Panduan Code Blue
Panduan Code Blue
Panduan Code Blue
17 Lombok Timur
RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA
No. Ijin : 2049/503/PM.II.50.A8/04/2018
Jln. KH. Ahmad Dahlan No. 17 Selong Lombok Timur
Telp. (0376) 21004, Fax (0376) 22693
Bismillahirrahmairrahim
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA
NOMOR : 115/PAN/AKR/DIR/RSI-N/IX/2018
TENTANG
PANDAUAN PELAYANAN CODE BLUE
DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA
Direktur Rumah Sakit Islam Namira dengan senantiasa memohon bimbingan, lindungan
dan ridho Allah SWT :
MENIMBANG : a. Bahwa code blue merupakan salah satu prosedur kegawat
daruratan yang harus segera diaktifkan jika ditemukan
seseorang dalam kondisi cardiorespiratory arrest di dalam area
rumah sakit .
b. Bahwa untuk meningkatkan dan mempercepat respon seluruh
petugas di rumah Sakit Islam Namira pada pelayanan
kesehatan dalam keadaan darurat untuk menghindari kematian
dan kecacatan diperlukan panduan code blue
c. Bahwa untuk maksud tersebut diatas maka perlu ditetapkan
kebijakan tentang Code blue di Rumah Sakit Islam Namira
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
Tembusan :
1. Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Namira Pancor
2. Arsip
DAFTAR ISI
3
BAB I DEFINISI ....................................................................................................... 4
BAB II RUANG LINGKUP ....................................................................................... 6
BAB III TATALAKSANA .......................................................................................... 8
BAB IV DOKUMENTASI ......................................................................................... 17
4
Lampiran Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Namira
Nomor : 115/PAN/AKR/DIR/RSI-N/IX/2018
Tanggal : 18 September 2018 M
Tentang : Pandauan Pelayanan Code Blue
BAB I
DEFINISI
A. Bantuan hidup dasar adalah tindakan pijat jantung luar dan pemberian nafas bantuan
terhadap pasien yang mengalami henti jantung dan/atau henti napas. Bantuan Hidup
Dasar dilaksanakan sesuai Algoritma ACLS yang dikeluarkan oleh ILCOR Guideline
2015
B. Cardiac Arrest (henti Jantung) adalah suatu keadaan dimana sirkulasi darah berhenti
akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif, yang secara klinis ditandai
dengan tidak adanya nadi dan tanda sirkulasi lainnya.
Gambaran EKG pada Cardiac Arrest:
1) Asystole
2) PEA (Pulseless Electrical Activity)
3) Ventricular Fibrilasi
4) Pulseless Ventricular Tachicardi
C. Kegawat daruratan medis adalah masalah-masalah yang muncul secara tiba-tiba dan
tidak terprediksi yang mengancam nyawa dan butuh penanganan segera meliputi
masalah pada Airway, Breathing, Circulation dan Disability.
D. Code Blue adalah kata sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam
kondisi gawat darurat yang memerlukan bantuan hidup segera, yaitu suatu tindakan
resusitasi, terutama oleh karena henti jantung dan henti nafas baik pasien anak
maupun dewasa di Rumah Sakit Islam Namira
E. Code blue response team atau tim code blue adalah suatu tim yang dibentuk oleh
rumah sakit yang bertugas merespon kondisi code blue didalam area rumah sakit. Tim
ini terdiri dari dokter dan perawat yang sudah terlatih dalam penanganan kondisi
cardiac respiratory arrest.
F. Pelayanan kode biru di Rumah Sakit Islam Namira adalah Pelayanan memberikan
pertolongan segera pada pasien dengan kegawatdaruratan sebelum dan saat henti
napas dan atau henti jantung ( pre-arrest dan arrest) dengan resusitasi seragam
melalui sistim pemanggilan kegawat daruratan di lingkungan Rumah Sakit Islam
Namira melalui operator IGD dengan call 830........ dan di laksanakan oleh tim kode
biru.
G. Tim Kode biru Rumah Sakit Islam Namira adalah Tim reaksi cepat yang terdiri dari
dokter jaga dan perawat terlatih yang melakukan tindakan resusitasi seragam di
lingkungan rumah sakit Islam Namira bila terjadi kondisi gawat darurat pada pasien
anak maupun dewasa
H. Pasien gawat adalah pasien anak maupun dewasa yang terancam jiwanya tetapi
belum memerlukan pertolongan RJP. Pemilahan kondisi pasien melalui penilaian klinis
pasien
I. Pasien gawat darurat adalah pasien anak maupun dewasa yang berada dalam
ancaman kematian dan memerlukan resusitasi jantung paru ( RJP) segera
5
J. Dokter IGD adalah Dokter jaga IGD yang sudah mendapatkan pelatihan ATLS dan
ACLS
K. Perawat terlatih adalah perawat yang telah mendapatkan pelatihan RJP / BLS
sehingga memiliki keterampilan khusus untuk melakukan proses asuhan
L. Perawat pelaksana adalah seorang tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dan
diberikan wewenang untuk memberikan pelayanan keperawatan pada instansi
kesehatan di tempat atau ruang dia bekerja.
