Hesti Nur 'Amala - E82214045 PDF
Hesti Nur 'Amala - E82214045 PDF
Hesti Nur 'Amala - E82214045 PDF
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata
Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh :
HESTI NUR A’MALA
E82214045
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Penelitian .............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 6
D. Kegunaan Penelitian ............................................................. 6
E. Penegasan Judul .................................................................... 7
F. Telaah Kepustakaan .............................................................. 8
G. Kajian Teori .......................................................................... 9
H. Metode Penelitian ................................................................. 11
I. Sistematika Pembahasan ...................................................... 16
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 83
B. Saran ..................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas oleh ritual dan agama. Ritual dan
dipercaya dapat membantu mereka dalam kehidupannya. Ritual adalah tata cara
dalam upacara dan dianggap keramat dalam sekelompok umat beragama. Biasanya
ditandai oleh berbagai unsur yang meliputi waktu, tempat upacara, peralatan
Didalam ritual terdapat pola pemikiran yang dihubungkan dengan sesuatu hal yang
mistis dan sering dikaitkan dengan benda-benda yang memiliki daya magis.
Sedangkan agama merupakan suatu sistem yang terdiri atas kepercayaan dan
Ritual merupakan suatu tatanan yang telah turun temurun, membaur dan
sebagai agama pribadi, tetapi kebudayaan tanpa agama sebagai kolektivitas tidak
akan mendapatkan tempat.3 Kebudayaan akan menjadi sebuah salah satu elemen
dari agama yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Antara
1
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1985), 56.
2
T.N, Agama, diakses dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Agama/ (pada 30 April 2013).
3
Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, Essai-Essai Agama, Budaya dan Politik dalam
Bingkai Strukturalisme Transendental (Bandung: Mizan, 2001), 196.
agama dan ritual kebudayaan saling memberikan wawasan dan cara pandang dalam
Agama Buddha adalah agama yang diajarkan oleh Sidharta Gautama putra
dari seorang raja bernama Sudhodana. Agama ini muncul dan mempengaruhi
agama Hindu yang sedang berkembang. Maka dari itu, banyak ajaran Hindu yang
Dhamma (hukum) dan sangha (persatuan). Ajaran Buddha disatukan dalam prinsip
Triratna yang dijadikan sebagai saksi penyerahan diri kepada Buddha, Dhamma
dan Sangha. Pengakuan pada Dharma ini menunjukkan bahwa adanya kepercayaan
mempunyai makna menghormat atau memuja yang mengacu pada upacara sebagai
akan janji pada Triratna.5 Ada dua cara pemujaan dalam agama Buddha yakni
Amisa Puja (pemujaan dengan persembahan) dan Patipatti Puja (pemujaan dengan
pelaksanaan).6 Puja ini biasanya digunakan saat akan ibadah, baik setiap saat atau
pada hari besar agama Buddha. Puja Bhakti ini juga mempunyai sikap batin seperti
sikap Anjali (merapatkan kedua tangan), sikap Namaskara (bertumpu pada lutut
4
Wiwik Setiyani, Bahan Ajar Studi Praktik Keagamaan (Yogyakarta: Interpena, 2014), 195
5
Pemuda Bhuddihst Indonesia, Tata Cara Peribadatan Agama Buddha, diakses dalam
http://viharadhammasasana.blogspot.com/2009/05/tata-cara-peribadatan-agama-
buddha/ (pada 18 April 2013).
6
Dhamma Study Group Bogor, Upacara dalam Agama Buddha, diakses dalam
http://www.samanggi-phala.or.id/naskah-dhamma/upacara-dalam-agama-buddha/
(pada 18 April 2013).
dan membungkuk), sikap Pradaksina (berkeliling pada suatu objek), sikap Utthana
Berbicara mengenai ritual budaya Buddha, terdapat satu sikap batin yang
tidak banyak diketahui oleh umat Buddha istilahnya yakni ritual Pradaksina. Ritual
Pradaksina sulit ditemukan dalam rujukan buku, artikel maupun skripsi dari para
dalam area bangunan candi dan tempat yang dianggap suci lainnya, serta rutin
dilaksanakan pada malam hari menjelang hari raya. Perayaan agama Buddha seperti
Waisak dianggap sebagai hari suci yang diagung-agungkan. Hari raya Waisak atau
sempurna dan kematian Buddha/ parrinibbana yang dipercayai terjadi pada bulan
Wesak. Dalam proses ritual Pradaksina saat Waisak, umat Buddha mengikuti
jalannya Bikkhu dengan khusyuk dengan membawa beberapa benda seperti dupa,
bunga dan lilin. Ritual Pradaksina mempunyai pola alur cerita yang tersirat dalam
Prosesi ini mempunyai sarana dan prasarana yang diperlukan sebagai penunjang
kebutuhan dalam ritus suci yang dilakukan pada ritual Pradaksina. Sarana dan
prasarana ini diyakini dapat menjadi penembus do’a agar terkabul. Prosesi yang
terdapat dalam ritual Pradaksina ini, dapat membantu umat untuk lebih khusyuk
dalam melakukan ibadah dan dipercaya dapat membersihkan bathin. Selain itu,
7
William Monier. A Sanskrit-English Dictionary (Delhi Patna Waranasi: Motilal
Banarsidass, 1986), 171.
sarana dan prasarana dalam suatu ritual telah dilakukan sebagai bagian dari budaya
Makna dari mengitari sebuah bangunan searah jarum jam ini berdasarkan
pada keadaan dunia yang selalu berputar dari arah Timur ke Barat. Dan pengitaran
suatu obyek dalam Pradaksina ini biasanya hanya 3 kali putaran. Hal ini
berdasarkan dalam Maha Parinibbana Sutta, sejarah ini terjadi karena Sahampati
murid Buddha, mengelilingi sang Buddha dan Yang Arya Maha Kassapa
Tujuan sebuah ritual dalam pandangan agama Buddha lebih ditekankan untuk
dibuktikan bahwa pada saat melakukan Pradaksina, meditasi dilakukan dengan cara
berjalan yang disebut dengan Vippasana Bhavana8. Berbeda dengan Buddha aliran
Sang Buddha, yang hingga sampai saat ini masih dilaksanakan. Maha Vihara
Mojopahit yang terletak di Trowulan Mojokerto merupakan salah satu Vihara yang
8
Vippasana Bhavana adalah salah satu bentuk meditasi yang bertujuan untuk
mempertajam kesadaran dalam diri.
terinspirasi oleh kerajaan Mojopahit, dimana kerajaan ini adalah kerajaan yang
Banyak kebudayaan Hindu Buddha yang tumbuh dalam masyarakat sekitar Maha
Vihara. Kebudayaan ini tidak membuat mayoritas agama Islam didaerah Trowulan
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini akan berfokus pada sejarah ritual
mengenai makna Pradaksina bagi umat Buddha. Karena tidak banyak referensi
yang peniliti dapatkan, sehingga peneliti ingin membahasnya lebih tajam dengan
Mojokerto”
B. Rumusan Masalah
Gambaran umum yang terdapat pada latar belakang telah peneliti paparkan
diatas, sehingga dapat memberikan rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:
Mojokerto?
Mojokerto?
9
Ferlina Sugatha, Keterkaitan Aktivitas Pradaksiana pada Ragam Tipologi Bangunan
Stupa, Serat Rupa Jurnal, Vol. 1. (September:2016), 217.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti
adalah:
Trowulan Mojokerto.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini digunakan untuk mengetahui sebuah informasi yang rinci dan
dibagi menjadi dua hal yakni secara teoritis dan praktis yang dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kegunaan Teoritis
agama serta sejarah agama di Indonesia. Sebagai sumber informasi bagi para
2. Kegunaan Praktis
keberadaannya.
E. Penegasan Judul
Maha Vihara : Biara yang didiami oleh para Biksu (umat agama Buddha)11
kabupaten Jombang.
10
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1985), 56.
11
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia cet 3. (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), 1087.
F. Telaah Kepustakaan
Tipologi Bangunan Stupa Vol 1” diterbitkan pada bulan september tahun 2016 yang
dibuat oleh Ferlina Sugata seorang mahasiswi program studi Desain Interior di
sebagai salah satu aktifitas Puja Bakti dalam agama Buddha, asal mula Pradaksina
Prasawya dalam Perwujudan Arsitektur Hindu Bali” diterbitkan pada tahun 2017 di
yang disusun oleh Andri Martapura. Seorang mahasiswa dari Universitas Islam
12
Andriani, Metode Penelitian, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2016) 2.10.
pada tahun 2015. Didalam skripsi ini membahas mengenai seputar ekonomi dalam
kehidupan para Biksu serta makna spiritualitas dalam kehidupan para Biksu di
Keempat, Skripsi berjudul “Makna dan Tata Cara Bhakti Puja dalam Ajaran
Barat)” yang disusun oleh Yoyoh Masruroh. Seorang mahasiswi dari Universitas
agama pada tahun 2008. Didalam skripsi ini membahas mengenai sejarah Bhakti
Puja pada ajaran Buddha Maitreya, tata cara Bhakti Puja, serta makna simbol yang
Kelima, Buku berjudul “Bahan Ajar Studi Praktik Keagamaan” yang ditulis
oleh Wiwik Setiyani selaku Dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
cara dalam beragama, teori serta praktik ritual keagamaan, tindakan dalam
keagamaan, perayaan dan ritual agama, mitos dan ritual sebagai unsur pembentuk
upacara religius, ritual budaya agama, tujuan pelaksanaan ritual agama, ritual
masih belum menemukan referensi yang tepat untuk membantu sumber data
sekunder. Maka dari itu, melalui sumber data primer yakni wawancara serta hasil
G. Kajian Teori
Dalam penelitian ini, kajian teori berfokus pada tiga hal, yang pertama
mengenai sejarah ritual Pradaksina, kedua prosesi Ritual Pradaksina dan ketiga
merupakan salah satu aktivitas Puja Bhakti dalam agama Buddha yang
dalam agama Buddha mempunyai dua jenis yang berbeda yakni Pradaksina tradisi
tersendiri bagi yang menjalankannya. Ritual yang berasal dari Hindu India Utara
ini dipercaya telah berkembang lama dan membaur dengan budaya Nusantara.
