkir : Belum ada
oo. Jalan akses : Belum ada

3.3 Materi Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam Proyek Akhir ini meliputi analisis tebal lapis
ulang (overlay) perkerasan landas pacu di Pengembangan Bandara Korowai Batu
berdasarkan peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D dan Advisory
Circular (AC) No. 150-5320-6F (FAARFIELD). Pada penelitian ini juga akan
dianalisis strategi perencanaan tebal lapis ulang berdasarkan dari kedua hasil
perhitungan/analisis.

3.4 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis, yaitu suatu metode yang digunakan
untuk mencari suatu nilai yang didapat dari hasil analisis maupun perhitungan dari
sebuah data yang kemudian dapat menginterprestasikanya. Data-data yang
diperlukan dapat di dapat dari data sekunder.

3.5 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari Studi Penyususnan Rencana Induk (Master Plan) Pengembangan
Bandar Udara Korowai Batu Merauke – Papua, Kementerian Perhubungan Badan
Penelitian dan Pengembangan Puslitbang Transportasi Udara. Data sekunder yang
diperoleh dalam hasil analisis ini antara lain:
a. Spesifikasi Bandar Udara Korowai Batu.
b. Penyelidikan tanah in situ test dengan menggunakan Cone Penetration Test
(CPT) atau yang lebih dikenal dengan nama sondir.
c. Data statistik jumlah penduduk Kabupaten Boven Digoel tahun 2004-2015.
d. Data statistik jumlah penduduk setiap distrik di Kabupaten Digoel tahun
2015.
e. Spesifikasi fasilitas Bandar Udara Korowai batu berupa data eksisting, seperti
panjang dan lebar landas pacu (runway), landasan penghubung (taxiway),
tempat parkir pesawat (apron), tebal dan material landas pacu.

47
f. Jenis pesawat yang beroperasi di Papua, khususnya Bandar Udara Korowai
Batu.
g. Dokumentasi kondisi fasilitas udara, darat, maupun lingkungan sekitar
Bandar Udara Korowai Batu.

3.6 Peralatan Penelitian

Peralatan dalam penelitian analisis ketebalan overlay landas pacu Pengembangan


Bandar Udara Korowai Batu dengan peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6D dan peraturan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6F adalah sebagai
berikut :
a. Grafik-grafik Perencanaan Perkerasan Lentur Manual FAA
b. Alat tulis
c. Laptop atau komputer untuk mengolah data termasuk program FAARFIELD
d. Kertas HVS
e. Printer

3.7 Bagan Analisa Data/Alur Penelitian

Bagan alur penelitian digunakan sebagai acuan alur atau tahap dalam
melaksanakan analisa penelitian/data. Hal ini bertujuan agar tahapan penelitian
berjalan dengan baik dan skematis. Bagan alur penelitian adalah sebagai berikut:
a. Bagan Alur Penelitian
b. Bagan Alur Peramalan Pergerakan Pesawat
c. Bagan Alur atau Analisa Tebal Lapis Perkerasan Lentur Metode Manual FAA
d. Bagan Alur atau Analisa Tebal Lapis PerkerasanLentur Metode FAARFIELD.

Tahap analisa data sekunder yang diperoleh dilakukan berdasarkan dalam suatu
bagan alir (flowchart) seperti digambarkan pada Gambar 3.4, Gambar 3.5,
Gambar 3.6 dan Gambar 3.7.

48
Mulai

Data yang Dibutuhkan

Karakteristik Jumlah Penduduk Karakteristik Pesawat


Tanah/CBR Lapangan

Daya Dukung Tanah Peramalan Lalu Lintas


Dasar

Analisis Tebal Perkerasan


Metode Manual FAA dan
FAARFIELD

Pembahasan

Kesimpulan

49
Selesai

Gambar METODE PENELITIAN.11 Bagan Alur Penelitian

Mulai

Data yang Dibutuhkan

Jumlah Penduduk Kabupaten


Boven Digoel(Tahun 2009-
2014)

Regresi

Rumus Peramalan Jumlah


Penduduk

Peramalan Jumlah Penduduk


Kabupaten Boven Digoel

Presentase Daerah Tangkapan


Bandara
Jumlah Penduduk yang
Menggunakan Bandara
Korowai Batu
50
Faktor Tingkat Bangkitan
Jumlah Potensi Penumpang Perjalanan Udara (PFT)
Dasar
Load Factor dan Kapasitas
Penumpang Pesawat
Jumlah Pergerakan
Pesawat/Tahun

Selesai

Gambar METODE PENELITIAN.12 Peramalan Potensi Penumpang Dasar dan


Pergerakan Pesawat

Mulai

Data yang Dibutuhkan

Tanah Dasar Karakteristik Prediksi Lalu Bahan


Pesawat Lintas Perkerasan

Menentukan Pesawat
Rencana

Menghitung EAD
Faktor
Semua Pesawat yang
Konversi
Dilayani (R2)

Menghitung Beban
Roda Pesawat (W1
dan W2)

Menghitung EAD
Semua Pesawat
Rencana

RI<25.000
0

51
Menentukan Tebal
Menentukan
Aplikasi Tebal Tiap
Operasional
Perkerasan
Selesai
Ketebalan Total
Akhir Faktor Konversi
Bagian Perkerasan
Penerbangan
Faktor Konversi

Gambar METODE PENELITIAN.13 Analisa Tebal Lapis Perkerasan Lentur


Metode Manual FAA

Mulai

Data yang Dibutuhkan

Modifikasi Jenis dan Annual Departure Karakteristik


Karakteristik dan Annual Growth Pesawat
Pesawat

Proses

Tebal Perkerasan

Aplikasi Operasional
Perencanaan dan
Penerbangan

52
Selesai
Gambar METODE PENELITIAN.14 Analisa Tebal Lapis Perkerasan Lentur
Metode FAARFIELD

53
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Lapangan

Analisis perencanaan tebal lapis ulang/overlay landas pacu pada pengembangan


Bandar Udara Korowoi Batu Papua dengan menggunakan metode Manual FAA/
Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D dan FAARFIELD/ Advisory Circular
(AC) No. 150-5320-6F membutuhkan beberapa data dalam analisisnya. Data yang
digunakan dalam Proyek Akhir ini menggunakan data sekunder. Pengumpulan
data sekunder dilakukan dengan mencari studi pustaka baik dari buku, literatur
terkait atau internet; studi wawancara dan mengunjungi instansi terkait terhadap
pengembangan Bandar Udara Korowai Batu Papua. Data sekunder yang dapat
diperoleh yaitu:
a. Spesifikasi Bandar Udara Korowai Batu.
b. Penyelidikan tanah in situ test dengan menggunakan Cone Penetration Test
(CPT) atau yang lebih dikenal dengan nama sondir.
c. Data statistik jumlah penduduk Kabupaten Boven Digoel tahun 2004-2015.
d. Data statistik jumlah penduduk setiap distrik di Kabupaten Digoel tahun 2015
e. Spesifikasi fasilitas Bandar Udara Korowai batu berupa data eksisting, seperti
panjang dan lebar landas pacu (runway), landasan penghubung (taxiway),
tempat pirker pesawat (apron), tebal dan material landas pacu.
f. Jenis pesawat yang beroperasi di Papua, khususnya Bandar Udara Korowai
Batu.
g. Dokumentasi kondisi fasilitas udara, darat, maupun lingkungan sekitar
Bandar Udara Korowai Batu.

4.2 Data Sekunder dan Analisis Data

Data sekunder diolah menjadi data dasar yang sesuai dengan masukan/input untuk
menganalisis tebal lapis ulang/overlay perkerasan dengan metode Manual FAA/
Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D dan FAARFIELD Software/ Advisory
Circular (AC) No. 150-5320-6E karena beberapa data sekunder yang didapatkan
belum sesuai dengan data masukan/input yang dibutuhkan.

4.2.1 Spesifikasi Bandar Udara

Bandar Udara Korowai Batu merupakan bandara perintis karena bandara ini
melayani jejaring dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil

54
dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi. Selain itu,
pesawat yang dilayani adalah pesawat perintis mempunyai kapasitas penumpang
rata-rata 10-20 penumpang. Tipe Bandar Udara Korowai Batu menurut UU No. 1
Tahun 2009 termasuk jenis bandar udara pengumpan (spoke). Bandar udara
pengumpan adalah bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan dan
mempengaruhi ekonomi terbatas. Pekerjaan konstruksi pada tahun 2014 dan 2015
menghasilkan fasilitas Bandar Udara Korowai Batu baik fasilitas udara (air side
facility) maupun fasilitas sisi darat (land side facility). Fasilitas udara yang paling
utama sebagai berikut:
a. Landas pacu berukuran 800 m x 18 m dengan lapis permukaan sebagaian
berupa soil cement dan latasir/shandsheet.
b. Runway strip berukuran 800 m x 80 m.
c. Taxiway berukuran 90 m x 15 m dengan lapis permukaan latasir/shandsheet.
d. Apron berukuran 25 m x 40 m latasir/shandsheet.
Spesifikasi Bandar Udara Korowai Batu secara detail telah dijelaskan pada Bab 3
Sub Bab 3.2 Detail Obyek Penelitian.

4.2.2 Daya Dukung Tanah Dasar

Perencanaan tebal perkerasan baru maupun tebal lapis ulang (overlay) perkerasan
suatu landas pacu membutuhkan daya dukung tanah dasar (subgrade) untuk
menerima beban pesawat di atasnya yang sudah direduksi oleh lapisan perkerasan.
Daya dukung tanah dasar perlu diketahui untuk menghitung dan merencanakan
tebal perkerasan baik lapis pondasi bawah (subbase course), lapis pondasi atas
(base course) maupun lapis permukaan (surface course). Apabila daya dukung
tanah dasar baik atau kuat maka tebal perkerasan/overlay perkerasan akan lebih
kecil namun bila daya dukung tanah dasar kecil maka akan membutuhkan tebal
perkerasan/overlay yang besar.

Nilai California Bearing Ratio (CBR) merupakan komponen penting dalam suatu
perencanaan tebal perkerasan baru/overlay landas pacu. Nilai ini menunjukkan
kuat dukung tanah yang nantinya di atasnya akan diberi lapis perkerasan. CBR
adalah perbandingan beban penetrasi suatu bahan (test load) pada penetrasi dan
kecepatan pembebanan yang sama dan dinyatakan dalam prosentase. Pengujian
CBR dapat dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengujian di lapangan
menggunakan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP) sedangan pengujian di
laboratorium menggunakan alat mesin penetrasi (loading machine).

55
Penyelidikan kondisi maupun karakteristik tanah di landas pacu Bandara Korowai
Batu dilakukan dengan 3 macam, yaitu test pit, sondir, dan boring. Penyelidikan
test pit bertujuan untuk mengetahui susunan lapis tanah, jenis tanah dan
karakteristik tanah sampai kedalaman tertentu. Pengujian test pit di Bandar Udara
Korowai Batu dilakukan di 6 titik pengujian yang berlokasi di samping landas
pacu, arah perpanjangan landas pacu, rencana landas penghubung, rencana apron,
dan fasilitas sisi darat seperti terminal barang. Pengujian ini dilakukan dengan
membuat lubang dengan dimensi 80 cm x 80 cm dan kedalaman 80 – 100 cm.
Berdasarkan hasil pengujian test pit didapatkan bila kondisi tanah dasar pada
umumnya berupa tanah lempung warna coklat keabu-abuan. Dua lokasi test pit
diperoleh tanah dasar berupa lempung bercampur dengan material granular berupa
batu-batuan atau koral andesit dengan tekstur halus. Kondisi tanah dasar di lokasi
Bandar Udara Korowai Batu secara visual merupakan tanah lempung berwarna
coklat keabu-abuan dan pada beberapa titik terdapat material granular (batu-
batuan dengan variasi ukuran butiran terbesar sampai 8 cm). Lapis top soil sampai
kedalaman sekitar 25 cm berupa lapis tanah organik dengan kandungan humus
relatif tinggi.

Pengujian sondir atau Cone Penetration Test (CPT) merupakan pengujian


penetrasi untuk mengetahui daya dukung tanah pada setiap lapisan serta
mengetahui kedalaman lapisan pendukung yaitu lapisan tanah keras. Besaran
penting yang diukur pada pengujian ini adalah perlawanan ujung (qc) yang
diambil sebagai gaya penetrasi per satuan luas penampang ujung sondir. Besarnya
gaya ini seringkali menunjukan identifikasi dari jenis tanah dan konsistensinya.
Selain itu juga didapat besaran tahanan gesek (ft) per satuan panjang pada selimut
silinder. Pengujian sondir di Bandar Udara Korowai Batu dilakukan dengan
menggunakan sondir ringan dengan berat 2 ton pada 8 titik pengujian yang dapat
dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.8 Lokasi Pengujian Sondir

No Nomor Pengujian Lokasi/Pengujian


1 S1A ± + 2.00 m dari permukaan aspal jalan bandara
2 S1B ± + 0.50 m dari permukaan aspal jalan bandara
3 S2 -
4 S3 -
5 S4 -
6 S5 -

56
7 S6A
8 S6B ± - 1.00 m dari titik sondir 6A

Nilai yang didapatkan dari pengujian sondir berupa nilai qc (kg/cm2) dan qc+qf
(kg/cm2) yang kemudian dilakukan pengolahan data yang ada hingga
menghasilkan nilai perlawanan geser batang konus atau qf (kg/cm 2), pergeseran
setiap kedalaman atau ft (kg/cm) dan rasio pergeseran atau FR (%). Pengujian
sondir no. S1A didapatkan nilai dari alat sondir seperti pada Tabel 4.2. Output
pengolahan data sondir dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.9 Nilai Pembacaan Arloji Alat Sondir


Nomor Pengujian S1A

Kedalaman (m) qc (Kg/cm2) qc + qf (Kg/cm2)


0,00 0,0 0,0
0,20 20,0 22,0
0,40 15,0 18,0
0,60 15,0 17,0
0,80 200,0 220,0

57
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.15 Output Pengujian dan Pengolahan
Data Sondir Nomor S1A Bandar Udara Korowai Batu

Kedalaman (m) dan nilai qc (kg/cm2), ft (kg/cm) dan FR (%) yang didapatkan
dibuat grafik hubungan seperti telihat pada Gambar 4.2.

58
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.16 Hubungan Antara Kedalaman (m)
dan qc (kg/cm2), ft (kg/cm) dan FR (%)

Output data sondir untuk titik-titik yang lain dapat dilihat pada Lampiran 1.
Contoh perhitungan pengolahan data sondir pada kedalaman 0,20 m pada nomor
pengujian S1A adalah sebagai berikut:
(qc  qf )  qc
a. qf 
11,2
( 22,0)  20,0

11,2
 0,178 kg/cm2
 0,20 kg/cm2

b. ft  qfx 20

59
 0,178 x 20

 3,571 kg/cm
 3,57 kg/cm

qf
c. FR  x100%
qc

0,178
 x100%
20,0
 0,89%

Nilai atau data yang didapat dari pembacaan alat sondir diolah seperti perhitungan
di atas pada setiap kedalaman. Berikut adalah tabel-tabel Output pengolahan data
sondir pada setiap titik pengujian.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.10 Output Pengujian Sondir Nomor


S1A

Dept qc qc + qf qf ft FR
m kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm %
0,00 0,0 0,0 0,0 0,00 0,00
0,20 20,0 22,0 0,2 3,57 0,89
0,40 15,0 18,0 0,3 8,92 1,78
0,60 15,0 17,0 0,2 12,49 1,19
0,80 200,0 220,0 1,8 48,17 0,89

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.11 Output Pengujian Sondir Nomor


S1B

Dept qc qc + qf qf ft FR
m kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm %
0,00 0,0 0,0 0,0 0,00 0,00
0,20 22,0 27,0 0,4 8,92 2,03
0,40 28,0 28,0 0,0 8,92 0,00
0,60 15,0 22,0 0,6 21,41 4,16
0,80 60,0 60,0 0,0 21,41 0,00
1,00 200,0 220,0 1,8 57,09 0,89

60
Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.12 Output Pengujian Sondir Nomor S2

Dept qc qc + qf qf ft FR
m kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm %
0,00 0,0 0,0 0,0 0,00 0,00
0,20 48,0 48,0 0,0 0,00 0,00
0,40 7,0 10,0 0,3 5,35 3,82
0,60 2,0 5,0 0,3 10,70 13,38
0,80 13,0 15,0 0,2 14,27 1,37
1,00 200,0 220,0 1,8 49,96 0,89

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.13 Output Pengujian Sondir Nomor S3

Dept qc qc + qf qf ft FR
m kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm %
0,00 0,0 0,0 0,0 0,00 0,00
0,20 10,0 11,0 0,1 1,78 0,89
0,40 10,0 12,0 0,2 5,35 1,78
0,60 5,0 7,0 0,2 8,92 3,57
0,80 5,0 8,0 0,3 14,27 5,35
1,00 5,0 8,0 0,3 19,63 5,35
1,20 200,0 220,0 1,8 55,31 0,89

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.14 Output Pengujian Sondir Nomor S4

Dept qc qc + qf qf ft FR
m kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm %
0,00 0,0 0,0 0,0 0,00 0,00
0,20 10,0 12,0 0,2 3,57 3,57
0,40 14,0 16,0 0,2 7,14 7,14
0,60 15,0 17,0 0,2 10,70 10,70
0,80 45,0 48,0 0,3 16,06 16,06
1,00 200,0 220,0 1,8 51,74 51,74

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.15 Output Pengujian Sondir Nomor S5

Dept qc qc + qf qf ft FR
m kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm %
0,00 0,0 0,0 0,0 0,00 0,00
0,20 10,0 10,0 0,0 0,00 0,00
0,40 10,0 12,0 0,2 3,57 1,78
0,60 10,0 13,0 0,3 8,92 2,68
0,80 200,0 220,0 1,8 44,60 0,89

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.16 Output Pengujian Sondir Nomor


S6A

61
Dept qc qc + qf qf ft FR
m kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm %
0,00 0,0 0,0 0,0 0,00 0,00
0,20 15,0 20,0 0,4 8,92 2,97
0,40 105,0 115,0 0,9 26,76 0,85
0,60 85,0 95,0 0,9 44,60 1,05
0,80 200,0 220,0 1,8 80,29 0,89

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.17 Output Pengujian Sondir Nomor


S6B

Dept qc qc + qf qf ft FR
m kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm %
0,00 0,0 0,0 0,0 0,00 0,00
0,20 15,0 17,0 0,2 3,57 1,19
0,40 20,0 22,0 0,2 7,14 0,89
0,60 15,0 17,0 0,2 10,70 1,19
0,80 15,0 17,0 0,2 14,27 1,19
1,00 200,0 220,0 1,8 49,96 0,89

Pengujian sondir atau penetrasi kerucut statis merupakan pengujian untuk


menghitung kapasitas dukung tanah. Nilai-nilai tahanan kerucut atau hambatan
konus (qc) yang diperoleh dari pengujian merupakan nilai penting yang dapat
menunjukkan identifikasi dari jenis tanah dan konsistensinya. Nilai hambatan
konus (qc) dan rasio pergeseran (FR) dari output pengolahan data sondir dapat
dikorelasikan untuk mengidentifikasikan jenis tanah melalui grafik hubungan
hambatan konus (qc), rasio pergeseran (FR) dan jenis tanah oleh Schmertmann
(1978). Grafik hubungan antara hambatan konus (qc) dan rasio pergeseran (FR)
dapat dilihat pada Gambar 4.3.

62
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.17 Grafik Hubungan Hambatan
Konus (qc), Rasio Pergeseran (FR) dan Jenis Tanah (Sumber: Schmertmann,
1978)

Kapasitas dukung tanah dasar untuk perencanaan tebal lapis ulang atau overlay
landas pacu Bandar Udara Korowai Batu ini dengan menggunakan nilai CBR.
CBR lapangan (in situ test) dapat diuji menggunakan alat Dynamic Cone
Penetrometer (DCP) sedangkan pengujian lapangan yang dilakukan di Bandar
Udara Korowai Batu menggunakan pengujian alat sondir. Nilai-nilai hambatan
konus (qc) yang diperoleh dari pengujian sondir dapat langsung dikorelasikan
dengan kapasitas dukung tanah atau nilai CBR in-situ dengan menggunakan
rumus empiris yang diusulkan oleh Rahardjo (2008). Rahardjo mendapatkan
korelasi untuk tanah lempung adalah CBR = 1/2qc. Schmertmann dalam Rahardjo
mendapatkan korelasi untuk tanah pasir adalah CBR = 1/3qc.

