Panduan Code Blue

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

Jln. KH. Ahmad Dahlan No.

17 Lombok Timur
RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA
No. Ijin : 2049/503/PM.II.50.A8/04/2018
Jln. KH. Ahmad Dahlan No. 17 Selong Lombok Timur
Telp. (0376) 21004, Fax (0376) 22693

Bismillahirrahmairrahim

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA
NOMOR : 115/PAN/AKR/DIR/RSI-N/IX/2018

TENTANG
PANDAUAN PELAYANAN CODE BLUE
DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

Direktur Rumah Sakit Islam Namira dengan senantiasa memohon bimbingan, lindungan
dan ridho Allah SWT :
MENIMBANG : a. Bahwa code blue merupakan salah satu prosedur kegawat
daruratan yang harus segera diaktifkan jika ditemukan
seseorang dalam kondisi cardiorespiratory arrest di dalam area
rumah sakit .
b. Bahwa untuk meningkatkan dan mempercepat respon seluruh
petugas di rumah Sakit Islam Namira pada pelayanan
kesehatan dalam keadaan darurat untuk menghindari kematian
dan kecacatan diperlukan panduan code blue
c. Bahwa untuk maksud tersebut diatas maka perlu ditetapkan
kebijakan tentang Code blue di Rumah Sakit Islam Namira

MENGINGAT : 1. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan
2. Undang-undang Republik Indonesia No 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit
1. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637).
2. Peraturan MENKES No 1691/MENKES/PER/VIII/
2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
3. Undang undang RI No 44 tahun 2009 tentang
rumah sakit pasal 29 ayat 1 Pelayanan Medis Kegawatdaruratan
4. Fatwa DSN- MUI Nomor : 107/DSN-MUI/X/2016
tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan
Prinsip Syariah;
5. Keputusan Direktur Rumah Sakit Islam Namira
Nomor: 1186/KBJ/RSI-N/XI/2018 tentang Kebijakan
2
Pemberlakuan Buku Wajib Rumah Sakit Syariah;
6. Keputusan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit
Namira Pancor Nomor 005/SK/YRSPN/VIII/2015 tentang
Pemberlakuan struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Namira;
7. Keputusan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit
Namira Pancor Nomor 005/SK/YRSPN/VI/2017 tentang
Pengangkatan dr. H. Utun Supria, M.Kes sebagai Direktur
Rumah Sakit Islam Namira terhitung mulai 1 Juli 2017 sampai
dengan 30 Juni 2020.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN :

PERTAMA : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA


TENTANG PANDAUAN PELAYANAN CODE BLUE DI RUMAH
SAKIT ISLAM NAMIRA;
KEDUA : Kebijakan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan;

KETIGA Apabila hasil evaluasi mensyaratkan perubahan, maka akan


dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Lombok Timur


Tanggal : 18 September 2018 M
8 Muharram 1440 H

Rumah Sakit Islam Namira


Lombok Timur

dr. Utun Supria, M.Kes


Direktur

Tembusan :
1. Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Namira Pancor
2. Arsip

DAFTAR ISI

3
BAB I DEFINISI ....................................................................................................... 4
BAB II RUANG LINGKUP ....................................................................................... 6
BAB III TATALAKSANA .......................................................................................... 8
BAB IV DOKUMENTASI ......................................................................................... 17

4
Lampiran Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Namira
Nomor : 115/PAN/AKR/DIR/RSI-N/IX/2018
Tanggal : 18 September 2018 M
Tentang : Pandauan Pelayanan Code Blue