Kajian teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dari seorang
beraliran historis. Ciri-ciri aliran historis Evans ini adalah dengan penggunaannya
akan penafsiran yakni tafsiran pada kata-kata dan juga istilah bahasa yang
jangka waktu yang lama dan longitudinal. Evans juga mencoba berpikir seperti
masyarakat yang diteliti, mulai dari bahasa dan tingkah laku kesehariannya.
berpikir secara rasional layaknya masyarakat modern. Semua manusia, yang tidak
terdidik sekalipun akan terus menjalani hidupnya dari masa ke masa, membuat
aktivitas dan ritual kesehariannya. Selain itu, dalam analisis tentang simbol, Evans
menganggap simbol ini sesuatu yang rumit antara hubungan sosial dan moral.13
Tetapi menurut Evans simbol yang dianggap rumit itu dapat dipahami dalam
kehidupan sehari-hari.
wilayah Nuer yang mempunyai ritual budaya dan kepercayaan yang tidak terlihat
oleh masyarakat lain. Wilayah Nuer ini mempunyai sebuah Ritual seperti konsep
tentang “Kwoth” atau roh. Sepintas bangsa Nuer ini tidak mempunyai agama secara
formal, tidak beribadah dan sakramen dengan pasti, dan tidap mempunyai
mitologi.14 Tetapi anggapan itu ternyata salah, karena bangsa Nuer melakukan itu
semua meskipun tidak muncul kepermukaan. Bangsa Nuer berpusat pada konsep
“Kwoth” atau roh. Sama halnya dengan ritual Pradaksina di Maha Vihara
Dalam simbol yang ada dalam agama Buddha, masyarakat awam seringkali
makna dan tujuan tertentu. Simbol juga diartikan sebagai penyatuan dua hal yang
luluh menjadi satu.15 Evans berpendapat “Dalam studi agama, jika kita ingin
memahami esensi terdalam dari agama tersebut, kita harus mencoba memahaminya
13
Ivan Th, Simbolisme menurut Mircea Eliade, (Yogyakarta:UGM,t.t), 56.
14
Daniel L. Pals, Seven Theories Of Religion, diterjemahkan oleh Inyak Ridwan Muzir,
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), 338.
15
Dibyasuharda, Dimensi Metafisik dalam Simbol, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,
1990),11.
16
E.E. Evans-Pritchard, Nuer Religion, (Oxford, England: Clarendon Press, 1956), 12.
H. Metode Penelitian
untuk mengarahkan suatu kegiatan praktis agar terlaksana secara rasional dan
harapan untuk mencapai sebuah hasil yang optimal.17 Dalam metode penelitian ini
dibagi menjadi tiga hal yakni jenis penelitian, metode pengumpulan data, sumber
1. Jenis penelitian
yang berfokus pada suatu fenomena sosial serta masalah manusia. Seperti
metode ilmiah.18
17
Lexy J.Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
6.
18
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ... 6.
a. Observasi
dilakukan adalah pada saat ritual Pradaksina ini dilakukan, maka akan
b. Wawancara
19
Joko Subagyo, Metode Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 63.
20
Marzuki, Metodologi Research Fakultas Ekonomi, (Yogyakarta: 1983), 83.
c. Dokumentasi
terdapat banyak hal yang dapat digunakan untuk diuji, ditafsirkan dan
3. Sumber Data
21
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 216-217.
aktif adalah pengurus Maha Vihara Mojopahit beserta para Bikkhu, dan
sumber yang pernah ada berupa arsip atau dokumen. Data ini biasa
permasalahan yang diteliti.22 Selain itu, metode analisa data editing juga
digunakan untuk memeriksa dan meneliti dengan cermat data yang telah
dan Huberman. Model ini adalah mengumpulkan data awal sampai penelitian
22
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta:Rake Sarasin, 1996),
104.
23
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 1994), 270-271.
pada teori yang berkaitan dengan penelitian. Langkah analisa data ini
meliputi:
I. Sistematika Pembahasan
mengenai penelitian yang akan dilakukan. Terdapat beberapa bagian yang ada
Bhakti dan ritual Pradaksina serta menjelaskan teori dari tokoh Edward Evans
Pritchard yang beraliran Antropologi Historis dan teori dari tokoh lainnya.
Pengaitan teori ini dapat peneliti jadikan sebagai pijakan dalam melakukan
penelitian.
Bab III memuat tentang deskripsi data gambaran umum Maha Vihara
Bab V penutup yang terdiri dari kesimpulan hasil penelitian, dan saran
dari Peneliti. Kesimpulan ini dapat menjawab rumusan masalah yang ada
pembahasan selanjutnya.
langsung dengan kepercayaan atau agama yang ditandai dengan sifat khusus.23 Sifat
khusus ini memuat berbagai macam seperti tata cara dalam upacara, waktu,
peralatan dan tempat yang dianggap sakral. Ritual berkaitan dengan tindakan pada
Djamari membagi ritual menjadi dua macam yakni:24 pertama ritual ditinjau
dari tujuan atau makna dengan mendekatkan diri pada Tuhan agar memperoleh
keselamatan serta rahmat. Kedua ritual ditinjau dari segi cara yakni individual dan
kolektif. Ritual individual dilakukan secara perorangan seperti meditasi dan yoga.
Berbeda dengan ritual kolektif yang lebih bersifat umum yakni dengan cara
Para ahli memberi batasan mengenai ritual, salah satunya menurut Gluckman
23
Thomas O’Dea, Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal, terj. Yasogama (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995), 5.
24
Djamari, Agama dalam Perspektif Sosiologis, (Bandung: Alfabeta,1995), 36.
25
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta: UI-Press, 1987), 180.
18
kompleks dan tidak selalu bersifat teknis, tetapi juga melibatkan perilaku hubungan
sosial dan ritual merupakan kategori dalam upacara yang lebih terbatas, namun
secara simbolis lebih kompleks karena menyangkut urusan sosial serta psikologis
yang dalam. Ritual dicirikan mengacu pada suatu sifat dan tujuan yang mistis.26
dengan anggapan suatu simbol diartikan sebagai nilai yang harus diterapkan. Dapat
disimpulkan bahwa antara ritual, agama dan budaya mempunyai tindakan pikiran
Tokoh yang membahas mengenai simbol dan kaitannya dengan ritual adalah
proses ritual beserta simbol dalam pemakaman Jawa. Geertz dikenal di masyarakat
Indonesia sebagai kiblat penelitian ritual. Dalam tafsir kebudayaan dan agama,
Geertz menjelaskan mengenai agama sebagai sistem kebudayaan yakni suatu sistem
simbol yang bertujuan untuk menciptakan perasaan motivasi yang kuat dan tidak
mudah dalam diri seseorang. Caranya adalah dengan membuat konsespsi mengenai
tatanan umum eksistensi yang selanjutnya dilekatkan dengan konsepsi ini pada
pancaran faktual, dengan hal tersebut akhirnya perasaan serta motivasi akan terlihat
26
Muhaimin AG, Islam dalam Bingkai Budaya Lokal Potret dari Cirebon, (Jakarta: Logos,
2001), 114.
sebagai suatu realitas yang unik. Menurut Geertz, dalam memahami suatu agama
harus paham mengenai makna simbol yang digunakan dalam masyarakat. Simbol
ini berkaitan dengan struktur masyarakat serta aspek psikologi yang saling
berkesinambungan.
Untuk mengetahui sejauh mana konsep ritual dalam agama Buddha, berikut
adalah penjelasan mengenai makna, keterkaitan mitos dengan ritual, dan Eksistensi
1. Makna Ritual
perasaan dan perilaku. Penggunaan sarana simbolis yang sama dan dilakukan
terus menerus menghasilkan dampak yang biasa saja dimasyarakat. Hal ini
perasaan simbol itu berasal. Hal ini akan menjadi hilangnya daya untuk
Adanya ritus suci, ritual upacara yang telah menjadi budaya dalam
27
Suhardi, Ritual: Pencarian Jalan Keselamatan tataran Agama dan Masyarakat
Perspektif Antropologi, Pidato Pengukuhan Guru Besar Antropologi pada Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Gadjah Mada (pada 18 Maret 2009), 13.
yakni28:
a. Tindakan Magi
mistis. Terdapat dua teori yang berpendapat mengenai Magi, yakni teori
kaitannya dengan agama yang didefinisikan sebagai suatu roh, dewa atau
29
hal-hal yang dapat melampaui susunan alam. Frazer berpendapat
yang pasti dan dibatasi oleh hukum yang pada saat mengoperasikannya
28
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, terj. A. Sudiarja dkk. (Yogyakarta:
Kanisius, 1995), 175.
29
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama... 49.
kematian.
b. Tindakan Religius
30
Raymond Firth, Human Types: An Introduction to Social Anthropology, (New York:
Lightning Source Incorporated,1958), 125.
31
Wiwik Setiyani, Bahan Ajar Studi Praktik Keagamaan, (Yogyakarta: Interpena, 2014),
124.
ahli magi menganggap Sang Mutlak sebagai obyek. Dilihat dari hubungan
bersifat individual. Sarana antara religi dan magi sangat berbeda, jika religi
religi tidak menggunakan hal semacam magi. Dilihat dari tujuannya, religi
bertujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada ilahi dan magi lebih
c. Ritual Konstitutif
dengan baik. Ritual ini sangat dibutuhkan ketika perubahan sosial yang
Ritual konstitutif berkaitan erat dengan daya mistis untuk mencapai tujuan
berubah.
d. Ritual Faktitif
Ritual dapat dijumpai dalam upacara atau perayaan pada setiap agama.
mitos, adat sosial dan budaya. Adanya ritual menjadi tidak bermakna jika
manusia mempunyai emosi mistik yang mendorong untuk percaya pada yang
Mutlak.
Keterkaitan antara mitos dan ritual terjadi pada saat terdapat peristiwa
kepercayaan itu menjadi sebuah ritual yang membudaya. Dalam adat istiadat
32
Max Gluckman, Essays on the Ritual of Social Relations, (Manchester: Manchester
University Press,1966), 23-24.
suatu suku, adanya mitos dan ritual begitu dihormati keberadaannya. Selain
Mitos biasa dinarasikan dalam bentuk cerita seperti cerita para dewa, adanya
perang dan sebagainya itu dapat memberi dampak pemikiran yang positif serta
renungan atas perbuatan manusia dimasa lalu, agar manusia di masa sekarang
yang diiringi mitos akan bertransformasi atau melakukan inovasi. Karena itu,
kebenaran lebih tinggi dan lebih penting mengenai realitas yang masih
bentuk upacara atau perayaan yang berkaitan dengan kepercayaan atau agama
sampai saat ini. Dilihat dari ritual yang masih ada sampai kini, mitos dan ritual
33
I. Ngurah Suryawan, Agama, Ritual dan Kuasa, diakses dalam
http://antropologiudayana.blogspot.com/2012/07/agama-ritual-dan-kuasa.html ( pada
26 April 2013)
34
Thomas O’Dea, Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal... 5
dari ritual, karena dianggap kejadian-kejadian yang ada di dunia baik itu
mula dunia, makhluk hidup sampai adanya nilai dan norma dimasyarakat.
yang esensial. Hal ini menjadikan mitos menjadi suatu kebenaran yang pasti
memahami mitos sebagai pemikiran intelektual yang bukan berasal dari logika,
terlebih dari itu, Mircea memahami mitos sebagai orientasi spiritual dan mental
35
B. Malinowski, Myth in Primitive Psichologhy dalam Magic, Science and Religion, (New
York, 1954), 101
36
Turita Indah Setyani, Mitos dan Kekinian menurut pemikiran Mircea Eliade, dalam
Jurnal Pendar Pena (Jakarta: FIB UI 2009), 1.
