Sop 1-45
Sop 1-45
Sop 1-45
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
b. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/
BTA) ataukulturkuman dari specimen sputum/ dahak
sewaktu-pagi-sewaktu.
c. Untuk TB non paru, specimen dapat diambil dari bilas
lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi
jaringan.
d. Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan
penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB
pada anak.
e. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara
Mantoux (intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah
penyuntikan dengan mengukur diameter transversal. Uji
tuberkulin dinyatakan positif yaitu:
1. Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk
anak dengan riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya
> 10 mm.
2. Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi
buruk, keganasan dan lainnya) diameter indurasinya >
5mm.
f. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik. Pada TB,
umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak
awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas
jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat
menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding
tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut
kostrofrenikus tumpul).
Diagnosis pasti TB
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care
(ISTC)
Standar Diagnosis
a. Semua pasien dengan batuk produktif yang yang
berlangsung selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas
penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
b. Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu
mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus
diperiksa mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah
satu diantaranya adalah spesimen pagi.
c. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB,
harus diperiksa mikrobiologi dahak.
d. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif
berdasarkan kriteria berikut:
1. Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk
pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto
toraks sesuai TB.
2. Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas
(periksa kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien
diduga terinfeksi HIV (evaluasi Diagnosis tuberkulosis
harus dipercepat).
e. Diagnosis TB intratorasik (seperti TB paru, pleura, dan
kelenjar limfe mediastinal atau hilar) pada anak:
1. Keadaan klinis (+), walaupun apus sputum (-).
2. Foto toraks sesuai gambaran TB.
3. Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB.
4. Bukti adanya infeksi TB (tes tuberkulin positif > 10 mm
setelah 48-72 jam).
Catatan:
a. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi
dandievaluasi selama 1 bulan.
b. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak
membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi
di Puskesmas
c. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa
infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier,
kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
d. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat
imunisasi\BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB
anak
e. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala
klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk
kerumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.
Komplikasi
a. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis,
bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas.
b. TB ekstraparu: pleuritis, efusi pleura, perikarditis,
peritonitis, TB kelenjar limfe.
c. Kor Pulmonal
Prinsip-prinsip terapi
a. Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut
digunakan sampai terapi selesai.
b. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang
tidak pernah diterapi sebelumnya harus mendapat terapi
Obat Anti TB (OAT) lini pertama sesuai ISTC (Tabel 2).
1. Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid,
Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol.
2. Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan
Rifampisin
3. Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi
rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk
penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose
combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF),
3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA,
EMB).
Keterangan:
a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke
rumah sakit
b. Anak dengan BB >33 kg , harus dirujuk ke rumah sakit.
c. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.
d. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh
atau digerus sesaat sebelum diminum.
Sumber penularan dan Case Finding TB Anak
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus
dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut
tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang
menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut.
Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan
radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal).
Kriteria Rujukan
a. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan
komorbid) seperti TB pada orang dengan HIV, TB dengan
penyakit metabolik, TB anak, perlu dirujuk ke layanan
sekunder. Pasien TB yang telah mendapat advis dari layanan
spesialistik dapat melanjutkan pengobatan di fasilitas
pelayanan primer.
b. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke layanan sekunder
Sarana Prasarana :
a. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.
b. Mantoux test.
c. Obat-obat anti tuberculosis.
d. Radiologi.
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi
sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan
komorbid, prognosis menjadi kurang baik.
Kriteria hasil pengobatan
Gambar. Morbili
Sumber:
http://www.medicinabih.info/medicina/infektologija/morbilli/
Pemeriksaan Penunjang
Biasanya tidak diperlukan.
Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel datia berinti banyak
pada sekret. Pemeriksaan serologi dapat digunakan untuk
konfirmasi
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Terdapat varian untuk morbili
a. Morbili termodifikasi.
b. Morbili atipik.
c. Morbili pada individu dengan gangguan imun.
Diagnosis Banding
Erupsi obat, eksantem virus yang lain (rubella, eksantem
subitum), demam skarlatina, infectious mononucleosis, infeksi
M. pneumoniae.
Komplikasi
Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk,
anak yang belum mendapat imunisasi, dan anak dengan
imunodefisiensi dan leukemia. Komplikasi berupa otitis media,
pneumonia, ensefalitis, trombositopenia. Pada anak HIV yang
tidak diimunisasi, pneumonia yang fatal dapat terjadi tanpa
munculnya lesi kulit.
Kriteria rujukan
Perawatan di Rumah Sakit untuk campak dengan komplikasi
(superinfeksi bakteri, pneumonia, dehidrasi, croup, ensefalitis)
Sarana Prasarana
a. Lup.
b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel datia.
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan
penyakit selflimiting disease.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
VARISELA
No. ICPC II : A72 Chickenpox
No. ICD X : B01.9Varicella
without complication
(Varicella NOS)
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
S Dokumen
No. Revisi
O
Tanggal
P
Terbit
Halaman 1/3
Faktor Risiko
a. Anak-anak.
b. Riwayat kontak dengan penderita varisela.
c. Keadaan imunodefisiensi.
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan
menemukan sel Tzanck yaitu sel datia berinti banyak.
Diagnosis Banding
a. Variola.
b. Herpes simpleks disseminata.
c. Coxsackie virus.
d. Rickettsialpox.
Komplikasi
Pneumonia, ensefalitis, hepatitis, terutama terjadi pada
pasien dengan gangguan imun. Varisela pada kehamilan
berisiko untuk menyebabkan infeksi intrauterin pada janin,
menyebabkan sindrom varisela kongenital.
Sarana Prasarana
a. Lup
b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel
Tzanck
Prognosis
Prognosis pada pasien dengan imunokompeten adalah
bonam, sedangkan pada pasien dengan imunokompromais,
prognosis menjadi dubia ad bonam.
5. Kewenangan 1. Dokter Umum
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit 1. Rawat Inap
Terkait 2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
MALARIA
No. ICPC II : A73 Malaria
No. ICD X : B54 Unspecifiedmalaria
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1/4
Faktor Risiko
a. Riwayat menderita malaria sebelumnya.
b. Tinggal di daerah yang endemis malaria.
c. Pernah berkunjung 1-4 minggu di daerah endemic malaria.
d. Riwayat mendapat transfusi darah.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan hapusan darah tebal dan tipis ditemukan parasit
Plasmodium; atau
b. Menggunakan Rapid Diagnostic Test untuk malaria (RDT).
Diagnosis.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (Trias Malaria: panas
–menggigil – berkeringat), pemeriksaan fisik, dan ditemukannya
parasit plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis hapusan darah
tebal/tipis.
Klasifikasi
a. Malaria falsiparum, ditemukan Plasmodium falsiparum.
b. Malaria vivaks ditemukan Plasmodium vivax.
c. Malaria ovale, ditemukan Plasmodium ovale.
d. Malaria malariae, ditemukan Plasmodium malariae.
e. Malaria knowlesi, ditemukan Plasmodium knowlesi.
Diagnosis Banding
a. Demam Dengue
b. Demam Tifoid
c. Leptospirosis
d. Infeksi virus akut lainnya
Komplikasi
a. Malaria serebral.
b. Anemia berat.
c. Gagal ginjal akut.
d. Edema paru atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).
e. Hipoglikemia.
f. Gagal sirkulasi atau syok.
g. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan
atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi
intravascular.
h. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam pendidngan pada
hipertermia.
i. Asidemia (pH darah <7.25)atau asidosis (biknat plasma < 15
mmol/L).
j. Makroskopik hemoglobinuria karena infeksi malaria akut.
Konseling danEdukasi
a. Pada kasus malaria berat disampaikan kepada keluarga
mengenai prognosis penyakitnya.
b. Pencegahan malaria dapat dilakukan dengan :
1. Menghindari gigitan nyamuk dengan kelambu atau repellen.
2. Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari.
3. Mengobati pasien hingga sembuh misalnya dengan
pengawasan minum obat.
Kriteria Rujukan
a. Malaria dengan komplikasi
b. Malaria berat, namun pasien harus terlebih dahulu diberi dosis
awal Artemisinin atau Artesunat per Intra Muskular atau Intra
Vena dengan dosis awal 3,2mg /kg BB
Sarana Prasarana
a. Lup.
b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel datia.
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan
penyakit selflimiting disease.