BAB I
DEFINISI

A. Bantuan hidup dasar adalah tindakan pijat jantung luar dan pemberian nafas bantuan
terhadap pasien yang mengalami henti jantung dan/atau henti napas. Bantuan Hidup
Dasar dilaksanakan sesuai Algoritma ACLS yang dikeluarkan oleh ILCOR Guideline
2015
B. Cardiac Arrest (henti Jantung) adalah suatu keadaan dimana sirkulasi darah berhenti
akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif, yang secara klinis ditandai
dengan tidak adanya nadi dan tanda sirkulasi lainnya.
Gambaran EKG pada Cardiac Arrest:
1) Asystole
2) PEA (Pulseless Electrical Activity)
3) Ventricular Fibrilasi
4) Pulseless Ventricular Tachicardi
C. Kegawat daruratan medis adalah masalah-masalah yang muncul secara tiba-tiba dan
tidak terprediksi yang mengancam nyawa dan butuh penanganan segera meliputi
masalah pada Airway, Breathing, Circulation dan Disability.
D. Code Blue adalah kata sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam
kondisi gawat darurat yang memerlukan bantuan hidup segera, yaitu suatu tindakan
resusitasi, terutama oleh karena henti jantung dan henti nafas baik pasien anak
maupun dewasa di Rumah Sakit Islam Namira
E. Code blue response team atau tim code blue adalah suatu tim yang dibentuk oleh
rumah sakit yang bertugas merespon kondisi code blue didalam area rumah sakit. Tim
ini terdiri dari dokter dan perawat yang sudah terlatih dalam penanganan kondisi
cardiac respiratory arrest.
F. Pelayanan kode biru di Rumah Sakit Islam Namira adalah Pelayanan memberikan
pertolongan segera pada pasien dengan kegawatdaruratan sebelum dan saat henti
napas dan atau henti jantung ( pre-arrest dan arrest) dengan resusitasi seragam
melalui sistim pemanggilan kegawat daruratan di lingkungan Rumah Sakit Islam
Namira melalui operator IGD dengan call 830........ dan di laksanakan oleh tim kode
biru.
G. Tim Kode biru Rumah Sakit Islam Namira adalah Tim reaksi cepat yang terdiri dari
dokter jaga dan perawat terlatih yang melakukan tindakan resusitasi seragam di
lingkungan rumah sakit Islam Namira bila terjadi kondisi gawat darurat pada pasien
anak maupun dewasa
H. Pasien gawat adalah pasien anak maupun dewasa yang terancam jiwanya tetapi
belum memerlukan pertolongan RJP. Pemilahan kondisi pasien melalui penilaian klinis
pasien
I. Pasien gawat darurat adalah pasien anak maupun dewasa yang berada dalam
ancaman kematian dan memerlukan resusitasi jantung paru ( RJP) segera

5
J. Dokter IGD adalah Dokter jaga IGD yang sudah mendapatkan pelatihan ATLS dan
ACLS
K. Perawat terlatih adalah perawat yang telah mendapatkan pelatihan RJP / BLS
sehingga memiliki keterampilan khusus untuk melakukan proses asuhan
L. Perawat pelaksana adalah seorang tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dan
diberikan wewenang untuk memberikan pelayanan keperawatan pada instansi
kesehatan di tempat atau ruang dia bekerja.
M. Rantai pertama pada rantai kelangsungan hidup (the chain of survival) adalah
mendeteksi segera kondisi korban dan meminta pertolongan (early access), rantai
kedua adalah resusitasi jantung paru (RJP) segera (early cardiopulmonary
resuscitation), rantai ketiga adalah defibrilasi segera (early defibrillation), rantai
keempat adalah tindakan bantuan hidup lanjut segera (early advanced cardiovascular
life support) dan rantai kelima adalah perawatan paska henti jantung (post cardiac-
arrest care).

1) Figure 1

ANA ECC Adult


Chain of Survival

The inks n the neo., AHA ECG Adult Chain of SuruiveA areas folluw 5.

a) Immediate recognition of cardiac arrest and activation of the


emergency response system
b) Early CPA with an emphasis on chest compressions
c) Rapid dellbrialtdion
d) Effective advanced life support
e) Integrated post-cardiac arrest care.

6
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1 UNIT KERJA


A. Unit Rawat Inap
B. Unit Rawat Jalan

2.2 KEWENANGAN PELAKSANA


A. KEWENANGAN PENGAKTIFAN CODE BLUE :
1) Dokter
2) Perawat
3) Profesional pemberi asuhan pasien (radiographer, analis medis, fisioterapis)
yang telah terlatih
4) Tenaga non medis lain yang telah terlatih

B. KEWENANGAN PELAKSANAAN RESUSITASI:


1) Dokter
2) Perawat

2.3 SISTIM RESPON


Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas
pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit yaitu kurang atau sama dengan ( ≤
5 menit )
A. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan adalah :
1) Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk
menunjang kecepatan respon untuk BLS di lokasi
2) Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan
rumah sakit, yaitu di IGD
B. Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi
darurat medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin.
Sistem respon terbagi dalam 2 tahap:
1) Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di
sekitarnya, dimana terdapat layanan Basic LifeSupport (BLS)
2) Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang
berasal dari departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit, yaitu tim code
blue.