37
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama... 154- 161.
alam dengan perantara yang sudah ada, yang dibagi menjadi 3 hal seperti mitos
Ketiga mitos asal usul yang mengisahkan awal dari suatu peristiwa, bahkan
makhluk hidup. Keempat, mitos yang berkaitan dengan para dewa serta para
berjalannya waktu.
keagamaan, manusia dimasuki oleh rasa mendesak realitas nyata yang berupa
seperti Puja Bhakti, upacara Yu Fo (Pemandian patung Buddha pada saat hari
raya Waisak), Vipassana (Salah satu bentuk meditasi yang bertujuan untuk
38
DanieL,l,Pals, Dekonstruksi Kebenaran: Kritik Tujuh Teori Agama, terj. Inyiak Ridwan
Muzir (Yogyakarta: IRCiSoD,2010), 345
Bhakti, akan paham mengenai ritual yang dilakukannya. Seperti pada saat
membaca sutta Pali ataupun suttra Sansekerta yang mengandung mantera yang
Di Indonesia, lebih khusus masyarakat Jawa yang hingga sampai saat ini
tradisinya masih memuat adat istiadat agama Hindu Buddha. Hindu Buddha
telah dipegaruhi oleh agama Hindu Buddha sehingga melahirkan sebuah ritual
a. Tradisi-tradisi Ritual
masyarakat Jawa sampai saat ini. Hal ini dibuktikan dengan beberapa
Buddha memiliki ritual seperti hari Waisak, hari Asadha yang didalamnya
39
Wiwik Setiyani, Bahan Ajar Studi Praktik Keagamaan... 248
40
Abdul Djamil, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Semarang:Gama Media, 2000). 14.
b. Selamatan
sajian makan ataupun minum serta do’a. Dalam agama Buddha juga
khusus lainnya.
c. Animisme
animisme dapat dianggap sebagai ide tentang jiwa manusia akibat dari
berkehendak. Kepercayaan adanya roh ini ada dalam setiap tempat yang
41
Clifford Geertz, Abangan Santri Priyayi dan Masyarakat Jawa, Terj. Aswab Makasin,
(Jakarta: Pustaka Jaya 1983). 18.
42
E.Evans Pritchard, Theories Primitive Religion, (Oxford 1965), 24-5.
manusia jika melakukan hal buruk para roh. Disalah satu benua yakni
Eropa juga masih melakukan pemujaan pada leluhur yang dianggap arwah
leluhur merupakan bagian dari kepercayaan yang terdapat pada setiap suku
yang dianggap sakral. Seperti di suku Toraja yang memaknai adanya roh
leluhur sebagai penjaga dan pelindung adat. Selain itu, ritual yang
yang ditunjukkan untuk para roh dengan tujuan meminta restu lancarnya
sebagai sikap dan pandangan hidup tradisi yang diwariskan oleh para
d. Dinamisme
kekuatan pada suatu benda, tanah ataupun alam. Dinamisme sering disebut
43
Zakiah Darajat, Perbandingan Agama, ( Jakarta: Bumi Aksara,1996) ,74.
44
Harun Nasution, Falsafah Agama, (Yogyakarta: Bulan Bintang ,1973), 23.
Ritual dalam agama Buddha selain Puja Bhakti adalah kurban. Kurban
murni dan tulus. Hal ini karena umat Buddha dalam memuja Sang Buddha
tidak mengharap hal-hal yang berkaitan dengan duniawi, selain itu bentuk
penghormatan seperti sujud juga tidak berlebihan jika dilakukan umat Buddha.
serta dupa yang selanjutnya dipersembahkan untuk Sang Buddha. makna dari
persembahan kurban ini adalah dengan adanya bunga dan dupa dihadapan
rupang Buddha diyakini bisa berhadapan langsung dengan Sang Buddha untuk
memperoleh sifat pribadi Sang Buddha yang mulia dan kasih sayang. Seperti
pikiran seseorang pada saat bermeditasi. Selain korban, bunga dan dupa, dalam
Buddha juga dikenal kurban hewan yang dianggap baik dan bermanfaat.
manfaatnya.
45
Dharmapala (17:223), terj N.K Bhagwat (Bombay: The Buddha Society)
bentuk ritual dalam agama Buddha yang mempunyai tujuan agar jasa yang
tentang kematian akan datang, dan mengingatkan manusia akan jasa baik yang
pernah diperbuat mendiang. Ritual ini tidak disediakan sesaji dalam bentuk
apapun dan dilakukan kapan saja. Dalam kitab Tripitaka, ajaran pelimpahan
jasa yang dilakukan sanak saudara atau keluarga yang telah meninggal disebut
Nikaya III 28 yang menjelaskan bahwa kewajiban seorang anak pada orang tua
Ritual yang dilakukan oleh umat Buddha sudah menjadi tradisi secara
yang tidak rumit selayaknya Mahayana. Di Tibet sendiri, ritual Buddha bersifat
sebagai wujud dari rasa bhakti dan keyakinan.46 Dan Bhakti adalah sesuatu yang
dihormati. Dalam agama Buddha, beragam Puja Bhakti muncul setelah zaman The
Primitive Buddism, yakni setelah Buddha Gautama mangkat dan para murid beliau
Puja Bhakti. Berbagai inovasi yang dilakukan murid Buddha, hingga sampai kini,
macam-macam Puja Bhakti telah dikenal dalam agama Buddha dengan makna dan
tujuan tersendiri. Puja juga dapat ditunjukkan dengan persebahan material seperti
makanan, dupa, bunga serta dapat ditunjukkan dengan perilaku yang terpuji dan
perasaan yang baik. Sebenarnya, pada masa Buddha masih hidup, terdapat tradisi
menghormati yang diajarkan oleh Buddha Gautama yakni vattha atau Bentuk
Dalam agama Buddha terdapat dua macam bentuk Puja Bhakti yakni:47
suatu benda, seperti bunga, lilin, dupa dan perlengkapan lainnya. sejarah amisa puja
ini bermula saat Bhikku Ananda yang selau melakukan vattha, membakar dupa,
memberi bunga dan mengatur dana makanan untuk Buddha Gautama dari para
umat.
46
Suwarto, Buddha Dharma Mahayana. (Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana
Indonesia, 1995), 318.
47
Dhamma Study Group Bogor, Upacara dalam agama Buddha, diakses dalam
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/upacara-dalam-agama-buddha/ (pada
18 April 2013)
diperhatikan pada saat melakukan puja ini yakni48: Sakkara yakni memberi
persembahan berupa materi, Garukara memberikan kasih dan bhakti pada nilai-
Kedua, Patipatti Puja adalah Puja Bhakti yang dilakukan untuk menghormat
pada saat melaksanakan ajaran Buddha seperti Dhamma, sila, samadhi dan panna.
Patipatti puja sering disebut Dhammapuja yang dianggap sebagai cara menghormat
yang pang tinggi pada Buddha Gautama. Dalam kitab Pramatthajotika menjelaskan
mengenai Patipatti puja seperti: berlindung pada Triratna (Buddha, Dhamma dan
Sangha), mempunyai tekad untuk melakukan Panca Sila Buddhis atau lima
atau delapan sila pada hari Uposatha, dan berusaha menjalankan Parisuddhi Sila
atau kemurnian sila (Patimokha samvara atau pengendalian dalam tata tertib,
Indriya samvara atau pengendalian enam indera, Ajiva Parisuddhi atau mencari
nafkah hidup yang benar dan Paccaya sanissita atau pemenuhan kebutuhan).
Samicikamma juga mempunyai sikap fisik dalam melaksanakan puja. Sikap fisik
ini merupakan cara penghormatan yang terdapat dalam agama Buddha, yakni:
a. Sikap Anjali adalah sikap yang merapatkan kedua belah tangan tepat didepan
dada dengan posisi duduk, bersujud, berdiri ataupun berjalan. Sikap Anjali ini
48
Wiwik Setiyani, Bahan Ajar Studi Praktik Keagamaan... 164.
(kebijaksanaan)49.
b. Sikap Namaskara adalah sikap bertumpu pada lutut untuk menghormat dengan
cara membungkuk. Sikap ini memiliki lima titik tumpu yakni lutut, ujung jari,
dahi, siku dan telapak tangan yang menyentuh lantai. Sikap ini biasanya
dilakukan sebanyak tiga kali yang disertai dengan sikap Anjali dan membaca
pada orang yang lebih tua dan para Bikkhu.51 Selain itu, sikap Namaskara
sering dilaksanakan pada saat sembahyang rutin maupun hari besar agama
Buddha..
49
Harianto, Eka-Citta Bersatu dalam Dharma: Simbolisme dalam Budhisme, Kamadhis
UGM, No. XXVIII (April 2008), 12.
50
Sangha Theravada Indonesia, Parrita Suci, Yayasan Dhammadipa Arama, Cet.7, (Jakarta,
1996), 19.
51
Bikkhu Utomo, Sepuluh Tanya Jawab dengan Bikkhu Uttarno, diakses dalam
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/tanya-jawab-dengan-bhikkhu-
uttamo-02 (pada 2 Mei 2013).
disertai dengan sikap Anjali searah jarum jamsebanyak 3 kali putaran. Sikap
Pada zaman Buddha, adanya Puja Bhakti tidak diajarkan secara langsung pada
Dhamma (bahasa Pali). Dhamma ini merupakan bagian dari Triratna yang disebut
sebagai azas perlindungan dan keyakinan bagi penganut agama Buddha Theravada,
pernah mengajarkan tentang Puja Bhakti, melainkan ajaran yang Sang Buddha
Menghormati ini memiliki makna jika seseorang tidak dapat menghormat kepada
kemajuan batin karena keterbatasan batinnya. Seperti yang ditemukan dalam kitab
Mangala Sutta:53
52
Buddha Metta Club, 5 Macam Cara Penghormatan, diakses dalam
www.buddhamettaclub.com/2016/07/05/5-macam-cara-penghormatan/ (pada 05 Juli
2016).
53
Ferlina Sugat, Keterkaitan Aktivitas Pradaksina pada Ragam Tipologi Bangunan Stupa,
Serat Rupa Jurnal, vol 1. (September:2016), 214.
orang tua, guru, orang suci dan orang yang bermoral baik.
Dalam melakukan Puja Bhakti, diperlukan sarana atau wadah untuk aktivitas
Pertama, Arama merupakan suatu kompleks vihara yang lebih luas dan besar.