M. Rantai pertama pada rantai kelangsungan hidup (the chain of survival) adalah
mendeteksi segera kondisi korban dan meminta pertolongan (early access), rantai
kedua adalah resusitasi jantung paru (RJP) segera (early cardiopulmonary
resuscitation), rantai ketiga adalah defibrilasi segera (early defibrillation), rantai
keempat adalah tindakan bantuan hidup lanjut segera (early advanced cardiovascular
life support) dan rantai kelima adalah perawatan paska henti jantung (post cardiac-
arrest care).
1) Figure 1
The inks n the neo., AHA ECG Adult Chain of SuruiveA areas folluw 5.
6
BAB II
RUANG LINGKUP
7
C. Perawat kedua memonitor sirkulasi ( IV line ) jika belum terpasang dan
memasukkan obat2an. Membantu memberikan pengobatan sesuai advis dokter,
mendokumentasikan seluruh proses resusitasi dan obat-obatan yang diberikan
8
BAB III
TATA LAKSANA
C.1ORGANISASI
A. Tim Code Blue adalah
1. Koordinator Team
2. Sekertaris
3. Penanggung jawab Medis
4. Perawat Pelaksana
Organisasi
KOORDINATOR TEAM
PERAWAT PELAKSANA:
PENANGGUNG JAWAB TIM RESUSITASI
MEDIS: a. PERAWAT ORCHID 1
DOKTER &PERAWAT b. PERAWAT ORCHID 2
DOKTER RUANGAN TERLATIH(PERAWAT c. PERAWAT ORCHID 3
JAGA) d. PERAWAT BANGSAL
e. BIDAN VK
f. PERAWAT HD
g. PERAWAT IGD
h. PERAWAT NIFAS
C.2URAIAN TUGAS.
A. Koordinator Team Dijabat oleh dokter IGD yang bertugas :
1) Mengkoordinir segenap anggota
2) Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan kegawat daruratan yang
dibutuhkan oleh anggota.
B. Sekertaris
Bertugas untuk mencatat dan membuat hasil kerja tim code blue setiap bulan
dan diserahkan kepada koordinator team
C. Penanggungjawab Medis Dijabat oleh Dokter Jaga IGD Bertugas :
Semua dokter IGD merupakan penanggung jawab medissaat ada pengaktivan
kode blue.
1) Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang
2) Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawat daruratan
3) Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP
4) Menentukan sikap
D. Perawat Pelaksana.
Perawat bertugas :
9
1) Bersama dokter penanggung jawab medis mengidentifikasi/triage pasien di
ruang
2) Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat dan
gawat darurat di ruangan/ lapangan
3) Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat
diruang
4) Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat diruang
perawatan
10
F. Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskannya bahwa
resusitasi dihentikan oleh ketua tim code blue.
G. Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu:
1) Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka dipindahkan secepatnya ke
Instalasi Perawatan Intensif untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika
keluarga pasien setuju.
2) Jika keluarga pasien tidak setuju atau jika Instalasi Perawatan Intensif penuh
maka pasien di rujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas
3) Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang perawatan
biasa, maka keluarga pasien menandatangani surat penolakan.
4) Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan koordinasi
dengan perawat ruangan untuk perawatan jenazah.
H. Ketua tim code blue melakukan koordinasi dengan DPJP.
I. Ketua tim code blue memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.
J. Perawat ruangan mendokumentasikan semua kegiatan dalam rekam medis
pasien dan melakukan koordinasi dengan ruangan pasca resusitasi.
A. Setiap petugas yang mendapat informasi dan/ mengetahui kejadian cardiac arrest
(henti napas dan henti jantung) harus segera mengaktifkan system kegawatan
dengan berteriak “Code Blue” atau meminta pertolongan orang terdekat. Segera
menghubungi petugas medis dan para medis terdekat serta segera melakukan
pijat jantung (sesuai ILCOR Guidline 2015).
B. Segera melapor kepada tim code blue dengan cara menghubungi/ telefon IGD di
nomor 830 dengan menyebutkan: kode “Code Blue” - lokasi kejadian – kondisi
korban – nama/identitas pelapor.