5. Kewenanga 1. Dokter umum, dan
n 2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1/4
Pemeriksaan Penunjang:
a. Leukosit: leukopenia cenderung pada demam dengue
b. Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah pada Demam
Berdarah Dengue dengan manifestasi peningkatan hematokrit
diatas 20% dibandingkan standard sesuai usia dan jenis
kelamin dan atau menurun dibandingkan nilai hematokrit
sebelumnya > 20% setelah pemberian terapi cairan.
c. Trombositopenia (Trombosit <100.000/ml) ditemukan pada
Demam Berdarah Dengue
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini
terpenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya
bifasik/ pola plana
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut
1. Uji bendung positif
2. Petekie, ekimosis atau purpura
3. Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain
4. Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
d. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai
berikut:
1. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai
dengan umur dan jenis kelamin
2. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
3. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau
hipoproteinemia
Klasifikasi
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat
sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)
berdasarkan klassifikasi WHO 1997:
a. Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas
dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bending.
b. Derajat II : Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan
di kulit dan atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang)
atauhipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab.
d. Derajat IV : Syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak
terukur.
Diagnosis Banding
a. Demam karena infeksi virus ( influenza , chikungunya, dan lain-
lain)
b. Demam Tifoid
Komplikasi
Dengue Shock Syndrome (DSS)
Kriteria rujukan
a. Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).
b. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/ jam
kondisi belum membaik.
c. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti
kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya.
Sarana Prasarana
Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin
Prognosis
Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena
hal ini tergantung dari derajat beratnya penyakit.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
LEPTOSPIROSIS
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1/3
Penegakan Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien dengan demam tiba-tiba,
menggigil terdapat tanda konjungtiva suffusion, sakit kepala,
myalgia ikterus dan nyeri tekan pada otot. Kemungkinan tersebut
meningkat jika ada riwayat bekerja atau terpapr dengan
lingkungan yang terkontaminasi dengan kencing tikus.
Diagnosis Banding
a. Demam dengue,
b. Malaria,
c. Hepatitis virus,
d. Penyakit rickettsia. iagnosis.
Komplikasi
a. Meningitis
b. Distress respirasi
c. Gagal ginjal karena renal interstitial tubular necrosis
d. Gagal hati
e. Gagal jantung
Kriteria Rujukan
Pasien segera dirujuk ke pelayanan sekunder (spesialis penyakit
dalam) yang memiliki fasilitas hemodialisa setelah penegakan
diagnosis dan terapi awal.
Sarana Prasarana
Pemeriksaan darah dan urin rutin
Prognosis
Prognosis jika pasien tidak mengalami komplikasi umumnya
adalah dubia ad bonam.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Faktor Risiko
a. Imunitas seluler danhumoral belum sempurna
b. Luka umbilikus
c. Kulit tipis sehinggamudah lecet
Faktor Predisposisi
Pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril
Penegakan Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Adanya tanda-tanda infeksi disekitar umblikus seperti
bengkak, kemerahan dan kekakuan. Pada keadaan tertentu ada
lesi berbentuk impetigo bullosa.
Diagnosis Banding
a. Tali pusat normal dengan akumulasi cairan berbau busuk tidak
ada tanda tanda infeksi (pengobatan cukup dibersihkan dengan
alkohol).
b. Granuloma-delayed epithelialization/ Granuloma keterlambatan
proses epitelisasi karena kauterisasi.
Komplikasi
a. Necrotizing fasciitis dengan tanda-tanda: edema, kulit tampak
seperti jeruk (peau d’orange appearance) disekitar tempat
infeksi, progresifitas cepat dan dapat menyebabkan kematian
maka kemungkinan menderita.
b. Peritonitis.
c. Trombosis vena porta.
d. Abses.
Perawatan sistemik:
Bila tanpa gejala sistemik, pasien diberikan antibiotik seperti
kloksasilin oral selama lima hari. Bila anak tampak sakit, harus
dicek dahulu ada tidaknya tanda-tanda sepsis. Anak dapat
diberikan antibiotik kombinasi dengan aminoglikosida. Bila tidak
ada perbaikan, pertimbangkan kemungkinan Meticillin Resistance
Staphylococcus aureus (MRSA).
Kriteria Rujukan
Pasien segera dirujuk ke pelayanan sekunder (spesialis penyakit
dalam) yang memiliki fasilitas hemodialisa setelah penegakan
diagnosis dan terapi awal.
Sarana Prasarana
a. Klorheksidin atau iodium povidon 2,5%.
b. Kain kasa.
c. Larutan antiseptik (klorheksidin atau iodium povidon 2,5%).
d. Salep antibiotik.
Prognosis
Prognosis jika pasien tidak mengalami komplikasi umumnya dubia
ad bonam
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
LEPRA
No. ICPCII: A78Infectious disease
other/NOS
No. ICD X : A30 Leprosy[Hansen
disease
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1/8
Faktor Risiko
a. Sosial ekonomi rendah
b. Kontak lama dengan pasien, seperti anggota keluarga yang
didiagnosis dengan lepra
c. Imunokompromais
d. Tinggal di daerah endemik lepra
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopis kuman BTA pada sediaan kerokan
jaringan kulit.
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan apabila terdapat satu dari tanda-tanda
utama atau cardinal (cardinal signs), yaitu:
a.Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa.
b.Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf.
c. Adanya basil tahan asam(BTA) dalam kerokan jaringan
kulit(slitskin smear).
Sebagian besar pasien lepra didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan klinis.
TandaUtama PB MB
Bercak Kusta Jumlah 1-5 Jumla
Penebalan saraf tepi Hanya1saraf Lebih dar
disertaigangguan fungsi
(matirasa danatau
kelemahan otot,di
Kerokan
daerah jaringan kulit
yang BTA negatif BTA p
Tabel5. Tandalainklasifikasilepra
TandaLain PB MB
Distribusi Unilateral atau Bilateral simet
bilateral asimetris
Permukaan bercak Kering,kasar Halus,mengkil
Batas bercak Tegas Kurang tegas
Mati rasapadabercak Jelas Biasanyakuran
Deformitas Proses terjadilebih cepat Terjadi padata
Ciri-ciri khas - Mandarosis,hid
pelana,
(faciesleonina),
Gambar7. Alurdiagnosisdanklasifikasikusta
Diagnosis Banding
bercak eritema.
a. Psoriasis
b. Tinea circinata
c. Dematitis serboroik
Bercak putih
a. Vitiligo
b. Pitiriasis versikolor
c. Pitiriasis alba
Nodul
a. Neurofibromatosis
b. Sarkoma Kaposi
c. Veruka vulgaris
Komplikasi
Arthritis.
Tabel7. Perbedaanreaksitipe1dan2
No Gejala Tanda
1. Tipekusta Dapat Reaksi
terjadi tipe1 Reaksi t
pada kusta Hanyapadaku
tipePB maupunMB
2. Waktu timbulnya Biasanya segera Biasanya
setelah pengobatan setelahmendap
pengobatanya
3. Keadaanumum Umumnyabaik, demam Ringan samp
ringan (sub-febris) atau disertai
Terapiuntukreaksikustaringan,dilakukandenganpemberianpred
nison dengan cara pemberian:
a.2 Minggu pertama 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari
sesudah makan
b.2 Minggu kedua 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah
makan
c. 2 Minggu ketiga 20 mg/hari (1x4 tab) pagi hari sesudah
makan
d.2 Minggu keempat 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah
makan
e. 2 Minggu kelima 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah
makan
f. 2 Minggu Keenam 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah
makan
Bila terdapat ketergantungan terhadap Prednison, dapat
diberikanLampren lepas.
Kriteria rujukan
a.Terdapat efek sampingobat yang serius.
b.Reaksi kusta dengan kondisi:
1.ENL melepuh, pecah (ulserasi), suhu tubuh tinggi,
neuritis.
2.Reaksi tipe 1 disertai dengan bercak ulserasi atau neuritis.
3.Reaksiyangdisertaikomplikasipenyakitlainyangberat,misaln
ya hepatitis, DM, hipertensi, dan tukak lambung berat.
Sarana Prasarana
Laboratorium sederhana untukpemeriksaan BTA
Prognosis
Prognosisuntukvitamumumnyabonam,namundubiaad
malampadafungsi ekstremitas, karena dapat terjadi mutilasi,
demikian pula untuk kejadian berulangnya.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
KERACUNAN MAKANAN
No. ICPCII: A86Toxic EffectNonMedical
Substance
No. ICD X : T.62.2 OtherIngested (parts
ofplant(s)
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1/
Pemeriksaan Penunjang
a.Lakukanpemeriksaanmikroskopisdarifesesuntuktelur cacingdan
parasit.
b.Pewarnaan Gram, KOH dan metilenbiru Loeffler untuk
membantu membedakan penyakit invasifdari penyakitnon-
invasif.