Perbedaannya dengan vihara adalah, arama mempunyai tempat untuk taman dan
tumbuhan hijau lainnya. meski begitu, antara Arama dan Vihara dari segi fungsi
untuk para Bkkhu) yang biasa dilakukan berbagai kegiatan keagamaan seperti
pelanggaran yang dilakukan Bikkhu, dan penentuan hari Khatina. Selain itu, tempat
ini juga biasa dilakukan tempat Puja Bhakti serta pembabaran dari dhamma. b)
Bikkhuni dan Samanera. Tempat ini lebih bersifat pribadi yang digunakan para
sama lain dengan bertujuan agar tidak berkomunikasi satu sama lain. d)
Ketiga, Cetiya merupakan tempat Puja Bhakti para umat Buddha yang lebih
sederhana dari vihara ataupun arama. Didalam cetiya ini pada umumnya hanya
terdapat Dhammasala dan altar sebagai obyek pemujaannya. Altar ini biasanya
terdapat rupang Buddha dan bebeberapa lilin, dupa serta bunga. Seringkali cetiya
ini berada pada ruang lingkup sebuah keluarga yang bertujuan lebih dekat untuk
masyarakat sekitar. Candi dalam pengertian Jawa kuno adalah sebuah kuil atau
makam. Berbeda pengertian menurut agama Buddha, candi adalah sebuah obyek
pemujaan yang terdapat abu jenazah atau benda peninggalan orang suci. Candi juga
berputar dalam lingkaran samsara. Candi hampir sama dengan stupa, namun candi
mempunyai perbedaan yang kompleks yang tidak bersifat monolitik seperti stupa.
Kelima, Stupa atau dalam bahasa Pali Thupa adalah bangunan yang sengaja
didirikan untuk penempatan abu jenazah, benda peninggalan (relik) dari orang suci
yang dijadikan sebagai objek penghormatan. Sejarah stupa sendiri ditunjukkan oleh
Buddha Gautama sebagai penentu bentuk stupa. Dengan sangat sederhana, Sang
pada kondisi terbalik, dan tepat diatasnya diletakkan alas mangkuk dan diberdirikan
tongkat jalannya. Stupa terdiri dari 3 bagian utama yakni bagian dasar stupa yang
seperti teratai), bagian kubah yang mempunyai makna sebuah kelahiran dan sebagai
perwujudan tubuh Buddha, dan pada bagian puncaknya stupa sebagai perwujudan
Dalam penjelasan mengenai Puja Bhakti, terdapat dua macam Puja Bhakti
yakni Amisa Puja dan Patipati Puja. Kedua Puja Bhakti ini mempunyai lima sikap
Utthana dan Samicikamma. Dalam Penelitian ini akan dibahas lebih mendalam
C. Ritual Pradaksina
Pradaksina berasal dari kata Padakkhina yang berasal dari bahasa Pali. Dalam
bahasa sansekerta, istilah Pradaksina terbagi dalam dua kata yakni Pra yang berarti
ke depan54 dan daksina berarti kanan atau selatan. Pradaksina merupakan salah satu
aktivitas Puja Bhakti dalam agama Buddha. Dalam arti luas, Pradaksina adalah
suatu sikap mempersiapkan batin dalam melaksanakan Puja Bhakti dengan cara
berjalan mengelilingi suatu obyek dari arah ke kiri lalu ke kanan atau dari arah timur
ke barat searah jarum jam sebanyak 3 kali putaran. 55 Penyebutan Pradaksina sering
54
MacDonell, A Practical Sanskrit Dictionary, (Oxford: Oxford University Press, 1974)
dalam jurnal Landasan Konsepsual dan Penerapan Pradaksina dan Prasawya dalam
Perwujudan Arsitektur Hindu Bali, (Bali,2017), 10.
55
Ferlina Sugata, Keterkaitan Aktivitas Pradaksina pada Ragam Tipologi Bangunan
Stupa... 216.
Sahampati dengan berjalan mengelilingi Buddha Gautama yang saat itu sedang
duduk dibawah pohon Bodhi. Pohon Bodhi ini selanjutnya dijadikan sebagai simbol
pencapaian penerangan agung Buddha dari masa meditasi sampai mencapai ke-
searah jarum jam. Sikap Brahma Sahampati ini kemudian diulang kembali oleh para
malam jenazahnya dikunjungi raja dan semua lapisan masyarakat. Salah satu murid
dengan ajaran Dhamma) disertai dengan mengelilingi tubuh Buddha seperti yang
dilakukan oleh Brahma Sahampati. Saat inilah wujud penghormatan pada Buddha
yang berupa Puja Bhakti dengan membaca parrita dan Pradaksina lahir.57
56
Harianto, Eka-Citta Bersatu dalam Dharma: Simbolisme dalam Budhisme... 3.
57
Ferlina Sugata, Keterkaitan Aktivitas Pradaksina pada Ragam Tipologi Bangunan
Stupa... 216.
matahari. Selain itu Pradaksina juga identik dengan perputaran jarum jam yang
searah, hal ini juga dipengaruhi oleh filosofi pergerakan matahari. Filosofi
Pradaksina ini biasa dimaknai sebagai sesuatu yang positif dan menuju ke arah
masa depan yang lebih baik. Sebaliknya jika sesuatu hal yang berlawanan dengan
arah jarum jam, akan dimaknai sebagai hal negatif dan membawa keburukan.
Pandangan konsep filosofi Pradaksina ini telah dibawa oleh Bangsa Aria menjadi
Selain itu, ditemukan hal menarik dalam simbol Swastika yang dikenal oleh India
Utara sebagai Pradaksina dan di Jerman sebagai simbol gerakan Nazi pada Perang
Dunia II.
meraih gelar dalam bidang sejarah modern. Minat untuk mempelajari antropologi,
Antropologi Victorian yaitu pendekatan yang dicetuskan oleh Tylor dan Frazer
yang terinspirasi dari harapan akan adanya sebuah sains kehidupan manusia.
pendekatan ini bersifat intelektualis dan individualis dalam setiap objek yang dikaji.
58
Harianto, Eka-Citta Bersatu dalam Dharma: Simbolisme dalam Budhisme... 3.
59
M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1997), 316.
Kedua, Sosiologi Perancis yang salah satunya dipelopori oleh Durkheim dan Levi-
pemikiran Tylor dan Frazer yang memaknai manusia primitif berpikir irasional,
manusia primitif tidak demikian dikatakan oleh Tylor dan Frazer. Manusia primitif
menurut Levi-Blush adalah suatu refleksi atas sistem sosial yang berbeda yang
menekankan pada betuk asli dari suatu manusia primitive dengan belajar bahasa,
Antropologi lapangan.
analisis yang disebut analisis struktural, serta dalam struktur masyarakat dan
berbeda.60
pada suku Azande tahun 1926 dan suku Nuer tahun 1930-an. Dalam penelitiannya,
beliau tidak mengaitkannya dengan teori agama yang dianggapnya tidak relevan.
Menurut Evans, konsep teori mengenai agama primitif akan mucul dari ahli
60
Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama: Suatu Pengantar Awal, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), 8-9.
antropologi lainnya. Hal ini mengakibatkan Evans dipandang sebagai seorang yang
anti teori agama dalam melakukan penelitian. Selanjutnya Evans membuat karya
berjudul “Teori-teori Agama Primitif” yang menggunakan teori implisit dari segala
yang menganggap kekuatan metafisik memang ada namun tetap memiliki religius
yang tinggi. Masyarakat Jawa identik dengan hal magis, simbolisme, ritual dan roh,
maka suku Azande juga demikian. Dalam analisis mengenai simbol, tokoh E.Evans
menganggap simbol sebagai sesuatu yang rumit antara hubungan sosial dan
moral.62 Tetapi menurut Evans simbol yang dianggap rumit dapat dipahami dalam
kehidupan sehari-hari.
memahami serta merasakan kepercayaan suku Nuer melalui kata, simbolisme serta
ritual yang dijalankan. Suku Nuer memahami pengertian tentang kwoth adalah roh
61
DanieL,l,Pals. Dekonstruksi Kebenaran: Kritik Tujuh Teori Agama, terj. Inyiak Ridwan
Muzir (Yogyakarta: IRCiSoD,2010), 315
62
Ivan Th, Simbolisme menurut Mircea Eliade... 56.
yang berada diatas langit yang mereka percaya sebagai pencipta isi dunia,
menggunakan hermeneutik atau tafsiran pada kata dan istilah bahasa yang dijadikan
penelitian. Selain memahami bahasa masyarakat yang diteliti, Evans memiliki ciri
khas lain yakni partisipant observation atau hidup ditengah masyarakat yang
diteliti. Meneliti secara langsung dengan terjun dilapangan dan mencoba berpikir
keunggulan Evans dalam penelitiannya. Hal ini mempunyai tujuan tertentu, yakni
untuk memahami asumsi-asumsi yang ada pada obyek penelitiannya. Dari pendapat
ini, Evans menyimpulkan bahwa pada masayarak primitif juga berpikir rasional
beragama, tidak berpikir rasional, tidak berbahasa dan tidak berpendidikan adalah
salah. Karena hal tersebut, Evans mencari teori yang diaplikasikan dan berbuah
63
Ening Herniti, Kepercayaan Masyarakat Jawa terhadap Santet, Wangsit dan Roh
menurut Perspektif Edwards Evans-Pritchard, (Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Adab dan
Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga), 389.
64
Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama: Suatu Pengantar Awal, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada,1996), 15.
Mojokerto. Desa Bejijong memiliki batas-batas wilayah, seperti pada daerah timur
Jombang, daerah selatan ditempati desa Trowulan dan daerah utara ditempati desa
Kejagan. Luas daerah desa Bejijong sekitar ± 195 Ha yang terbagi dalam dua dusun
agama Islam menjadi mayoritas dengan prosentase 98%. Hal ini berbanding
terbalik pada masa kerajaan Mojopahit dengan mayoritas penganut Hindu Buddha
dan kepercayaan pada animisme dinamisme. Saat ini, penganut agama Buddha
hanya sekitar 10 orang dan agama Hindu masih belum ditemukan penganutnya.
masyarakat Bejijong hidup penuh toleransi dengan agama lain. Banyak musholla
Mojopahit hanya sekitar 10 meter saja dengan musholla. Hal ini menandakan pada
66
Sutopa, Wawancara, Bejijong Trowulan, 12 Mei 2018.
45
saling menghargai satu sama lain. Selain itu, didesa Bejijong dibangun kampung
Mojopahit. Dimana kampung ini dibangun serupa dengan masa kejayaan Mojopahit
yang membuat minat wisatawan semakin tinggi untuk mengunjungi desa Bejijong.
pada setiap hari, mingguan dan bulanan serta tahunan. Kegiatan harian yang biasa
dilaksanakan para umat adalah Puja Bhakti yang dilaksanakan pada pagi hari sekitar
pukul 04.00 WIB dan sore hari pukul 18.00 WIB. Puja Bhakti dipimpin oleh Bikkhu
secara bergantian.