2.4 Peran tim code blue (Roles of Code Blue Team)


(Roles of Code Blue Team) terdiri dari:
A. dokter IGD bertugas mempertahankan jalan nafas bebas, melakukan bantuan
nafas, melakukan intubasi, mengelola jalan nafas dan pernafasan ( melakukan
suction, melakukan defibrilasi jika diperlukan dan sebagai team leader.
B. Perawat kesatu melanjutkan pijat jantung

7
C. Perawat kedua memonitor sirkulasi ( IV line ) jika belum terpasang dan
memasukkan obat2an. Membantu memberikan pengobatan sesuai advis dokter,
mendokumentasikan seluruh proses resusitasi dan obat-obatan yang diberikan

2.5 WAKTU PELAKSANAAN


A. Indikasi Pelayanan Bantuan Hidup Dasar
1) Pada saat terjadi Cardiac Arrest atau henti jantung
2) Pada saat terjadi henti napas
B. Respon time kedatangan tim codeblue adalah ≤ 5 menit setelah mendapat
panggilan.

2.6 JADWAL PETUGAS TIM CODE BLUE


A. Terdiri : 1 dokter jaga IGD dan 2 perawat ruangan dan masing-masing ruangan
ada 1 orang sebagai penanggung jawab bila terjadi code blue
B. Daftar jaga Tim Code Blue setiap shift ada di IGD,dimana setiap ruangan yang
bertugas menyampaikan petugasnya tiap malam sebelum tanggal jaga.
C. Daftar jaga diatur oleh penanggung jawab Tim Code Blue yaitu kepala Instalasi
IGD

2.7 FASILITAS DAN PERALATAN


A. Personal Kit :
1) Defibrilator1
2) Stetoskope 1 bh
3) Tensimeter 1 bh
4) Senter Genggam 1 bh
B. Peralatan Pembebasan Jalan Nafas (Airway):
1) Orofaringeal Tube
2) Nasofaringeal Tube
3) Suction kateter
4) Tongue Spatel
C. Peralatan bantuan ventilasi (breathing):
1) Bag valve mask
2) Jacksen Rees
3) Masker ketat
4) Berbagai alat bantuan oksigenasi (nasal canul, simple mask, NRBM, dll)
D. Obat emergensi:
1) Sulfas Atropin
2) Epinephrin
3) Dopamin
4) Dobutamin
5) Norepinephrin

8
BAB III
TATA LAKSANA
C.1ORGANISASI 
A. Tim Code Blue adalah
1. Koordinator Team
2. Sekertaris
3. Penanggung jawab Medis
4. Perawat Pelaksana

Organisasi

KOORDINATOR TEAM

PERAWAT PELAKSANA:
PENANGGUNG JAWAB TIM RESUSITASI
MEDIS: a. PERAWAT ORCHID 1
DOKTER &PERAWAT b. PERAWAT ORCHID 2
 DOKTER RUANGAN TERLATIH(PERAWAT c. PERAWAT ORCHID 3
JAGA) d. PERAWAT BANGSAL
e. BIDAN VK
f. PERAWAT HD
g. PERAWAT IGD
h. PERAWAT NIFAS

C.2URAIAN TUGAS.
A. Koordinator Team Dijabat oleh dokter IGD yang bertugas :
1) Mengkoordinir segenap anggota
2) Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan kegawat daruratan yang
dibutuhkan oleh anggota.
B. Sekertaris
Bertugas untuk mencatat dan membuat hasil kerja tim code blue setiap bulan
dan diserahkan kepada koordinator team
C. Penanggungjawab Medis Dijabat oleh Dokter Jaga IGD Bertugas :
Semua dokter IGD merupakan penanggung jawab medissaat ada pengaktivan
kode blue.
1) Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang
2) Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawat daruratan
3) Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP
4) Menentukan sikap
D. Perawat Pelaksana.
Perawat bertugas :

9
1) Bersama dokter penanggung jawab medis mengidentifikasi/triage pasien di
ruang
2) Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat dan
gawat darurat di ruangan/ lapangan
3) Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat
diruang
4) Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat diruang
perawatan