Misalnya: “ Code Blue – orchid I – pasien kejang – perawat iqbal ”
C. Setelah bantuan Code Blue datang segera alih resusitasi.
D. Aktifasi Code Blue Di Luar Ruang Perawatan
1) Apabila resusitasi dilakukan sebelum bantuan medis datang, dapat melakukan
prosedur:
a) Segera amankan lingkungan apabila dijumpai korban
b) Lakukan asesmen untuk menilai apakah korban memerlukan bantuan
resusitasi dengan cara menilai respon, menilai nafas (prosedur: “Lihat –
Dengar – Rasakan”) dan cek nadi
c) Aktifkan code blue dengan meminta bantuan tenaga medis/perawat
terdekat dan segera melaporkan kepada tim code blue
d) Penolong kesatu melakukan pembebasan jalan nafas, melakukan bantuan
nafas
e) Penolong kedua melakukan pijat jantung
2) Setelah bantuan tim code blue datang:
11
a) Tim medis (dokter dan perawat ) mengelola jalan nafas dan melanjutkan
bantuan resusitasi
b) Penilaian lebih lanjut dan prosedur resusitasi diambil alih oleh tim medis
dan perawat
c) Jika diperlukan transfer ke ruang perawatan intensif untuk mendapatkan
terapi definitive.
Perawat ruangan terdekat membawa Emergency Bag, Perawat Intensif membawa DC Shock
Berhasil Gagal
D: Danger (Amankan)
Tim Code Blue terdiri dari 1 dokter IGD, 2 perawat ruangan Terdekat
R: Cek respon
BHD dilanjutkan, perawat ruanganter dekat menuju lokasi terdekat mengambil alih BHD dibantu pelapor
minta tolong petugas terdekat untuk memanggiltim code blu di nomor “830”
Pemeriksaan penunjang dan perawatan lanjutan
Kamar Jenazah
12
b) Perawat kesatu melakukan primary survey dan pembebasan jalan nafas,
melakukan bantuan nafas
c) Perawat kedua melakukan pijat jantung
2) Prosedur resusitasi setelah tim Code Blue datang memberi bantuan:
a) Tim code blue mengambil alih bantuan dibantu petugas code blue ruangan
saat itu.
b) Dokter mempertahankan jalan nafas bebas, melakukan bantuan nafas,
melakukan intubasi, mengelola jalan nafas dan pernafasan ( melakukan
suction, melakukan defibrilasi jika diperlukan dan sebagai team leader.
c) Perawat kesatu melanjutkan pijat jantung
d) Perawat kedua memonitor sirkulasi ( IV line ) dan memasukkan obat-
obatan. membantu memberikan pengobatan sesuai advis dokter,
mendokumentasikan seluruh proses resusitasi dan obat-obatan yang
diberikan
e) Apabila diperlukan dilakukan transfer pasien ke unit pelayanan intensif
untuk mendapatkan terapi definitive dan lanjutan
13
2) RHYTHM : Adekuat/tidak
3) KEDALAMAN : Merasakan hembusan hawa nafas menunjukkan
apakah ada sumbatan jalan nafas (parsial atau
total)
4) KUALITAS : Pengembangan dada (simetris/tidak), adakah
penggunaan retraksi otot bantu pernafasan,
adakah suara nafas tambahan (ronchi,
wheezing, stridor
14
penyakit. Apabila terpaksa gunakan alas misalnya kain), bag to mask (dengan
BVM), atau intubasi endotracheal
3) Jika pasien dapat bernafas spontan tetapi tidak adekuat, berikan terapi
oksigen dengan alat seperti nasal prong, simple masker, masker non re
breathing, jacksen rees, dll.
15
1. Mengaktifkan sistem code blue dan segera meminta bantuan resusitasi
secepat mungkin berdasarkan prinsip Chain of Survival yaitu:
a. EARLY INTERVENTION
b. EARLY ACCESS
c. EARLY CPR
d. EARLY DEFIBRILLATION
e. ACLS
f. POST RESUSCITATION CARE
2. Mengidentifikasi sedini mungkin kondisi yang memerlukan penanganan
segera sebelum terjadi perburukan kondisi ataupun henti jantung dan henti
nafas lebih lanjut dengan criteria sebagai berikut:
a. Ancaman gangguan jalan nafas dan pernafasan, identifikasi dini terhadap
tanda:
1) Sumbatan jalan nafas parsial ataupun total
2) Gerak otot nafas tambahan: gerak cuping hidung, retraksi, tracheal
tug, dll
3) Perubahan suara dan pola nafas berupa suara nafas mengorok/stridor,
gerak pernafasan paradoxal
4) Henti nafas
5) Perubahan mendadak saturasi oksigen < 90% dengan tambahan
bantuan oksigen
6) Perubahan kecepatan nafas:
Perubahan kecepatan nafas (tachipneu) pada distress nafas dengan
criteria:
a) Pada bayi 0 – 3 bulan : > 60 x/ mnt