Selain itu, Puja Bhakti biasa dilaksanakan pada hari minggu untuk umum
sekitar pukul 10.00 WIB, hal ini karena tergantung keyakinan para umat. Agama
Buddha tidak memiliki ketentuan mengenai pelaksanaan Puja Bhakti, karena dapat
tahunan di Maha Vihara Mojopahit pada tahun 2018 seperti: Keng Thie Kong
(Sembahyang kepada Tuhan YME) tanggal 25 Februari 2018 pukul 23.00 WIB,
Puja sekitar tanggal 19 Februari 2018 pukul 07.50 WIB, kelahiran Kwan Yin Poshat
(Dewi Welas Asih) pada 5 April 2018, hari Tri Suci Waisak 2562 BE pada tanggal
29 Mei 2018 pukul 21.19 WIB, peringatan Hari Besar Asadha pada tanggal 28 Juli
2018 pukul 03.20 WIB, perayaan Kwan Yin Phosat mencapai penerangan sempurna
sekitar bulan Juli pukul 10.00 WIB67, sembahyang Ulambana/Patidana pada akhir
Agustus 2018 sekitar pukul 10.00 WIB, peringatan hari suci Kathina pada 24
67
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
Oktober 201868, peringatan She Mien Shen pada sekitar bulan November 2018
pukul 10.00 WIB, Upacara Fang Seng (upacara pelepasan satwa) sekitar bulan
November 2018 pukul 10.00 WIB, dan peringatan HUT Maha Vihara Mojopahit
baru.69
Mahathera sebagai Buddhist Centre daerah Trowulan. Maha Vihara ini memiliki
nama Mojopahit, dengan alasan bahwa tanah yang digunakan dalam membangun
Vihara merupakan bagian dari bumi kerajaan Mojopahit. Selain itu terdapat
beberapa alasan lain dalam penggunaan nama Mojopahit ini, yakni untuk menepis
anggapan bahwa agama Buddha adalah orang yang berasal dari China atau
Tionghoa. Diketahui bahwa masyarakat Indonesia sangat anti pada orang China
ataupun Tionghoa karena dicap sebagai PKI. Maka dari itu, penekanan pada kata
Mojopahit dalam nama Maha Vihara ini menyimpan pesan bahwa umat Buddhis
yang beribadah di Maha Vihara Mojopahit bukan bagian dari para komunis.
tepatnya di daerah Trowulan pada tahun 1293 hingga 1550 M.70 Sekitar abad ke-
13, Raja Raden Wijaya membuat dasar sebuah candi untuk pertama kalinya dan
68
Herman S.Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026, (Jakarta
Pusat: Yayasan Dhammadipa Arama,1997), 20.
69
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
70
Sutopa, Wawancara, Bejijong Trowulan, 12 Mei 2018.
candi yang dibangun bernama lemah dhuwur/Siti Inggil. Siti Inggil ini berada
didaerah Kedungwulan dan Bejijong yang pada tahun 1925-1935 dijadikan satu
daerah dengan dipimpin oleh Haji Achmad. Siti Inggil dapat dikatakan sebagai cikal
Mojokerto. Maka dari itu, beliau paham mengenai sejarah kerajaan Mojopahit
beserta situs sejarah yang terdapat di Trowulan.71 Bikkhu Viriyanadi pada awalnya
seorang penganut aliran kebatinan yang gemar bersemedi dan bertapa ke berbagai
saat bersemedi di Siti Inggil. Dalam semedinya, beliau diberikan petunjuk untuk
berjalan ke arah selatan dan dipertemukan lahan perkebunan yang dipenuhi dengan
pohon jati dan pohon kedondong. Menurut beliau, pohon jati memiliki makna
bahwa sejatinya dirinya memang berjodoh dengan tempat tersebut. Sedangkan serat
Pemilik perkebunan pohon jati dan kedondong merupakan salah satu warga
Bejijong bernama ibu Madris. Selain ingin membeli tanah perkebunannya, Bikkhu
pemujaan Buddha didaerah Trowulan. Secara kebetulan, keluarga suami ibu Madris
71
Nyanamanu, Wawancara, Bejijong Trowulan, 17 Mei 2018
72
Ngasiran, Maha Vihara Majapahit dan Patung Buddha Tidur Ikon Mojokerto, diakses
dalam www.buddhazine.com/maha-vihara-majapahit-dan-patung-buddha-tidur-ikon-
mojokerto/ (pada 25 Februari 2017)
tanah ibu Madris, selanjutnya beliau meninjau tanah dengan mengundang YA.
Angga Jinamitto Thera serta YA. Dharma Suryabhumi dan mengusulkan untuk
serta pusat pendidikan agama Buddha, kedua, mendirikan serta membangun ruang
kremasi dan rumah abu untuk umum. Ketiga, mendirikan rumah sakit serta panti
Dengan modal tanah ± 20.000 m2, turun surat keputusan Bupati Mojokerto
No.20 tahun 1987 serta surat ijin bangungan No.69 tahun 1987 untuk membangun
diadakan pemberkatan lahan dan peletakan batu pertama yang dilakukan oleh
Bapak Mayor Sorparno mewakili Bupati Mojokerto pada tanggal 11 April 1987
73
Tim Penyusun, Buku Kenangan Peresmian Maha Vihara Mojopahit dan Peringatan 20
Tahun Pengabdian YA. Prha Angga Jinamitto Maha Thera, (Mojopahit: Yayasan
Lumbini,1989), 47.
74
Andri Martapura, Ekonomi dan Spiritualitas Perspektif para Biksu di Maha Vihara
Mojopahit desa Bejijong Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto (Skripsi tidak
diterbitkan, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2015), 41-42.
dengan disaksikan para anggota Sangha, para pejabat, Walubi Jawa Timur serta
serta sosial warga Bejijong terlebih dikhawatirkan ada maksud terselundup untuk
Maha Vihara Mojopahit tidak terdapat misi penyebaran dan bahkan dapat dijadikan
objek wisata untuk kedepannya.75 Pada akhirnya masyarakat setuju dan menyambut
baik adanya pendirian Maha Vihara Mojopahit. Dengan dibantu pihak pemerintah
daerah seperti kepala desa, Kepolisian, Camat serta Bupati, pembangunan Vihara
dijadikan sebagai Buddhist Center berjalan dengan baik. Hingga pada tanggal 31
Desember 1989, Maha Vihara diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur yakni Bapak
Soelarso.
Maha Vihara Mojopahit bisa dikatakan sebagai salah satu obyek wisata yang
wajib dikunjungi pada saat di Trowulan selain candi dan makamnya. Terutama
Indonesia dan terbesar ketiga di negara Thailand dan Nepal. Rupang yang terdapat
di Maha Vihara Mojopahit berukuran 22m dengan lebar 6m dan tinggi 4.5m. Tidak
75
Sutopa, Wawancara, Bejijong Trowulan, 12 Mei 2018.
hanya itu, Rupang ini telah mendapatkan penghargaan atau apresisasi dari rekor
MURI (Museum Rekor Indonesia) pada tahun 2003.76 Vihara Mojopahit memiliki
bangunan yang berakulturasi dengan arsitektur Jawa dan China. Unsur Jawa dapat
ditemukan dalam atapnya yang berbentuk joglo dan beberapa relief batu. Hal ini
tidak dapat dipisahkan dengan mata pencaharian masyarakat sekitar sebagai para
berbagai macam obyek sebagai Buddhist Center. Terdapat tiga unsur bangunan
yang penting dalam Vihara Mojopahit seperti adanya Bhakti Sala yang didalamnya
terdapat beberapa Altar, Kuti, serta bangunan penting lainnya. berikut adalah
Mojopahit:
Pertama, ruangan Bhakti Sala yang dalam Maha Vihara Mojopahit disebut
Sasono Bhakti yakni tempat untuk melaksanakan ritual serta mendengarkan ajaran
Dhamma. Ajaran Dhamma disampaikan oleh Bikkhu kepada para umat. Didalam
ruangan ini terdapat tiga altar yang mencerminkan aliran dalam Buddha yakni
Hinayana, Mahayana dan Tantrayana. Dengan bangunan yang cukup luas, ketiga
persembahan yang selalu ada. Terdapat bendera Merah putih dan Budhis serta
organisasi Buddha didalamnya. Selain itu, ruangan Bhakti Sala bisa dikatakan
76
T.N, Patung Buddha Tidur Mendapat Rekor Penghargaan Rekor Muri, diakses dalam
https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/d-1568458/patung-buddha-tidur-
mendapat-penghargaan-muri (pada 10 februari 2011).
77
T.N, Maha Vihara Mojopahit, diakses dalam www.mahavihara-mojopahit.or.id/mvm/
(pada 25 Januari 2012).
mewah, karena memiliki lantai keramik yang berkualitas tinggi dan terdapat empat
pilar kayu ukiran serta adanya lampu kristal yang besar menambah nilai estetika
didalam ruangan.
Kedua, Adanya Altar pemujaan seperti Altar Sang Buddha, Altar Kwan Im,
Altar Dewi Tara serta Altar Dewa Brahma. Altar Sang Buddha berada di tengah
bangunan Bhakti Sala dengan ditemani dua pengikutnya yakni Mogalanan dan
besikap Anjali78. Berada disebelah kanan Sang Buddha dari arah pintu masuk
Bhakti Sala terdapat Altar Kwan Im atau biasa disebut Avalokitesvara Kwan Se Im
Phosat. Dalam Altar Kwan Im terdapat lidi pembaca nasib dan jodoh yang biasa
digunakan para umat Buddha. Berada disebelah kiri Sang Buddha dari arah pintu
masuk terdapat Altar Dewi Tara. Altar Dewi Tara diperuntukkan bagi penganut
Buddha Tantrayana dan salah satu Dewi yang disebutkan dalam literatur
Tantrayana. Selanjutya Altar Brahma yang memiliki empat muka dan delapan
tangan. Altar Brahma dikelilingi wadah dupa, lilin dan patung keramik gajah
sebagai penjaganya
Ketiga, Rupang Sleeping Buddha atau patung Sang Buddha yang sedang tidur
posisi pada saat mencapai parrinibbana atau wafat. Rupang yang berada dalam
Vihara Mojopahit ini memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Selain megah
78
Sikap Anjali merupakan sikap merapatkan kedua tangan didepan dada dalam posisi
bersujud, berdiri maupun duduk dan berjalan.
dengan relief kehidupan Sang Buddha, Rupang Sang Buddha juga memiliki
Keempat, bangunan Kuti yang digunakan sebagai tempat tinggal para Bikkhu
di Maha Vihara Mojopahit. Bangunan ini dikhususkan untuk para Bikkhu untuk
serta segala aktivitas yang berkaitan dengan keorganisasian Sangha. Selain itu,
Keenam bangunan rumah Abu jenazah yang berada di samping Bhakti Sala
digunakan untuk tempat penyimpanan abu jenazah bagi umat Buddha. para
keluarga yang menitipkan abu jenazah di Vihara Mojopahit biasanya datang satu
minggu sekali, sebulan sekali atau bahkan satu tahun sekali tergantung masing-
arsip dan buku. Seperti buku-buku umum, buku-buku ke Buddhaan serta kumpulan
Vihara Mojopahit juga memiliki kitab suci Buddha dalam 5 bahasa yakni Indonesia,
Kedelapan, Asrama para tamu yang dikhususkan untuk bermalam bagi umat
Buddha maupun non Buddha. Asrama ini berada didekat ruangan perpustakaan.
Asrama ini memiliki fasilitas standar yang baik seperti tempat penginapan lainnya.
bedug/tambur, dapur dan ruang makan, miniatur candi Borobudur, miniatur taman
rusa, simbol swastika, serta kolam-kolam yang mengitari Rupang Sleeping Buddha.
Bangunan Maha Vihara Mojopahit sampai saat ini sangat terawat dan megah.