Contoh penentuan jenis tanah setiap lapisan dan nilai CBR pada pengujian sondir
nomor pengujian S1A dengan menggunakan teori di atas adalah sebagai berikut:

Pengujian sondir nomor S1A pada kedalaman 0,20 m didapatkan nilai tahanan
kerucut atau hambatan konus (qc) adalah 20 kg/cm2 sedangakan untuk nilai rasio
pergeseran (FR) adalah 0,89%. Kedua nilai qc dan FR diplotkan ke grafik
hubungan antara hambatan konus (qc), rasio pergeseran (FR) dan jenis tanah oleh
Schmertmann (1978). Nilai FR untuk koordinat x dan qc untuk koordinat y seperti
pada Gambar 4.4.

63
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.18 Plotting Nilai qc dan FR
Pengujian Sondir Nomor S1A

Pengujian sondir nomor S1A kedalaman 0,20 m didapatkan korelasi nilai qc 20,0
kg/cm2 dan FR 0,89% pada grafik seperti pada Gambar 4.4 di atas menunjukkan
bila jenis tanah silty sands atau pasir berlumpur. Nilai CBR dapat dihitung
berdasarkan rumus korelasi berdasarkan jenis tanah yang sudah diketahui
sebelumnya. Jenis tanah yang didapatkan adalah pasir berlumpur maka untuk
mendapatkan nilai CBR menggunakan rumus CBR = 1/3qc.
1
CBR  xqc
3
1
 x 20
3
 6,67%

Semua pengujian titik sondir yang dilakukan dicari jenis tanah dan nilai CBR di
setiap kedalaman tertentu. Cara mencari jenis tanah dan nilai CBR sama seperti
contoh perhitungan pengujian sondir nomor S1A di atas. Berikut adalah tabel-
tabel output pengolahan data sondir pada setiap titik pengujian sondir.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.18 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR
Pengujian Sondir Nomor S1A

64
Dept qc FR Korelasi CBR
m kg/cm2 % Jenis Tanah %
Nilai CBR
0,00 0,0 0,00 Clays 1/2qc 0,00
0,20 20,0 0,89 Silty Sands 1/3qc 6,67
0,40 15,0 1,78 Sandy Silts and Silts 1/3qc 5,00
0,60 15,0 1,19 Sandy Silts and Silts 1/3qc 5,00
0,80 200,0 0,89 Sands 1/3qc 66,67

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.19 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR
Pengujian Sondir Nomor S1B

Dept qc FR Korelasi CBR


m kg/cm2 % Jenis Tanah %
Nilai CBR
0,00 0,0 0,00 Clays 1/2qc 0,00
0,20 22,0 2,03 Sandy Silts and Silts 1/3qc 7,33
0,40 28,0 0,00 Silty Sands 1/3qc 9,33

Lanjutan Tabel 4.12 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR Pengujian Sondir Nomor
S1B

Dept qc FR Korelasi CBR


m kg/cm2 % Jenis Tanah %
Nilai CBR
Clayey Silts and
0,60 15,0 4,16 1/2qc 7,50
Silty Clays
0,80 60,0 0,00 Sands 1/3qc 20,00
1,00 200,0 0,89 Sands 1/3qc 66,67

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.20 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR
Pengujian Sondir Nomor S2

Dept qc FR Korelasi CBR


m kg/cm2 % Jenis Tanah %
Nilai CBR
0,00 0,0 0,00 Clays 1/2qc 0,00
0,20 48,0 0,00 Sands 1/3qc 16,00
Clayey Silts and
0,40 7,0 3,82 1/2qc 3,50
Silty Clays
0,60 2,0 13,38 Peat - -
0,80 13,0 1,37 Sandy Silts and Silts 1/3qc 4,33
1,00 200,0 0,89 Sands 1/3qc 66,67

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.21 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR
Pengujian Sondir Nomor S3

65
Dept qc FR Korelasi CBR
m kg/cm2 % Jenis Tanah %
Nilai CBR
0,00 0,0 0,00 Clays 1/2qc 0,00
0,20 10,0 0,89 Sandy Silts and Silts 1/3qc 3,33
0,40 10,0 1,78 Sandy Silts and Silts 1/3qc 3,33
0,60 5,0 3,57 Clays 1/2qc 2,50
0,80 5,0 5,35 Clays 1/2qc 2,50
1,00 5,0 5,35 Clays 1/2qc 2,50
1,20 200,0 0,89 Sands 1/3qc 66,67

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.22 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR
Pengujian Sondir Nomor S4

Dept qc FR Korelasi CBR


m kg/cm2 % Jenis Tanah %
Nilai CBR
0,00 0,0 0,00 Clays 1/2qc 0,00
Clayey silts and
0,20 10,0 3,57 1/2qc 5,00
silty clays
0,40 14,0 7,14 Peat - -
0,60 15,0 10,70 Peat - -
0,80 45,0 16,06 Peat - -
1,00 200,0 51,74 Peat - -

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.23 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR
Pengujian Sondir Nomor S5

Dept qc FR Korelasi CBR


m kg/cm2 % Jenis Tanah %
Nilai CBR
0,00 0,0 0,00 Clays 1/2qc 0,00
0,20 10,0 0,00 Silty Sands 1/3qc 3,33
0,40 10,0 1,78 Sandy Silts and Silts 1/3qc 3,33
Clayey Silts and
0,60 10,0 2,68 1/2qc 5,00
Silty Clays
0,80 200,0 0,89 Sands 1/3qc 66,67

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.24 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR
Pengujian Sondir Nomor S6A

Dept qc FR Korelasi CBR


m kg/cm2 % Jenis Tanah %
Nilai CBR
0,00 0,0 0,00 Clays 1/2qc 0,00
Clayey Silts and
0,20 15,0 2,97 1/2qc 7,50
Silty Clays
0,40 105,0 0,85 Sands 1/3qc 35,00

66
Dept qc FR Korelasi CBR
Jenis Tanah
m kg/cm2 % Nilai CBR %
0,60 85,0 1,05 Sands 1/3qc 28,33
0,80 200,0 0,89 Sands 1/3qc 66,67

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.25 Output Jenis Tanah dan Nilai CBR
Pengujian Sondir Nomor S6B

Dept qc FR Korelasi CBR


m kg/cm2 % Jenis Tanah %
Nilai CBR
0,00 0,0 0,00 Clays 1/2qc 0,00
0,20 15,0 1,19 Sandy Silts and Silts 1/3qc 5,00
0,40 20,0 0,89 Silty Sands 1/3qc 6,67
0,60 15,0 1,19 Sandy Silts and Silts 1/3qc 5,00
0,80 15,0 1,19 Sandy Silts and Silts 1/3qc 5,00
1,00 200,0 0,89 Sands 1/3qc 66,67

Penentuan nilai CBR untuk perencanaan tebal lapis ulang atau overlay perkerasan
Bandar Udara Korowai Batu ini menggunakan nilai CBR rata-rata di kedalaman
0,2 m pada pengujian sondir. Pemilihan nilai CBR di kedalaman 0,2 m karena
dalam masa konstruksi perkerasan tanah digali (cutting) sampai kedalaman 0,2 m
yang kemudian dipadatkan. Nilai CBR rencana atau CBR rata-rata pada
kedalaman 0,2 m dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut ini.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.26 Nilai CBR Rencana atau CBR Rata-
Rata di Kedalaman 0,2 m

Nomor Pengujian CBR Rata-


Jenis Tanah CBR (%)
Sondir Rata
S1A Silty Sands 6,67
S1B Sandy Silts and Silts 7,33
S2 Sands 16,00
S3 Sandy Silts and Silts 3,33 54,16
CBR 
S4 Clayey silts and silty clays 5,00 8
S5 Silty Sands 3,33  6,67%
Clayey Silts and Silty
S6A 7,50
Clays
S6B Sandy Silts and Silts 5,00

Tabel 4.19 di atas menunjukkan bila adanya keseragaman jenis tanah pasir (sands)
pada 6 titik pengujian sedangkan 2 titik pengujian lainnya yaitu nomor S4 dan

67
S6A menunjukkan jenis tanah lempung (clays). Nilai CBR rencana didapatkan
dari nilai hasil rata-rata nilai CBR pada kedalaman 0,2 m yang bernilai 6,67%.

4.2.3 Struktur Perkerasan Runway Eksisting

Tipe perkerasan landas pacu pada Bandar Udara Korowai Batu menggunakan
perkerasan lentur (flexible pavement). Landas pacu Bandar Udara Korowai Batu
merupakan tipe landas pacu tunggal (single runway) yang satu sisi mempunyai
kode runway 16 (ke arah utara) dan sisi lainnya mempunyai kode runway 34 (ke
arah selatan). Landas pacu pada Bandar Udara Korowai Batu ini mempunyai
tipikal perkerasan yang sama. Tahap pemeliharaan overlay perkerasan eksisting
belum pernah dilakukan sejak tahun 2014.

Landas pacu Bandar Udara Korowai ini memiliki panjang 800 m dan lebar 18 m.
Struktur perkerasan landas pacu suatu bandara terdiri dari 3 jenis lapisan (layer).
Lapis paling bawah merupakan lapis pondasi bawah (subbase course), di atasnya
lapis pondasi atas (base course), dan lapis paling atas yang menjadi lapis
pertemuan dengan roda pesawat udara adalah lapis permukaan (surface course).
Struktur perkerasan landas pacu pada Bandar Udara Korowai batu ini berupa lapis
permukaan (surface course) yang berupa sand sheet dengan tebal 2 cm dan lapis
pondasi bawah (subbase course) yang berupa soil cement dengan tebal 15 cm.
Struktur perkerasan landas pacu eksisting Bandar Udara Korowai Batu dapat
dilihat pada Gambar 4.5. berikut ini.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.19 Perkerasan Landas Pacu Eksisting


Bandar Udara Korowai Batu

68
Berdasarkan Gambar 4.5 dapat dilihat gambaran mengenai tebal struktur
perkerasan landas pacu eksisting di Bandar Udara Korowai Batu seperti pada
Tabel 4.20.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.27 Struktur Perkerasan Landas Pacu


Eksisting Bandar Udara Korowai Batu Papua

Lapis Perkerasan Komponen Konstruksi Tebal (cm)


Surface course Sand sheet 2
Subbase course Soil cement 15
Tebal Total 17

Perkerasan landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu Papua terdiri dari 2 jenis
lapisan perkerasan yaitu lapis permukaan (surface course) dan Lapis pondasi
bawah (subbase course). Lapis permukaan untuk perkerasan landas pacu berupa
latasir atau shand sheet terdiri dari agregat pasir (agregat halus) dan aspal yang
dicampur dan dipanaskan di lapangan. Campuran agregat dan aspal ini diletakkan
di atas perkerasan eksisting yang sesuai dengan spesifikasi dan harus memenuhi
ukuran dan tipikal potongan melintang (typical cross section) yang ditunjuk dan
dengan sumbu dan kualitas yang telah ditetapkan di lapangan.

Lapis pondasi bawah berupa soil cement yang dikerjakan di atas subgrade
menurut spesifikasi dan sesuai dengan ukuran dan tipikal potongan melintang
(typical cross section) yang ditunjuk pada rencana. Bahan soil cement terdiri dari
tanah yang di ambil dari daerah sekitarnya atau tanah asli, semen dan air.
Pencampuran tanah dengan semen dan air bertujuan untuk stabilisasi atau
meningkatkan kondisi tanah (soil properties improvement). Besar kadar semen
yang digunakan juga mempengaruhi tanah, kadar semen yang besar dapat
meningkatkan kekuatan tanah atau daya dukung tanah semula. Kadar semen yang
digunakan sebesar 5%.

4.2.4 Data Demografi atau Jumlah Penduduk

Data demografi atau jumlah penduduk Kabupaten Boven Digoel berfungsi untuk
dianalisis dengan menggunakan suatu metode potensi penumpang guna
memberikan informasi tipe dan jumlah pergerakan pesawat yang akan
menggunakan landas pacu Bandar Udara Korowai Batu. Berdasarkan data yang
bersumber dari Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Boven Digoel

69
bahwa jumlah penduduk yang tinggal di wilayah Kabupaten Boven Digoel pada
tahun 2004 sampai tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.21 berikut ini.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.28 Jumlah Penduduk Kabupaten Boven


Digoel Tahun 2004 – 2014

Tahun Tahun Ke- Jumlah Penduduk (Orang)


2004 1 43.830
2005 2 43.830
2006 3 43.840
2007 4 51.997
2008 5 53.941
2009 6 54.402
2010 7 54.790
2011 8 55.736
2012 9 57.688
2013 10 66.832
2014 11 78.256
Jumlah Total 605.142
Sumber: Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Boven Digoel

Data demografi atau jumlah penduduk disetiap distrik yang berada di Kabupaten
Boven Digoel diperlukan untuk dianalisis dengan menggunakan metode potensi
penumpang. Data ini digunakan untuk mengetahui berapa jumlah penduduk yang
kemungkinakan akan menggunakan Bandar Udara Korowai Batu.

Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2008 tentang pembentukan 36 kampung baru


sampai sekarang, maka Kabupaten Boven Digoel memiliki 20 distrik dengan
jumlah 112 kampung. Berdasarkan data yang bersumber dari Dinas
Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Boven Digoel bahwa jumlah
penduduk laki-laki, perempuan, dan jumlah keduanya yang tinggal disetiap ditrik
wilayah Kabupaten Boven Digoel pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.22
berikut ini.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.29 Jumlah Penduduk Setiap Distrik di


Kabupaten Boven Digoel

Rumah Penduduk
Distrik
Tangga/KK Laki-Laki Perempuan Jumlah
Jair 8135 13391 10543 23934
Subur 443 865 847 1712
Ki 382 821 784 1605

70
Rumah Penduduk
Distrik
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Tangga/KK
Mindiptana 1.186 2.434 2.261 4.695
Iniyandit 316 610 553 1.163
Kombut 257 529 518 1.047
Sesnuk 123 273 218 491
Mandobo 7.242 13.659 11.679 25.338
Fofi 537 1.199 1.125 2.324
Arimop 587 1.060 1.001 2.061
Kouh 305 662 585 1.247
Bomakia 622 1.407 1.345 2.752
Firiwage 275 479 445 924
Manggelum 330 542 512 1.054
Yaniruma 521 967 742 1.709
Kawagit 329 686 673 1.359
Kombay 241 448 352 800
Waropko 574 1.122 1.048 2.170
Ambatkwi 350 595 516 1.111
Ninati 181 408 388 796
Tahun 2014 22.936 42.157 36.135 78.292
Tahun 2013 18.990 35.724 31.108 66.832
Tahun 2012 16.173 30.724 26.967 57.691
Sumber: Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Boven Digoel

4.2.5 Data Tipe dan Karakteritik Pesawat

Kemungkinan pesawat yang akan beroperasi di Bandar Udara Korowai Batu


adalah pesawat-pesawat perintis atau pesawat capung dan pesawat menegah.
Pesawat perintis ini memiliki karakteristik seperti nilai MTOW yang kecil,
kapasitas penumpang 10-20 penumpang, konfigurasi roda pesawat single wheel.
Penentuan pesawat yang akan beroperasi di Bandar Udara Korowai Batu ini
berdasarkan beberapa hal seperti berikut:
a. Bandar Udara korowai Batu terletak di Kampung Danauwage Distrik
Yanimura Kapubaten Boven Digoel. Kampung Danauwage merupakan
wilayah terpencil dan tertinggal baik dari segi ekonomi, sosial, teknologi,
maupun politik.
b. Kampung Danauwage belum mempunyai pelayanan moda transportasi baik
melalui jalur darat, air, maupun udara sehingga transportasi, interaksi, dan
hubungan dengan daerah lain kurang dan sulit untuk dilaksanakan.
c. Fasilitas Bandar Udara Korowai Bati utamanya dimensi panjang dan lebar
yang termasuk dimensi kecil. Kekuatan struktural fasilitas landas pacu cukup
rendah karena mempunyai dimensi tebal total landas pacu 17 cm, komponen

71
landas pacu merupakan soil cement dan sandsheet atau latasir yang biasanya
digunakan untuk jalan perumahan atau kampung.
d. Tidak adanya penerbangan niaga berjadwal maupun penerbangan niaga tidak
berjadwal di Bandar Udara Korowai Batu sebelumnya.
e. Salah satu tujuan dari pembangunan Bandar Udara Korowai Batu adalah
penggunaan bandar udara tidak berjadwal oleh instansi-intansi pemerintahan
atau yang lainnya.
f. Pengembangan Bandar Udara Korowai Batu perlu dilakukan nantinya guna
meningkatkan fasilitas bandar udara itu sendiri, khususnya kekuatan
struktural landas pacu. Kampung Danauwage Korowai Batu berpotensi
menjadi salah satu tempat wisata bagi wisatawan lokal maupun asing.
Kampung Danauwage masih hidup dalam primitif, sederhana, dan belum
tersentuh oleh budaya atau pengaruh dari luar. Keadaan ini menjadi sebuah
ketertarikan wisatawan lokal maupun asing untuk mengunjungi Kampung
Danauwage Korowai Batu. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa rute
penerbangan pariwisata yang memasukkan Kampung Danauwage Korowai
Batu sebagai salah satu destinasi tempat wisatanya. Oleh karena itu, dalam
pemilihan jenis pesawat yang beroperasi dipilih pesawat kelas menengah
dengan MTOW yang cukup besar dan kapasitas penumpang sampai 50
penumpang.

Perencanaan tebal lapis ulang atau overlay landas pacu Bandar Udara Korowai
Batu ini menggunakan jenis pesawat udara dengan data jenis dan karakteristik
pesawat seperti pada Tabel 4.23.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.30 Jenis dan Karakteristik Pesawat


Udara yang Akan Beroperasi di Bandar Udara Korowai Batu Papua

Jenis Pesawat Daya Muat Penumpang


Spesifikasi Pokok dan Performa
Udara dan Kargo
Wingspan 19,80 m MTOW 5.670 kg
DHC 6 Twin Length 15,80 m Payload 1.940 kg
Height 5,90 m Pax 19-20
Otter OMGWS
ARFL standarts in MTOW 365 m
Wingspan 19,50 m MTOW 7.030 kg
Length 16,49 m Payload
N219 Height 6,81 m Pax 19
OMGWS
Landing length standart in MTOW

72
Jenis Pesawat Daya Muat Penumpang
Spesifikasi Pokok dan Performa
Udara dan Kargo
Wingspan 25,81 m MTOW 16.500 kg
Length 21,40 m Payload
Height 7,0 m Pax 35
CN 235
OMGWS
ARFL standarts in MTOW 1.200 m
Landing length standart in MTOW

Lanjutan Tabel 4.23 Jenis dan Karakteristik Pesawat Udara yang Akan Beroperasi
di Bandar Udara Korowai Batu Papua

Jenis Pesawat Daya Muat Penumpang


Spesifikasi Pokok dan Performa
Udara dan Kargo
Wingspan 24,60 m MTOW 18.600 kg
Length 22,70 m Payload
Height m Pax 48
ATR 42-500
OMGWS
ARFL standarts in MTOW 1.160 m
Landing length standart in MTOW
Wingspan 27,00 m MTOW 22.500 kg
Length 27,20 m Payload 7.200
Height 7,65 m Pax 68
ATR 72-500
OMGWS 4,10 m
ARFL standarts in MTOW 1.224 m
Landing length standart in MTOW
Sumber: MOS 139 (KP 39/2015) dan Data Aircraft Specification Masing-Masing
Manufacturer

Konfigurasi roda pendaratan utama (main landing gear) berpengaruh terhadap


perancangan tebal lapis keras landas pacu. Pada umumnya konfigurasi roda
pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama
melakukan pendaratan, semakin besar gaya yang ditimbulkan semakin kuat roda
yang digunakan dan untuk menahan beban yang lebih kecil dari beban pesawat
lepas landas maksimum. Jenis konfigurasi roda pesawat berupa roda pesawat
tunggal (single wheel), roda pesawat ganda (dual wheel) dan dua ganda (dual
tandem wheel) mempengaruhi secara langsung tebal perkerasan yang akan
didesain.