b) Usia 4 – 12 bulan : > 50 x/mnt
c) Usia 1 – 4 tahu : > 40 x/mnt
d) Usia 5 – 12 tahun : > 30 x/mnt
e) Usia > 12 tahun : > 30 x/mnt
Hipoventilasi yaitu berkurangnya volume udara pada inspirasi dan
ekspirasi (menurunnya minute volume/volume tidal dan kecepatan
pernafasan)
3. Ancaman gangguan sirkulasi, identifikasi dini terhadap adanya tanda:
a. Semua henti jantung yang ditandai dengan:
1) Tidak adanya nadi carotis
2) Disertai gambaran EKG: asistole, PEA, VT dan VF tanpa nadi
b. Gangguan perfusi dan sirkulasi/shock dengan tanda akral/perfusi
perifer/perabaan tangan dan kaki dingin, berkeringat (basah) , pucat,
sianosis (kebiruan), CRT (Capilarry Refill Time) > 2 detik
c. Suara nafas ronchi, adanya keluhan nyeri dada (chest pain) yang spesifik
perubahan gambaran irama EKG yang mengancam jiwa (misalnya: IMA
akut, AV Block, PVC, SVT, VT dll)
Merupakan tanda ancaman terjadi shock kardiogenik
d. Perubahan laju jantung/denyut nadi:
1) Usia 0 – 1 tahun : < 100 x/mnt atau > 180 x/mnt
2) Usia 1 – 4 tahun : < 90x/ mnt atau > 160 x/mnt
3) Usia 5 – 12 tahun: < 80x/mnt atau > 140 x/mnt
16
4) Usia > 12 tahun : < 60 atau >130 x/mnt
e. Perubahan mendadak pada tekanan darah sistolik:
1) Usia < 1 tahun : < 80 mmHg
2) Usia > 12 tahun : < 90 mmHg
f. Perubahan kesadaran mendadak (penurunan ≥2 nilai GCS), Kejang
g. Penurunan produksi urine (menandakan penurunan renal blood flow)
B. Mencegah terjadinya komplikasi akibat kesalahan penanganan/pertolongan
resusitasi antara lain:
1) Fraktur tulang sternum dapat dicegah dengan melakukan posisi pijat jantung
pada titik yang tepat dengan prosedur yang benar.
2) Mencegah risiko patah tulang belakang ataupun cedera tulang cervical/ tulang
leher dengan cara tidak melakukan manuver pembebasan jalan nafas secara
head tilt & chin lift pada pasien dengan/dicurigai mempunyai riwayat cedera
kepala dan leher. Pada pasien dengan kondisi tersebut cara membebaskan
jalan nafas adalah dengan teknik jaw trust dan penggunaan alat bantu
pembebasan jalan nafas. Pada pasien dengan riwayat trauma pasangkan
cervical collar dan gunakan teknik log roll apabila melakukan transfer/transport
pasien.
3) Mencegah tertutupnya jalan nafas oleh benda asing berupa cairan ataupun
benda padat dengan melakukan finger swap ataupun suction
4) Mencegah tertutupnya jalan nafas oleh penggunaan alat pembebasan jalan
nafas karena kesalahan pengukuran alat ataupun ketidaktepatan pemasangan
alat dapat dilakukan dengan mengukur secara tepat alat yang dibutuhkan dan
pemasangan dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar
BAB IV
DOKUMENTASI
17
4.1 Dokumentasi asesmen perubahan kondisi pasien sehingga memerlukan bantuan
hidup dasar didokumentasikan pada lembar CPPT (catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi).
4.2 Informasi kondisi pasien tahap akhir kehidupan dan memerlukan bantuan hidup dasar
didokumentasikan pada lembar informasi dan edukasi terintegrasi.
4.3 Informasi kepada pasien dan/keluarganya meliputi indikasi, dan resiko
didokumentasikan pada form code blue.
4.4 Dokumentasi pelayanan dicatat oleh pemberi pelayanan bantuan hidup dasar yang
berkompeten pada form code blue yang di rangkap dua terdiri dari satu lembar di
tempelkan pada status pasien dan satu lembar sebagai arsip untuk tim code blue.
4.5 Rekam medis hasil asesmen dan tindakan resusitasi dicatat oleh Dokter dan Perawat.
4.6 Dokumentasi bantuan resusitasi (code blue) di luar ruang perawatan meliputi:
A. Tanggal dan jam kejadian
B. Lokasi
C. Kondisi pasien saat ditemukan (primary survey)
D. Pemberian obat/peralatan yang diberikan
E. Kondisi/diagnose perkiraan (secondary survey)
F. Pemeriksaan penunjang yang diberikan
G. Hasil/pengaktivan bantuan (perawat definitive/rujuk/meninggal)
H. Identifikasi pasien
Kegiatan code blue di luar ruang perawatan dilaporakan kepada ketua tim
kemudian diteruskan kepada kepala bagian pelayanan dan kepala RS
18