C.3PROSEDUR CODE BLUE


A. Jika didapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory arrest
maka perawat ruangan (I) atau first responder berperan dalam tahap pertolongan,
yaitu:
1) Segera melakukan penilaian dini kesadaran korban.
2) Pastikan lingkungan penderita aman untuk dilakukan pertolongan.
3) Lakukan cek respon penderita dengan memanggil nama atau menepuk
bahu.
4) Meminta bantuan pertolongan perawat lain (II) atau petugas yang ditemui di
lokasi untuk mengaktifkan code blue.
5) Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sampai dengan tim code blue
datang.
B. Perawat ruangan yang lain (II) atau penolong kedua, segera menghubungi
operator telepon " ..............." untuk mengaktifkan code blue, dengan prosedur
sebagai berikut:
1) Perkenalkan diri.
2) Sampaikan informasi untuk mengaktifkan code blue.
3) Jika lokasi kejadian di ruangan rawat inap maka informasikan : “ nama
ruangan ..... nomor kamar..... “.Misalnya: “ Code Blue – orchid I –Kamar 315
pasien kejang – perawat iqbal ”
4) Waktu respon operator menerima telepon " ......." adalah harus
secepatnya diterima, kurang dari 2 kali deringan telepon.
C. Jika lokasi kejadian berada di area ruang rawat inap ataupun rawat jalan,
setelah menghubungi operator, perawat ruangan terdekat segera membawa troli
emergensi (emergency trolley) ke lokasi dan membantu perawat ruangan
melakukan resusitasi sampai dengan tim Code Blue datang.: Jika lokasi kejadian
diruangan rawat inap maka informasikan: “Code Blue, Code Blue, Code Blue,
nama ruangan ..... nomor kamar .....”. Misalnya: “ Code Blue, code blue, code blue
– orchid I –kamar 315 - pasien kejang – perawat iqbal ”
D. Setelah tim code blue menerima informasi tentang aktivasi code blue, mereka
segera menghentikan tugasnya masing-masing, menuju lokasi terjadinya cardiac
respiratory arrest. Waktu respon dari aktivasi code blue sampai dengan
kedatangan tim code blue di lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah 5
menit.
E. Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang padat manusia
(public area) maka petugas keamanan (security) segera menuju lokasi terjadinya
untuk mengamankan lokasi tersebut sehingga tim code blue dapat melaksanakan
tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur.

10
F. Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskannya bahwa
resusitasi dihentikan oleh ketua tim code blue.
G. Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu:
1) Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka dipindahkan secepatnya ke
Instalasi Perawatan Intensif untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika
keluarga pasien setuju.
2) Jika keluarga pasien tidak setuju atau jika Instalasi Perawatan Intensif penuh
maka pasien di rujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas
3) Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang perawatan
biasa, maka keluarga pasien menandatangani surat penolakan.
4) Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan koordinasi
dengan perawat ruangan untuk perawatan jenazah.
H. Ketua tim code blue melakukan koordinasi dengan DPJP.
I. Ketua tim code blue memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.
J. Perawat ruangan mendokumentasikan semua kegiatan dalam rekam medis
pasien dan melakukan koordinasi dengan ruangan pasca resusitasi.

C.4TATA LAKSANA AKTIFASI CODE BLUE


Keberhasilan pelayanan bantuan hidup dasar ditentukan seberapa cepat dan
tepat dilaksanakannya prinsip “ Chain of Survival” yaitu:

EARLY INTERVENTION EARLY ACCESS EARLY CPR


EARLY DEFIBRILLATION ACLS POST RESUSCITATION CARE

A. Setiap petugas yang mendapat informasi dan/ mengetahui kejadian cardiac arrest
(henti napas dan henti jantung) harus segera mengaktifkan system kegawatan
dengan berteriak “Code Blue” atau meminta pertolongan orang terdekat. Segera
menghubungi petugas medis dan para medis terdekat serta segera melakukan
pijat jantung (sesuai ILCOR Guidline 2015).
B. Segera melapor kepada tim code blue dengan cara menghubungi/ telefon IGD di
nomor 830 dengan menyebutkan: kode “Code Blue” - lokasi kejadian – kondisi
korban – nama/identitas pelapor.
Misalnya: “ Code Blue – orchid I – pasien kejang – perawat iqbal ”
C. Setelah bantuan Code Blue datang segera alih resusitasi.
D. Aktifasi Code Blue Di Luar Ruang Perawatan
1) Apabila resusitasi dilakukan sebelum bantuan medis datang, dapat melakukan
prosedur:
a) Segera amankan lingkungan apabila dijumpai korban
b) Lakukan asesmen untuk menilai apakah korban memerlukan bantuan
resusitasi dengan cara menilai respon, menilai nafas (prosedur: “Lihat –
Dengar – Rasakan”) dan cek nadi
c) Aktifkan code blue dengan meminta bantuan tenaga medis/perawat
terdekat dan segera melaporkan kepada tim code blue
d) Penolong kesatu melakukan pembebasan jalan nafas, melakukan bantuan
nafas
e) Penolong kedua melakukan pijat jantung
2) Setelah bantuan tim code blue datang:

11
a) Tim medis (dokter dan perawat ) mengelola jalan nafas dan melanjutkan
bantuan resusitasi
b) Penilaian lebih lanjut dan prosedur resusitasi diambil alih oleh tim medis
dan perawat
c) Jika diperlukan transfer ke ruang perawatan intensif untuk mendapatkan
terapi definitive.