73
Pesawat rencana yang direncanakan menggunakan Bandara Korowai Batu
kebanyakan merupakan pesawat perintis atau pesawat yang mempunyai MTOW
yang relatif kecil. Pesawat perintis ini biasanya menggunakan konfigurasi roda
tunggal (single wheel). Pesawat yang berbadan besar memiliki konfigurasi roda
atau gear berupa dual atau dual tandem. Konfigurasi roda pendaratan utama
pesawat yang akan digunakan dalam perencanaan ini dapat dilihat pada Tabel
4.24.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.31 Konfigurasi dan Foto Pesawat Udara


yang Akan Beroperasi di Bandar Udara Korowai Batu Papua

Konfigurasi
Jenis Roda Gambar Konfigurasi
Gambar Pesawat
Pesawat Pendaratan Roda
Utama

DHC 6
Single Wheel
Twin Otter

N219 Single Wheel

CN 235 Dual Tandem

ATR 42-500 Dual Wheel

ATR 72-500 Dual Wheel

Sumber: Kompilasi Data Pesawat Udara dan Airline Operator di Indonesia, 2016

74
4.2.6 Ramalan Penumpang Potensi Dasar

Analisis untuk pengembangan sisi darat seperti terminal penumpang memerlukan


prediksi jumlah penumpang. Analisis pengembangan sisi udara seperti landas
pacu memerlukan informasi atau prediksi jumlah pergerakan pesawat udara.
Prediksi lalu lintas atau pergerakan pesawat menjadi dasar untuk melakukan
analisis dan evaluasi struktur landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu. Tujuan
dari prediksi lalu lintas ini bukanlah untuk meramalkan kondisi yang terjadi di
masa depan tetapi untuk mencari suatu informasi yang akan digunakan pada
perencanaan struktur landas pacu bandara. Dalam rentang waktu yang
diprakirakan tersebut sangat mungkin terjadi faktor-faktor sosial dan ekonomi
yang akan mempengaruhi hasil prediksi tersebut. Pada penelitian ini faktor-faktor
sosial ekonomi tidak akan dianalisa dan dimasukkan ke perhitungan. Hal ini
terkait dengan keterbatasan data yang ada.

Peramalan lalu lintas atau pergerakan pesawat menurut Internasional Aviation


Organization (ICAO) dibagi menjadi 3 tipe yaitu:
a. Kuantitatif
1) Metode Deret Waktu (Time Series Method)
a) Proyeksi Tren
b) Metode Dekomposisi
2) Metode Sebab Akibat (Casual Method)
a) Analisis Regresi
b) Keseimbangan Spasial (Spatial Equilibrium)
b. Kualitatif
Metode ini dianalisis berdasarkan panel pakar yang dapat dilakukan dengan
survei industri dan riset pasar, analisis probalilistik, dan sistem dinamik.
c. Analisa Keputusan

Bandar Udara Korowai Batu merupakan bandara yang relatif kecil karena bandara
ini berada pada kampung di pedalaman Papua yang dulunya dibangun secara
swadaya oleh masyarakat setempat. Pada saat ini, belum terdapat pencatatan data
pergerakan lalu lintas angkutan udara yang lengkap di wilayah Kabupaten Boven
Digoel. Pergerakan lalu lintas angkutan udara pada bandar udara perintis di
Kabupaten Boven Digoel, seperti Bandara Yanimura, Manggelum, Bomakia dan
Korowai seperti jumlah pesawat udara, jumlah penumpang, maupun tonase kargo
yang diangkut belum dilakukan pencatatan yang baik dan memadai. Hal ini
menyebabkan data produksi angkutan udara pada masing-masing bandar udara
tidak atau belum tercatat. Oleh karena itu, statistik data historis lalulintas dan

75
pergerakan pesawat belum terekam dengan baik. Bandar Udara Korowai batu juga
belum mempunyai status aktivitas penerbangan baik niaga berjadwal maupun
tidak berjadwal dan perintis. Bandar udara ini hanya beberapa kali dilalui oleh
beberapa pesawat perintis. Penerbangan yang sudah dilakukan di Bandar Udara
Korowai Batu adalah penerbangan charter flight dengan pesawat jenis AMA,
MAF, dan Enggang Air (UPBU Bandara Tanah Merah, 2016). Penerbangan ini
bertujuan dalam rangka kunjungan pemerintahan, keperluan misi sosial atau
keagamaan, dan mobilisasi personil atau peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan di
Bandara.

Keadaan yang telah dijelaskan di atas menyebabkan perkiraan lalu lintas atau
pergerakan pesawat dengan menggunakan metode ICAO sulit digunakan.
Alternatif perkiraan lalu lintas atau pergerakan pesawat dalam perencanaan tebal
lapis ulang landas pacu Bandar Udara Korowai Batu ini menggunakan sebuah
studi atau metode lain yaitu Metode Potensi Penumpang Bandara yang
dikembangkan oleh Uniconsult (2011). Metode ini dapat digunakan sebagai
alternatif untuk perencanaan fasilitas bandara baik sisi udara maupun darat yang
belum mempunyai catatan, rekaman, maupun record baik jumlah penumpang
maupun pesawat.

Asumsi dasar yang dipakai dalam perhitungan perkiraan lalu lintas atau
pergerakan pesawat di Bandar Udara Korowai Batu ini adalah sebagai berikut:
a. Perkiraan lalu lintas atau pergerakan pesawat dengan menggunakan metode
analisis potensi penumpang bandara.
b. Perkiraan lalu lintas atau pergerakan pesawat didasarkan pada data jumlah
penduduk di Kabupaten Boven Digoel dari tahun 2004 – 2014.
c. Perkiraan lalu lintas atau pergerakan pesawat didasarkan pada jumlah
penduduk 20 distrik di Kabupaten Boven Digoel tahun 2015.
d. Perkiraan lalu lintas atau pergerakan pesawat didapat dari regresi jumlah
jumlah penduduk di Kabupaten Boven Digoel yang kemudian dikali dengan
faktor-faktor konversi menjadi jumlah penumpang pesawat udara.
Peramalan jumlah penduduk di Kabupaten Boven Digoel diusahakan didekati
dari data yang diperoleh. Penggambaran seberapa jauh keakuratan regresi
terhadap data yang dipakai koefisien korelasi (r). Regresi yang baik akan
menghasilkan koefisien korelasi yang mendekati nilai (-1) atau (+1).
e. Diasumsikan pola yang lalu berdasarkan data hingga tahun rencana.

76
f. Diasumsikan tidak terjadi hal-hal yang mampu merubah kondisi lalu lintas
penerbangan, misalnya gejolak ekonomi.

Analisis potensi penumpang bandara mencakup hal-hal sebagai berikut:


a. Analisis potensi penumpang dasar (passengers potential base value) atau
yang lebih dikenal dengan BV per tahun.
b. Nilai tingkat bangkitan atau propensity to fly (PFT).
c. Jumlah tempat duduk penumpang/seat/pax pada masing-masing jenis pesawat
udara.
d. Nilai load factor pada tahun perencanaan.
e. Konversi perkiraan jumlah penumpang tahunan menjadi pergerakan pesawat
udara tahunan.

Hal-hal yang berkaitan dengan analisis penumpang dasar bandara di atas akan
duraikan dalam sub bab di bawah ini.

4.2.6.1 Prakiraan Populasi atau Jumlah Penduduk Kabupaten Boven


Digoel

Data penduduk Kabupaten Boven Digoel diketahui dari tahun 2004 sampai tahun
2014. Perencanaan tebal lapis ulang atau overlay landas pacu di Bandar Udara
Korowai Batu direncanakan sampai 30 tahun ke depan atau sampai tahun 2045.
Prakiraan jumlah penduduk di Kabupaten Boven Digoel ini akan menggunakan
regresi linier dengan bantuan Program Microsoft Excel. Prakiraan jumlah
penduduk di Kabupaten Boven Digoel diusahakan didekati dari data yang
diperoleh. Penggambaran seberapa jauh keakuratan regresi terhadap data yang
dipakai koefisien korelasi (r). Regresi yang baik akan menghasilkan koefisien
korelasi yang mendekati nilai (-1) atau (+1). Jumlah penduduk Kabupaten Boven
Digoel tahun 2004 sampai tahun 2014 dan deretan tahun di regresi sehingga
didapatkan rumus “y” dan “R2”. Jumlah penduduk Kabupaten Boven Digoel tahun
2004 sampai tahun 2014 dan deretan tahun dapat dilihat pada Tabel 4.25.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.32 Jumlah penduduk Kabupaten Boven


Digoel Tahun 2004 Sampai Tahun 2014 dan Deretan Tahun

Tahun Tahun ke- Jumlah Penduduk


2004 1 43.830
2005 2 43.830
2006 3 43.840
2007 4 51.997

77
2008 5 53.941
2009 6 54.402
2010 7 54.790
2011 8 55.736
2012 9 57.688
2013 10 66.832
2014 11 78.256
Jumlah 605.142

Kolom Tahun ke- dan Jumlah penduduk diregresi dengan bantuan Microsoft Excel
menghasilkan grafik pada Gambar 4.6 dan rumus atau persamaan sebagai berikut:

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.20 Hasil Regresi Tahun ke- dan


Jumlah Penduduk Kabupaten Boven Digoel Tahun 2004 Sampai Tahun 2014

Rumus yang didapatkan dari hasil regresi digunakan untuk memprediksi jumlah
penduduk Kabupaten Boven Digoel dengan mengganti “n” dengan urutan tahun.
Rumus yang diperoleh adalah sebagai berikut:
y = 2854,6(n) + 37885
R2 = 0,8352

Hasil analisis regresi di atas dapat diketahui bila Uji Koefisien Determinasi (R 2)
dihasilkan nilai Adjusted R2 sebesar 0,8352. Ini menunjukkan bahwa 83,52%
variasi dari perubahan jumlah penduduk Kabupaten Boven Digoel dapat
dijelaskan dengan baik. Apabila nilai R2 semakin besar (mendekati 1) maka model
regresi semakin sempurna.

4.2.6.2 Analisis Potensi Penumpang Dasar (Passengers Potential Base


Value)

Nilai potensi penumpang dasar atau passengers potential base value atau yang
lebih dikenal dengan BV merupakan nilai yang mencermikan karakteristik internal
daerah tangkapan bandara atau catchment area. Karakteristik internal dapat dilihat

78
dari nilai tingkat bangkitan atau propensity to fly. Nilai BV dapat dihitung dengan
rumus di bawah ini.

BV = Population of catchment area x Propensity to fly

Population of catchment area adalah daerah atau distrik atau kampung yang
memungkinkan menggunakan Bandar Udara Korowai Batu, termasuk daerah
bandar udara berada dan daerah sekitarnya.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Tatanan


Kebandarudaraan Nasional menyebutkan bila cakupan pelayanan bandar udara
untuk wilayah Bali, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Pulau Papua
memiliki cakupan pelayanan 30 km atau jarak antara 2 bandar udara 60 km,
sedangkan luasan tangkapan bandar udara untuk daerah yang sudah berkembang
adalah 100 km. Indikator cakupan pelayan bandar udara ini adalah jarak atrau
waktu pencapaian moda transportasi darat atau moda transportasi lainnya yang
dapat dilayani suatu bandar udara pada wilayah tertentu. Hal ini dimaksudkan
tidak hanya jarak yang menjadi acuan untuk menentukan daerah tangkapan suatu
bandara melainkan juga waktu tempuh yang diperlukan untuk mencapai bandara.
Waktu ini berhubungan dengan fasilitas moda transportasi yang ada dan halangan
atau rintangan untuk mencapai lokasi bandar udara. Ilustrasi yang
menggambarkan luas daerah tangkapan pada Bandar Udara Korowai Batu dapat
dilihat pada Gambar 4.7.

79
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.21 Daerah Tangkapan (Catchment
Area) Bandar Udara Korowai Batu

Gambar 4.7 menunjukkan Bandar udara Korowai Batu berada di Distrik Yanimura
yang berbatasan dengan distrik-distrik lain seperti: Manggelum Firiwage,
Kawagit, Kombay, Kouh, dan Bomakia. Berdasarkan hasil pengukuran dengan
jarak radius 30 km daerah tangkapan Bandar Udara Korowai Batu adalah Distrik
Manggelum dan Firiwage.

Kondisi geografis dari satu distrik ke distrik yang lain masih dipenuhi oleh hutan
belantara. Akses penduduk dari distrik lain yang akan menggunakan Bandara
Korowai Batu di wilayah Distrik Yaniruma sangat sulit ditempuh. Hal ini karena
akses antar distrik masih berupa hutan belantara dan tidak adanya fasilitas moda
transportasi darat maupun moda transportasi yang lainnya yang memadai untuk
menuju Bandar Udara Korowai. Akses penduduk satu kampung ke kampung
lainpun masih sulit dilaksanakan. Hal ini menyebabkan catchment area Bandara
Korowai Batu pada perencanaan tebal lapis ulang atau overlay landas pacu ini
hanya Distrik Yanimura. Distrik Manggelum dan Firiwage yang masih dalam
daerah tangkapan Bandara Korowai Batu tidak dimasukkan karena alasan yang
telah dijelaskan sebelumnya. Nilai prosentase daerah tangkapan bandara dapat
dihitung dengan rumus di bawah ini.

80
Jumlah Penduduk Tangkapan Bandara
% Daerah Tangkapan Bandara =  Jumlah Penduduk Kabupaten
x100%

Jumlah penduduk Yanimura = Laki-Laki = 967 orang


Perempuan = 742 orang
Total = 1.709 orang
(Berdasarkan Tabel 4.22 Jumlah Penduduk
Setiap Distrik di Kabupaten Boven Digoel)
Jumlah penduduk Kabupaten = 78.292 orang
1.709
% Daerah Tangkapan Badara  x100%
78.292
 0,022 x100%
 2,2%
Jadi daerah tangkapan (catchment area) Bandar Udara Korowai Batu adalah
Distrik Yaniruma dengan nilai persentase dari daerah tangkapan bandar udara
sebesar 2,2%.

Tingkat bangkitan dan tarikan atau propensity to fly (PFT) adalah prakiraan
motivasi melakukan perjalanan melalui jalur udara yang memasuki atau
meninggalkan tempat/daerah tersebut sebagai fungsi sosio-ekonomi, lokasi dan
karakteristik tata guna lahannya.

Bangkitan dan tarikan perjalaanan di area pelayanan Bandar Udara Korowai Batu
diidentifikasi dengan menggunakan data sekunder seperti data statistik Kabupaten
Boven Digoel Dalam Angka Tahun 2015, dan kondisi fisik, sosial, ekonomi, dan
budaya. Hasil identifikasi data atau informasi terkait bangkitan dan tarikan di area
pelayanan Bandar Udara Korowai Batu adalah sebagai berikut:
a. Distrik Yanimura memiliki luas area 1.611,04 km2 pada tahun 2015 dengan
presentase 5,94 dari jumlah luas 20 distrik di Kabupaten Boven Digoel.
b. Jumlah penduduk Distrik Yaniruma pada tahun 2014 adalah 967 laki-laki, 742
perempuan dengan jumlah 1.709 orang.
c. Berdasarkan luas daerah dan jumlah penduduk yang telah dijelaskan di atas
dengan demikian kepadatan penduduk di wilayah Distrik Yaniruma adalah
1,06 jiwa/km2.
d. Distrik Yanimura terdapat 4 kampung yaitu Kampung Yanimura (ibukota
distrik), Kampung Manggamahe (Danauwage), Kampung Yafukla dan
Kampung Seninburu.
e. Wilayah Distrik Yanimura masih tertinggal dan termasuk wilayah yang belum
terbangun. Sebagian besar wilayahnya masih berupa area hutan.
f. Permukiman di Kampung Danauwage masih berupa rumah-rumah pohon.
g. Mata pencaharian utama masyarakat di Kampung Danauwage adalah petani
dan berburu ke hutan.

81
h. Fasilitas yang sudah ada di Kampung Danauwage meliputi:
1) Sekolah (1 unit SD swasta)
2) Gereja
3) Kantor Gereja
4) Rumah Adat
5) Rumah Misionaris (klinik kesehatan)
6) Jalan Setapak
7) Bandar Udara Perintis
8) Kantor Proyek
i. Fasilitas moda transportasi antar kampung di Distrik Yanimura belum tersedia
dengan layak, perjalanan dilakukan dengan bejalan kaki melewati hutan atau
menyusuri tepi sungai.

Nilai bangkitan dan tarikan atau propensity to fly dinyatakan dalam jumlah
perjalanan (via udara) per kapita yang berbasis negara. Nilai PFT dalam Proyek
Akhir ini untuk Indonesia diperkirakan dengan grafik yaitu dari International Air
Transport Association (IATA, 2011). Grafik Propensity To Fly Per Kapita
berdasarkan International Air Transport Association (2011) dapat dilihat pada
Gambar 4.8.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.22 Propensity To Fly Per Kapita


(Sumber: International Air Transport Association, 2011)

Grafik pada Gambar 4.8 menunjukkan nilai PFT dasar Indonesia yang berada di
Benua Asia adalah 10-15%. Nilai PFT selanjutnya dikoreksi dengan keadaan di
wilayah Bandara Korowai Batu seperti faktor ekonomi, infrastruktur, tata guna
lahan. Nilai bangkitan dan tarikan atau propensity fo fly digunakan yaitu sebesar
13%. Analisis penumpang dasar dapat dihitung setelah nilai persentase luas
daerah tangkapan bandara dan propensity to fly diketahui. Nilai BV dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:

BV = Population of catchment area x Propensity to fly

82
= (2,2% x Jumlah Penduduk Kabupaten Boven Digoel) x 13%

Output rumus regresi digunakan untuk memprediksi jumlah populasi jumlah


penduduk Kabupaten Boven Digoel dan rumus BV di atas dapat digunakan untuk
mencari jumlah potensi penumpang dasar (passengers potential base value) di
Bandar Udara Korowai Batu pada tahun 2004 sampai tahun 2045. Hasil dari
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.26.