Sekitar 6 orang dipekerjakan untuk merawat Vihara yang juga umat Buddha.
ditambah angin semilir karena berdekatan dengan persawahan. Selain itu, Maha
Buddha tidur dan relief yang menggambarkan kehidupan Sang Buddhanya. Maka
dari itu, banyak wisatawan dari luar negeri maupun lokal yang datang ke Vihara
Mojopahit. Setiap harinya kurang lebih 150 pengunjung dan pada hari libur yang
datang dapat melebihi itu. Karena tempat ini dinilai memiliki nilai estetika yang
dari India terdahulu bernama Puja Api. Di agama Buddha, Puja Api disebut Homa
79
Viriyadharo, Wawancara, Panjang Jiwo Surabaya, 28 Mei 2018.
yang dianggap aliran sesat.80 Maka dari itu, dalam agama Buddha terdapat
perubahan makna serta obyek yang digunakan, yakni dengan menggunakan benda-
benda yang dianggap memiliki nilai spiritual dengan cara memutari suatu obyek
yang dianggap suci dari sebelah kanan.81 Dalam Tripitaka sendiri, secara spesifik
akan susah menemukan makna dari Pradaksina. Namun, ritual Pradaksina sejak
awal telah merujuk pada Tripitaka yang berkembang dari budaya terdahulu.82
Terdapat salah satu kisah yang menjadi cikal bakal adanya ritual Pradaksina
yakni saat Sang Buddha Parinibbana83, salah satu murid beliau yakni Yang Arya
Maha Kassapa berada di luar Kusinara India. Setelah datang ke India, Yang Arya
duduk disamping persemayaman Sang Buddha yang belum dikremasi. Yang Arya
berjalan mengelilingi tubuh Sang Buddha sebanyak tiga kali searah dengan jarum
jam. Sejak saat wujud penghormatan pada Sang Buddha berupa Puja Bhakti berupa
Sikap yang dilakukan oleh murid Sang Buddha dianggap sebagai salah satu
perubahan yang ada dalam ritual Pradaksina seperti obyek penggunaan pemujaan,
80
T.N, Keberatan dengan Homa (Puja Api)?, diakses dalam
www.Tbsn.org/indonesia/news.php?cid=23&csid=217&id=8689 (pada 18 Desember
2014).
81
Nyanamanu, Wawancara, Bejijong Trowulan, 17 Mei 2018.
82
Viriyadharo, Wawancara, Panjang Jiwo Surabaya, 28 Mei 2018.
83
Parinibbana merupakan wafat dalam keadaan telah mencapai penerangan yang
sempurna dengan syarat mempraktikkan jalan mulia berunsur delapan..
84
Ferlina Sugata, Keterkaitan Aktivitas Pradaksina pada Ragam Tipologi Bangunan Stupa,
Serat Rupa Jurnal, vol 1. (September:2016),216.
tidak membuat makna yang terdapat dalam ritual Pradaksina berubah. Sikap
pernghormatan sendiri memiliki tiga jenis yakni dari jasmani, ucapan serta pikiran
yang akan kembali ke nilai spiritual.85 Sikap jasmani diwujudkan dengan tidak
membunuh, tidak mencuri dan tidak berzina. Ucapan ditunjukkan dengan tidak
berbohong, tidak berniat jahat, tidak berkata kasar, dan tidak bergunjingan. Dan
dari pikiran ditunjukkan dengan tidak serakah, tidak membenci dan tidak bodoh.
Ketiga hal ini memang merujuk pada nilai spriritual dan sebaiknya dipatuhi atau
ditaati. Hal ini dipercaya agar suatu penghormatan yang dilakukan tidak sia-sia.
Sampai saat ini, para penganut agama Buddha masih menjalankan ritual
Pradaksina. Pada umumnya, ritual Pradaksina sama dengan yang terdahulu yakni
memutari suatu obyek sebanyak tiga kali searah jarum jam. Hanya saja terdapat
itu di Maha Vihara Mojopahit seringkali mengitari suatu obyek yang berbeda
dengan hanya satu kali putaran.86 Berbeda dengan ritual Pradaksina yang dilakukan
Vihara Mojopahit
yang dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2018 di Maha Vihara Mojopahit, pada saat
85
Nyanamanu, Wawancara, Bejijong Trowulan, 17 Mei 2018.
86
Viriyadharo, Wawancara, Panjang Jiwo Surabaya, 28 Mei 2018.
perayaan Waisak ke 2562 BE. Pada setiap tahunnya, perayaan hari raya Waisak
akan selalu dilaksanakan bersama ritual Pradaksina. Ritual yang akan dilaksanakan
di Maha Vihara Mojopahit tahun 2018 ini, disertakan acara pengesahan pengurus
baru. Sehingga ritual Pradaksina dilaksanakan setengah jam sebelum Waisak yakni
pukul 20.00 WIB. Waktu ritual Pradaksina mengikuti perhitungan Waisak yang
dapat sewaktu-waktu berubah sesuai situasi dan kondisi keadaan. Berikut adalah
Pradaksina:
yang perlu dipersiapkan dalam ritual Pradaksina pada saat perayaan Waisak:
87
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018
dari dupa, lilin, air, buah, kue dan bunga.88 Dupa termasuk dalam kategori
seperti dibawah pohon, dengan tujuan menghormati makhluk lain dan untuk
yang sifatnya menerangi. Lilin ataupun obor akan dinyalakan untuk menandai
rute berjalan Pradaksina. Hal ini dikarenakan Vihara yang gelap hanya
diambil dari mata air suci seperti di Siti Inggil. Dalam barisan Pradaksina, air
diletakkan didalam kendi yang diwarna bendera Buddhis. Air ini juga
Waisak. Selanjutnya buah yang harus tersedia disetiap altar di Vihara dan pada
filosofi tinggi dan pasti ada dalam persembahan pada agama lain. Buah yang
disajikan seperti jeruk, apel, pir, nanas, pisang dan kelapa. Selanjutnya
persembahan kue basah maupun kering. Kue yang biasa digunakan untuk
persembahan adalah kue apem warna warni dan beberapa makanan kering yang
Sebenarnya segala jenis bunga boleh untuk digunakan, namun Vihara biasanya
menggunakan bunga tujuh rupa untuk pemandian Rupang dan bunga sedap
malam yang disediakan pada setiap altar dan para umat untuk mengikuti ritual
88
Nyanamanu, Wawancara, Bejijong Trowulan, 17 Mei 2018.
Pradaksina.89 Selain itu, nampan berisikan kelopak bunga mawar dan melati
juga ikut dalam barisan Pradaksina. Dalam setiap persembahannya, pada setiap
Buddha di seluruh dunia. Bendera Buddhis juga terdapat dalam ruangan Bhakti
Waisak.
Ketiga, menyiapkan Relik Sang Buddha dan replika pohon Bodhi. Relik
Sang Buddha dan Replika pohon Bodhi akan dibawa oleh masing-masing
beberapa umat pada saat melakukan ritual Pradaksina. Kedua benda ini
memiliki nilai filosofi yang tinggi bagi penganut agama Buddha. Relik Sang
Buddha merupakan simbol penggambaran wujud dari Sang Buddha itu sendiri.
89
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
Sang Buddha.
digunakan merupakan kipas khusus yang bergambar Sang Buddha yang berasal
dari China. kipas ini digunakan pada saat ritual Pradaksina. Selanjutnya adalah
payung bertingkat dan memiliki ornamen berunsur Bali. Payung atau tedung
merupakan simbol peneduh umat.90 Tedung ini dipakaikan pada setiap altar
dan juga digunakan pada barisan Pradaksina. Tedung biasa digunakan dalam
Dalam setiap ritual, prosesi akan menjadi sesuatu yang paling hikmat
Acara ritual Pradaksina diawali dengan kebaktian atau membaca parrita suci
yang dipimpin oleh Yang Arya Bikkhu Viriyanadi Mahathera. Para umat yang
90
Viriyadharo, Wawancara, Panjang Jiwo Surabaya, 28 Mei 2018.
mereka berjalan dari Dharma Sala mengikuti rute obor dan payung sebagai
patokan jalur.91 Rute obor dan payung tertata dengan rapih dan cukup
sebanyak tiga biji yang dibakar. Selanjutnya barisan dibagi menjadi dua
barisan. Pada barisan kedua, sisi kanan membawa bendera merah putih dan sisi
persembahan air kendi. Barisan keempat adalah barisan pembawa lilin. Barisan
kelima adalah pembawa relik Sang Buddha. Barisan keenam adalah pembawa
miniatur pohon Bodhis. Dan untuk barisan ketujuh dan seterusnya para umat
yang membawa bunga sedap malam serta lilin. Pada ritual Pradaksina yang
91
Nyanamanu, Wawancara, Bejijong Trowulan, 17 Mei 2018.
yang harus dibaca oleh para umat. Meskipun begitu, biasanya para umat hanya
disabdakan oleh Sang Buddha di Taman Rusa didekat Banares. Selain itu,
serta kesetiaan kepada Sang Buddha, Dhamma serta Sangha. Seperti dalam
92
Viriyadharo, Wawancara, Panjang Jiwo Surabaya, 28 Mei 2018.
Dukkha, akhir dari Dukkha, serta Jalan Mulia Berfaktor Delapan yang
menuju pada akhir Dukkha.93
Berikut adalah beberapa Parrita lain selain Triratna yang harus dibacakan pada
Penghormatan Awal
Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci,
Yang Mencapai Penerangan Sempurna
Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci,
Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna.
Kami Berlindung kepada Sang Bhagava. Sang Bhagava guru agung kami.
Dalam Dhamma Sang Bhagava kami berbahagia.
Dengan persembahan ini, kami memuja Sang Bhagava,
beserta Dhamma dan Sangha95
dilakukan di Maha Vihara Mojopahit yakni: Pertama, para umat berjalan dari
Ketiga, menuju ke patung Sang Buddha yang ditemani Mogalanan dan Sariputa
93
T.N, Tipitaka, dalam https://samanggi-phala.or.id/tipitaka/dhammapada/ (21 Juni
2016)
94
Viriyadharo, Wawancara, Panjang Jiwo Surabaya, 28 Mei 2018.
95
Sangha Theravada Indonesia, Parrita Suci, Yayasan Dhammadipa Arama, Cet.7 (Mei,
1996), 19-20.
Rupang Sang Buddha. Pandita akan memukul sejenis panci hitam besar untuk
termasuk dalam rangkaian acara hari raya Waisak. Persembahan yang dibawa
dalam Pradaksina diletakkan diruangan Sashono Bhakti dan umat siap untuk
Vihara Mojopahit
esensi ritual yang dijadikan simbol berhenti dilakukan, manusia akan dihampiri rasa
gelisah.97
96
Harianto, “Eka-Citta Bersatu dalam Dharma: Simbolisme dalam Budhisme, Kamadhis
UGM, No. XXVIII (April 2008),3.
97
Nyanamanu, Wawancara, Bejijong Trowulan, 17 Mei 2018.