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.
Diagnosis Banding
Intoleransi
b.Diare spesifik seperti disentri, kolera dan lain-lain.
Komplikasi: dehidrasi berat.
Konseling danEdukasi
Edukasi kepada keluarga untuk turut menjaga higiene keluarga
dan pasien.
Kriteria rujukan
a.Gejala keracunan tidak berhenti setelah 3 hari ditangani
dengan adekuat.
b.Pasien mengalami perburukan
Dirujukkelayanansekunderdenganspesialispenyakitdalamatauspesi
alis anak.
Sarana Prasarana
a.Cairan rehidrasi (NaCl 0,9%, RL, oralit )
b.Infus set
c. Antibiotik bila diperlukan
Prognosis
Prognosis umumnya bila pasien tidak mengalami komplikasi
adalah bonam.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
ALERGI MAKANAN
No. ICPCII: A92 Allergy/allergicreaction
NOS
No. ICD X :
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1/3
Faktor Risiko
terdapat riwayat alergi di keluarga
Pemeriksaan Penunjang
-
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding
Intoksikasi makanan.
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Riwayat reaksi alergi berat atau anafilaksis:
a.Hindari makanan penyebab
b.Jangan lakukan uji kulit atau uji provokasi makanan
c. Gunakan pemeriksaan in vitro (tes radioalergosorbent-RAST.
Konseling danEdukasi
-
Kriteria rujukan
a.Uji kulit langsung dengan teknik Prick dengan ekstrak
makanan dan cairan kontrol merupakan metode sederhana
dan sensitifmendeteksi antibodi sel mast spesifik yang
berikatan dengan IgE.Hasil positif (diameter lebih dari3 mm
dari kontrolmengindikasikan adanya antibodi
yangtersensitisasi,
yangjugamengindikasikanadanyaalergimakanan yang dapat
dikonfirmasi denganfood challenge).
Kriteria Rujukan :
Pasien dirujuk apabila pemeriksaan uji kulit, uji provokasi dan
eliminasi makanan terjadi reaksi anafilaksis
Sarana Prasarana
Medikamentosa : Antihistamin dan Kortikosteroid
Prognosis
Umumnya prognosis adalah dubia ad bonam bila medikamentosa
disertai dengan perubahan gaya hidup.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
EXANTHEMATOUS DRUG ERUPTION
No. ICPCII: S07 Rash generalized
No. ICD X : L27.0 Generalized skin
eruption dueto drugsandmedicaments
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1/3
Faktor Risiko
a.Riwayatkonsumsiobat(jumlah,jenis,dosis,carapemberian,
pengaruh pajanan sinar matahari, atau kontak obat
pada kulit terbuka).
b.Riwayat atopi diri dan keluarga. c.
Alergi terhadap alergen lain.
d.Riwayat alergi obat sebelumnya.
Pemeriksaan Penunjang
Biasanya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Diagnosis Banding
Morbili
Komplikasi : Eritroderma
Konseling danEdukasi
a.Prinsipnya adalah eliminasi obat penyebab erupsi.
b.Pasien dan keluarga diberitahu untuk membuat catatan
kecil di dompetnya tentang alergi obat yang dideritanya.
c. Memberitahukan bahwa kemungkinan pasien bisa sembuh
dengan adanya hiperpigmentasi pada lokasi lesi.
Kriteria rujukan
a.Lesi luas, hampir di seluruh tubuh, termasuk
mukosa dan dikhawatirkan akan berkembang menjadi
Sindroma Steven Johnson.
b.Biladiperlukan untuk membuktikan
jenisobatyangdidugasebagai penyebab :
1.Uji tempel tertutup, bila negatif lanjutan dengan
2.Uji tusuk, bila negatif lanjutkan dengan
3.Uji provokasi
c.
Bilatidakadaperbaikansetelahmendapatkanpengobatans
tandardan menghindari obat selama 7 hari
d.Lesi meluas.
Sarana Prasarana
-
Prognosis
Prognosis umumnya bonam, jika pasien
tidakmengalamikomplikasiatau tidak memenuhi kriteri rujukan.
Faktor Risiko
a.Riwayatkonsumsiobat(jumlah,jenis,dosis,carapemberian,pen
garuh pajanan sinar matahari, atau kontak obat pada kulit
terbuka)
b.Riwayat atopi diri dan keluarga c. Alergi terhadap alergen
lain
d.Riwayat alergi obat sebelumnya
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)
Pemeriksaan Fisik Tanda.
patognomonis Lesi khas:
a. Vesikel, bercak
b. Eritema
c. Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
d.Kadang-kadang disertai erosi
e.
Bercakhiperpigmentasidengankemerahanditepinya,terutam
apada lesi berulang.
Tempat predileksi:
a.Sekitar mulut
b.Daerah bibir
c. Daerah penis atau vulva
Gambar9. FixedDrugEruption(FDE)
Sumber:http://www.nejm.org/doi/full/10.1
056/NEJMicm1013871
Pemeriksaan Penunjang
Biasanya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan.
Diagnosis Banding
a.Pemfigoid bulosa,
b.Selulitis,
c. Herpes simpleks,
d.SJS (Steven Johnson Syndrome).
Komplikasi : Infeksisekunder
Konseling danEdukasi
a.Prinsipnya adalah eliminasi obat terduga
b. Pasien dan keluarga diberitahu untuk membuat catatan
kecil di dompetnya tentang alergi obat yang dideritanya.
c.
Memberitahukanbahwakemungkinanpasienbisasembuhdenga
n adanyahiperpigmentasipadalokasilesi.
Danbilaalergiberulangterjadi kelainan yang sama, pada lokasi
yang sama
Kriteria rujukan
a.Lesi luas, hampir di seluruh tubuh, termasuk mukosa
dan dikhawatirkan akan berkembang menjadi
Sindroma Steven Johnson.
b.Bila diperlukan untuk membuktikan
jenisobatyangdidugasebagaipenyebab:
1.Uji tempel tertutup, bila negatif lanjutkan dengan
2.Uji tusuk, bila negatif lanjutkan dengan
3.Uji provokasi.
c.
Bilatidakadaperbaikansetelahmendapatkanpengobatanstan
dar selama 7 hari dan menghindari obat.
d.Lesi meluas..
Sarana Prasarana
-
Prognosis
Prognosis umumnya bonam, jika pasien
tidakmengalamikomplikasiatau tidak memenuhi kriteria rujukan.
Reaksi Anafilaktik
No. ICPCII : A92
Allergy/allergicreaction NOS
No. ICD X :
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1/6
Beberapafaktoryangdidugadapatmeningkatkanrisikoanafilaksisadal
ah sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan
kesinambungan paparan alergen. Golongan alergen yang sering
menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obat-obatan,
sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan
kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu
adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu
reaksianafilaksis. Obat- obatan yang bisamenyebabkan anafikasis
seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi intravena,
relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat,
dan lain-lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan
fisik, dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis.
2. Tujuan Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit sesuai dengan
standar prosedur pemeriksaan medis, meningkatkan mutu
pelayanan terhadap pasien dan membantu mengetahui
perjalanan,tanda serta gejala penyakit pasien agar tepat diagnosis
3. Kebijaka Sebagai pedoman dalam melakukan kajian awal untuk
n mendapatkan informasi yang lengkap mengenai masalah yang
dihadapi pasien
Pelaksanaan kajian awal untuk mendapatkan informasi yang
lengkap mengenai masalah yang dihadapi pasien harus mengikuti
langkah-langkah yang tertuang dalam SPO kajian awal yang
memuat informasi yang harus diperoleh selama proses pengkajian
4. Prosedur Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda
gradasinya sesuai beratringannya reaksiantigen-antibodiatau
tingkatsensitivitas seseorang, namun pada tingkat yang berat
barupa syok anafilaktik gejala yang menonjoladalahgangguan
sirkulasidangangguan respirasi.Kedua gangguan tersebut dapat
timbul bersamaan atauberurutan yang kronologisnya sangat
bervariasidaribeberapadetiksampai beberapajam.Pada
dasarnyamakin cepat reaksi timbul makin berat keadaan
penderita.