83
Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.33 Jumlah Potensi Penumpang Dasar Bandar Udara Korowai Batu dari Tahun 2004 Sampai
Tahun 2045

Jumlah Penduduk Kabupaten Jumlah Penduduk Daerah Tangkapan Jumlah Penumpang Potensi Dasar
Tahun Tahun ke-
Boven Digoel (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang)
a b c = 2854,6n + 37885 d = 2,2% x c e = 13% x d
2004* 1 43.830 964 125
2005* 2 43.830 964 125
2006* 3 43.840 964 125
2007* 4 51.997 1.144 149
2008* 5 53.941 1.187 154
2009* 6 54.402 1.197 156
2010* 7 54.790 1.205 157
2011* 8 55.736 1.226 159
2012* 9 57.688 1.269 165
2013* 10 66.832 1.470 191
2014* 11 78.256 1.722 224
2015 12 72.140 1.587 206
2016 13 74.995 1.650 214
Lanjutan Tabel 4.26 Jumlah Potensi Penumpang Dasar Bandar Udara Korowai Batu dari Tahun 2004 Sampai Tahun 2045

Jumlah Penduduk Kabupaten Jumlah Penduduk Daerah Tangkapan Jumlah Penumpang Potensi Dasar
Tahun Tahun ke-
Boven Digoel (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang)
a b c = 2854,6n + 37885 d = 2,2% x c e = 13% x d
2017 14 77.849 1.713 223
2018 15 80.704 1.775 231
2019 16 83.559 1.838 239

84
Jumlah Penduduk Kabupaten Jumlah Penduduk Daerah Tangkapan Jumlah Penumpang Potensi Dasar
Tahun Tahun ke-
Boven Digoel (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang)
a b c = 2854,6n + 37885 d = 2,2% x c e = 13% x d
2020 17 86.413 1.901 247
2021 18 89.268 1.964 255
2022 19 92.122 2.027 263
2023 20 94.977 2.089 272
2024 21 97.832 2.152 280
2025 22 100.686 2.215 288
2026 23 103.541 2.278 296
2027 24 106.395 2.341 304
2028 25 109.250 2.404 312
2029 26 112.105 2.466 321

Lanjutan Tabel 4.26 Jumlah Potensi Penumpang Dasar Bandar Udara Korowai Batu dari Tahun 2004 Sampai Tahun 2045

Jumlah Penduduk Kabupaten Jumlah Penduduk Daerah Tangkapan Jumlah Penumpang Potensi Dasar
Tahun Tahun ke-
Boven Digoel (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang)
a b c = 2854,6n + 37885 d = 2,2% x c e = 13% x d
2030 27 114.959 2.529 329
2031 28 117.814 2.592 337
2032 29 120.668 2.655 345
2033 30 123.523 2.718 353
2034 31 126.378 2.780 361
2035 32 129.232 2.843 370
2036 33 132.087 2.906 378
2037 34 134.941 2.969 386
2038 35 137.796 3.032 394

85
Jumlah Penduduk Kabupaten Jumlah Penduduk Daerah Tangkapan Jumlah Penumpang Potensi Dasar
Tahun Tahun ke-
Boven Digoel (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang)
a b c = 2854,6n + 37885 d = 2,2% x c e = 13% x d
2030 27 114.959 2.529 329
2039 36 140.651 3.094 402
2040 37 143.505 3.157 410
2041 38 146.360 3.220 419
2042 39 149.214 3.283 427

Lanjutan Tabel 4.26 Jumlah Potensi Penumpang Dasar Bandar Udara Korowai Batu dari Tahun 2004 Sampai Tahun 2045

Jumlah Penduduk Kabupaten Jumlah Penduduk Daerah Tangkapan Jumlah Penumpang Potensi Dasar
Tahun Tahun ke-
Boven Digoel (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang) Bandar Udara Korowai Batu (Orang)
a b c = 2854,6n + 37885 d = 2,2% x c e = 13% x d
2043 40 152.069 3.346 435
2044 41 154.924 3.408 443
2045 42 157.778 3.471 451

Keterangan : Angka “n” pada rumus kolom c diganti dengan kolom tahun ke- sesuai dengan barisnya.
Tanda (*) pada kolom tahun menunjukkan data awal yang sudah diketahui, nilai tidak dipadatkan dari rumus hasil regresi.

86
4.3 Konsep atau Skenario Perencanaan

Konsep atau skenario perencanaan tebal lapis ulang (overlay) landas pacu pada
pengembangan Bandar Udara Korowai Batu mengacu pada Studi Penyusunan
Rencana Induk (Master Plan) Bandar Udara Korowai Batu Merauke Papua. Studi
ini sudah mengacu pada peraturan dan konsep dalam Tatanan Kebandarudaraan
Nasional. Bandar Udara Korowai Batu termasuk dalam daftar pembangunan dan
pengembangan bandar udara dengan kode pengembangan landas pacu 2B pada
tahun 2030. Skenario perencanaan tebal lapis ulang landas pacu Bandara Korowai
Batu ditinjau selama 30 tahun yang dimulai dari tahun 2016 sampai tahun 2045.
Skenario perencanaan akan terbagi dalam 3 tahapan pembangunan atau overlay,
yang dalam setiap tahapan direncanakan umur layanan selama 10 tahun.
Pemilihan jenis pesawat setiap tahap pembangunan yang digunakan dalam
perencanaan akan mempengaruhi hasil ketebalan perkerasan landas pacu. Oleh
karena itu, pemilihan jenis pesawat harus memperhatikan pada konsep dasar
Pengembangan Bandar Udara Korowai Batu. Pemilihan jenis pesawat pada
perencanaan tebal lapis ulang landas pacu Bandar Udara Korowai Batu ini
berdasarkan jenis pesawat pada Tabel 4.24. dengan skenario penggunaan jenis
pesawat seperti pada Tabel 4.27.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.34 Skenario Penggunaan Jenis Pesawat

Tahap Pembangunan Tahun Jenis Pesawat


DHC 6 Twin Otter
Tahap ke-1 (10 Pertama) 2016 - 2025
N219
Tahap ke-2 (10 Tahun CN 235
2026 - 2035 ATR 42 - 500
Kedua)
Tahap ke-3 (10 Tahun CN 235
2036 - 2045 ATR 72 - 500
Ketiga)

Pada tahap pertama perencanaan pembangunan dipilih pesawat DHC 6 Twin Otter
dan N219 yang mempunyai MTOW yang kecil. Hal ini dikarenakan Bandar Udara
Korowai Batu terletak pada sebuah kampung dalam distrik yang masih tertinggal
dan belum terbangun. Kondisi struktural landas pacu eksisting juga mempunyai
kekuatan yang cukup rendah. Pada tahap kedua dan ketiga perencanaan
pembangunan dipilih pesawat jenis ATR 42-500 dan ATR 72-500 yang
mempunyai kapasitas penumpang yaitu sampai 50 seat. Hal ini dikarenakan

87
menurut tata ruang wilayah Kabupaten Boven Digoel, lokasi Bandar Udara
Korowai Batu berada dalam kawasan budi daya dengan peruntukan sebagai
kawasan hutan produksi dan termasuk dalam kasawan pengembangan wisata
berbasis pelestarian masyarakat adat di Kabupaten Boven Digoel. Oleh karena itu
tidak menutup kemungkinan apabila suatu saat di masa yang akan datang akan
banyak wisatawan (penumpang) yang melakukan penerbangan Korowai Batu.
Selain itu, peningkatan kekuatan struktural landas pacu Bandar Korowai Batu
juga harus dilakukan dengan meningkatkan jenis pesawat yang direncanakan
beroperasi.

4.4 Ramalan Pergerakan Pesawat

Ramalan pergerakan pesawat dalam perencanaan tebal lapis ulang landas pacu
Bandar Udara Korowai Batu didapat dari ramalan penumpang potensi dasar yang
telah dijelaskan pada sub bab 4.2.6. Jumlah penumpang potensi dasar harus
dikonversikan ke dalam lalu lintas pergerakan pesawat. Adapun perhitungan
konversi jumlah penumpang dasar menjadi lalu lintas pergerakan pesawat
didapatkan dari rumus berdasarkan teori Groton-New London AMPU, working
paper no 1 introduction, inventory, forecast (October 2008). Berdasarkan teori
tersebut konversi dari penumpang potensi dasar menjadi lalu lintas atau
pergerakan pesawat dipengaruhi hal-hal sebagai berikut:
a. Load Factor atau Passenger Load Factor
b. Kapasitas Penumpang

Nilai dari load factor dan kapasitas penumpang untuk setiap jenis pesawat
digunakan untuk mencari lalu lintas pergerakan pesawat dengan rumus sebagai
berikut:
Potensi Penumpang Dasar
Lalu Lintas Pesawat  Load Factor x Kapasitas Penumpang

4.4.1 Load Factor atau Passenger Load Factor

Load factor atau passenger load factor (PLF) adalah prosentase dari tempat
duduk atau kapasitas muatan yang digunakan, yaitu berupa perbandingan antara
kapasitas tempat duduk yang secara aktual digunakan saat penerbangan dan
dengan kapasitas tempat duduk yang tersedia. Penentuan jumlah pergerakan
pesawat pada perencanaan tebal lapis ulang landas pacu Bandar Udara Korowai

88
Batu mengacu pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara dalam
Buku Transportasi Udara 2005-2024. Bab V Profil Transportasi Udara Masa
Depan dalam buku tersebut menyebutkan bila pada periode tahun 2015-2019
dengan asumsi load factor berkisar 71% - 74% dan pertumbuhan rata-rata per
tahun 9,4% diperkirakan penyediaan kapasitas tempat duduk angkutan udara
dalam negeri pada tahun 2015 sebesar 118.165.239 tempat duduk dan tahun 2019
meningkat menjadi 170.948.246 tempat duduk.

4.4.2 Kapasitas Penumpang

Setiap jenis pesawat mempunyai kapasitas penumpang yang berbeda-beda.


Pemilihan jumlah penumpang juga mempengaruhi konversi jumlah prediksi lalu
lintas pergerakan pesawat. Semakin besar kapasitas penumpang yang dipakai
maka jumlah lalu lintas pergerakan pesawat semakin sedikit dan sebaliknya.
Kapasitas penumpang setiap jenis pesawat yang digunakan dalam perencanaan
tebal lapis ulang landas pacu Bandara Korowai Batu dilihat pada Tabel 4.28.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.35 Kapasitas Penumpang Pesawat

Tahap Kapasitas Terpakai


Tahun Jenis Pesawat
Pembangunan (Orang)
DHC 6 Twin Otter 19
Tahap ke-1 2016 - 2025
N219 19
CN 235 35
Tahap ke-2 2026 - 2035
ATR 42 - 500 45
CN 235 35
Tahap ke-3 2036 - 2045
ATR 72 - 500 65

4.4.3 Perhitungan Ramalan Pergerakan Pesawat

Jumlah penumpang potensi dasar, nilai passenger load factor, dan kapasitas
penumpang sudah diketahui maka langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah
dari pergerakan pesawat yang diprakirakan akan menggunakan Bandar Udara
Korowai Batu. Contoh perhitungan lalu lintas pergerakakan pesawat pada tahun
2016 (pembangunan tahap I) adalah sebagai berikut:
a. Jumlah Penumpang Potensi Dasar = 214 orang
b. Jenis dan Kapasitas Pesawat Terpakai = DHC 6 Twin Otter = 19 orang
N219 = 19 orang
Jumlah = 38 orang
c. Ramalan Pergerakan Pesawat

89
Potensi Penumpang Dasar
Lalu Lintas Pesawat = Load Factor x Kapasitas Penumpang
214

0,73x38
 7,714
Jadi berdasarkan perhitungan di atas prakiraan jumlah pesawat yang akan
menggunakan landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu pada tahun 2016
adalah 7,714 yang dibulatkan menjadi 8 pesawat.

Tahap pembangunan pengembangan Bandar Udara Korowai Batu dilakukan


selama 30 tahun dengan 3 kali tahap setiap 10 tahun sekali. Setiap tahun
mempunyai mempunyai jumlah potensi penumpang dasar bandara dan lalu lintas
pergerakan pesawat yang berbeda juga. Lalu lintas pergerakan pesawat dalam
Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D (Manual FAA) dan Advisory Circular
(AC) No. 150-5320-6F (FAARFIELD) digunakan nilai rata-rata dari jangka tahun
rencana. Jadi lalu lintas pergerakan pesawat menggunakan nilai rerata dari nilai
pergerakan pesawat setiap tahun dalam 10 tahun. Perhitungan lalu lintas
pergerakan pesawat dari tahun 2016 sampai tahun 2045 dapat dilihat pada Tabel
4.29 Peramalan Pesawat Tahap ke-1, Tabel 4.30 Peramalan Pesawat Tahap ke-2
dan Tabel 4.31 Peramalan Pesawat Tahap ke-3 berikut ini.

90
Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.36 Ramalan Pergerakan Pesawat Pembangunan Tahap I (Tahun 2016 – Tahun 2025)

Tahun Jumlah Penumpang Potensi Dasar Jenis Pesawat Kapasitas Jumlah Pergerakan Jumlah Pergerakan
Bandar Udara Korowai Batu (Orang) Pesawat Pesawat Terpakai
a b c d e = (c)/(38 x 0,73) f = Average (Kolom e)
2016 214 N219 19 8
2017 223 DHC 6 Twin Otter 19 8
2018 231 Jumlah 38 8
2019 239 9
2020 247 9
9 (2 pesawat)
2021 255 9
2022 263 9
2023 272 10
2024 280 10
2025 288 10
Keterangan : Nilai jumlah pergerakan pesawat sudah dalam pembulatan 0 angka dibelakang koma.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.37 Ramalan Pergerakan Pesawat Pembangunan Tahap II (Tahun 2026 – Tahun 2035)

Tahun Jumlah Penumpang Potensi Dasar Jenis Pesawat Kapasitas Jumlah Pergerakan Jumlah Pergerakan
Bandar Udara Korowai Batu (Orang) Pesawat Pesawat Terpakai
a b c d e = (c)/(38 x 0,73) f = Average (Kolom e)
2026 296 CN235 35 5 6 (2 pesawat)
2027 304 ATR 42-500 45 5

91
2028 312 Jumlah 80 5
2029 321 5
2030 329 6
2031 337 6
2032 345 6
2033 353 6
2034 361 6
2035 370 6
Keterangan : Nilai jumlah pergerakan pesawat sudah dalam pembulatan 0 angka dibelakang koma.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.38 Ramalan Pergerakan Pesawat Pembangunan Tahap III (Tahun 2036 – Tahun 2045)

Tahun Jumlah Penumpang Potensi Dasar Jenis Pesawat Kapasitas Jumlah Pergerakan Jumlah Pergerakan
Bandar Udara Korowai Batu (Orang) Pesawat Pesawat Terpakai
a b c d e = (c)/(38 x 0,73) f = Average (Kolom e)
2036 378 CN235 35 5
2037 386 ATR 72-500 65 5
2038 394 Jumlah 100 5
2039 402 6
2040 410 6
6 (2 pesawat)
2041 419 6
2042 427 6
2043 435 6
2044 443 6
2045 451 6

92
Keterangan : Nilai jumlah pergerakan pesawat sudah dalam pembulatan 0 angka dibelakang koma.

93
4.5 Pembangunan Tahap I (Tahun 2016 – 2025)

Tebal lapis ulang landas pacu Bandar Udara Korowai Batu Pembangunan Tahap I
dianalisis dengan menggunakan metode FAA yang terdiri dari Advisory Circular
(AC) No. 150-5320-6D (Manual FAA) dan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-
6F (software FAARFIELD). Langkah-langkah analisis tebal lapis ulang landas
pacu adalah sebagai berikut:

4.5.1 Struktur Perkerasan Eksisting Pada Pembangunan Tahap I

Perkerasan landas pacu Bandar Udara Korowai Batu sudah dijelaskan pada Sub
Bab 4.2.3 yaitu terdiri dari:
a. Lapisan subbase course dengan material soil cement dan ketebalan 15 cm.
b. Lapisan surface course dengan material sandsheet dan ketebalan 2 cm.

Gambar perkerasan eksisting pada pembangunan tahap I dapat dilihat pada


Gambar 4.5. Ketebalan total perkerasan eksisting adalah 17 cm. Lapisan
perkerasan landas pacu Bandar Udara Korowai Batu belum pernah dilakukan
suatu pemeliharaan yaitu dengan pelapisan ulang atau overlay sebelumnya.

4.5.2 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6D (Manual FAA)

Langkah-langkah analisa tebal lapis perkerasan landas pacu Bandar Udara


Korowai Batu Pembangunan Tahap I dengan menggunakan metode Advisory
Circular (AC) No. 150-5320-6D (Manual FAA) adalah sebagai berikut:

4.5.2.1 Menentukan Nilai CBR Subgrade

CBR subgrade merupakan suatu elemen penting yang harus diketahui dalam
analisis menggunakan metode FAA. Nilai CBR subgrade telah telah dianalisis dan
dijelaskan pada Sub Bab 4.2.2. Hasil dari analisis CBR subgrade rata-rata dapat
dilihat pada Tabel 4.19. Hasil analisis menunjukkan bila adanya keseragaman
jenis tanah pasir (sands) pada 6 titik pengujian sedangkan 2 titik pengujian
lainnya yaitu nomor S4 dan S6A menunjukkan jenis tanah lempung (clays). Nilai
CBR rencana didapatkan dari nilai hasil rata-rata nilai CBR subgrade di Bandar
Udara Korowai Batu pada kedalaman 0,2 m yang bernilai 6,67%.

94
4.5.2.2 Menentukan Ramalan Keberangkatan Tahunan

Ramalan keberangkatan tahunan atau lalu lintas pergerakan pesawat tahunan


menggunakan volume keberangkatan tahunan rerata atau Average Annual
Departure (AAD) selama umur recana pembangunan tahap I yaitu 10 tahun.
Ramalan rata-rata keberangkatan tahunan dengan jenis pesawat yang dipakai
dapat dilihat pada Tabel 4.29 Ramalan Pergerakan Pesawat Pembangunan Tahap I
(Tahun 2016 – Tahun 2025). Pada Tabel 4.29 diketahui dengan pesawat yang
beroperasi yaitu N219 dengan kapasitas 19 seat dan DHC 6 Twin Otter dengan
kapasitas 19 seat menghasilkan rata-rata keberangkatan tahunan pesawat selama
10 tahun yaitu sebesar 9 perjalanan. Sembilan perjalanan ini masih didistribusikan
ke 2 pesawat. Prediksi distrisbusi lalu lintas untuk setiap jenis pesawat Bandar
Udara Korowai Batu tahun 2016 – 2025 dapat dilihat pada Tabel 4.32.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.39 Prediksi Distrisbusi Lalu Lintas


Untuk Setiap Jenis Pesawat di Bandar Udara Korowai Batu Tahun 2016 – 2025

Jenis Pesawat
Jumlah Rata-Rata
Tahun DHC 6 Twin
Keberangkatan Keberangkatan N219
Otter
2016 8
2017 8
2018 8
2019 9
2020 9
9 4 5
2021 9
2022 9
2023 10
2024 10
2025 10

Berdasarkan Tabel 4.32 didapatkan prediksi distrisbusi lalu lintas untuk setiap
jenis pesawat Bandar Udara Korowai Batu tahun 2016 – 2025 adalah jenis
pesawat DHC 6 Twin Otter sebanyak 4 keberangkatan dan jenis pesawat N219
sebanyak 5 keberangkatan.

4.5.2.3 Penentuan Pesawat Desain Rencana

Penentuan pesawat desain rencana (design aircraft/critical aircraft) berdasarkan


jenis pesawat yang membutuhkan tebal perkerasan paling besar. Tebal perkerasan
yang paling besar didapatkan dari jenis pesawat yang memiliki nilai MTOW

95
paling besar, tetapi juga dilihat dari lalu lintas setiap jenis pesawat. Pesawat yang
memiliki lalu lintas tinggi dalam bandar udara juga bisa membutuhkan ketebalan
perkerasan yang besar. Plotting tebal perkerasan untuk pesawat DHC 6 Twin
Otter dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan pesawat N219 pada Gambar 4.10.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.23 Ketebalan Perkerasan Landas


Pacu Jenis Pesawat DHC 6 Twin Otter

96
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.24 Ketebalan Perkerasan Landas
Pacu Jenis Pesawat N219

Perbandingan berbagai kriteria untuk menentukan jenis pesawat desain rencana


Pembangunan Tahap I dapat dilihat pada Tabel 4.33.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.40 Perbandingan Kriteria Untuk


Pemilihan Pesawat Desain Rencana Pembangunan tahap I

Jenis MTOW Annual Tebal


Tipe Pesawat
Pesawat Departure Perkerasan
Konfigurasi Desain
kg lbs Dibutuhkan
Roda Rencana
(inch)
DHC 6 5.670 12.500 4 13
Single
Twin
Wheel
Otter N219
Single
N219 7.030 15.498 5 13
Wheel

97
Berdasarkan Tabel 4.33 terlihat bila pesawat DHC 6 Twin Otter dan N219
membutuhkan tebal perkerasan landas pacu yang sama karena dalam plotting pada
Grafik Manual FAA untuk pesawat dengan konfigurasi main gear single wheel
menggunakan nilai standar minimal FAA. Oleh karena itu penentuan pesawat
rencana berdasarkan pesawat yang mempunyai MTOW terbesar dan annual
departure tertinggi adalah jenis pesawat N219. Oleh karena itu, analisa ketebalan
perkerasan akan digunakan dengan menggunakan tipe pesawat N219 sebagai
pesawat desain rencana.