Sang Buddha dan murid Sang Buddha. Seperti yang dijelaskan dalam
Dhamma serta Sangha merupakan salah satu ritual yang telah dijadikan kewajiban
kegelisahan.99 Selain itu, pada saat melakukan ritual Pradaksina dengan ketulusan
menghormat pada Sang Buddha dipercaya dapat melihat kebenaran dalam diri.
ini tergantung cara pemahaman masing-masing para umat. Meski makna yang
memang masih dipercaya pada zaman modern sekalipun hanya sebagai kebutuhan
spiritual.
98
T.N, Tipitaka, dalam https://samanggi-phala.or.id/tipitaka/dhammapada/ (21 Juni
2016).
99
Viriyadharo, Wawancara, Panjang Jiwo Surabaya, 28 Mei 2018
beberapa umat hanya mengikuti jalannya prosesi ritual Pradaksina tanpa membaca
parrita. Seperti Bapak Sandi yang berasal dari Mojosari mengatakan bahwasanya:
harus menghafal kalimat yang berbahasa pali. Seperti yang disampaikan oleh Ibu
Sari bahwasanya:
ini menunjukkan bahwa makna Pradaksina memang sama dan memang itulah
dampak positif bagi umat yang melakukannya dan kepercayaannya atau imannya
100
Sandi, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018.
101
Sari, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018
102
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
terbentuk dalam suatu budaya. Ritual pada dasarnya memiliki tujuan yang sama,
sangat berhubungan. Hal ini menjadikan suatu ritual semakin dilestarikan dan
dilaksanakan di Maha Vihara Mojopahit pada hari raya Waisak. Hari Waisak jatuh
pada tanggal 29 Mei 20018 pukul 21.19 WIB. Diketahui bahwa di desa Bejijong
penganut agama Buddha kurang lebihnya hanya 10 penganut saja. Hal ini
agama Buddha di desa Bejijong yang mayoritas Islam. Terlebih ketika terdapat
Dibuktikan bahwa pada saat ritual Pradaksina dilaksanakan, terdapat Banser dan
berasal dari Trowulan dan tidak pernah absen untuk mengamankan perayaan
102
Amir, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018
67
berasal dari Kemlagi Mojokerto. Selain itu, mereka yang terdiri dari 15 orang ikut
serta dalam ritual Pradaksina yang dianggapnya sebagai kirab budaya Mojopahit.103
religius, ritual konstitutif dan ritual faktitif. Ritual Pradaksina termasuk dalam ritual
berkomunikasi dengan yang dihormati, baik itu Sang Buddha, Dhamma maupun
Sangha. Tindakan religius pada umumnya terorganisir dengan baik, sama halnya
oleh beberapa organisasi yang melingkupi seperti Sangha Agung Indonesia (SAI)
tahun 1926 dan suku Nuer tahun 1930-an. Penelitiannya bersifat langsung membaur
dengan masyarakat yang diteliti. Hal ini menurutnya lebih efektif untuk mengetahui
fakta mengenai suku-suku yang ia teliti. Seperti untuk mengetahu agama yang
dianut masyarakat primitif Azande dan Nuer. Dari luar memang suku-suku ini tidak
suku primitif yang di teliti oleh Evans juga memiliki kehidupan mirip dengan
masyarakat Jawa, seperti percaya pada hal magis, memiliki simbol-simbol tertentu
103
Suwati, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018.
Azande dan Nuer, agama Buddha juga memiliki kemiripan dengan keadaan
semacam itu. Menurut teori yang disampaikan oleh Evans yakni Antropologi
lapangan, ritual Pradaksina yang terdapat dalam agama Buddha hanya dapat
masyarakat umum hanya mengetahui perayaan besar dalam sebuah agama seperti
perayaan Maulid dalam Islam, perayaan Natal dalam Kristen yang telah umum.
Sedangkan ritual Pradaksina merupakan bagian dari sebuah perayaan yang jarang
diketahui oleh banyak umat. Umat Buddha sendiri, hampir tidak pernah mengetahui
memutar.104
atau membaur dalam sebuah komunitas. Mulai dari kepercayaannya, tindakan ritual
Pradaksina, tidak banyak informasi didapatkan hanya dari sebuah buku maupun
jurnal artikel. Namun harus bertanya pada informan langsung (Pengurus Vihara dan
para Bikkhu) dengan cara mengetahui tindak perilaku pada saat adanya ritual
Pradaksina dimulai. Hal ini berarti peneliti telah menempatkan diri dalam agama
104
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
Menurutnya, suatu simbol memang sulit untuk dipahami, namun dapat dipelajari
dari perilaku sehari-hari. Sama halnya dalam agama Buddha, ritual Pradaksina
memiliki simbol yang sulit untuk dipahami. Hal ini dikarenakan agama Buddha
merupakan agama yang lahir dan besar di India dengan ajaran aslinya memakai
bahasa Pali. Meski begitu, telah banyak kitab ajaran Buddha yang telah
berbudaya di Indonesia. Maka tidak heran, jika budaya yang terdapat dalam agama
Sehingga simbol yang berasal dari luar Indonesia dapat dipahami dalam aktivitas
1. Bendera Buddha
warna ini adalah biru, kuning, merah, putih dan jingga. Warna biru merupakan
bentuk cinta kasih, kedamaian serta kemurahan hati yang berasal dari warna
merupakan jalan tengah yang menghindari sisi ekstrim yang berasal dari warna
keunggulan, kesejahteraan dan kehormatan yang berasal dari warna darah Sang
dari warna tulang serta gigi Sang Buddha dan melambangkan kesucian.
Terakhir adalah warna jingga sebagai bentuk ajaran Sang Buddha dan
kebijaksanaan yang berasal dari telapak tangan, kaki, dan bibir Sang Buddha
Vihara Mojopahit. Selain itu bendera Buddha juga diletakkan di setiap altar
maupun disekitar rupang Buddha. Bendera Buddha, telah diakui dan dipakai
Buddha, bendera Buddha akan selalu ada sebagai pemersatu umat agama
Buddha. Bendera Buddhis juga bermakna bahwa tidak ada diskriminasi ras
ke-Budha-an.106
2. Air
Air merupakan sarana Puja Bhakti yang memiliki makna keberkahan. Air
Prosesi penyemayaman air suci menjadi simbol pembersih dan sebagai simbol
seyogyanya manusia dapat meniru dari sifat air tersebut yakni selalu mengalir
dari tempat tinggi ke tempat rendah. Seperti halnya saat manusia sedang berada
diatas atau kaya raya, maka seharusnya menuru sifat air yang harus mengalir
105
Saryono, Wawancara, Maha Vihara Mojopahit, 16 April 2018.
106
Widya Putra, Asal Usul dan Arti Bendera Buddhis, diakses dalam Buddhazine.com/asal-
usul-dan-arti-bendera-buddhis/ (pada 22 Mei 2013).
ke bawah dengan sikap rendah hati. air biasanya dikemas dalam berbagai
macam bentuk dan memiliki makna yang sama. Hal ini dibuktikan menurut
keyakinan agama Buddha, air yang diletakkan dalam lima wadah yang berbeda
seperti diletakkan dalam 5 panci Buddhis (panci yang berwarna biru, kuning,
3. Dupa/Hio
akan diikuti dengan terkikisnya kekotoran batin dalam diri seseorang.108 Selain
itu, asap dupa juga memiliki makna tersendiri dalam sebuah ritual. Asap yang
dapat mengusir hal-hal buruk. Dalam ritual Pradaksina, dupa dinyalakan dalam
setiap sudut tempat, altar dan pada barisan pradaksina paling depan.
4. Lilin
keburukan. lilin biasa dikemas dalam berbagai bentuk seperti obor, lampu dan
maupun perayaan besar Buddha lainnya, lilin identik dengan panca warna
107
Rudi Budiman, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018.
108
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
cinta kasih, putih yang memiliki makna kesucian, dan jingga dimaknai sebagai
dalam perayaan Waisak juga memakai obor dengan memakai minyak tanah
sebagai bentuk penerangan. Antara lilin maupun obor sifatnya sama, yakni
menerangi.109
5. Bunga
ketidakkekalan dan tidak abadi. Hal ini karena manusia yang ada di dunia juga
tidak kekal karena adanya proses lahir, remaja, dewasa, sakit, tua dan akhirnya
mati.110 Dalam area Vihara Mojopahit, banyak ditanami berbagai bunga salah
satunya teratai. Bunga teratai dalam agama Buddha memiliki makna tersendiri,
yakni tempat duduk para Buddha dan para Bodhisattva serta seluruh ajaran
6. Buah-buahan
ketidakkekalan yang berasal dari proses kehidupan. Hal ini karena buah
109
Rudi Budiman, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018.
110
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
111
Ichi Nakamura, Bunga Teratai Simbol dari Ajaran Buddha, dalam jurnal Perhimpunan
Buddhis Nichiren Shu Indonesia, No.18 (Maret 2006), 2.
hukum sebab akibat manusia. Makna karma sendiri sering disalah artikan
masyarakat luas sebagai buah dari kejelekan. Padahal karma juga dapat
Agama Buddha masih percaya adanya mitos yang berkaitan dengan ritual.
Mitos dapat membentuk masyarakat menjadi kuat dalam moralitas dan memberi
peraturan praktis dalam kehidupan manusia. Mitos dalam ritual Pradaksina terjadi
dilakukan pada saat hari raya Waisak, memiliki mitos dari kelahiran Sang Buddha,
menjadikan umat menjadi lebih patuh dan taat karena adanya peraturan dan
ketakutan pada Yang Mutlak.113 Secara tidak langsung, dalam setiap perayaan yang
Mojopahit dikenal dengan berbagai macam cerita mitosnya seperti asal usul
Segaran dan candi-candinya. Tidak terkecuali dalam simbol Buddha seperti bunga,
112
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
113
Ibid.
114
Sukarni, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018
Parrita dengan penuh khidmat. Parrita yang diucapkan oleh para umat tidak harus
parrita suci, karena hampir semua umat tidak paham makna Parrita dalam bahasa
Pali. Mereka hanya membaca Triratna yang diucapkan dalam bathin tanpa harus
bersuara. Hal ini dikarenakan jika umat bersuara,akan mengganggu jalannya ritual
Pradaksina.115 Seperti yang disampaikan oleh Bapak Bashoni umat dari Jombang:
“Melakukan Pradaksina adalah melingkari suatu obyek yang suci. Saya hanya
membaca Parrita apa yang seharusnya dibacakan dengan penuh khidmat dan harap.