Gejalarespirasidapatdimulaiberupabersin,hidungtersumbatataub
atuk saja yang kemudian segera diikuti dengan sesak napas.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu
menentukan diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa
pemeriksaan digunakan untukmemonitorhasilpengobatan
sertamendeteksikomplikasilanjut.Hitung eosinofil darah tepidapat
normal ataumeningkat, demikian halnya dengan IgE total sering
kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk
prediksikemungkinan
alergipadabayiatauanakkecildarisuatukeluarga dengan derajat
alergi yang tinggi.
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Untukmembantumenegakkan
diagnosismakaAmericanAcademyofAllergy, Asthma and
Immunology telah membuat suatu kriteria.
Diagnosis Banding
Reaksi vasovagal, infarkmiokardakut, reaksihipoglikemik,
reaksihisteris, Carsinoid syndrome,Chineserestaurant syndrome,
asmabronkiale, dan rhinitis alergika.
Gambar10.Alogaritmapenatalaksanaa
nreaksianafilaktik
Konseling danEdukasi
Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun
bentuknya terutama obat-obat yang telah dilaporkan bersifat
antigen (serum,penisillin, anestesi lokal, dll)harus selalu
waspada untuk timbulnyareaksi anafilaktik.
Penderitayangtergolongrisikotinggi(adariwayatasma,rinitis,eksi
m,ataupenyakit-penyakit alergi lainnya) harus lebih
diwaspadai lagi. Jangan mencoba
menyuntikkanobatyangsamabila sebelumnyapernah
adariwayatalergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti
dengan preparat lain yang lebih aman
Kriteria rujukan
Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang
dilakukan tidak terdapat perbaikan, pasien dirujuk ke layanan
sekunder
Sarana Prasarana
a. Infus set
b. Oksigen
c. Adrenalinampul,aminofilinampul,difenhidraminvial,dexametha
sone ampul
d. NaCl 0,9%
Prognosis
Prognosissuatusyokanafilaktikamattergantungdarikecepatandiagno
sadan pengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad
bonam.
Padasuka
1. Pengerti Syok merupakansalah satu sindroma kegawatanyang
an memerlukan penanganan intensifdan agresif.Syokadalah
suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi
jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel
dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan
hantaran nutrisi dan oksigensistemik yang tidak adekuat tak
mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel.
Syokdiklasifikasikanberdasarkanetiologi,penyebabdankarakte
ristikpola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:
a.Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai
oksigen disebabkan
olehhilangnyasirkulasivolumeintravaskulersebesar>20-
25%sebagaiakibatdariperdarahanakut,dehidrasi,kehilan
gancairanpadaruang ketiga atau akibat sekunder
dilatasi arteri dan vena.
b.Syok Kardiogenik yaitu kegagalan perfusi dan suplai
oksigendisebabkan olehadanyakerusakanprimerfungsi
ataukapasitaspompajantung untuk mencukupi
volume jantung semenit, berkaitan dengan
terganggunya preload, afterload, kontraktilitas,
frekuensi ataupun ritme jantung. Penyebab terbanyak
adalah infark miokard akut, keracunan obat,
infeksi/inflamasi, gangguan mekanik.
c.
SyokDistributifyaitukegagalanperfusidansuplaioksigen
disebabkan olehmenurunnya
tonusvaskulermengakibatkanvasodilatasiarterial,
penumpukan venadan redistribusi aliran darah.
Penyebabdari kondisi tersebut terutama komponen
vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria dan
toksinnya padaseptik syok sebagai mediator dari SIRS;
hilangnya tonus vaskuler pada syok neurogenik.
d. Syok Obstruktif yaitu kegagalan perfusi dan suplai
oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme
aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan
intrathorakal atau terganggunya aliran keluar arterial
jantung (emboli pulmoner, emboli udara,
diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade
perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya
oleh karena obstruksi mekanis.
e.
Syokendokrin,disebabkanolehhipotiroidisme,hipertiroidi
smedengan kolaps kardiak dan insufisiensi adrenal.
Pengobatan adalah tunjangan kardiovaskular
sambilmengobati penyebabnya. Insufisiensiadrenal
mungkin kontributor terjadinya syok pada pasien sakit
gawat. Pasien yang tidak respon pada pengobatan
harus tes untuk insufisiensi adrenal.
2. Tujuan Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit sesuai
dengan standar prosedur pemeriksaan medis, meningkatkan
mutu pelayanan terhadap pasien dan membantu mengetahui
perjalanan,tanda serta gejala penyakit pasien agar tepat
diagnosis
3. Kebijaka Sebagai pedoman dalam melakukan kajian awal untuk
n mendapatkan informasi yang lengkap mengenai masalah yang
dihadapi pasien
Pelaksanaan kajian awal untuk mendapatkan informasi yang
lengkap mengenai masalah yang dihadapi pasien harus
mengikuti langkah-langkah yang tertuang dalam SPO kajian
awal yang memuat informasi yang harus diperoleh selama
proses pengkajian
4. Prosedur Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang dengan lemas atau dapat tidak sadarkan diri.
Gejala klinis juga tergantung etiologi penyebabnya, yang
seringterjadi adalah tromboemboli paru, tamponade jantung,
obstruksiarterioventrikuler, tension pneumothorax.
Faktor Risiko
-
4.Leukosit>12.000sel/mmatau<4000sel/mmatau>10%
bentuk imatur.
g.
Efekklinissyokanafilaktikmengenaisistempernafasanda
nsistem
sirkulasi,yaituterjadiedemhipofaringdanlaring,konstrik
sibronkus dan bronkiolus, disertaihipersekresi mukus,
dimana semuakeadaan ini menyebabkan spasme dan
obstruksi jalan nafas akut.
h.Syok neurogenik ditandai dengan hipotensi disertai
bradikardi.Gangguanneurologis:paralisisflasid,
refleksextremitas hilangdan priapismus.
i. Syok obstruktif, tampak hampir sama dengansyok
kardiogenikdanhipovolemik. Gejala klinis juga
tergantung etiologi penyebabnya, yang sering terjadi
adalah tromboemboli paru, tamponade jantung,
obstruksi arterioventrikuler,tension
pneumothorax.Gejalainiakanberlanjut sebagai tanda-
tanda akut korpulmonal dan payahjantung kanan:
pulsasi vena jugularis, gallop, bising pulmonal, aritmia.
Karakteristik manifestasi klinis tamponade
jantung:suara jantung menjauh, pulsus altemans, JVP
selama inspirasi. Sedangkan emboli pulmonal:
disritmia jantung, gagal jantung kongesti.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pulse oxymetri
b. EKG
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang.
Diagnosis Banding
-
Komplikasi : Kerusakan otak, koma,kematian.
Syok Hipovolemik:
a.Infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume
intravaskuler melalui kanula vena besar (dapat lebih
satu tempat) atau melalui vena sentral.
b.Pada perdarahan maka dapat diberikan 3-4 kali
dari jumlah perdarahan. Setelahpemberian
3literdisusul dengan transfusi darah. Secara
bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol.
c.
Resusitasitidakkomplitsampaiserumlaktatkembalinorm
al.Pasien syok hipovolemik berat dengan
resusitasi cairan akan terjadi penumpukan cairan di
rongga ketiga.
d.Vasokonstriksi jarang diperlukan pada syok hipovolemik
murni.
Syok Obstruktif:
a.Penyebab syok obstruktif harus diidentifikasi dan
segera dihilangkan.
b.Pericardiocentesisatau pericardiotomi untuk tamponade
jantung.
c.
Dekompressijarumataupipathoracostomyataukeduany
apada pneumothorax tension
d.Dukungan ventilasi dan jantung, mungkin thrombolisis,
dan mungkin prosedur radiologi intervensional untuk
emboli paru.
e. Abdominal compartment syndrome diatasi dengan
laparotomy dekompresif.
Syok Kardiogenik:
a.Optimalkan pra-beban dengan infus cairan.
b. Optimalkankontraktilitasjantungdenganinotropiksesuai
keperluan, seimbangkan kebutuhan oksigen jantung.
Selain itu, dapat dipakai dobutamin atau obat
vasoaktif lain.
c. Sesuaikanpasca-
bebanuntukmemaksimalkanCO.Dapatdipakai
vasokonstriktor bilapasien hipotensi dengan SVR
rendah. Pasien syok
kardiogenikmungkinmembutuhkan
vasodilatasiuntukmenurunkan SVR, tahanan pada
aliran darah dari jantung yang lemah. Obat yang dapat
dipakai adalah nitroprussidedannitroglycerin.
d.Diberikan diuretik bila jantung dekompensasi.
e. PACdianjurkan dipasang untuk penunjuk terapi.
f. Penyakit jantung yang mendasari harus diidentifikasi
dan diobati.