4.5.2.4 Analisa Keberangkatan Ekivalen

Peramalan keberangkatan pesawat terdiri dari beberapa jenis pesawat yang


mempunyai konfigurasi main gear dan MTOW yang bervariasi. Perencanaan tebal
lapis perkerasan ini harus dikonversikan menjadi tipe konfigurasi main gear yang
sama dengan pesawat desain rencana dengan mengkali nilai konversi yang telah
ditentukan. Pesawat N219 dipilih sebagai pesawat desain rencana karena
mempunyai MTOW paling besar dan annual departure paling tinggi. Perhitungan
keberangkatan ekivalen atau equivalent annual departure adalah sebagai berikut.
a. EAD Untuk Pesawat N219
Tipe Gear = Single Wheel
Faktor Konversi = 1 (Satu)
Annual Departure = 5 Perjalanan
MTOW = 7.030 kg
= 15.498 lbs
Equivalent Single Gear Departure =1x5
= 5 Perjalanan
95% x MTOW
Wheel Load (W2) =
Jumlah Roda
0,95 x7.030
=
2
6.678,5
=
2
= 3.339,25 kg
= 7.361,23 lbs
Wheel Load of Design Aircraft (W1) = 3.339,25 kg
= 7.361,23 lbs
0,5
W 
Equivalent Departs Design Aircraft (R1)= log R1  log R2  2 
 W1 
0,5
 3.339,25 
= log R1  log 5 
 3.339,25 
= R1  5
b. EAD Untuk Pesawat DHC 6 Twin Otter
Tipe Gear = Single Wheel

98
Faktor Konversi = 1 (Satu)
Annual Departure = 4 Perjalanan
MTOW = 5.670 kg
= 15.498 lbs
Equivalent Single Gear Departure =1x4
= 4 Perjalanan
95% x MTOW
Wheel Load (W2) =
Jumlah Roda
0,95 x5.670
=
2
5.386,5
=
2
= 2.693,25 kg
= 5.937,05 lbs
Wheel Load of Design Aircraft (W1) = 3.339,25 kg
= 7.361,23 lbs
0,5
W 
Equivalent Departs Design Aircraft (R1)= log R1  log R2  2 
 W1 
0,5
 2.693,25 
= log R1  log 4 
 3.339,25 
= R1  3

Rekapitulasi EAD dengan pesawat ekivalen N219 dapat dilihat pada Tabel 4.34.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.41 Keberangkatan Per Tahun Pesawat


Ekivalen N219

Wheel Load of Equi.


Wheel Load
Equi. Design Aircraft Annual
Jenis
Single Departs
Pesawat
Departure kg lbs kg lbs Design
Aircraft
DHC 6
Twin 4 2.693,25 5937,05 3.339,25 7.361,23 3
Otter
N219 5 3.339,25 7.361,23 3.339,25 7.361,23 5
Total Equi. Annual Departs Design Aircraft (R1) 8

Jadi, nilai total dari Keberangkatan per tahun pesawat ekivalen N219 atau
Equivalent Annual Departure (EAD) atau R1 adalah 5 + 3 = 8.

99
4.5.2.5 Menentukan Tebal Lapis Perkerasan dengan Grafik FAA

Nilai rata-rata keberangkatan per tahun pesawat ekivalen N219 selama umur
rencana 10 tahun (R1) didapatkan nilai 8. Nilai ini kemudian di plotkan pada
Grafik Desain Manual FAA berdasarkan tipe konfigurasi gear. Pesawat N219
mempunyai konfigurasi gear single wheel. Nilai equivalent annual departure
akan diplotkan ke grafik manual FAA dengan nilai CBR subgrade yaitu 6,67% dan
MTOW pesawat desain rencana N219 yaitu 7.030 kg atau 15.498 lbs.

Grafik desain perkerasan lentur landas pacu yang dikeluarkan FAA mempunyai
standar nilai dalam grafik yaitu gross aircraft weight dan annual departures yang
sudah ditentukan nilainya. Nilai gross aircraft weight pesawat rencana N219 pada
pembangunan tahap I yaitu 7.030 kg atau 15.498 lbs, namum dalam grafik
perencanaan perkerasan lentur yang dikeluarkan FAA mempunyai nilai minimum
yaitu 30.000 lbs. Oleh karena itu dalam plotting ini, digunakan nilai minimum
dari gross aircraft weight grafik manual FAA yaitu 30.000 lbs. Nilai annual
departures pada pembangunan tahap I yaitu 8 keberangkatan, namun dalam grafik
perencanaan perkerasan lentur yang dikeluarkan FAA nilai terendah dari annual
departures yaitu 1.200 keberangkatan. Oleh karena itu dalam plotting ini,
digunakan nilai terendah dari annual departures grafik Manual FAA yaitu 1.200
keberangkatan.

100
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.25 Plotting Grafik Manual FAA
Pesawat Desain Rencana Single Wheel N219 Pada Bandar Udara Korowai
Pembangunan Tahap I

Berdasarkan plotting pada grafik manual FAA Gambar 4.11 di atas didapatkan
tebal perkerasan yang diperlukan adalah 13 inch = 330,2 mm = 33,02 cm.

101
4.5.2.6 Menentukan Tebal Setiap Lapis Perkerasan Landas Pacu
Berdasarkan Standar Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D
(Manual FAA)

Lapisan perkerasan landas pacu terdiri dari beberapa jenis lapis perkerasan, yaitu
subbase course, base course, dan surface course. Ketebalan setiap lapis
perkerasan adalah sebagai berikut:
a. Tebal total, diperoleh dari grafik desai perkerasan lentur manual FAA single
wheel pada Gambar 4.11 dengan menggunakan nilai CBR subgrade 6,67%,
Maximum Take Off Weight (MTOW) 15.498 lbs (dalam plotting grafik manual
FAA dipakai nilai minimum 30.000 lbs), dan Equivalent Annual Departure
(EAD) 8 pergerakan pesawat (dalam plotting grafik manual FAA dipakai nilai
minimum 1.200 pergerakan pesawat), sehingga diperoleh tebal total
perkerasan yang diperlukan adalah 13 inch = 330,2 mm = 33,02 cm = 33 cm.
b. Tebal surface course, ketebalan untuk daerah kritis 4 inch = 101,6 mm
=10,16 cm = 10 cm sedangkan untuk non kritis 3 inch =76,2 mm = 7,62 cm =
8 cm.
c. Tebal base course, ketebalannya diperoleh dengan mengurangi ketebalan
total dengan tebal surfaces course dan subbase course, akan tetapi tebal base
course harus memperhatikan ketebalan minimum yang dibutuhkan. Ketebalan
minimum diperoleh dari Tabel 2.6 Ketebalan Minimum Base Course. Jenis
pesawat N219 dengan konfigurasi gear single wheel dan berat pesawat
15.498 lbs maka didapat ketebalan base course adalah 100 mm = 10 cm.
d. Tebal subbase course, diperoleh dari tebal total perkerasan yang didapat dari
Gambar 4.11 yang dikurangi dengan tebal lapisan base course dan surface
course. Jadi ketebalan untuk subbase course adalah 33 cm – 10 cm – 10 cm =
13 cm.
e. Hasil desain ketebalan perkerasan landas pacu metode manual FAA dapat
dilihat pada Gambar 4.12 di bawah ini.

102
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.26 Output Hasil Ketebalan
Perkerasan Landas Pacu Metode Manual FAA Pembangunan Tahap I

4.5.2.7 Perbandingan Analisa Perkerasan Dengan Kondisi Eksisting


Perkerasan

Ketebalan kondisi eksisting perkerasan landas pacu dan ketebalan desain dari
hasil analisa manual FAA dibandingkan apakah perkerasan eksisting memerlukan
sebuah pemeliharaan pelapisan ulang atau overlay.

Perbandingan analisa ketebalan perkerasan dengan menggunakan metode manual


FAA dengan kondisi eksisting pekerasan landas pacu tidak dapat dilakukan karena
dalam input plotting grafik desain perkerasan lentur Manual FAA tidak
menggunakan nilai desain tetapi dengan nilai standar minimum yang sudah
ditentukan dalam grafik manual FAA.

4.5.3 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6F (FAARFIELD Software)

Metode dengan menggunakan program FAARFIELD menghitung tebal perkerasan


yang dibutuhkan berdasarkan efek kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-
masing pesawat yang akan menggunakan landas pacu Bandar Udara Korowai
Batu terhadap perkerasan, oleh karena itu semua pesawat yang beroperasi dengan
karakteristik masing-masing pesawat dijadikan bahan input dalam program
FAARFIELD.

103
Pengoperasian program FAARFIELD terdapat 2 macam input yang dapat
dimodifikasi sesuai dengan kondisi eksisting perkerasan. Dua macam input
tersebut adalah modifikasi struktur perkerasan dan modifikasi pesawat. Analisa
tebal lapis perkerasan Bandar Udara Korowai Batu dengan menggunakan program
FAARFIELD adalah sebagai berikut.

4.5.3.1 Modifikasi Perkerasan

Input modifikasi perkerasan struktur pada program FAARFIELD berdasarkan


kondisi perkerasan eksisting landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu. Input
ketebalan surface course yaitu sebesar 2 cm tidak dapat dimasukkan dalam
FAARFIELD karena ketebalan surface course dalam FAARFIELD mempunyai
nilai standar minimum yaitu 10 cm atau 4 inch. Input ketebalan subbase course
sama dengan kondisi eksisting yaitu 15 cm atau 6 inch. Jadi ketebalan total dalam
input modifikasi struktur dalam FAARFIELD yaitu 25 cm atau 10 inch. Input
modifikasi perkerasan kondisi eksisting pada program FAARFIELD dapat dilihat
pada Tabel 4.35.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.42 Input Modifikasi Perkerasan Metode


FAARFIELD Pembangunan Tahap I

Lapis Material Tebal Modulus R


Material
Perkerasan FAARFIELD cm inchi (psi)
Sandsheet P-401/P-403 10 4 200.000
Surface
HMA
Course
Surface
Subbase Soil
P-209 Cr Ag 15 6 75.000
Course Cement

Lapisan sandsheet pada surface course digantikan dengan model P-401/P403


HMA AC Surface dalam model modifikasi FAARFIELD dengan nilai modulus
untuk lapisan AC yang sudah ditentukan dalam FAARFIELD yaitu 200.000 psi
atau 1.378,95 MPa. Lapisan subbase course dipakai bahan lapis keras dengan
item P-209 Crushed Aggregate dengan nilai modulus yang sudah ditentukan
langsung dalam FAARFIELD untuk setiap masing-masing jenis bahan lapis keras
yaitu sebesar 75.000 psi atau 172,42 MPa. Input modifikasi struktur juga
menggunakan nilai CBR subgrade yaitu sebesar 6,67% dan umur desain yaitu 10

104
tahun. Gambar modifikasi struktur dalam FAARFIELD dapat dilihat dalam
Gambar 4.13 di bawah ini.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.27 Modifikasi Struktur FAARFIELD


Pembangunan Tahap I

4.5.3.2 Modifikasi Pesawat

Input modifikasi pesawat struktur pada program FAARFIELD berdasarkan


pesawat rencana yang akan beroperasi di landas pacu di Bandar Udara Korowai
Batu pembangunan tahap I. Input modifikasi pesawat pada program FAARFIELD
dapat dilihat pada Tabel 4.36.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.43 Input Modifikasi Pesawat Metode


FAARFIELD Pembangunan Tahap I

Design Gear Type Gross Annual % Annual Total


Aircraft Weight Departure Growth Departure

105
(tns)
DHC 6 Single 2,693
Twin Otter 4 0 40
Wheel

N219 Single 3,340 5 0 50


Wheel

Data variabel P/C, tire pressure, tire contact dan dual spacing sudah ditentukan
langsung berdasarkan karakteristik yang diperoleh dari masing-masing pesawat.
FAARFIELD menyediakan berbagai macam jenis pesawat, apabila dalam pesawat
rencana yang digunakan tidak ada dalam program FAARFIELD bisa dimodifikasi
dengan menggunakan airline group kemudian dipilih jenis pesawat yang
mempunyai konfigurasi gear dan gross weight yang sama dengan pesawat
rencana. Modifikasi pesawat dalam FAARFIELD dapat dilihat pada Gambar 4.14.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.28 Modifikasi Pesawat FAARFIELD


Pembangunan Tahap I

Input modifikasi pesawat untuk pesawat DHC 6 Twin Otter menggunakan tipe S-5
dengan nilai MTOW 2,693 tons dan N219 menggunakan tipe S-10 dengan nilai
MTOW 3,340 tons.

106
4.5.3.3 Desain Perkerasan FAARFIELD

Input modifikasi perkerasan dan pesawat sudah dimasukkan dalam program


FAARFIELD, maka langkah selanjutnya “Design Structure” untuk mengetahui
ketebalan dan nilai CDF. Hasil dari desain struktur dari program FAARFIELD
dengan input perkerasan dan pesawat yang telah dimasukkan pada pembangunan
tahap I dapat dilihat pada Gambar 4.15.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.29 Output Desain Struktur


FAARFIELD Pembangunan Tahap I

Hasil tebal desain dengan menggunakan program FAARFIELD didapatkan tebal


total yaitu sebesar 200 mm = 20 cm = 8 inch dengan nilai CDF = 0 dan N = 4.
Hasil desain ketebalan perkerasan landas pacu metode FAARFIELD dapat dilihat
pada Gambar 4.16 di bawah ini.

107
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.30 Output Hasil Ketebalan
Perkerasan Landas Pacu Metode FAARFIELD Pembangunan Tahap I

4.5.3.4 Perbandingan Analisa Perkerasan Dengan Kondisi Eksisting


Perkerasan

Ketebalan kondisi eksisting perkerasan landas pacu dan ketebalan desain dari
hasil analisa FAARFIELD dibandingkan apakah perkerasan eksisting memerlukan
sebuah pemeliharaan pelapisan ulang atau overlay. Hasil perbandingan ini dapat
dilihat pada Tabel 4.37.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.44 Perbandingan Ketebalan Perkerasan


Eksisting dengan Ketebalan Desain FAARFIELD Pembangunan Tahap I

Tebal Perkerasan Tebal Perkerasan Desain


Lapis Perkerasan
Eksisting (cm) (cm)
Surface Course 2 5
Subbase Course 15 15
Total 17 20

Berdasarkan Tabel 4.37 tebal perkerasan eksisting adalah 17 cm dan tebal


perkerasan desain adalah 20 cm karena tebal desain lebih tebal dari kondisi
eksisting (20 cm > 17 cm) maka selama umur rencana 10 tahun memerlukan
tindakan pemeliharaan perkerasan yaitu dengan overlay setebal 3 cm.

108
4.6 Pembangunan Tahap II (Tahun 2026 – 2035)

Tebal lapis ulang landas pacu Bandar Udara Korowai Batu pembangunan tahap II
dianalis dengan menggunakan metode FAA yang terdiri dari Advisory Circular
(AC) No. 150-5320-6D (Manual FAA) dan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-
6F (software FAARFIELD). Langkah-langkah analisis tebal lapis ulang landas
pacu adalah sebagai berikut:

4.6.1 Struktur Perkerasan Eksisting Pada Pembangunan Tahap II

Hasil analisa perencanaan tebal lapis ulang Bandar Udara Korowai Batu
pembangunan tahap I menghasilkan ketebalan overlay setebal 3 cm yang
menjadikan ketebalan total eksisting pada pembangunan tahap I menjadi 20 cm.
Perkerasan eksisting ini terdiri dari:
a. Lapisan subbase course dengan material soil cement dan ketebalan 15 cm.
b. Lapisan surface course dengan material sandsheet dan hotmix dan ketebalan
5 cm.

Perkerasan eksisting pada Pembangunan Tahap II dapat dilihat pada Gambar 4.17.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.31 Perkerasan Eksisting Landas Pacu


Bandar Udara Korowai Batu Pembangunan Tahap II

109
4.6.2 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6D (Manual FAA)

Langkah-langkah analisa tebal lapis perkerasan landas pacu Bandar Udara


Korowai Batu Pembangunan Tahap II dengan menggunakan metode Advisory
Circular (AC) No. 150-5320-6D (Manual FAA) adalah sebagai berikut:

4.6.2.1 Menentukan Nilai CBR Subgrade

CBR subgrade merupakan suatu elemen penting yang harus diketahui dalam
analisis menggunakan metode FAA. Nilai CBR subgrade telah telah dianalisis dan
dijelaskan pada Sub Bab 4.2.2. Hasil dari analisis CBR subgrade rata-rata dapat
dilihat pada Tabel 4.19. Hasil analisis menunjukkan bila adanya keseragaman
jenis tanah pasir (sands) pada 6 titik pengujian sedangkan 2 titik pengujian
lainnya yaitu nomor S4 dan S6A menunjukkan jenis tanah lempung (clays). Nilai
CBR rencana didapatkan dari nilai hasil rata-rata nilai CBR subgrade di Bandar
Udara Korowai Batu pada kedalaman 0,2 m yang bernilai 6,67%.

4.6.2.2 Menentukan Ramalan Keberangkatan Tahunan

Ramalan keberangkatan tahunan atau lalu lintas pergerakan pesawat tahunan


menggunakan volume keberangkatan tahunan rerata atau Average Annual
Departure (AAD) selama umur recana pembangunan tahap II yaitu 10 tahun.
Ramalan rata-rata keberangkatan tahunan dengan jenis pesawat yang dipakai
dapat dilihat pada Tabel 4.30 Ramalan Pergerakan Pesawat Pembangunan Tahap
II (Tahun 2026 – Tahun 2035). Pada Tabel 4.30 diketahui dengan pesawat yang
beroperasi yaitu CN235 dengan kapasitas 35 seat dan ATR 42 – 500 dengan
kapasitas 45 seat menghasilkan rata-rata keberangkatan tahunan pesawat selama
10 tahun yaitu sebesar 6 perjalanan. Enam perjalanan ini masih didistribusikan ke
2 pesawat. Prediksi distrisbusi lalu lintas untuk setiap jenis pesawat Bandar Udara
Korowai Batu tahun 2026 – 2035 dapat dilihat pada Tabel 4.38.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.45 Prediksi Distrisbusi Lalu Lintas


Untuk Setiap Jenis Pesawat di Bandar Udara Korowai Batu Tahun 2026 – 2035

110
Jenis Pesawat
Jumlah Rata-Rata
Tahun ATR 42 –
Keberangkatan Keberangkatan CN235
500
2026 5
2027 5
2028 5
2029 5
2030 6
6 3 3
2031 6
2032 6
2033 6
2034 6
2035 6

Berdasarkan Tabel 4.38 didapatkan prediksi distrisbusi lalu lintas untuk setiap
jenis pesawat Bandar Udara Korowai Batu tahun 2026 – 2035 adalah jenis
pesawat CN235 sebanyak 3 keberangkatan dan jenis pesawat ATR 42 – 500
sebanyak 3 keberangkatan.

4.6.2.3 Penentuan Pesawat Desain Rencana

Penentuan pesawat desain rencana berdasarkan jenis pesawat yang membutuhkan


tebal perkerasan paling besar. Tebal perkerasan yang paling besar didapatkan dari
jenis pesawat yang memiliki nilai MTOW paling besar, selain itu pesawat yang
memiliki lalu lintas tinggi dalam bandar udara juga bisa membutuhkan ketebalan
perkerasan yang besar. Plotting tebal perkerasan untuk pesawat CN235 dapat
dilihat pada Gambar 4.18 dan pesawat ATR 42-500 pada Gambar 4.19.

111
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.32 Ketebalan Perkerasan Landas
Pacu Jenis Pesawat CN235

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.33 Ketebalan Perkerasan Landas


Pacu Jenis Pesawat ATR 42-500

112
Perbandingan berbagai kriteria untuk menentukan jenis pesawat desain rencana
Pembangunan Tahap II dapat dilihat pada Tabel 4.39.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.46 Perbandingan Kriteria Untuk


Pemilihan Pesawat Desain Rencana Pembangunan Tahap II
MTOW Tebal
Tipe Pesawat
Jenis Annual Perkerasan
Konfigurasi Desain
Pesawat kg lbs Departure Dibutuhkan
Roda Rencana
(inch)
Dual
CN235 16.500 36.376 3 15
Tandem ATR 42 –
ATR 42 500
18.600 41.006 Dual Wheel 3 15
– 500

Berdasarkan Tabel 4.39 terlihat bila pesawat CN235 dan ATR 42-500
membutuhkan tebal perkerasan landas pacu yang sama karena dalam plotting
Grafik Manual FAA dengan menggunakan nilai standar minimal FAA. Oleh karena
itu penentuan pesawat rencana berdasarkan pesawat yang mempunyai MTOW
terbesar dan annual departure tertinggi adalah jenis pesawat ATR 42 - 500. Oleh
karena itu, analisa ketebalan perkerasan akan digunakan dengan menggunakan
tipe pesawat ATR 42 - 500 sebagai pesawat desain rencana.