Saat ditanyakan mengenai makna Pradaksina, saya sejujurnya belum paham karena
saya seorang atheis. Meski begitu semua agama memiliki tujuan yang sama yakni
kembali pada Tuhan YME. Berdasarkan buku yang saya baca, semua ajaran
mengajarkan ketuhanan. Jadi setiap perayaan saya ikuti, tidak terkecuali ritual
Pradaksina yang sudah beberapa kali saya laksanakan. Dan saya percaya, bahwa
Pradaksina ini memberi manfaat akan ada orang yang menghormati saya meskipun
saya seorang atheis”.116
oleh para umat adalah sikap perilaku leluhur yang tercermin dalam suatu obyek
yang dikelilingi.
berjalan mengelilingi suatu obyek yang dianggap suci dari arah timur ke barat
searah jarum jam. Bentuk penghormatan Pradaksina sangat jarang dilakukan dan
115
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
116
Bashoni, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018.
umumnya dilaksanakan pada saat hari raya Waisak sebagai salah satu bagian
konsep acara.
agama maupun kepercayaan. Adanya unsur animisme dan dinamisme tidak menjadi
Sebenarnya, agama Buddha dalam setiap perayaan hari raya seperti Waisak,
Asadha dan Uposatha memiliki makna yang sama. Makna pada setiap perayaan
(sifat baik yang luhur), mengulang dan merenungkan kembali khotbah yang
ritual kurban menjadi salah satu keidentikkan dari suatu agama. Berbeda dengan
agama Buddha yang melarang adanya ritual kurban atau sejenis membunuh
makhluk hidup. Hal ini dikarenakan Sang Buddha berfikir bahwa makhluk hidup
117
Budiman Sudharma, Buku Pedoman Umat Buddha, (Jakarta: Yayasan
Avalokitesvara,2007), 77.
Namun meski melarang adanya ritual kurban makhluk hidup, agama Buddha
tetap memiliki apa yang dinamakan kurban. Ritual kurban dalam agama Buddha
ditunjukkan dengan bunga dan dupa sebagai persembahan. Dengan wujud kurban
dupa dan bunga dimaknai sebagai bentuk pengiriman do’a yang seakan-akan
Dalam penelitian ini, ritual Pradaksina dilaksanakan pada hari raya Waisak.
Hari raya Waisak merupakan peringatan sakral dalam tiga peristiwa yakni pertama
peristiwa lahirnya Sang Buddha di Taman Lumbini, Nepal pada tahun 623 SM.
Beliau merelakan dunia yang gemerlap hanya demi menjadi seorang pertapa, yang
sempurna dan menjadi seorang Buddha pada tahun 592 SM ketika Sang Buddha
berusia 31 tahun. Dalam masa ini Sang Buddha memahami empat makna dalam
hidup bahwa seorang manusia akan lahir, tua, sakit dan mati. Ketiga peristiwa Sang
Buddha wafat dan mencapai parrinibbana pada usia 80 tahun dibawah pohon
118
Yan Saccakiriyaputta ,Doa, Bisakah Terkabul?, diakses dalam
http://artikelbudhist.com/2011/06/doa-bisakah-terkabul.html (pada11 April 2013)
obyek, dimaknai sebagai sesuatu yang positif menuju kearah masa depan yang lebih
baik. Dengan filosofi ini akan didapat manfaat dari ritual Pradaksina seperti:
a. Dihormati oleh para makhluk ghaib dan tidak diganggu oleh makhluk jahat.
c. Memiliki sikap penuh kewaspadaan, daya pemahaman yang jelas dan cerdas
f. Akan lahir dikeluarga yang makmur, berbudi luhur atau terlahir disalah satu
h. Mencapai apa yang diharapkan dalam tahapan menuju kebahagian dan bila
cepat mencapai pencerahan, akan terlahir sebagai orang yang suci dan
agung.119
menanggapinya berbeda-beda mengenai ritual ini. Mulai dari beberapa umat yang
119
T.N, Manfaat menghormati Buddha, diakses dalam www.majalahharmoni.com/daftar-
isi-majalah/edisi-22/manfaat-menghormati-buddha/ (pada 1 januari 2012)
tidak beragama/ atheis dan beragama selain Buddha. Seperti yang disampaikan oleh
“Saya memang beragama Kristen, dan saya jauh-jauh datang ke Jawa hanya
ingin tahu ritual dalam agama Buddha yang ada saat Waisak. Sebelumnya saya
datang ke Buddhis Center Surabaya. Saya hanya ikut serta memeriahkan perayaan
agama Buddha, namun sejujurnya saya tidak paham mengenai makna simbol-
simbol yang digunakan. Tadinya saya ikut melakukan ritual Pradaksina, hanya
sampai di patung Buddha tidur saja, karena saya capek dan kaki saya sakit, maklum
sudah berumur. Meskipun hanya sebagian perjalanan, suasana khidmat dan
khusyuk membuat saya tenang dan dengan mendengarkan suara dari soundsystem
yang membaca Parrita membuat saya ikut membacanya dalam bathin dengan
penuh keyakinan bahwa saya akan mendapat manfaat jika melakukan ritual
Pradaksina.”120
keberadaan ritual dalam suatu agama. Perbedaan makna dan tujuan masing-masing
umat yang melaksanakan ritual Pradaksina tidak menjadikan suatu ritual lenyap
karena tidak ada pengikutnya. Justru umat beragama lain dapat mempelajari suatu
ritual dalam agama lain, yang harus dilihatnya secara langsung. Karena
denganterjun langsung untuk mengetahui suatu ritual yang ada dalam suatu agama,
pemahaman akan lebih bermakna dan sikap toleransi akan tumbuh mengakar
seseorang. Mempraktikkan ritual dalam agama lain tidak dilarang, persepsi masing-
masing umat menanggapinya harus positif demi percaya pada keselamatan dan
pengampunan Tuhannya.121
Unsur ritual dalam Pradaksina terdapat dalam simbol dan makna yang
digunakan. Seperti persembahan yang terdiri dari lilin, bunga, dupa dan buah.
120
Nely, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018.
121
Rudi Budiman,Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018.
dihormati. Kepercayaan seperti ini akan terus ada dalam Pradaksina, karena
pembacaan Parrita suci, umat akan merasa diberikan kepercayaan bahwa do’anya
pasti terkabulkan. Seperti yang disampaikan oleh salah seorang umat Buddha yakni
Suheri berpendapat:
dalam aliran. Proses yang dilakukan pada saat ritul secara umum dilaksanakan
hanya dilaksanakan pada saat Puja Bhakti saja, namun juga pada penerapan Dharma
hari tertentu saja seperti pada hari Waisak, dan jarang dilakukan pada Puja Bhakti
122
Suheri, Wawancara, Bejijong Trowulan, 29 Mei 2018.
123
Saryono, Wawancara, Bejijong Trowulan, 16 April 2018.
dengan cara berjalan yang termasuk dalam praktik meditasi. Tujuan utama
Pradaksina dalam Mahayana adalah untuk melatih konsentrasi dan kesadaran pada
umat mengucapkan dalam bathin kalimat Triratna dan pada tradisi Mahayana sikap
Pradaksina dilakukan dengan berjalan dan bersikap Anjali dan mudra (melafalkan
kalimat penghormatan). Meski kalimat mudra sulit dilafalkan bagi umat, namun
para umat.
juga untuk menjalankan prinsip dasar agama Buddha yakni Pancasila Buddhis.
Panca Sila Buddhis ini berisi: Pertama, sila pertama yakni membunuh makhluk
hidup. Sang Buddha sangat menghormati makhluk hidup, karena makhluk hidup
merupakan salah satu prinsip dharma yakni menyayangi kehidupan makhluk lain.
Kedua, tidak mencuri yakni mengutamakan adanya sikap saling menghormati hal
milik seseorang. Ketiga, tidak berzina yakni bertekad untuk menghindari perilaku
asusila. Keempat, tidak berbohong yakni bertekad untuk berkata benar dan tidak
membodohi orang lain. Kelima, tidak bermabukan yakni bertekad untuk melatih
124
Ferlina Sugat, Keterkaitan Aktivitas Pradaksina pada Ragam Tipologi Bangunan Stupa,
Serat Rupa Jurnal, vol 1. (September:2016), 218.
125
Effendie Tanumihardja, Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama
Buddha, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016),132.
dalam Buddhis dijadikan syarat untuk masuk dalah kehidupan agama Buddha.
“Barang siapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang, teguh
dalam dhamma, selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka
semua orang akan mencintainya.”126
berasal dari agama Buddha, perayaan dalam Buddha tidak membatasi para umat
untuk beribadah. Saling menghargai satu sama lain dan memenuhi hak untuk
Buddha memiliki makna terstruktur yang dihormati para pengikutnya. selain itu
ritual Pradaksina merupakan bagian dari Puja Bhakti, yakni Penghormatan yang
dilakukan untuk menghormati Triratna dan Sila Buddhis serta ajaran dhamma
lainnya.
126
Uttamo, Penerapan Pancasila Buddhis dalam Kehidupan Sehari-hari, diakses dalam
majalah-hikmahbudhi.com/penerapan-pancasila-buddhis-dalam-kehidupan-sehari-hari,
(pada 13 Desember 2017)
PENUTUP
A. Kesimpulan
ritual Pradaksina dalam hari raya Waisak di Maha Vihara Mojopahit, diperoleh
Sang Buddha pada saat Sang Buddha wafat. Maha Kassapa adalah seseorang
dengan berputar mengelilingi suatu obyek yang suci dan membaca parrita.
kenyataannya, simbol dalam ritual Pradaksina sampai saat ini masih terjaga
2. Prosesi ritual Pradaksina yang dilaksanakan pada hari raya Waisak di Maha
Perbedaan ritual Pradaksina ini berasal dari putaran yang hanya sekali
dilakukan sedangkan pada umumnya dilakukan tiga kali putaran. Selain itu
83
pasti dan melihat situasi dan kondisi. Seperti pada Waisak 2562 BE ini
Pradaksina dimulai dari Dharma Sala, patung Sang Buddha, memutari simbol
Buddha. Selain itu, banyak umat agama lain yang ikut serta untuk
dapat dipahami sekilas, namun perlu pengalaman langsung dan ikut serta
agama.
B. Saran
hari Waisak di Maha Vihara Mojopahit. Dalam hasil penelitian ini, terdapat
diyakini dalam agama Buddha. Selain itu, ajaran yang telah dipelajari
2. Penelitian serta penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna. Dalam
dari itu, diharapkan penelitian skripsi ini dapat dijadikan referensi serta
Buku
AG, Muhaimin. Islam dalam Bingkai Budaya Lokal Potret dari Cirebon. Jakarta:
Logos, 2001.
Djamil, Abdul. Islam dan Kebudayaan Jawa. Semarang: Gama Media, 2000.
Geertz, Clifford. Abangan Santri Priyayi dan Masyarakat Jawa, Terj. Aswab
Makasin. Jakarta: Pustaka Jaya 1983.
S. Endro, Herman. Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026.
Jakarta Pusat: Yayasan Dhammadipa Arama, 1997.
Tanumihardja, Effendie. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama
Buddha. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan,
2016.
Internet
T,N. Patung Buddha Tidur Mendapat Rekor Penghargaan Rekor Muri. diakses
dalam https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/d-1568458/patung-
buddha-tidur-mendapat-penghargaan-muri (pada 10 februari 2011).
Utomo, Bikkhu, Sepuluh Tanya Jawab dengan Bikkhu Uttarno, diakses dalam
http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/tanya-jawab-dengan-
bhikkhu-uttamo-02 (pada 2 Mei 2013).