Syok Distributif:
a.PadaSIRSdansepsis,bilaterjadisyok
inikarenatoksinataumediator penyebab vasodilatasi.
Pengobatan berupa resusitasi cairansegera dan setelah
kondisi cairan terkoreksi, dapat diberikan vasopressor
untuk mencapai MAP optimal. Sering terjadi
vasopressor dimulaisebelum pra- beban adekuat
tercapai. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan
optimal kecuali bila ada perbaikan pra-beban.
b.Obat yang dapat dipakai adalah dopamin, nor-
epinefrin dan vasopresin. c. Dianjurkan pemasangan
PAC.
d.Pengobatan kausal dari sepsis.
Syok Neurogenik:
a.Setelah mengamankan jalan nafas dan resusitasi
cairan, guna meningkatkantonus vaskuler dan
mencegah bradikardi diberikan epinefrin.
b.Epinefrin berguna meningkatkan tonus vaskuler
tetapi akan memperberat bradikardi, sehingga dapat
ditambahkan dopamin dan efedrin. Agen
antimuskarinikatropin dan glikopirolat jugadapat
untuk mengatasi bradikardi.
c. Terapi definitif adalah stabilisasi Medulla spinalis yang
terkena. Syok Anafilaksis (dibahas tersendiri)
Kriteria rujukan
Setelah kegawatan pasien ditangani, pasien dirujuk ke
layanan sekunder .
Sarana Prasarana
a. Infus set
b. Oksigen
c. NaCl 0,9%
d. Senter
e. EKG
Prognosis
Prognosis suatu syok amat tergantung dari kecepatan
diagnosa dan pengelolaannya sehingga pada umumnya
adalah dubia ad bonam.
Faktor Risiko
a.Ibu hamil
b.Remaja putri
c. Pemakaian obat cephalosporin, chloramphenicol jangka
panjang d.Status gizi kurang
e. Faktor ekonomi kurang
Tandadangejalalaindapatdijumpaisesuaidenganpenyebabdariane
mia tersebut, yaitu:
a.Mata: dapat mencerminkan adanya manifestasi dari suatu
anemia tertentu (misal : perdarahan pada anemia aplastik)
b.Gastrointestinal:ulkusoraldapatmenandakansuatuimunodefis
iensi(anemia aplastik, leukemia), colok dubur
c. Urogenital (inspekulo) : massa pada organ genitalia wanita
d.Abdomen : hepatomegali, splenomegali, massa
e. Status gizi kurang
Faktor Presdisposisi
a. Infeksi kronik
b. Keganasan
c. Pola makan (Vegetarian)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaandarah:Hemoglobin(Hb),
Hematokrit(Ht),leukosit,trombosit, jumlah eritrosit, morfologi darah
tepi (apusan darah tepi),MCV, MCH, MCHC, retikulosi
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosisditegakkanberdasarkananamnesis,pemeriksaanfisikdan
hasil pemeriksaan darah dengan kriteria Hb darah kurang dari
kadar Hb normal.
Klasifikasi :
Gambar11. PenyebabAnemia
Catatan:
Memakai bagan alur berdasarkan morfologi (MCH,
MCV): hipokromik mikrositer, normokromik normositer
dan makrositer.
Diagnosis Banding
a.Anemia defesiensi besi
b.Anemia defisiensi vit
B12, asam folat
c. Anemia Aplastik
d.Anemia Hemolitik
e. Anemia pada penyakit kronik
Komplikasi
a.Gagal jantung
b.Syncope
Konseling danEdukasi
Prinsip konseling pada anemia adalahmemberikan pengertian
kepada pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan
tatalaksananya, sehingga meningkatkan kesadaran dan kepatuhan
dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
Kriteria rujukan
a.Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 6 mg%).
b.Untukanemiakarenapenyebabyangtidaktermasukkompetensidokt
er layanan primer, dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.
Sarana Prasarana
Pemeriksaan Laboratorium Sederhana
Prognosis
Prognosis umumnya tidak sampai mengancam jiwa, namun
dubia ad bonam karena sangat tergantung pada penyakit
yang mendasarinya. Bila penyakit yang mendasarinya
teratasi, dengan nutrisi yang baik, anemia dapat teratasi.
.
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1/6
Tabel9.StadiumklinisHIV
Stadium 1
Stadium 2
Infeksisaluranpernafasanyangberulang(sinusitis,tonsil
itis,otitis media, faringitis)
• Herpes zoster
• Keilitis Angularis
• Ulkus mulut yang berulang
• Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic
eruption)
• Dermatitis seboroik
• Infeksi jamur pada kuku
Stadium 3
Diarekronisyangtakdiketahuipenyebabnyaselamalebih
dari1 bulan
• Demam menetap yang tak diketahui penyebab
• Kandidiasis pada mulut yang menetap
• Oral hairyleukoplakia
• Tuberkulosis paru
• Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia,
empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulangatau
sendi, bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang
berat)
• Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau
periodontitis
•
Anemiyangtakdiketahuipenyebabnya(<8g/dl),netropeni(<0.5x
10 g/l) dan/atau trombositopenia kronis (<50 x 10 g/l)
Stadium 4
Pemeriksaan Penunjang
ProsedurpemeriksaanlaboratoriumuntukHIVsesuai
denganpanduan nasional yang berlaku pada saat ini,yaitu dengan
menggunakan strategi3 (untuk penegakan
Diagnosis,menggunakan 3 macam tes dengan titiktangkap yang
berbeda) dan selalu didahului dengan konseling pra tes atau
informasi singkat.
Ketigatestersebutdapatmenggunakan
reagentescepatataudenganELISA. Untuk pemeriksaan pertama
(A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%),
sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 danA3) menggunakan
tes dengan spesifisitas tinggi (>99%).
Antibodibiasanya barudapatterdeteksidalamwaktu2mingguhingga3
bulansetelahterinfeksiHIVyangdisebutmasajendela.BilatesHIV yang
dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil”negatif”,maka
perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku
yang berisiko.
KegiatanmemberikananjurandanpemeriksaantesHIV
perludisesuaikan dengan prinsip bahwa pasien sudah
mendapatkan informasi yang cukup dan menyetujui untuk tes HIV
dan semua pihak menjaga kerahasiaan (prinsip 3C – counseling,
consent,confidentiality).
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosisditegakkanberdasarkananamnesis,pemeriksaanfisikdan
hasiltesHIV.
Perludilakukanupayapencegahan.StrategipencegahanHIVmenurut
rute penularan, yaitu:
a.Untuk transmisi seksual:
1.Program perubahan perilaku berisiko, termasuk promosi
kondom.
2.Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah.
3.Konseling dan tes HIV.
4.Skrening IMS dan penanganannya.
5.Terapi antiretroviruspada pasien HIV.
b.Untuk transmisi darah:
1.Pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik.
2.Keamanan penanganan darah.
3.Kontrol infeksi di RS.
4.Postexposureprofilaksis.
c. Untuk transmisi ibu ke anak:
1.Menganjurkan tes HIV danIMS pada setiap ibu hamil.
2.Terapi ARV pada semua ibu hamil yang terinfeksi HIV.
3.Persalinan seksiosesaria dianjurkan.
4.DianjurkantidakmemberikanASIkebayi,namundigantiden
gan susu formula.
5.Layanan kesehatan reproduksi.
SetiapdaerahdiharapkanmenyediakansemuakomponenlayananHI
Vyang terdiri dari:
a.Informed consentuntuk tes HIV seperti tindakan medis
lainnya.
b.Mencatat semua kegiatan layanan dalam formulir yang
sudah ditentukan.
c. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap oleh dokter.
d.Skrining TB dan infeksi oportunistik.
e.
KonselingbagiODHAperempuanusiasuburtentangKBdankes
ehatan reproduksi termasuk rencana untuk mempunyai
anak.
f.
Pemberianobatkotrimoksasolsebagaipengobatanpencegahan
infeksi oportunistik.
g.Pemberian ARV untuk ODHA yang telah memenuhi syarat.
h.PemberianARVprofilaksispadabayisegerasetelahdilahirkanole
hibu hamil dengan HIV.
i.
Pemberianimunisasidanpengobatanpencegahankotrimoksas
olpada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif.
j.
AnjuranrutintesHIV,malaria,sifilisdanIMSlainnyapadaperaw
atan antenatal (ANC).
k.Konseling untuk memulai terapi. l.