4.6.2.4 Analisa Keberangkatan Ekivalen

Peramalan keberangkatan pesawat terdiri dari beberapa jenis pesawat yang


mempunyai konfigurasi main gear dan MTOW yang bervariasi. Perencanaan tebal
lapis perkerasan ini harus dikonversikan menjadi tipe konfigurasi main gear yang
sama dengan pesawat desain rencana dengan mengkali nilai konversi yang telah
ditentukan. Pesawat ATR 42 - 500 dipilih sebagai pesawat desain rencana karena
mempunyai MTOW paling besar dan annual departure paling tinggi. Perhitungan
keberangkatan ekivalen atau equivalent annual departure adalah sebagai berikut.
a. EAD Untuk Pesawat ATR 42 - 500
Tipe Gear = Dual Wheel
Faktor Konversi = 1 (Satu)
Annual Departure = 3 Perjalanan
MTOW = 18.600 kg
= 41.006 lbs
Equivalent Single Gear Departure =1x3
= 3 Perjalanan

113
95% x MTOW
Wheel Load (W2) =
Jumlah Roda
0,95 x18.600
=
4
17.670
=
4
= 4.417,5 kg
= 9.740,0 lbs
Wheel Load of Design Aircraft (W1) = 4.417,5 kg
= 9.740,0 lbs
0,5
W 
Equivalent Departs Design Aircraft (R1)= log R1  log R2  2 
 W1 
0 ,5
 4.417,5 
= log R1  log 3 
 4.417,5 
= R1  3
b. EAD Untuk Pesawat CN235
Tipe Gear = Dual Tandem
Faktor Konversi = 1,7
Annual Departure = 3 Perjalanan
MTOW = 16.500 kg
= 36.376 lbs
Equivalent Single Gear Departure = 1,7 x 3
= 5 perjalanan
95% x MTOW
Wheel Load (W2) =
Jumlah Roda
0,95 x16.500
=
8
15.675
=
8
= 1.959,38 kg
= 4.318,86 lbs
Wheel Load of Design Aircraft (W1) = 4.417,5 kg
= 9.740,0 lbs
0,5
W 
Equivalent Departs Design Aircraft (R1)= log R1  log R2  2 
 W1 
0, 5
 1.959,38 
= log R1  log 5 
 4.417,5 
= R1  3

Rekapitulasi keberangkatan per tahun pesawat ekivalen ATR 42 – 500 atau EAD
dapat dilihat pada Tabel 4.40 di bawah ini.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.47 Keberangkatan Per Tahun Pesawat


Ekivalen ATR 42 - 500

Wheel Load of Equi.


Wheel Load
Equi. Design Aircraft Annual
Jenis
Single Departs

114
Jadi, nilai total dari Keberangkatan per tahun pesawat ekivalen ATR 42 – 500 atau
Equivalent Annual Departure (EAD) atau R1 adalah 3 + 3 = 6.

4.6.2.5 Menentukan Tebal Lapis Perkerasan dengan Grafik FAA

Nilai rata-rata keberangkatan per tahun pesawat ekivalen ATR 42 – 500 selama
umur rencana 10 tahun (R1) didapatkan nilai 6. Nilai ini kemudian di plotkan pada
Grafik Desain Manual FAA berdasarkan tipe konfigurasi gear. Pesawat ATR 42 –
500 mempunyai konfigurasi gear dual wheel. Nilai equivalent annual departure
akan diplotkan ke grafik manual FAA dengan nilai CBR subgrade yaitu 6,67% dan
MTOW pesawat desain rencana ATR 42 – 500 yaitu 18.600 kg atau 41.006 lbs.

Grafik desain perkerasan lentur landas pacu yang dikeluarkan FAA mempunyai
standar nilai dalam grafik yaitu gross aircraft weight dan annual departures yang
sudah ditentukan nilainya. Nilai gross aircraft weight pesawat rencana ATR 42 –
500 pada pembangunan tahap II yaitu 18.600 kg atau 41.006 lbs, namum dalam
grafik perencanaan perkerasan lentur yang dikeluarkan FAA mempunyai nilai
minimum yaitu 50.000 lbs. Oleh karena itu dalam plotting ini, digunakan nilai
minimum dari gross aircraft weight grafik manual FAA yaitu 50.000 lbs. Nilai
annual departures pada pembangunan tahap II yaitu 6 keberangkatan, namum
dalam grafik perencanaan perkerasan lentur yang dikeluarkan FAA nilai terendah
dari annual departures yaitu 1.200 keberangkatan. Oleh karena itu dalam plotting
ini, digunakan nilai terendah dari annual departures grafik Manual FAA yaitu
1.200 keberangkatan.

Cara plotting dalam grafik desain perkerasan lentur landas pacu Manual FAA ini
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan nilai CBR subgrade yang berada pada atas grafik Manual FAA.
b. Menarik garis lurus ke bawah sampai menyentuh garis nilai gross aircraft
weight rencana.
c. Menarik garis ke kanan sampai sampai menyentuh garis nilai annual
departures rencana.
d. Menarik garis ke bawah sampai menyentuh garis ketebalan total perkerasan
landas pacu.

Plotting pada grafik perencanaan perkerasan lentur pada pembangunan tahap II


dapat dilihat pada Gambar 4.20 di bawah ini.

115
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.34 Plotting Grafik Manual FAA
Pesawat Desain Rencana Dual Wheel Gear ATR 42 – 500 Pada Bandar Udara
Korowai Pembangunan Tahap II

Berdasarkan plotting pada grafik manual FAA Gambar 4.20 di atas didapatkan
tebal perkerasan yang diperlukan adalah 15 inch = 381 mm = 38,1 cm.

116
4.6.2.6 Menentukan Tebal Setiap Lapis Perkerasan Landas Pacu
Berdasarkan Standar Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D
(Manual FAA)

Lapisan perkerasan landas pacu terdiri dari beberapa jenis lapis perkerasan, yaitu
subbase course, base course, dan surface course. Ketebalan setiap lapis
perkerasan adalah sebagai berikut:
a. Tebal total, diperoleh dari grafik manual FAA single wheel pada Gambar 4.20
dengan menggunakan nilai CBR subgrade 6,67%, Maximum Take Off Weight
(MTOW) 41.006 lbs (dalam plotting grafik manual FAA dipakai nilai
minimum 50.000 lbs), dan Equivalent Annual Departure (EAD) 6 (dalam
plotting grafik manual FAA dipakai nilai minimum 1.200 pergerakan
pesawat), sehingga diperoleh tebal total perkerasan yang diperlukan adalah 15
inch = 381 mm = 38,1 cm = 38 cm.
b. Tebal surface course, ketebalan untuk daerah kritis 4 inch = 101,6 mm
=10,16 cm = 10 cm sedangkan untuk non kritis 3 inch =76,2 mm = 7,62 cm =
8 cm.
c. Tebal base course, ketebalannya diperoleh dengan mengurangi ketebalan
total dengan tebal surfaces course dan subbase course, akan tetapi tebal base
course harus memperhatikan ketebalan minimum yang dibutuhkan. Ketebalan
minimum diperoleh dari Tabel 2.6 Ketebalan Minimum Base Course. Jenis
pesawat ATR 42 – 500 dengan konfigurasi gear dual wheel dan berat pesawat
41.006 lbs maka didapat ketebalan base course adalah 150 mm = 15 cm.
d. Tebal subbase course, diperoleh dari tebal total perkerasan yang didapat dari
Gambar 4.20 yang dikurangi dengan tebal lapisan base course dan surface
course. Jadi ketebalan untuk subbase course adalah 38 cm – 15 cm – 10 cm =
13 cm.
e. Hasil desain ketebalan perkerasan landas pacu metode manual FAA dapat
dilihat pada Gambar 4.21 di bawah ini.

117
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.35 Output Hasil Ketebalan
Perkerasan Landas Pacu Metode Manual FAA Pembangunan Tahap II

4.6.2.7 Perbandingan Analisa Perkerasan Dengan Kondisi Eksisting


Perkerasan

Ketebalan kondisi eksisting perkerasan landas pacu dan ketebalan desain dari
hasil analisa manual FAA dibandingkan apakah perkerasan eksisting memerlukan
sebuah pemeliharaan pelapisan ulang atau overlay.

Perbandingan analisa ketebalan perkerasan dengan menggunakan metode manual


FAA dengan kondisi eksisting pekerasan landas pacu tidak dapat dilakukan karena
dalam input plotting grafik desain perkerasan lentur manual FAA tidak
menggunakan nilai desain tetapi dengan nilai standar minimum yang sudah
ditentukan dalam grafik manual FAA.

118
4.6.3 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6F (FAARFIELD Software)

Metode dengan menggunakan program FAARFIELD menghitung tebal perkerasan


yang dibutuhkan berdasarkan efek kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-
masing pesawat yang akan menggunakan landas pacu Bandar Udara Korowai
Batu terhadap perkerasan, oleh karena itu semua pesawat yang beroperasi dengan
karakteristik masing-masing pesawat dijadikan bahan input dalam program
FAARFIELD.

Pengoperasian program FAARFIELD terdapat 2 macam input yang dapat


dimodifikasi sesuai dengan kondisi eksisting perkerasan. Dua macam input
tersebut adalah modifikasi struktur perkerasan dan modifikasi pesawat. Analisa
tebal lapis perkerasan Bandar Udara Korowai Batu dengan menggunakan program
FAARFIELD adalah sebagai berikut.

4.6.3.1 Modifikasi Perkerasan

Input modifikasi perkerasan struktur pada program FAARFIELD berdasarkan


kondisi perkerasan eksisting landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu setelah
pembangunan tahap I. Input ketebalan surface course yaitu sebesar 5 cm tidak
dapat dimasukkan dalam FAARFIELD karena ketebalan surface course dalam
FAARFIELD mempunyai nilai standar minimum yaitu 10 cm atau 4 inch. Input
ketebalan subbase course sama dengan kondisi eksisting yaitu 15 cm atau 6 inch.
Jadi ketebalan total dalam input modifikasi struktur dalam FAARFIELD yaitu 25
cm atau 10 inch. Input modifikasi perkerasan kondisi eksisting pada program
FAARFIELD dapat dilihat pada Tabel 4.41.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.48 Input Modifikasi Perkerasan Metode


FAARFIELD Pembangunan Tahap II

119
Lapis Material Tebal Modulus R
Material
Perkerasan FAARFIELD cm inchi (psi)
P-401/P-403
Surface Sand Sheet
HMA 10 4 200.000
Course & Hot Mix
Surface
Subbase Soil
P-209 Cr Ag 15 6 75.000
Course Cement

Lapisan sandsheet dan hot mix pada surface course digantikan dengan model P-
401/P403 HMA AC Surface dalam FAARFIELD dengan nilai modulus untuk
lapisan AC yang sudah ditentukan dalam FAARFIELD yaitu 200.000 psi atau
1.378,95 MPa. Lapisan subbase course dipakai bahan lapis keras dengan item P-
209 Crushed Aggregate dengan nilai modulus yang sudah ditentukan langsung
dalam FAARFIELD yaitu sebesar 75.000 psi atau 203,03 MPa. Input modifikasi
struktur juga menggunakan nilai CBR subgrade yaitu sebesar 6,67% dan umur
desain yaitu 10 tahun. Gambar modifikasi struktur dalam FAARFIELD dapat
dilihat dalam Gambar 4.22 di bawah ini.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.36 Modifikasi Struktur FAARFIELD


Pembangunan Tahap II

4.6.3.2 Modifikasi Pesawat

Input modifikasi pesawat struktur pada program FAARFIELD berdasarkan


pesawat rencana yang akan beroperasi di landas pacu di Bandar Udara Korowai

120
Batu pembangunan tahap II. Input modifikasi pesawat pada program FAARFIELD
dapat dilihat pada Tabel 4.42.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.49 Input Modifikasi Pesawat Metode


FAARFIELD Pembangunan Tahap II

Gear Type Gross


Design Annual % Annual Total
Weight
Aircraft Departure Growth Departure
(tns)

CN235 Dual 16,500 3 0 30


Tandem
ATR 42 – Dual 18,600
500 3 0 30
Wheel

Data variabel P/C, tire pressure, tire contact dan dual spacing sudah ditentukan
langsung berdasarkan karakteristik yang diperoleh dari masing-masing pesawat.
FAARFIELD menyediakan berbagai macam jenis pesawat, apabila dalam pesawat
rencana yang digunakan tidak ada dalam program FAARFIELD bisa dimodifikasi
dengan menggunakan airline group yaitu generic kemudian dipilih jenis pesawat
yang mempunyai konfigurasi gear dan gross weight yang sama dengan pesawat
rencana.

Input modifikasi pesawat untuk pesawat ATR 42 – 500 menggunakan tipe D-35
dengan nilai MTOW 18,600 tons. Pesawat CN235 menggunakan tipe 2D-100
dengan MTOW 16,500 tons tetapi nilai minimum untuk jenis pesawat ini di
program FAARFIELD adalah 27,216 tons maka menggunakan nilai minimum.
Gambar modifikasi pesawat dalam FAARFIELD dapat dilihat dalam Gambar 4.23
di bawah ini.

121
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.37 Modifikasi Pesawat FAARFIELD
Pembangunan Tahap II

4.6.3.3 Desain Perkerasan FAARFIELD

Input modifikasi perkerasan dan pesawat sudah dimasukkan dalam program


FAARFIELD, maka langkah selanjutnya “Design Structure” untuk mengetahui
ketebalan dan nilai CDF. Hasil dari desain struktur dari program FAARFIELD
pembangunan tahap II dapat dilihat pada Gambar 4.24.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.38 Output Desain Struktur


FAARFIELD Pembangunan Tahap II

122
Hasil tebal desain dengan menggunakan program FAARFIELD didapatkan tebal
total yaitu sebesar 252,4 mm = 25,24 cm = 10 inch dengan nilai CDF = 0,04, N =
4. Hasil desain ketebalan perkerasan landas pacu metode FAARFIELD dapat
dilihat pada Gambar 4.25 di bawah ini.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.39 Output Hasil Ketebalan


Perkerasan Landas Pacu Metode FAARFIELD Pembangunan Tahap II

4.6.3.4 Perbandingan Analisa Perkerasan Dengan Kondisi Eksisting


Perkerasan

Ketebalan kondisi eksisting perkerasan landas pacu dan ketebalan desain dari
hasil analisa FAARFIELD dibandingkan apakah perkerasan eksisting memerlukan
sebuah pemeliharaan pelapisan ulang atau overlay. Hasil perbandingan ini dapat
dilihat pada Tabel 4.43.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.50 Perbandingan Ketebalan Perkerasan


Eksisting dengan Ketebalan Desain FAARFIELD Pembangunan Tahap II

Lapis Perkerasan Tebal Perkerasan Tebal Perkerasan Desain

123
Pembangunan Tahap I (cm) (cm)
Surface Course 5 10
Subbase Course 15 15,24
Total 20 25,24

Berdasarkan Tabel 4.43 tebal perkerasan eksisting adalah 20 cm dan tebal


perkerasan desain adalah 25,24 cm karena tebal desain lebih tebal dari kondisi
eksisting (25,24 cm > 20 cm) maka selama umur rencana 10 tahun memerlukan
tindakan pemeliharaan perkerasan yaitu dengan overlay setebal 5,24 cm = 5 cm.

4.7 Pembangunan Tahap III (Tahun 2036 – 2045)

Tebal lapis ulang landas pacu Bandar Udara Korowai Batu pembangunan tahap III
dianalis dengan menggunakan metode FAA yang terdiri dari Advisory Circular
(AC) No. 150-5320-6D (Manual FAA) dan Advisory Circular (AC) No. 150-5320-
6F (software FAARFIELD). Langkah-langkah analisis tebal lapis ulang landas
pacu adalah sebagai berikut:

4.7.1 Struktur Perkerasan Eksisting Pada Pembangunan Tahap III

Hasil analisa perencanaan tebal lapis ulang Bandar Udara Korowai Batu
pembangunan tahap II menghasilkan ketebalan overlay setebal 5,24 cm = 5 cm
yang menjadikan ketebalan total eksisting menjadi 25 cm. Perkerasan eksisting ini
terdiri dari:
c. Lapisan subbase course dengan material soil cement dan ketebalan 15 cm.
d. Lapisan surface course dengan material sandsheet dan hotmix dan ketebalan
10 cm.

124
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.40 Perkerasan Eksisting Landas Pacu
Bandar Udara Korowai Batu Pembangunan Tahap III

4.7.2 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6D (Manual FAA)

Langkah-langkah analisa tebal lapis perkerasan landas pacu Bandar Udara


Korowai Batu Pembangunan Tahap III dengan menggunakan metode Advisory
Circular (AC) No. 150-5320-6D (Manual FAA) adalah sebagai berikut:

4.7.2.1 Menentukan Nilai CBR Subgrade

CBR subgrade merupakan suatu elemen penting yang harus diketahui dalam
analisis menggunakan metode FAA. Nilai CBR subgrade telah telah dianalisis dan
dijelaskan pada Sub Bab 4.2.2. Hasil dari analisis CBR subgrade rata-rata dapat
dilihat pada Tabel 4.19. Hasil analisis menunjukkan bila adanya keseragaman
jenis tanah pasir (sands) pada 6 titik pengujian sedangkan 2 titik pengujian
lainnya yaitu nomor S4 dan S6A menunjukkan jenis tanah lempung (clays). Nilai
CBR rencana didapatkan dari nilai hasil rata-rata nilai CBR subgrade di Bandar
Udara Korowai Batu pada kedalaman 0,2 m yang bernilai 6,67%.

4.7.2.2 Menentukan Ramalan Keberangkatan Tahunan

Ramalan keberangkatan tahunan atau lalu lintas pergerakan pesawat tahunan


menggunakan volume keberangkatan tahunan rerata atau Average Annual
Departure (AAD) selama umur recana pembangunan tahap III yaitu 10 tahun.
Ramalan rata-rata keberangkatan tahunan dengan jenis pesawat yang dipakai
dapat dilihat pada Tabel 4.31 Ramalan Pergerakan Pesawat Pembangunan Tahap
III (Tahun 2036 – Tahun 2045). Pada Tabel 4.31 diketahui dengan pesawat yang
beroperasi yaitu CN235 dengan kapasitas 35 seat dan ATR 72 – 500 dengan
kapasitas 65 seat menghasilkan rata-rata keberangkatan tahunan pesawat selama
10 tahun yaitu sebesar 6 perjalanan. Enam perjalanan ini masih didistribusikan ke
2 pesawat. Prediksi distrisbusi lalu lintas untuk setiap jenis pesawat Bandar Udara
Korowai Batu tahun 2036 – 2045 dapat dilihat pada Tabel 4.44.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.51 Prediksi Distrisbusi Lalu Lintas


Untuk Setiap Jenis Pesawat di Bandar Udara Korowai Batu Tahun 2036-2045

125
Jenis Pesawat
Jumlah Rata-Rata
Tahun ATR 72 –
Keberangkatan Keberangkatan CN235
500
2036 5
2037 5
2038 5
2039 6
2040 6
6 3 3
2041 6
2042 6
2043 6
2044 6
2045 6

Berdasarkan Tabel 4.44 didapatkan prediksi distrisbusi lalu lintas untuk setiap
jenis pesawat Bandar Udara Korowai Batu tahun 2036 – 2045 adalah jenis
pesawat CN235 sebanyak 3 keberangkatan dan jenis pesawat ATR 72 – 500
sebanyak 3 keberangkatan.