C.5AKTIVASI CODE BLUE DI LUAR/ DIDALAM RUANG PERAWATAN

Perawat ruangan terdekat membawa Emergency Bag, Perawat Intensif membawa DC Shock

Pasien/ Korban Resusitasi

Berhasil Gagal
D: Danger (Amankan)
Tim Code Blue terdiri dari 1 dokter IGD, 2 perawat ruangan Terdekat

Transfer ke IGD, pastikan identitas,


Transfer Hubungi
ke IGD, keluarga,
pastikan KIEHubungi keluarga, K
identitas,

R: Cek respon

BHD dilanjutkan, perawat ruanganter dekat menuju lokasi terdekat mengambil alih BHD dibantu pelapor

minta tolong petugas terdekat untuk memanggiltim code blu di nomor “830”
Pemeriksaan penunjang dan perawatan lanjutan
Kamar Jenazah

Petugas IGD mendengar panggian audio, siapkan peralatan

Dokumentasi dan pelaporan


A. AKTIFASI CODE BLUE DI DALAM RUANG PERAWATAN
1) Apabila prosedur resusitasi dilakukan sebelum bantuan tim code blue datang:
a) Perawat yang pertama kali menjumpai pasien cardiac arrest harus segera
mengaktifkan code blue

12
b) Perawat kesatu melakukan primary survey dan pembebasan jalan nafas,
melakukan bantuan nafas
c) Perawat kedua melakukan pijat jantung
2) Prosedur resusitasi setelah tim Code Blue datang memberi bantuan:
a) Tim code blue mengambil alih bantuan dibantu petugas code blue ruangan
saat itu.
b) Dokter mempertahankan jalan nafas bebas, melakukan bantuan nafas,
melakukan intubasi, mengelola jalan nafas dan pernafasan ( melakukan
suction, melakukan defibrilasi jika diperlukan dan sebagai team leader.
c) Perawat kesatu melanjutkan pijat jantung
d) Perawat kedua memonitor sirkulasi ( IV line ) dan memasukkan obat-
obatan. membantu memberikan pengobatan sesuai advis dokter,
mendokumentasikan seluruh proses resusitasi dan obat-obatan yang
diberikan
e) Apabila diperlukan dilakukan transfer pasien ke unit pelayanan intensif
untuk mendapatkan terapi definitive dan lanjutan

C.6TATA LAKSANA ASESMEN PASIEN YANG MEMERLUKAN BANTUAN HIDUP


DASAR (RESUSITASI)
A. ASESMEN RESPON PASIEN
Nilai kesadaran/respon dengan metoda AVPU yaitu:
1) A (Alert) : Pasien sadar dan dapat merespon dengan
menjawab pertanyaan.
2) V (Verbal) : Respon pasien terhadap rangsang dengan
mengeluarkan suara
3) P (Pain) : Respon pasien terhadap rangsang nyeri yang
diberikan.
4) U (Unrespon) : Pasien tidak bias merespon rangsang yang
diberikan

B. ASESMEN JALAN NAFAS PASIEN (AIRWAY)


Metoda yang digunakan menggunakan LOOK – LISTEN - FEEL/ LIHAT –
DENGAR- RASAKAN
1) LOOK : Menilai gerak dada apakah ada gerak
nafas/tidak, tanda distress nafas (retraksi, PCH,
otot bantu nafas)
2) LISTEN : Mendengarkan suara nafas tambahan apakah
ada sumbatan benda padat (snoring), atau
gurgling (sumbatan benda cair seperti darah,
muntahan)
3) FEEL : Merasakan hembusan hawa nafas menunjukkan
apakah ada sumbatan jalan nafas (parsial atau
total)
C. ASESMEN PASIEN PERNAFASAN PASIEN (BREATHING)
Menilai komponen pernafasan yaitu:
1) RATE : Frekuensi pernafasan per menit. Pada dewasa
normal 12-20 x/menit