Konselingtentanggizi,pencegahanpenularan,narkotikadanko
nseling lainnya sesuai keperluan.
m.MenganjurkantesHIVpadapasienTB,infeksimenularseksual(I
MS), dan kelompok risikotinggi beserta pasangan
seksualnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
n.Pendampingan oleh lembaga non kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
(bilatersedia)dan penentuanstadiumklinisinfeksiHIV-
nya.Haltersebut adalah untuk menentukan apakah penderita
sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum.
Stadium sel/mm
Berapap Mulai terapi
klinis 3dan un Mulai terapi
Pasiendenga Apapun
4 Berapap
nko-infeksi stadi un Mulai terapi
Pasiendenga Apapun
um Berapap
nko-infeksi stadi un Mulai terapi
Ibu Hamil Apap
um Berap
un apun
Mulai terapi
Anjuran Pemilihan
stadiObat ARV Lini Pertama
jumla
Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama
adalah:
2 NRTI+ 1 NNRTI
Tabel12. Panduanterapiantiretroviral
(Zidovudine +
AZT+ 3TC Lamivudine A
(Zidovudine +
AZT+ 3TC Lamivudine ATAU
(Tenofovir +
Lamivudine (atau
TDF + 3TC Emtricitabine) + ATAU
(Tenofovir +
Lamivudine (atau
TDF + 3TC Emtricitabine) +
Tabel13.
PanduanLiniPertamayangdirekomendasikanpadaorang
dewasayangbelum
mendapatterapiARV(treatmentnaive)
Popula Pilihan
si yang Catatan
Dewasa AZTatauTDF+3TC(at Merupakan
dan anak au pilihanpaduan yang
FTC) + EVF atau NVP sesuai untuk
Perempu AZT+ 3TC + EFV sebagian
Tidak boleh besar
an hamil atau NVP menggunakan EFV
pada trimester
Ko-infeksi AZTatauTDF+3TC(FT Mulai terapi ARV
HIV/TB C) segera setelah
+ EFV terapi TB dapat
ditoleransi (antara
2 mingguhingga 8
Ko-infeksi TDF + 3TC (FTC) + Pertimbangkan
HIV/Hepati EFV pemeriksaan
tis B kronik atau NVP HbsAG terutama
aktif bila TDF
Tabel14.DosisantiretroviraluntukODHAdewasa
Golongan/NamaO dosisa
NucleosideRTI
bat
Abacavir(ABC) 300mgsetiap12jam
Lamivudine(3TC) 150mgsetiap12jamatau300mgsek
40mgsetiap12jam
alisehari
Stavudine(d4T)
(30mgsetiap12jambilaBB<60kg)
Zidovudine(ZDVatauA 300mgsetiap12jam
NucleotideRTI
ZT)
300mgsekalisehari,
Tenofovir(TDF) (Catatan:interaksiobatdenganddI
Non-nucleosideRTIs
Efavirenz(EFV) 600mgsekalisehari
200mgsekalisehariselama14hari,
Nevirapine(NVP) kemudian200mg setiap12jam
Proteaseinhibitors
400mg/100mgsetiap12jam,
Lopinavir/ritonavir(LP (533mg/133mgsetiap12 jambila
ARTkombinasi
AZT-3TC(Duviral®) Diberikan2xseharidenganinterval
12jam
Penggunaan d4T (Stavudine) dikurangi sebagai paduan lini
pertama karena pertimbangan toksisitasnya.
Terapi linikedua harus memakai Protease Inhibitor (PI)yang
diperkuat oleh Ritonavir(ritonavir-boosted)ditambahdengan2NRTI,
denganpemilihan
Zidovudine(AZT)atauTenofovir(TDF)tergantungdariapa
yangdigunakan pada lini pertama dan ditambah Lamivudine
(3TC) atau Emtricitabine (FTC).
PI yang ada di Indonesia dan dianjurkan digunakan
adalahLopinavir/Ritonavir (LPV/r).
Tabel15.
Pemberiankotrimoksasolsebagaiprofilaksisprimer
KotrimoksasoluntukpencegahansekunderdiberikansetelahterapiPC
PatauToxoplasmosis selesai dan diberikan selama 1 tahun.
UntukpasienyangakanmemulaiterapidenganAZTmaka
perlu dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb)
sebelum memulai terapi dan pada minggu ke 4, 8 dan
12 sejak mulai terapi atau ada indikasi tanda dan
gejala anemia
•PengukuranALT(SGPT)dankimiadarahlainnyaperludilaku
kan bila ada tanda dangejala dan bukanberdasarkan
sesuatu yang rutin. Akan tetapi bila menggunakan NVP
untuk perempuan dengan CD4 antara 250–350
sel/mm3 maka perlu dilakuan
pemantauanenzimtransaminasepadaminggu2,4,8dan12s
ejak memulai terapi ARV (bila memungkinkan),
dilanjutkan dengan pemantauan berdasarkan gejala
klinis.
• Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien
yang mendapatkan TDF.
•
Keadaanhiperlaktatemiadanasidosislaktatdapatterjadipa
da beberapa pasien yang mendapatkan NRTI, terutama
d4T atau ddI.
Tidakdirekomendasiuntukpemeriksaankadarasamlaktat
secara rutin,kecualibilapasienmenunjukkan
tandadangejalayang mengarah pada asidosis laktat.
• Penggunaan Protease Inhibitor (PI) dapat
mempengaruhi metabolisme glukosa dan lipid.
Beberapa ahli menganjurkan
pemeriksaanguladarahdanprofillipid
secararegulertetapilebih diutamakan untuk dilakukan
atas dasar tanda dan gejala.
• Pengukuran Viral Load (VL) sampai sekarang tidak
dianjurkan untuk memantau pasien dalam terapi ARV
dalam keadaan terbatas fasilitas dan kemampuan
pasien. Pemeriksaan VL digunakan untuk membantu
diagnosis gagal terapi. Hasil VL dapat
memprediksigagal terapi lebih awal dibandingkan
dengan hanya menggunakan pemantauan klinis dan
pemeriksaan jumlah CD4. Jika pengukuran VL
dapatdilakukan maka terapi ARV diharapkan
menurunkan VL menjadi tidak terdeteksi
(undetectable) setelah bulan ke 6.
3.Pemantauan pemulihan jumlah sel CD4
Pemberian terapi ARV akan meningkatkan jumlah CD4.
Halini akan berlanjut bertahun-tahun dengan terapi yang
efektif.Keadaan tersebut,kadang
tidakterjadi,terutamapadapasiendenganjumlah CD4yang
sangat rendah pada saat mulai terapi.Meskipundemikian,
pasien dengan jumlah CD4 yang sangat rendah tetap
dapatmencapai pemulihan imun yang baik tetapi
memerlukan waktu yang lebih lama.
PadapasienyangtidakpernahmencapaijumlahCD4yanglebihd
ari100sel/mm3
danataupasienyangpernahmencapaijumlahCD4 yang tinggi
tetapi kemudian turun secara progresif tanpa ada
penyakit/kondisi medislain,maka perlu dicurigaiadanya
keadaan gagal terapi secara imunologis.
Tabel16. Pemantauanklinisdanlaboratorisyang
dianjurkanselamapemberianpaduanARV LiniPertama.
Keterangan:
a.HasiltesHIV(+)yangtercatat(meskipunsudahlama)sudahcuku
p untuk dasar memulai terapi ARV. Bila tidak ada
dokumen tertulis, dianjurkan untuk dilakukan tes HIV
sebelum memulai terapi ARV
b.
BagipasienyangmendapatAZT:perludiperiksakadarhemoglob
in sebelum terapi AZT dan pada minggu ke 4, 8 dan
12, dan bila diperlukan (misal ada tanda dan gejala
anemia atau adanya obat lain yang bisa menyebabkan
anemia).
c. Lakukan tes kehamilan sebelum memberikan EFV pada
ODHA perempuan usia subur. Bila hasil tes positif dan
kehamilan pada trimester pertama maka jangan diberi EFV.
d.Bilahasilteskehamilanpositifpada
perempuanyangsudahterlanjur mendapatkan EFV maka
segera ganti dengan paduan yang tidak mengandung EFV
e.