4.7.2.3 Penentuan Pesawat Desain Rencana

Penentuan pesawat desain rencana (design aircraft/critical aircraft) berdasarkan


jenis pesawat yang membutuhkan tebal perkerasan paling besar. Tebal perkerasan
yang paling besar didapatkan dari jenis pesawat yang memiliki nilai MTOW
paling besar, tetapi juga dilihat dari lalu lintas setiap jenis pesawat. Pesawat yang
memiliki lalu lintas tinggi dalam bandar udara juga bisa membutuhkan ketebalan
perkerasan yang besar. Plotting tebal perkerasan untuk pesawat CN235 dapat
dilihat pada Gambar 4.27 dan pesawat ATR 72-500 pada Gambar 4.28.

126
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.41 Ketebalan Perkerasan Landas
Pacu Jenis Pesawat CN235

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.42 Ketebalan Perkerasan Landas


Pacu Jenis Pesawat ATR 72-500

127
Perbandingan berbagai kriteria untuk menentukan jenis pesawat desain rencana
Pembangunan Tahap III dapat dilihat pada Tabel 4.45.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.52 Perbandingan Kriteria Untuk


Pemilihan Pesawat Desain Rencana Pembangunan Tahap III

MTOW Tebal
Tipe Pesawat
Jenis Annual Perkerasan
Konfigurasi Desain
Pesawat kg lbs Departure Dibutuhkan
Roda Rencana
(inch)
Dual
CN235 16.500 36.376 3 15
Tandem ATR 72 –
ATR 72 500
18.600 41.006 Dual Wheel 3 15
– 500

Berdasarkan Tabel 4.45 terlihat bila pesawat CN235 dan ATR 72-500
membutuhkan tebal perkerasan landas pacu yang sama karena dalam plotting
Grafik Manual FAA dengan menggunakan nilai standar minimal FAA. Oleh karena
itu penentuan pesawat rencana berdasarkan pesawat yang mempunyai MTOW
terbesar dan annual departure tertinggi adalah jenis pesawat ATR 72 - 500. Oleh
karena itu, analisa ketebalan perkerasan akan digunakan dengan menggunakan
tipe pesawat ATR 72 - 500 sebagai pesawat desain rencana.

4.7.2.4 Analisa Keberangkatan Ekivalen

Peramalan keberangkatan pesawat terdiri dari beberapa jenis pesawat yang


mempunyai konfigurasi main gear dan MTOW yang bervariasi. Perencanaan tebal
lapis perkerasan ini harus dikonversikan menjadi tipe konfigurasi main gear yang
sama dengan pesawat desain rencana dengan mengkali nilai konversi yang telah
ditentukan. Pesawat ATR 72 - 500 dipilih sebagai pesawat desain rencana karena
mempunyai MTOW paling besar dan annual departure paling tinggi. Perhitungan
keberangkatan ekivalen atau equivalent annual departure adalah sebagai berikut.
a. EAD Untuk Pesawat ATR 72 - 500
Tipe Gear = Dual Wheel
Faktor Konversi = 1 (Satu)
Annual Departure = 3 Perjalanan
MTOW = 22.500 kg
= 49.604 lbs
Equivalent Single Gear Departure =1x3
= 3 Perjalanan

128
95% x MTOW
Wheel Load (W2) =
Jumlah Roda
0,95 x 22.500
=
4
21.375
=
4
= 5.343,75 kg
= 11.780,95 lbs
Wheel Load of Design Aircraft (W1) = 5.343,75 kg
= 11.780,95 lbs
0,5
W 
Equivalent Departs Design Aircraft (R1)= log R1  log R2  2 
 W1 
0,5
 5.343,75 
= log R1  log 3 
 5.343,75 
= R1  3
b. EAD Untuk Pesawat CN235
Tipe Gear = Dual Tandem
Faktor Konversi = 1,7
Annual Departure = 3 Perjalanan
MTOW = 16.500 kg
= 36.376 lbs
Equivalent Single Gear Departure = 1,7 x 3
= 5 perjalanan
95% x MTOW
Wheel Load (W2) =
Jumlah Roda
0,95 x16.500
=
8
15.675
=
8
= 1.959,38 kg
= 4.318,86 lbs
Wheel Load of Design Aircraft (W1) = 5.343,75 kg
= 11.780,95 lbs
0,5
W 
Equivalent Departs Design Aircraft (R1)= log R1  log R2  2 
 W1 
0 ,5
 1.959,38 
= log R1  log 5 
 5.343,75 
= R1  3

Rekapitulasi EAD pesawat ekivalen ATR 72 - 500 dapat dilihat pada Tabel 4.46.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.53 Keberangkatan Per Tahun Pesawat


Ekivalen ATR 72 - 500

129
Wheel Load of Equi.
Wheel Load
Equi. Design Aircraft Annual
Jenis
Single Departs
Pesawat
Departure kg lbs kg lbs Design
Aircraft
CN235 5 1.959,38 4.318,86 5.343,75 11.780,95 3
ATR 72
3 5.343,75 11.780,95 5.343,75 11.780,95 3
– 500
Total Equi. Annual Departs Design Aircraft (R1) 6

Jadi, nilai total dari Keberangkatan per tahun pesawat ekivalen ATR 72 – 500 atau
Equivalent Annual Departure (EAD) atau R1 adalah 3 + 3 = 6.

4.7.2.5 Menentukan Tebal Lapis Perkerasan dengan Grafik FAA

Nilai rata-rata keberangkatan per tahun pesawat ekivalen ATR 72 – 500 selama
umur rencana 10 tahun (R1) didapatkan nilai 6. Nilai ini kemudian di plotkan pada
Grafik Desain Manual FAA berdasarkan tipe konfigurasi gear. Pesawat ATR 42 –
500 mempunyai konfigurasi gear dual wheel. Nilai equivalent annual departure
akan diplotkan ke grafik manual FAA dengan nilai CBR subgrade yaitu 6,67% dan
MTOW pesawat desain rencana ATR 72 – 500 yaitu 22.500 kg atau 49.604 lbs.

Grafik desain perkerasan lentur landas pacu yang dikeluarkan FAA mempunyai
standar nilai dalam grafik yaitu gross aircraft weight dan annual departures yang
sudah ditentukan nilainya. Nilai gross aircraft weight pesawat rencana ATR 72 –
500 pada pembangunan tahap III yaitu 22.500 kg atau 49.604 lbs, namum dalam
grafik perencanaan perkerasan lentur yang dikeluarkan FAA mempunyai nilai
minimum yaitu 50.000 lbs. Oleh karena itu dalam plotting ini, digunakan nilai
minimum dari gross aircraft weight grafik manual FAA yaitu 50.000 lbs. Nilai
annual departures pada pembangunan tahap III yaitu 6 keberangkatan, namum
dalam grafik perencanaan perkerasan lentur yang dikeluarkan FAA nilai terendah
dari annual departures yaitu 1.200 keberangkatan. Oleh karena itu dalam plotting
ini, digunakan nilai terendah dari annual departures grafik Manual FAA yaitu
1.200 keberangkatan. Cara plotting dalam grafik desain perkerasan lentur manual
FAA sama dengan plotting pembangunan tahap I dan II.

130
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.43 Plotting Grafik Manual FAA
Pesawat Desain Rencana Dual Wheel Gear ATR 72 – 500 Pada Bandar Udara
Korowai Pembangunan Tahap III

Berdasarkan plotting pada grafik manual FAA Gambar 4.29 di atas didapatkan
tebal perkerasan yang diperlukan adalah 15 inch = 381 mm = 38,1 cm.

131
4.7.2.6 Menentukan Tebal Setiap Lapis Perkerasan Landas Pacu
Berdasarkan Standar Advisory Circular (AC) No. 150-5320-6D
(Manual FAA)

Lapisan perkerasan landas pacu terdiri dari beberapa jenis lapis perkerasan, yaitu
subbase course, base course, dan surface course. Ketebalan setiap lapis
perkerasan adalah sebagai berikut:
a. Tebal total, diperoleh dari grafik manual FAA single wheel pada Gambar 4.29
dengan menggunakan nilai CBR subgrade 6,67%, Maximum Take Off Weight
(MTOW) 49.604 lbs (dalam plotting grafik manual FAA dipakai nilai
minimum 50.000 lbs), dan Equivalent Annual Departure (EAD) 6 (dalam
plotting grafik manual FAA dipakai nilai minimum 1.200 pergerakan
pesawat), sehingga diperoleh tebal total perkerasan yang diperlukan adalah 15
inch = 381 mm = 38,1 cm = 38 cm.
b. Tebal surface course, ketebalan untuk daerah kritis 4 inch = 101,6 mm
=10,16 cm = 10 cm sedangkan untuk non kritis 3 inch =76,2 mm = 7,62 cm =
8 cm.
c. Tebal base course, ketebalannya diperoleh dengan mengurangi ketebalan
total dengan tebal surfaces course dan subbase course, akan tetapi tebal base
course harus memperhatikan ketebalan minimum yang dibutuhkan. Ketebalan
minimum diperoleh dari Tabel 2.6 Ketebalan Minimum Base Course. Jenis
pesawat ATR 72 – 500 dengan konfigurasi gear dual wheel dan berat pesawat
49.604 lbs maka didapat ketebalan base course adalah 200 mm = 20 cm.
d. Tebal subbase course, diperoleh dari tebal total perkerasan yang didapat dari
Gambar 4.29 yang dikurangi dengan tebal lapisan base course dan surface
course. Jadi ketebalan untuk subbase course adalah 38 cm – 20 cm – 10 cm =
8 cm.
e. Hasil desain ketebalan perkerasan landas pacu metode manual FAA dapat
dilihat pada Gambar 4.30 di bawah ini.

132
Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.44 Output Hasil Ketebalan
Perkerasan Landas Pacu Metode Manual FAA Pembangunan Tahap III

4.7.2.7 Perbandingan Analisa Perkerasan Dengan Kondisi Eksisting


Perkerasan

Ketebalan kondisi eksisting perkerasan landas pacu dan ketebalan desain dari
hasil analisa manual FAA dibandingkan apakah perkerasan eksisting memerlukan
sebuah pemeliharaan pelapisan ulang atau overlay.

Perbandingan analisa ketebalan perkerasan dengan menggunakan metode manual


FAA dengan kondisi eksisting pekerasan landas pacu tidak dapat dilakukan karena
dalam input plotting grafik desain perkerasan lentur manual FAA tidak
menggunakan nilai desain tetapi dengan nilai standar minimum yang sudah
ditentukan dalam grafik manual FAA.

4.7.3 Analisa Tebal Perkerasan dengan Advisory Circular (AC) No. 150-
5320-6F (FAARFIELD Software)

Metode dengan menggunakan program FAARFIELD menghitung tebal perkerasan


yang dibutuhkan berdasarkan efek kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-
masing pesawat yang akan menggunakan landas pacu Bandar Udara Korowai
Batu terhadap perkerasan, oleh karena itu semua pesawat yang beroperasi dengan

133
karakteristik masing-masing pesawat dijadikan bahan input dalam program
FAARFIELD.

Pengoperasian program FAARFIELD terdapat 2 macam input yang dapat


dimodifikasi sesuai dengan kondisi eksisting perkerasan. Dua macam input
tersebut adalah modifikasi struktur perkerasan dan modifikasi pesawat. Analisa
tebal lapis perkerasan Bandar Udara Korowai Batu dengan menggunakan program
FAARFIELD adalah sebagai berikut.

4.7.3.1 Modifikasi Perkerasan

Input modifikasi perkerasan struktur pada program FAARFIELD berdasarkan


kondisi perkerasan eksisting landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu setelah
pembangunan tahap II. Input ketebalan surface course yaitu sebesar 10 cm atau 4
inch. Input ketebalan subbase course sama dengan kondisi eksisting yaitu 15 cm
atau 6 inch. Jadi ketebalan total dalam input modifikasi struktur dalam
FAARFIELD yaitu 25 cm atau 10 inch. Input modifikasi perkerasan kondisi
eksisting pada program FAARFIELD dapat dilihat pada Tabel 4.47.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.54 Input Modifikasi Perkerasan


Metode FAARFIELD Pembangunan Tahap III

Lapis Material Tebal Modulus R


Material
Perkerasan FAARFIELD cm inchi (psi)
Sand P-401/P-403
Surface
Sheer & HMA 10 4 200.000
Course
Hot Mix Surface
Subbase Soil
P-209 Cr Ag 15 6 75.000
Course Cement

Lapisan sandsheet dan hot mix pada surface course digantikan dengan model P-
401/P403 HMA AC Surface dalam FAARFIELD dengan nilai modulus untuk
lapisan AC yang sudah ditentukan dalam FAARFIELD yaitu 200.000 psi atau
1.378,95 MPa. Lapisan subbase course dipakai bahan lapis keras dengan item P-
209 Crushed Aggregate dengan nilai modulus yang sudah ditentukan langsung
dalam FAARFIELD yaitu sebesar 75.000 psi atau 203,03 MPa. Input modifikasi
struktur juga menggunakan nilai CBR subgrade yaitu sebesar 6,67% dan umur

134
desain yaitu 10 tahun. Gambar modifikasi struktur dalam FAARFIELD dapat
dilihat dalam Gambar 4.31 di bawah ini.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.45 Modifikasi Struktur FAARFIELD


Pembangunan Tahap III

4.7.3.2 Modifikasi Pesawat

Input modifikasi pesawat struktur pada program FAARFIELD berdasarkan


pesawat rencana yang akan beroperasi di landas pacu di Bandar Udara Korowai
Batu. Input modifikasi pesawat pada program FAARFIELD dapat dilihat pada
Tabel 4.48.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.55 Input Modifikasi Pesawat Metode


FAARFIELD Pembangunan Tahap III

135
Gross
Design Annual % Annual Total
Gear Type Weight
Aircraft Departure Growth Departure
(tns)

CN235 Dual 16,500 3 0 30


Tandem
ATR 72 – Dual 22,500
500 3 0 30
Wheel

Input modifikasi pesawat untuk pesawat ATR 72 – 500 menggunakan tipe D-40
dengan nilai MTOW 22,500 tons. Pesawat CN235 menggunakan tipe 2D-100
dengan MTOW 16,500 tons tetapi nilai minimum untuk jenis pesawat ini di
program FAARFIELD adalah 27,216 tons maka menggunakan nilai minimum.
Gambar modifikasi pesawat dalam FAARFIELD dapat dilihat dalam Gambar 4.32
di bawah ini.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.46 Modifikasi Pesawat FAARFIELD


Pembangunan Tahap III

4.7.3.3 Desain Perkerasan FAARFIELD

Input modifikasi perkerasan dan pesawat sudah dimasukkan dalam program


FAARFIELD, maka langkah selanjutnya “Design Structure” untuk mengetahui
ketebalan dan nilai CDF. Hasil dari desain struktur dari program FAARFIELD

136
dengan input perkerasan dan pesawat yang telah dimasukkan pada pembangunan
tahap III dapat dilihat pada Gambar 4.33.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.47 Output Desain Struktur


FAARFIELD Pembangunan Tahap III

Hasil tebal desain dengan menggunakan program FAARFIELD didapatkan tebal


total yaitu sebesar 252,4 mm = 25,24 cm = 10 inch dengan nilai CDF = 0,04 dan
N = 0. Hasil desain ketebalan perkerasan landas pacu metode FAARFIELD dapat
dilihat pada Gambar 4.34 di bawah ini.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.48 Output Hasil Ketebalan


Perkerasan Landas Pacu Metode FAARFIELD Pembangunan Tahap III

137
4.7.3.4 Perbandingan Analisa Perkerasan Dengan Kondisi Eksisting
Perkerasan

Ketebalan kondisi eksisting perkerasan landas pacu dan ketebalan desain dari
hasil analisa FAARFIELD dibandingkan apakah perkerasan eksisting memerlukan
sebuah pemeliharaan pelapisan ulang atau overlay. Hasil perbandingan ini dapat
dilihat pada Tabel 4.49.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.56 Perbandingan Ketebalan Perkerasan


Eksisting dengan Ketebalan Desain FAARFIELD Pembangunan Tahap III

Tebal Perkerasan Tebal Perkerasan Desain


Lapis Perkerasan
Pembangunan Tahap II (cm) (cm)
Surface Course 10 10
Subbase Course 15 15,2
Total 25 25,2

Berdasarkan Tabel 4.49 tebal perkerasan eksisting adalah 25 cm dan tebal


perkerasan desain adalah 25,2 cm karena tebal desain mempunyai tebal hampir
sama dengan kondisi eksisting (25,2 cm = 25 cm) maka selama umur rencana 10
tahun tidak memerlukan tindakan overlay.

4.8 Pembahasan

Analisa perencanaan ketebalan struktur perkerasan landas pacu dapat dianalisa


dengan menggunakan beberapa cara atau metode. Metode perencanaan tersebut
antara lain adalah metode CBR, metode Load Classification Number (LCN), dan
metode Federal Aviation Administration (FAA).

FAA adalah lembaga pemerintah Amarika Serikat yang beertugas untuk mengatur
segala macam hal yang berhubungan dengan penerbangan dan navigasi di
Amerika. Perencanaan ketebalan struktur perkerasan landas pacu FAA
dikembangkan oleh departemen transportasi Amerika dalam Advisory Circular –
Airport Design and Evaluationl.

Perecanaan metode FAA dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa metode


yaitu metode manual FAA, metode FAARFIELD, dan metode COMFAA. Tiga
metode yang dikembangkan oleh FAA sudah mendapat persetujan secara

138
internasional berdasarkan dokumen International Civil Aviation Organization
(ICAO).

Cara perencanaan metode manual FAA tercantum dalam peaturan Advisory


Circular (AC) No. 150-5320-6D yang dalam analisa ketebalan perkerasan
menggunakan kurva-kurva perencanaan perkerasan lentur yang dikeluarkan FAA
berdasarkan konfigurasi main gear maupun jenis pesawat.

Cara perencanaan metode FAARFIELD tercantum dalam peraturan Advisory


Circular (AC) No. 150-5320-6F yang dalam analisa ketebalan perkerasan
menggunakan sebuah software atau program komputer. Software FAARFIELD
mengalami pembaharuan dalam pengembangannya, versi terbaru dari
FAARFIELD adalah FAARFIELD versi 1.41.

Peramalan lalu lintas atau pergerakan pesawat menurut Internasional Aviation


Organization (ICAO) dibagi menjadi 3 cara yaitu metode kuantitatif (metode deret
waktu atau time series method dan metode sebab akibat atau sasual method),
metode kualitatif, dan analisa keputusan. Analisa metode ICAO memerlukan
sebuah data historis atau record pergerakan lalu lintas pesawat sebelumnya yang
menggunakan landas pacu bandar udara tesebut. Dalam studi kasus ini,
merupakan Bandar Udara Korowai Batu merupakan bandara yang relatif kecil
karena bandara ini berada pada kampung di pedalaman Papua yang dulunya
dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat. Pada saat ini, belum terdapat
pencatatan data pergerakan lalu lintas angkutan udara yang lengkap di wilayah
Kabupaten Boven Digoel. Hal ini menyebabkan data produksi angkutan udara
pada masing-masing bandar udara tidak atau belum tercatat. Keadaan yang telah
dijelaskan di atas menyebabkan perkiraan lalu lintas atau pergerakan pesawat
dengan menggunakan metode ICAO sulit digunakan. Alternatif perkiraan lalu
lintas atau pergerakan pesawat dalam perencanaan tebal lapis ulang landas pacu
Bandar Udara Korowai Batu ini menggunakan sebuah studi atau metode lain yaitu
Metode Potensi Penumpang Bandara yang dikembangkan oleh Uniconsult (2011).
Nilai dari potensi penumpang dasar bandara kemudian dapat dikonversikan
menjadi pergerakan pesawat berdasarkan teori Groton-New London AMPU,
working paper no 1 introduction, inventory, forecast (October 2008).

139
Pada dasarnya dalam perencanaan lapis perkerasan landas pacu metode manual
FAA maupun FAARFIELD mempunyai tujuan yang sama yaitu menghasilkan
suatu struktur perkerasan landas pacu yang diharapkan seluruh pesawat yang akan
maupun sudah beroperasi dapat dilayani secara maksimal dengan aman.