13
2) RHYTHM : Adekuat/tidak
3) KEDALAMAN : Merasakan hembusan hawa nafas menunjukkan
apakah ada sumbatan jalan nafas (parsial atau
total)
4) KUALITAS : Pengembangan dada (simetris/tidak), adakah
penggunaan retraksi otot bantu pernafasan,
adakah suara nafas tambahan (ronchi,
wheezing, stridor

D. ASESMEN SISTIM SIRKULASI (CIRCULATION)


1) Cek nadi karotis, bila tidak ada segera lakukan resusitasi
2) Cek nadi radialis pada pasien yang sadar dan bandingkan dengan nadi karotis
3) Nilai perfusi perifer dengan meraba telapak tangan (akral) dingin/hangat,
kering/basah, pucat/kemerahan
4) Nilai CRT (Capilarry Refill Time), normal kembali <2 detik

C.7TATA LAKSANA BANTUAN HIDUP DASAR PADA DEWASA


A. Jika terjadi cardiac arrest segera lakukan resusitasi jantung (prosedur C-A-B)
dengan cara:
1) Baringkan pasien di tempat keras dan datar
2) Lakukan pijat jantung dengan posisi telapak tangan bertumpu pada pertemuan
garis 1/3 distal sternum dengan prosesus xyfoid
3) Lakukan pijat jantung dengan frekuensi 100 x/menit, kedalaman kompresi 5
cm (2 inch)
4) Tekan dengan recoil yang sempurna
5) Lakukan tanpa ada interupsi semaksimal mungkin
6) Satu siklus resusitasi adalah 30 kali kompresi dan 2 kali bantuan nafas (30:2)
7) Evaluasi nadi dan tanda sirkulasi tiap 5 siklus resusitasi/RJP. Bila nadi tidak
teraba lanjutkan RJP
8) Jika nadi teraba periksa jalan nafas dengan Look, Listen, Feel. Dilanjutkan
penilaian pernafasan (Rate, Irama,Kedalaman, Kualitas)
9) Jika tidak ada nafas lakukan bantuan nafas dengan BVM dengan hitungan
satu ribu..dua ribu...enam ribu, tiup. Tiupan nafas ( 1 detik/tiupan, volume
udara 400-600 cc/tiupan)
B. Tata laksana pembebasan jalan nafas (airway)
1) Head tilt dan Chin lift, dilakukan pada pasien yang dipastikan tidak ada trauma
(kasus kegawatan medic)
2) Jaw thrust, dilakukan pada pasien dugaan cedera cervical dan tulang belakang
3) Finger sweep, pembebasan jalan nafas tanpa alat oleh sumbatan oleh cairan
4) Suction, pembebasan jalan nafas oleh sumbatan cairan
5) Oropharingeal Airway (OPA) dan Nasopharingeal Airway (NPA)

C. Tata laksana bantuan penafasan


1) Pastikan jalan nafas bebas, fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien
dengan risiko cedera spinal
2) Berikan bantuan nafas (jika terjadi apneu, hipoventilasi, gasping) dengan cara
mouth to mouth (tidak direkomendasikan, perhatikan resiko penularan

14
penyakit. Apabila terpaksa gunakan alas misalnya kain), bag to mask (dengan
BVM), atau intubasi endotracheal
3) Jika pasien dapat bernafas spontan tetapi tidak adekuat, berikan terapi
oksigen dengan alat seperti nasal prong, simple masker, masker non re
breathing, jacksen rees, dll.

C.8TATA LAKSANA BANTUAN HIDUP DASAR PADA BAYI (< 1 TAHUN)


A. Gunakan 2 – 3 jari atau kedua ibu jari
B. Titik kompresi pada garis yang menghubungkan kedua papilla mammae
C. Kompresi ritmik 5 pijatan/ 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
D. Rasio pijatan : nafas dalam satu siklus adalah 15 : 2
E. Lakukan evaluasi sirkulasi setelah 3 siklus

C.9TATA LAKSANA BANTUAN HIDUP DASAR PADA ANAK USIA 1 – 8 TAHUN


A. Gunakan satu telapak tangan
B. Titik kompresi pada satu jari di atas posesus xyfoideus
C. Kompresi ritmik 5 pijatan/3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
D. Rasio pijatan : nafas dalam satu siklus 30 : 2
E. Lakukan evaluasi sirkulasi setelah 3 siklus