PasienyangmendapatTDF,perlupemeriksaankreatininserum
pada awal,dansetiap3
bulanpadatahunpertamakemudianjika stabildapat
dilakukan setiap 6 bulan.
f. Pengukuran viral load (HIV RNA) tidak dianjurkan sebagai
dasar pengambilan keputusan untuk memulai terapi ARV
atau sebagai alat pemantau respon pengobatan pada
saat tersebut. Dapat dipertimbangkan sebagai
Diagnosisdiniadanya kegagalan terapiatau
menilaiadanyaketidaksesuaianantarahasilCD4dankeadaankli
nis dari pasien yang diduga mengalami kegagalan terapi ARV.
Konseling danEdukasi
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang penyakit HIV/AIDS.Pasien
disarankanuntukbergabungdengankelompok
penanggulanganHIV/AIDSuntuk
menguatkandirinyadalammenghadapi pengobatan
penyakitnya.
Kriteria rujukan
a.RujukanhorizontalbilafasilitasuntukpemeriksaanHIVtidakdapat
dilakukan di layanan primer.
b.Rujukan vertikal bila terdapat pasien HIV/AIDS dengan
komplikasi.
Sarana Prasarana
a.Obat: ARV, obat-obat infeksi oportunistik, obat koinfeksi
b.Laboratorium:darahrutin,,urinrutin,CD4,VL,fungsihatida
nfungsi ginjal.
c. Radiologi
Prognosis
Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang dan
pengobatan. Terapihinggasaatiniadalahuntuk
memperpanjangmasahidup,belum merupakan terapi definitif,
sehingga prognosis pada umumnya dubia ad malam.
Kematian dalam Terapi Antriretroviral
Sejak dimulainya terapi ARV, angka kematian yang
berhubungan dengan HIV semakin turun. Secara umum,
penyebab kematian pasiendengan infeksi HIV disebabkan
karenapenanganan infeksioportunistik yang tidak adekuat,
efek samping ARV berat (Steven Johnson Syndrome), dan
keadaan gagal fungsi hati stadium akhir (ESLD - End Stage
Liver Disease) pada kasus ko-infeksiHIV/HVB.
Faktor Risiko
a.Riwayat penyakit seperti tonsilitis yang
disebabkan oleh bakteri streptokokus, infeksi gigi
dan gusi yang disebabkan oleh bakteri anaerob.
b.Riwayat perjalanandan pekerjaan ke daerah endemis
penyakit tertentu, misalnya perjalanan ke daerah-
daerah Afrika dapat menunjukkan penyebab
limfadenitis adalah penyakit
Tripanosomiasis. Sedangkan pada orang yang bekerja
di hutan Limfadenitis dapat terkena Tularemia.
c.
Paparanterhadapinfeksi/kontaksebelumnyakepadaorangdeng
an infeksi saluran nafas atas,
faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut
membantu mengarahkan penyebab limfadenopati.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan skrining TB : BTA sputum,LED, mantoux
test. Laboratorium : Darah perifer lengkap
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Limfadenititis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding:
a. Mumps
b.Kista Duktus Tiroglosus
c. Kista Dermoid
d.Hemangioma
Komplikasi:
a.Pembentukan abses
b.Selulitis (infeksi kulit)
c. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)
d.Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh
TBC)
Konseling danEdukasi
a.Keluarga turut menjaga kesehatan dan kebersihan
sehingga mencegah terjadinya berbagai infeksi dan
penularan.
b.Keluarga turut mendukung dengan memotivasi
pasien dalam pengobatan.
Rencanafollowup :
Pasien kontrol untuk mengevaluasi KGB dan terapi yang
diberikan.
Kriteria rujukan
a.Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6minggu dirujuk
untuk mencari penyebabnya (indikasi untuk
dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening).
b.Biopsi dilakukan bila terdapat tanda dan gejala
yang mengarahkan kepada keganasan,KGB yang
menetapatau bertambah besar dengan pengobatan
yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan.
Sarana Prasarana
a.Alat ukur untuk mengukur beasarnya kelenjar getah
bening
b.Mikroskop
c. Reagen BTA dan Gram
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam.
1. Pengertian GastroesophagealReflux
Disease(GERD)adalahmekanismerefluksmelalui inkompeten
sfingter esofagus.
Faktor Risiko
Usia > 40 thn, obesitas, kehamilan, merokok, kopi, alkohol,
coklat, makan berlemak, beberapa obat di antaranya nitrat,
teophylin dan verapamil, pakaian yang ketat, atau pekerja
yang sering memgangkat beban berat.
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosisditegakkanberdasarkananamnesisyangcermat.Kem
udianuntuk dipelayananprimer, pasienditerapidenganPPI
test,bilamemberikanrespon positif terhadap terapi, maka
diagnosis definitive GERD dapat disimpulkan. Standar baku
untuk diagnosis definitif GERD adalah dengan endoskopi
saluran cerna bagian atas yaitu ditemukannyamucosal
breakdiesophagus namun tindakan ini hanya dapat
dilakukan oleh dokter spesialis yang memiliki kompetensi
tersebut
Diagnosis Banding:
a.Angina pektoris
b.Akhalasia
c. Dispepsia
d.Ulkus peptik
e. Ulkus duodenum
f. Pankreatitis
Komplikasi:
a.Esofagitis
b.Ulkus esophagus
c. Perdarahan esofagus
d.Striktur esophagus
e. Barret’s esophagus
f. Adenokarsinoma
g.Batuk dan asma
h.Inflamasi faring danlaring
i. Cairan pada sinus dan telinga tengah
j. Aspirasi paru
ALGORITMETATALAKSANAGERD PADA
PELAYANANKESEHATANLINIPERTAMA
Pemeriksaanpenunjang
dilakukanpadafasilitaslayanansekunder(rujukan)untuk
endoskopi.
Konseling danEdukasi
Edukasi pasien dan keluarga mengenai GERD dan
terutama dengan pemilihan
makananuntukmengurangimakananyangberlemakdan
dapatmengiritasi lambung (asam, pedas).
Kriteria rujukan
a.Pengobatan empirik tidak menunjukkan hasil
b.Pengobatan empirik menunjukkan hasil namun
kambuh kembali
c. Adanyaalarmsymptom:
1.Berat badan menurun
2.Hematemesis melena
3.Disfagia (sulit menelan)
4.Odinofagia (sakit menelan)
5.Anemia.
Sarana Prasarana
Kuesioner GERD
Prognosis
Prognosis sangattergantung darikondisi pasiensaat datang
dan pengobatannya. Pada umumnya, prognosis bonam,
namun untuk quoad sanationam GERD adalah dubia ad
bonam.
Gastritis
No ICPCII : D07
Dyspepsia/indigestion
No ICD X : K29.7 Gastritis,
unspecified
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
UPT Puskesmas dr. Hj. Fetty SDK, MKM
Padasuka NIP.196407031990022001
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan
melakukan pemeriksaan:
a.Darah rutin.
b.UntukmengetahuiinfeksiHelicobacterpylori:pemeriks
aanbreathetest dan feses.
c. Rontgen dengan barium enema.
d.Endoskopi.
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Untuk Diagnosis definitif dilakukan
pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding:
a. Kolelitiasis
b. Chron disease
d.Kanker lambung
e. Gastroenteritis
f. Limfoma
g.Ulkus peptikum
h.Sarkoidosis
i. GERD
Komplikasi:
a.Pendarahan saluran cerna bagian atas.
b.Ulkus peptikum.
c. Perforasi lambung.
d.Anemia.
Konseling danEdukasi
Menginformasikan pasien dan keluarga mengenai faktor
risiko terjadinya gastritis.
Kriteria rujukan
a.Bila 5 hari pengobatan
belum ada perbaikan.
b.Terjadi komplikasi.
c.
Terjadialarmsymptomssepertiperdarahan,beratbadanmen
urun10%
dalam 6 bulan, dan mual muntah berlebihan.
Sarana Prasarana
Laboratorium untuk pemeriksaan Gram.
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat
datang, ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya.
Umumnya prognosis gastritis adalah bonam, namun
dapat terjadi berulang bila pola hidup tidak berubah.
Faktor Risiko
-
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:fungsiprankeas,asamempedu,toleransila
ktosadanxylose, absorbsi pankreas, absorbsi B12.
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang.
Diagnosis Banding:
a. Pankreatitis
b.Penyakitt Chrons pada illeum terminalis
c. Sprue Celiac
d.Penyakit whipple
e. Amiloidosis
f. Defisiensi laktase
g.Sindrom Zollinger-Ellison
h.Gangguan paska gasterektomi, reseksi usus halus atau
kolon
Komplikasi:
dehidrasi
Konseling danEdukasi
a.Keluargaikutmembantudalamhalpembatasannutrisiterten
tupada pasien.
b.Keluarga juga mengamati keadaaan pasien selama
pengobatan.