Dalam studi kasus ini, metode manual FAA tidak dapat dibandingkan dengan
kondisi eksisting perkerasan dalam perencanaan. Hal ini karena dalam input
parameter perencanaan dengan menggunakan grafik perencanaan perkerasan
lentur FAA tidak menggunakan nilai desain. Plotting parameter yang sesuai
dengan desain hanyanya nilai CBR subgrade yaitu 6,67%, sedangkan untuk
parameter gross weight dan annual departures menggunakan nilai standar
minimum yang ada pada grafik perencanaan perkerasan lentur manual FAA karena
nilai desain dalam perencanaan sangat kecil.

Perencanaan tebal perkerasan landas pacu dengan menggunakan metode Manual


FAA tidak memperhatikan kondisi eksisting saat dalam analisis perencanaan. Hal
ini terlihat pada landas pacu Bandar Udara Korowai Batu mempunyai kondisi
eksisting dengan ketebalan total 17 cm yang terdiri dari subbase course 15 cm dan
surface course 2 cm. Hasil analisis pada perencanaan Pembangunan Tahap I
metode Manual FAA menghasilkan ketebalan total 33 cm yang terdiri dari
subbase course 13 cm, base course 10 cm dan surface course 10 cm. Pada lapisan
subbase course terjadi pengurangan ketebalan subbase course setebal 2 cm. Hasil
desain manual lebih kecil dari kondisi eksisting. Kondisi eksisting landas pacu
Bandar Udara Korowai Batu tidak mempunyai base course sedangkan hasil
analisa perkerasan metode Manual FAA menghasilkan ketebalan base course
dengan tebal 10 cm. Pembangunan Tahap II dibandingkan dengan hasil desain
Pembangunan Tahap I. Hasil analisis pada perencanaan Pembangunan Tahap II
metode Manual FAA menghasilkan ketebalan total 38 cm yang terdiri dari
subbase course 13 cm, base course 15 cm dan surface course 10 cm. Hasil desain
subbase course perencanaan pembangunan sebelumnya sama yaitu 13 cm, base
course terjadi peningkatan dari 10 cm menjadi 15 cm dan surface course
menghasilkan ketebalan yang sama 10 cm. Pembangunan Tahap III dibandingkan
dengan hasil desain Pembangunan Tahap II. Hasil analisis pada perencanaan
Pembangunan Tahap II metode Manual FAA menghasilkan ketebalan total 38 cm
yang terdiri dari subbase course 8 cm, base course 20 cm dan surface course 10

140
cm. Hasil desain subbase course perencanaan pembangunan sebelumnya terjadi
pengurangan dari 13 cm menjadi 8 cm, base course terjadi peningkatan dari 15
cm menjadi 20 cm dan surface course menghasilkan ketebalan yang sama 10 cm.
Hasil Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Landas Pacu Bandar Udara Korowai
Batu Metode Manual FAA Pembangunan Tahap I, Tahap II dan Tahap III dapat
dilihat pada Gambar 4.35 di bawah ini.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.49 Hasil Perencanaan Tebal Lapis


Perkerasan Landas Pacu Bandar Udara Korowai Batu Metode Manual FAA
Pembangunan Tahap I, Tahap II dan Tahap III

Hasil desain metode Manual FAA pada perencanaan tebal lapis ulang landas pacu
di Bandar udara Korowai Batu menjadi sangat sulit dilaksanakan di lapangan
karena adanya ketidaksamaan ketebalan yang berada di bawah surface course atau
HMA. Apabila perencanaan ini tetap dilaksanakan harus melakukan cutting
lapisan surface course maupun base course apabila hasil analisa tebal desain
lapisan dibawah surface course tidak sama dengan kondisi eksisting maupun
pembangunan sebelumnya. Hal ini akan mengakibatkan biaya pekerjaan
konstruksi overlay yang besar. Oleh karena itu perlu adanya nilai faktor tebal
ekivalen antar lapisan perkerasan.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.57 Ekivalensi Factor Range Subbase

141
No. Material Faktor Ekivalen
1 P-208 – Aggregate Base Course 1,0 – 1,5
2 P-209 – Crushed Aggregate Base Course 1,2 – 1,8
3 Item P-211 – Lime Rock Base Course 1,0 – 1,5
Lanjutan Tabel 4.50 Ekivalensi Factor Range Subbase
No. Material Faktor Ekivalen
4 P-301 – Soil Cement Base Course 1,0 – 1,5
5 P-304 – Cement Treated Base Course 1,6 – 2,3
6 P-306 – Econocrete Subbase Course 1,6 – 2,3
7 P-401 – Plant Mix Bituminous Pavements 1,7 – 2,3

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.58 Ekivalensi Faktor Range Base

No. Material Faktor Ekivalen


1 P-208 – Aggregate Base Course 1,0 – 1,5
2 P-211 – Lime Rock Base Course 1,2 – 1,8
3 P-304 – Cement Treated Base Course 1,0 – 1,5
4 P-306 – Econocrete Subbase Course 1,0 – 1,5
5 P-401 – Plant Mix Bituminous Pavements 1,6 – 2,3
Sumber: FAA, AC No. 150/5320-6D (1995)

Dalam studi kasus ini, subbase course pada Pembangunan Tahap II harus
disamakan ketebalan dengan subbase course Pembangunan Tahap I yaitu 10 cm.
Jadi nilai 5 yang merupakan selisih dari subbase course Pembangunan Tahap I
dan II dikonversikan dengan faktor konversi pada Tabel 4.50 dan 4.51 yang
kemudian hasilnya menjadi tebal overlay. Lapisan subbase course diasumsikan
menggunakan agregat P-208 (Agregate Base Course).

1,25
Tebal Ekivalen  x5 cm
2
= 3,125 cm
= 3 cm

Jadi pada Pembangunan Tahap II membutuhkan overlay dengan tebal 3 cm (Hasil


ekivalen ketebalan base course ke plant mix bituminous pavements) dengan
menyesuaikan pada hasil desain Pembangunan Tahap I.

Pembangunan Tahap III, lapisan subbase course diasumsikan menjadi 13 cm


(Hasil desain 8 cm). Nilai selisih base course dengan Pembangunan Tahap II 10
cm (selisih dari subbase course Pembangunan Tahap II ekivalen dan III)
dikonversikan dengan faktor konversi pada Tabel 4.50 dan 4.51 yang kemudian
hasilnya menjadi tebal overlay.

142
1,25
Tebal Ekivalen  x10 cm
2
= 6,25 cm

Tebal Overlay = 6,25 – 3 cm (nilai 3 didapatkan dari tebal overlay Pem. Tahap II)
= 3.25 cm
= 3 cm

Jadi pada Pembangunan Tahap III membutuhkan overlay dengan tebal 3 cm.
Gambar 4.36 Menunjukkan hasil output manual FAA yang sudah dikonversi
menjadi tebal ekivalen agar sesuai dengan kondisi pembangunan sebelumnya agar
mudah dalam pelaksanaan.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.50 Hasil Perencanaan Tebal Lapis


Ekivalen Perkerasan Landas Pacu Bandar Udara Korowai Batu Metode Manual
FAA Pembangunan Tahap I, Tahap II dan Tahap III

Analisis tebal lapis perkerasan landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu dengan
menggunakan metode FAARFIELD dapat dibandingkan dengan kondisi eksisting
perencanaan. Hal ini karena dalam input parameter desain sesuai dengan nilai-
nilai parameter desain rencana.

Hasil analisis tebal lapis perkerasan landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu
pada pembangunan tahap I metode FAARFIELD menghasilkan tebal perkerasan

143
total yaitu sebesar 20 cm yang terdiri dari lapisan subbase course dengan tebal 15
cm dan lapisan surface course dengan tebal 5 cm. Oleh karena itu, pada
pembangunan tahap I landas pacu Bandar Udara Korowai Batu memerlukan
adanya sebuah pemeliharaan dengan overlay pada lapis permukaan perkerasan
dengan tebal 3 cm.

Hasil analisis tebal lapis perkerasan landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu
pada pembangunan tahap II metode FAARFIELD menghasilkan tebal perkerasan
total yaitu sebesar 25,24 cm yang terdiri dari lapisan subbase course dengan tebal
15,24 cm dan lapisan surface course dengan tebal 10 cm. Oleh karena itu, pada
pembangunan tahap II landas pacu Bandar Udara Korowai Batu memerlukan
adanya sebuah pemeliharaan dengan overlay pada lapis permukaan perkerasan
dengan tebal 5,2 cm = 5 cm.

Hasil analisis tebal lapis perkerasan landas pacu di Bandar Udara Korowai Batu
pada pembangunan tahap III metode FAARFIELD menghasilkan tebal perkerasan
total yaitu sebesar 25,24 cm yang terdiri dari lapisan subbase course dengan tebal
15,24 cm dan lapisan surface course dengan tebal 10 cm. Nilai yang dihasilkan
dari perencanaan sama dengan kondisi eksisting perkerasan. Oleh karena itu, pada
pembangunan tahap III landas pacu Bandar Udara Korowai Batu tidak
memerlukan adanya sebuah pemeliharaan overlay.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.51 Hasil Perencanaan Tebal Lapis


Perkerasan Landas Pacu Bandar Udara Korowai Batu Metode FAARFIELD
Pembangunan Tahap I, Tahap II dan Tahap III

144
Pada Pembangunan Tahap I membutuhkan tebal overlay 3 cm dan Pembangunan
Tahap II membutuhkan tebal overlay 5 cm. Hasil analisis sudah sesuai dengan
ketebalan minimum yang dianjurkan. Menentukan tebal overlay tipe lentur atau
bitumen pada perkerasan lentur menggunakan metode pendekatan yang sama
digunakan oleh Corp of Engineers dan FAA. Tebal perkerasan untuk beban roda
yang baru dihitung dengan anggapan bahwa perkerasan yang ada diabaikan. Tebal
lapis ulang perkerasan lentur adalah sama dengan selisih dengan selisih antara
tebal yang dihitung dengan tebal perkerasan yang ada. Corp of Engineers
menganjurkan ketebalan minimum overlay 4 inch dan FAA menganjurkan
ketebalan minimum overlay 3 inch.

Apabila dalam pelaksanaan menggunakan peraturan standar minimum dari FAA


yaitu 3 inch = 7,62 cm = 8 cm, maka pada Pembangunan Tahap I yang hasil
analisa FAARFIELD menghasilkan tebal desain 3 cm diganti dengan ketebalan
minimum overlay yang dianjurkan FAA yaitu 8 cm. Pembangunan Tahap II dan III
tidak memerlukan overlay karena ketebalan total akibat overlay pada
Pembangunan Tahap I sudah sama dengan ketebalan desain FAARFIELD yang
diperlukan untuk melayani pesawat rencana pada Pembangunan Tahap I dan
Pembangunan Tahap II.

Gambar ANALISIS DAN PEMBAHASAN.52 Hasil Perencanaan Tebal Lapis


Perkerasan Landas Pacu Bandar Udara Korowai Batu Metode FAARFIELD
Pembangunan Tahap I, Tahap II dan Tahap III dengan Menggunakan Ketebalan
Minimum Overlay FAA

145
Berdasarkan analisis dan hasil terdapat kelebihan dan kelemahan dalam analis
dengan menggunakan kedua metode tersebut. Kelebihan dan kelemahan analisis
tebal perkerasan metode Manual FAA dan FAARFIELD pada Tabel 4.50.

Tabel ANALISIS DAN PEMBAHASAN.59 Kelebihan dan Kekurangan Metode


Manual FAA dan FAARFIELD

Metode Kelebihan Kekurangan


-Proses desain tidak - Perencanaan tebal perkerasan
dipengaruhi oleh kondisi lebih mahal.
permodelan perkerasan -Waktu yang diperlukan untuk
desain lebih lama.
-Tidak memperhatikan kondisi
Manual FAA eksisting dan material
perkerasan.
-Dibutuhkan ketelitian dalam
membaca grafik.
-Harus diubah ke dalam pesawat
rencana.
Lanjutan Tabel 4.50 Kelebihan dan Kekurangan Metode Manual FAA dan
FAARFIELD
Metode Kelebihan Kekurangan
-Perencanaan tebal perkerasan -Nilai modulus untuk tiap lapis
lebih ekonomis. perkerasan sudah ditetapkan.
-Memperhatikan kondisi -Jenis material yang dapat
FAARFIELD eksisting perkerasan. digunakan terbatas.
-Efek kerusakan oleh masing-
masing pesawat
diperhitungkan.

146
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil analisa perencanaan tebal lapis (overlay) landas pacu Bandar Udara
Korowai Batu Papua menggunakan metode Federal Aviation Administration
(FAA) yaitu analisa secara Manual FAA dan FAARFIELD software dengan
menggunakan data sekunder serta permasalahan yang ada dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Pada Pembangunan Tahap I (Tahun 2016-2025) dengan menggunakan
pesawat desain rencana DHC 6 Twin Otter dan N219, metode Manual FAA
didapatkan tebal perkerasan total yaitu 33 cm yang terdiri dari lapisan
subbase course 13 cm, base course 10 cm dan surface course 10 cm. Metode
FAARFIELD didapatkan tebal perkerasan total yaitu 20 cm yang terdiri dari
lapisan subbase course 15 cm dan surface course 5 cm.
b. Pada Pembangunan Tahap II (Tahun 2026-2035) dengan menggunakan
pesawat desain rencana CN235 dan ATR 42 – 500, metode Manual FAA
didapatkan tebal perkerasan total yaitu 38 cm yang terdiri dari lapisan
subbase course 13 cm, base course 15 cm dan surface course 10 cm. Metode
FAARFIELD didapatkan tebal perkerasan total yaitu 25 cm yang terdiri dari
lapisan subbase course 15 cm dan surface course 10 cm.
c. Pada Pembangunan Tahap III (Tahun 2036-2045) dengan menggunakan
pesawat desain rencana CN235 dan ATR 72 – 500, metode Manual FAA
didapatkan tebal perkerasan total yaitu 38 cm yang terdiri dari lapisan
subbase course 8 cm, base course 20 cm dan surface course 10 cm. Metode
FAARFIELD didapatkan tebal perkerasan total yaitu 25 cm yang terdiri dari
lapisan subbase course 15 cm dan surface course 10 cm.
d. Penentuan ketebalan overlay dilakukan dengan menggunakan Metode
FAARFIELD karena dalam analisis plotting dalam grafik perencanaan
perkerasan Metode Manual FAA tidak menggunakan nilai desain melainkan
nilai minimum dari grafik perencanaan perkerasan.
e. Landas pacu Bandar Udara pada Pembangunan Tahap I membutuhkan tebal
overlay 3 cm; Pembangunan Tahap II membutuhkan tebal overlay 5 cm; dan
Pembangunan Tahap III tidak membutuhkan overlay perkerasan tetapi tetap
memerlukan adanya suatu pemeliharaan atau perawatan.

147
5.2 Saran

Beberapa saran dan masukan yang dapat diberikan berdasarkan analisa dan
kesimpulan yang telah diperoleh dari hasil analisis tebal lapis ulang perkerasan
landas pacu Bandar Udara Korowai Batu sebagai berikut:
a. Perlu dilakukan penelitian atau metode analisis masalah peramalan lalu lintas
untuk perencanaan landas pacu yang belum mempunyari historis data atau
record pergerakan pesawat.
b. Perlu dilakukan pembaharuan atau evaluasi terhadap perencanaan tebal
perkerasan dengan menggunakan metode Manual FAA yang tidak
mempertimbangkan kondisi eksisting perkerasan maupun material.
c. Metode manual FAA sebaiknya digunakan untuk mendesain tebal perkerasan
baru karena berdasarkan analisa pada Proyek Akhir ini Metode Manual FAA
kurang cocok untuk mendesain tebal overlay perkerasan.
d. Perlu pengkajian ulang untuk grafik-grafik perencanaan perkerasan manual
FAA untuk jenis-jenis pesawat yang mempunyai nilai gross weight dan
annual departures yang kecil.
e. Perlu kecermatan dalam plotting dengan menggunakan grafik perencanaan
perkerasan manual FAA.
f. Perlu adanya penelitian dan analisis lebih lanjut untuk menghitung tebal
ekivalen tiap lapis perkerasan agar adanya perbedaan ketebalan dibawah
lapisan permukaan hasil analisis metode Manual FAA dapat dilaksanakan di
lapangan.
g. Perlu dilakukan evaluasi secara tepat dan berkala terhadap kinerja landasan
pacu agar dapat mengetahui kondisi eksisting perkerasan demi tercapainya
keselamatan.
h. Menurut Rencana Tata Ruang wilayah Papua, Kampung Danauwage Korowai
Batu berpotensi menjadi salah satu menjadi hutan produksi dan tempat
wisata bagi wisatawan lokal maupun asing. Kampung Danauwage masih
hidup dalam primitif, sederhana, dan belum tersentuh oleh budaya atau
pengaruh dari luar. Keadaan ini menjadi sebuah ketertarikan wisatawan lokal
maupun asing untuk mengunjungi Kampung Danauwage Korowai Batu. Hal
ini dibuktikan dengan adanya beberapa rute penerbangan pariwisata yang
memasukkan Kampung Danauwage Korowai Batu sebagai salah satu
destinasi tempat wisatanya. Analisis peramalan jumlah potensi dan
penumpang potensi dasar dan pergerakan pesawat dalam Proyek Akhir ini
hanya menggunakan jumlah penduduk di Kabubapen Boven Digoel. Adanya

148
“statement” bila Korowai Batu yang akan menjadi hutan produksi dan
pengembangan tempat wisata tidak menutup kemungkinan bila analisa
ramalam jumlah penumpang potensi dasar dan pergerakan pesawat yang akan
ke Korowai Batu tidak hanya dari penduduk Kabupaten Boven Digoel sendiri
melainkan dapat ditambahkan dari jumlah data wisatawan lokal maupun
asing yang memungkinkan akan berkunjung ke Korowai Batu (apabila
terdapat data tersebut).
i. Pengujian daya dukung tanah di sekitar landas pacu Bandar Udara Korowai
Batu dengan menggunakan sondir dilakukan di 8 titik pengujian. Hasil
analisis data Proyek Akhir dari data sondir yang didapatkan menghasilkan
nilai CBR dari no. S1A 6,67% , S1B 7,33%, S2 16%, S33,33%, S4 5%, S5
3,33%, S6A 7,50%, S6B 5%. Pada hasil analisis CBR no. S2 didapatkan hasil
yang mempunyai range yang begitu jauh dengan nomor pengujian yang lain.
Penulis tetap menggunakan nilai CBR rata-rata dari S1A sampai S1B tanpa
adanya sebuah kontrol range nilai CBR karena nilai yang dihasilkan sudah
sama dengan hasil nilai CBR yang dianalisis dan gunakan praktisi di lapangan
landas pacu Bandar Udara Korowai Batu. Selain itu, nilai yang didapatkan
juga merupakan nilai standar minimum untuk melakukan suatu desain
perencanaan perkerasan. Perlu adanya sebuah kontrol nilai CBR subgrade di
lapangan agar hasil yang didapatkan sesuai dengan nilai atau kondisi yang
sebenarnya di lapangan.

149
DAFTAR PUSTAKA

Basuki H., 1984, Merancang dan Merencana Lapangan Terbang, Penerbit Alumni
1990, Bandung

Federal Aviation Administration, 1982, Advisory Circular – Guidelines and


Procedures for Maintenance of Airport Pavement, AC No. 150/5380-6,
Department of Transportation, FAA Washington DC

Federal Aviation Administration, 1995, Advisory Circular – Airport Pavement


Design and Evaluation, AC No. 150/5320-6D, Department of
Transportation, FAA Washington DC

Federal Aviation Administration, 1995, Advisory Circular – Airport Pavement


Design and Evaluation, AC No. 150/5320-6D (Change 4), Department of
Transportation, FAA Washington DC

Horonjeff R. dan McKelvey F., 1998, Perencanaan dan Perancangan Bandar


Udara Jilid I, Erlangga, Jakarta

Horonjeff R dan McKelvey F, 1998, Perencanaan dan Perancangan Bandar


Udara Jilid II, Erlangga, Jakarta

Khana S.K. dan Arora M.G., 1982, Airport Planning and Design, N.C. Jain at
Roorkee Press, India

150

Anda mungkin juga menyukai