C.10 TATA LAKSANA MONITORING PENGGUNAAN ALAT BANTU NAPAS


Pastikan ukuran alat sesuai dengan pasien, yaitu:
A. Jika menggunakan orofaringeal tube, ukuran dimulai dari angulus mandibula
sampai pertengahan dagu atau dari tragus sampai sudut bibir
B. Jika menggunakan nasofaringeal tube ukuran sebesar jari kelingking pasien,
panjang dari tragus sampai nares
C. Pastikan alat terpasang dengan tepat dan patent (tidak ada resiko jatuh atau
tertelan).
D. Alat bantuan nafas seperti jakson rees, bag and mask (BVM) pastikan tidak ada
kebocoran dan ukuran bag sesuai.

C.11 TATA LAKSANA IDENTIFIKASI, PENCEGAHAN DAN PENANGANAN RISIKO


Identifikasi risiko yang dapat terjadi pada pelayanan resusitasi antara lain:
A. Keterlambatan pemberian pertolongan yang mengakibatkan korban tidak tertolong
B. Terjadi komplikasi akibat kesalahan penanganan/pertolongan resusitasi antara
lain:
1) Fraktur tulang sternum
2) Patah tulang belakang ataupun cedera tulang cervical/ tulang leher
3) Tertutupnya jalan nafas oleh benda asing berupa cairan ataupun benda padat
4) Tertutupnya jalan nafas oleh penggunaan alat pembebasan jalan nafas karena
kesalahan pengukuran alat ataupun ketidaktepatan pemasangan alat

C.12 TATA LAKSANA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN RISIKO


Upaya pencegahan dan penanganan risiko yang mungkin terjadi antara lain:
A. Keterlambatan pemberian pertolongan yang mengakibatkan korban tidak
tertolong

15
1. Mengaktifkan sistem code blue dan segera meminta bantuan resusitasi
secepat mungkin berdasarkan prinsip Chain of Survival yaitu:
a. EARLY INTERVENTION
b. EARLY ACCESS
c. EARLY CPR
d. EARLY DEFIBRILLATION
e. ACLS
f. POST RESUSCITATION CARE
2. Mengidentifikasi sedini mungkin kondisi yang memerlukan penanganan
segera sebelum terjadi perburukan kondisi ataupun henti jantung dan henti
nafas lebih lanjut dengan criteria sebagai berikut:
a. Ancaman gangguan jalan nafas dan pernafasan, identifikasi dini terhadap
tanda:
1) Sumbatan jalan nafas parsial ataupun total
2) Gerak otot nafas tambahan: gerak cuping hidung, retraksi, tracheal
tug, dll
3) Perubahan suara dan pola nafas berupa suara nafas mengorok/stridor,
gerak pernafasan paradoxal
4) Henti nafas
5) Perubahan mendadak saturasi oksigen < 90% dengan tambahan
bantuan oksigen
6) Perubahan kecepatan nafas:
Perubahan kecepatan nafas (tachipneu) pada distress nafas dengan
criteria:
a) Pada bayi 0 – 3 bulan : > 60 x/ mnt
b) Usia 4 – 12 bulan : > 50 x/mnt
c) Usia 1 – 4 tahu : > 40 x/mnt
d) Usia 5 – 12 tahun : > 30 x/mnt
e) Usia > 12 tahun : > 30 x/mnt
Hipoventilasi yaitu berkurangnya volume udara pada inspirasi dan
ekspirasi (menurunnya minute volume/volume tidal dan kecepatan
pernafasan)
3. Ancaman gangguan sirkulasi, identifikasi dini terhadap adanya tanda:
a. Semua henti jantung yang ditandai dengan:
1) Tidak adanya nadi carotis
2) Disertai gambaran EKG: asistole, PEA, VT dan VF tanpa nadi
b. Gangguan perfusi dan sirkulasi/shock dengan tanda akral/perfusi
perifer/perabaan tangan dan kaki dingin, berkeringat (basah) , pucat,
sianosis (kebiruan), CRT (Capilarry Refill Time) > 2 detik
c. Suara nafas ronchi, adanya keluhan nyeri dada (chest pain) yang spesifik
perubahan gambaran irama EKG yang mengancam jiwa (misalnya: IMA
akut, AV Block, PVC, SVT, VT dll)
Merupakan tanda ancaman terjadi shock kardiogenik
d. Perubahan laju jantung/denyut nadi:
1) Usia 0 – 1 tahun : < 100 x/mnt atau > 180 x/mnt
2) Usia 1 – 4 tahun : < 90x/ mnt atau > 160 x/mnt
3) Usia 5 – 12 tahun: < 80x/mnt atau > 140 x/mnt

16
4) Usia > 12 tahun : < 60 atau >130 x/mnt
e. Perubahan mendadak pada tekanan darah sistolik:
1) Usia < 1 tahun : < 80 mmHg
2) Usia > 12 tahun : < 90 mmHg
f. Perubahan kesadaran mendadak (penurunan ≥2 nilai GCS), Kejang
g. Penurunan produksi urine (menandakan penurunan renal blood flow)
B. Mencegah terjadinya komplikasi akibat kesalahan penanganan/pertolongan
resusitasi antara lain:
1) Fraktur tulang sternum dapat dicegah dengan melakukan posisi pijat jantung
pada titik yang tepat dengan prosedur yang benar.
2) Mencegah risiko patah tulang belakang ataupun cedera tulang cervical/ tulang
leher dengan cara tidak melakukan manuver pembebasan jalan nafas secara
head tilt & chin lift pada pasien dengan/dicurigai mempunyai riwayat cedera
kepala dan leher. Pada pasien dengan kondisi tersebut cara membebaskan
jalan nafas adalah dengan teknik jaw trust dan penggunaan alat bantu
pembebasan jalan nafas. Pada pasien dengan riwayat trauma pasangkan
cervical collar dan gunakan teknik log roll apabila melakukan transfer/transport
pasien.
3) Mencegah tertutupnya jalan nafas oleh benda asing berupa cairan ataupun
benda padat dengan melakukan finger swap ataupun suction
4) Mencegah tertutupnya jalan nafas oleh penggunaan alat pembebasan jalan
nafas karena kesalahan pengukuran alat ataupun ketidaktepatan pemasangan
alat dapat dilakukan dengan mengukur secara tepat alat yang dibutuhkan dan
pemasangan dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar

C.13 TATA LAKSANA SETELAH RESUSITASI


A. Jika resusitasi berhasil:
1) Segera konsultasikan dengan dokter spesialis anestesi atau dokter spesialis
lain sesuai bidangnya.
2) Monitor terus ABCD
B. Jika resusitasi gagal:
1) Tenangkan keluarga
2) Hormati pasien dengan pendekatan yang manusiawi
3) Tulis kronologis kejadian di lembar rekam medis.

C.14 PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI KEPADA PASIEN DAN KELUARGA


A. Indikasi dan risiko atas tindakan yang dilakukan
B. Jenis tindakan dan pengobatan yang diberikan

BAB IV
DOKUMENTASI

17
4.1 Dokumentasi asesmen perubahan kondisi pasien sehingga memerlukan bantuan
hidup dasar didokumentasikan pada lembar CPPT (catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi).
4.2 Informasi kondisi pasien tahap akhir kehidupan dan memerlukan bantuan hidup dasar
didokumentasikan pada lembar informasi dan edukasi terintegrasi.
4.3 Informasi kepada pasien dan/keluarganya meliputi indikasi, dan resiko
didokumentasikan pada form code blue.
4.4 Dokumentasi pelayanan dicatat oleh pemberi pelayanan bantuan hidup dasar yang
berkompeten pada form code blue yang di rangkap dua terdiri dari satu lembar di
tempelkan pada status pasien dan satu lembar sebagai arsip untuk tim code blue.
4.5 Rekam medis hasil asesmen dan tindakan resusitasi dicatat oleh Dokter dan Perawat.
4.6 Dokumentasi bantuan resusitasi (code blue) di luar ruang perawatan meliputi:
A. Tanggal dan jam kejadian
B. Lokasi
C. Kondisi pasien saat ditemukan (primary survey)
D. Pemberian obat/peralatan yang diberikan
E. Kondisi/diagnose perkiraan (secondary survey)
F. Pemeriksaan penunjang yang diberikan
G. Hasil/pengaktivan bantuan (perawat definitive/rujuk/meninggal)
H. Identifikasi pasien
Kegiatan code blue di luar ruang perawatan dilaporakan kepada ketua tim
kemudian diteruskan kepada kepala bagian pelayanan dan kepala RS

Ditetapkan di : Lombok Timur


Tanggal : 18 September 2018 M
8 Muharram 1440 H

Rumah Sakit Islam Namira


Lombok Timur

dr. Utun Supria, M.Kes


Direktur

18

Anda mungkin juga menyukai