Kriteria rujukan
Perlu dilakukan konsultasi ke spesialis penyakit bila
keluhan tidak menghilang walaupun tanpa terpapar.
Sarana Prasarana
a.Laboratorium Rutin
b.Suplemen vitamin dan mineral
c. Suplemen enzim pencernaan .
Prognosis
Pada umumnya, prognosis tidak mengancam jiwa, namun
fungsionam dan sanationamnya adalah dubia ad bonam
karena tergantung pada paparan terhadap makanan
penyebab.
Faktor Risiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang
kurang.
Teslainyanglebihsensitifdanspesifikterutamauntukmendet
eksiinfeksi akut tifus khususnya Salmonella serogrup D
dibandingkanuji Widal dan saat
iniseringdigunakankarenasederhana
dancepatadalahtesTUBEX®.Tesini menggunakan teknik
aglutinasi denganmenggunakan uji hapusan (slidetest)
atau uji tabung (tubetest).
Diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Suspek demam tifoid (Suspectcase)
Darianamnesisdanpemeriksaanfisikdidapatkangejala
demam,gangguan saluran cerna dan petanda gangguan
kesadaran. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada
pelayanan kesehatan dasar.
Diagnosis Banding:
a.Demam berdarah dengue.
b.Malaria.
c. Leptospirosis.
Komplikasi
Biasanyaterjadipadaminggukeduadanketigademam.Kompli
kasiantara lain perdarahan, perforasi, sepsis, ensefalopati,
dan infeksi organ lain:
a.Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan
panas tinggi yang
disertaidengankekacauanmentalhebat,kesadaranme
nurun,mulai dari delirium sampai koma.
b.Syok septik
Penderita dengan demam tifoid,panas tinggiserta
gejala-gejala toksemia yang berat. Selain itu,
terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti
tekanandarahturun,nadihalusdan
cepat,keringatdingindanakral dingin.
c. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai dengan
hematoschezia.Dapat juga
diketahuidenganpemeriksaanfeses(occult
bloodtest).Komplikasiini ditandai dengan gejalaakut
abdomen dan peritonitis.Pada fotopolos abdomen 3
posisi dan pemeriksaan klinis bedah didapatkan gas
bebas dalam rongga perut.
d.Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan
kelainan tes fungsi hati.
e. Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan
peningkatan enzim lipase dan amylase. Tanda ini
dapat dibantu dengan USG atau CTScan.
f. Pneumonia.
Didapatkan tandapneumonia yang Diagnosisnya
dibantu dengan foto polos toraks
Anak50- digunakan
100mg/kgBB/ha dantelahlamadik
Ceftriaxone Dewasa:
r, maks 22-gr enalefektif
Cepatmenurunk
4gr/hariselama3- ansuhu,
5hari lamapemberian
Ampicilli Dewasa: (1.5- Amanuntuk
n& 2)gr/hr selama penderitahamil
Amoksisi 7-10 hari Sering
lin Anak:50– dikombinasiden
Cotrimoxazole Dewasa: Tidak mahal
(TMP-SMX) 2x(160- Pemberian per
800)selama 7- oral
10 hari
Quinolone Ciprofloxacin Pefloxacin
2x500mgselam danFleroxaci
a1 minggu nlebihcepat
Ofloxacin menurunka
2x(200- nsuhu
Cefixime Anak:1.5- Amanuntukanak
2mg/kgbb/harid Efektif
ibagi2dilakukan
Indikasi demam tifoid dosis perawatan di rumah atau
rawat jalan:
a. Pasien dengan gejala klinis yang ringan, tidak ada
tanda-tanda komplikasi serta tidak ada komorbid
yang membahayakan.
b.Pasien dengan kesadaran baik dan dapat makan
minum dengan baik.
c.
Pasiendengankeluarganyacukupmengertitentangcar
a-caramerawat serta cukup paham tentang petanda
bahaya yang akan timbul dari tifoid.
d. Rumah tangga pasien memiliki atau dapat
melaksanakan sistem pembuangan ekskreta (feses,
urin, muntahan) yang mememenuhi syarat
kesehatan.
e.
Dokterbertanggungjawabpenuhterhadappengobatan
danperawatan pasien.
f. Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan
menghadapi bahaya- bahaya yang serius.
g.
Dokterdapatmengunjungipasiensetiaphari.Bilatidakb
isaharus diwakili oleh seorang perawat yang mampu
merawat demam tifoid.
h.Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang
lancar dengan keluarga pasien.
Kriteria Rujukan
a.Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum
tampak perbaikan.
b.Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
c. Demamtifoiddengantanda-
tandakomplikasidanfasilitastidak mencukupi.
Prognosis
Prognosis adalah bonam, namun ad
sanationamdubiaadbonam,karena penyakit dapat
terjadi berulang.
Sarana Prasarana
Laboratorium untuk melakukan pemeriksaan darah
rutin dan serologi Widal.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
Gastroenteritis (termasuk
disentri, kolera dan
giardiasis)
No. ICPCII: D73
Gastroenteritispresumed
infection
No. ICD X : A09 Diarrhoea
and gastroenteritis
ofpresumedinfection origin
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
UPT Puskesmas dr. Hj. Fetty SDK, MKM
Padasuka NIP.196407031990022001
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan terpenting adalah menentukan
tingkat/derajat dehidrasi akibat diare.Tanda-
tandadehidrasiyangperlu
diperhatikanadalahturgorkulitperut
menurun,akraldingin,penurunan
tekanandarah,peningkatandenyutnadi, tangan keriput,
mata cekung tidak, penurunan kesadaran (syok
hipovolemik), nyeri tekan abdomen, kualitas bising
usus hiperperistaltik. Pada anakkecil cekungubun-
ubun kepala.Padatanda
vitallaindapatditemukansuhutubuh yang tinggi
(hiperpireksi), nadi dan pernapasan cepat.
Tabel18. Pemeriksaanderajatdehidrasi
Gejala derajatDehidrasi
Minimal(<3 Ringa Berat(>9
% nsamp %dari
Baik,sadarp ai
Normal, beratbad
Apatis,letar
Statusmental enuh lemas,a gi,tidak
Minumnor Sangath Tidakdapatmi
mal, aus, num
Rasahaus mungkin
Normal Nor Takikar
mal di,pada
Denyutjantung sa kasusbe
Kualitasdeny Normal Nor Lemahata
ut nadi ma utidak
Pernapasan Normal Normalc Dalam
Mata Normal Sedikitc
epat Sangatcekung
Airmata Ada Menuru
ekung Tidakada
Mulutdanlidah Basah Kering
n Pecah-pecah
Turgorkulit Baik <2 > 2 detik
Isiankapiler Normal Memanj
detik Memanjang,
Ekstremitas Hangat Dingin
ang Dingin
minimal
Normal Menuru Minimal
Outputurin sampai n
Metode Pierce:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x
Berat badan (kg) Dehidrasi sedang,
kebutuhan cairan = 8% x Berat badan (kg)
Dehidrasi berat, Kebutuhan cairan = 10% x
Berat badan (kg)Metode Daldiyono
berdasarkan skor klinis
Tabel19.SkorPenilaianKlinisDehidras
Klinis Skor
Rasahasus/ muntah 1
Klinis Skor
Facies Cholerica 2
Vox Cholerica 2
Turgorkulit 1
menurun 1
Washerwoman’s 1
hand Ekstremitas
2
Pemeriksaan Penunjang
Pada kondisi pasien yang telah stabil (dipastikan
hipovolemik telah teratasi), dapat dilakukan pemeriksaan:
a.Darah rutin (lekosit) untuk memastikan adanya
infeksi.
b. Feses lengkap (termasuk analisa mikrobiologi) untuk
menentukan penyebab.
Diagnosis Banding
a.Demam tifoid
b.Kriptosporidia (pada penderita HIV)
c. Kolitis pseudomembran
tandatoksik(dehidrasi,disentri,demam≥38.5⁰C,
nyeri
abdomen yang berat pada pasien usia di atas 50
tahun
Kriteria Rujukan
a.Tanda dehidrasi berat
b.Terjadi penurunan kesadaran
c. Nyeri perut yang signifikan
d.Pasien tidak dapat minum oralit
e. Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas
pelayanan
Sarana Prasarana
a.Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin,
feses dan WIDAL
b.Obat-obatan
c. Infus set
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat
datang, ada/tidaknya
komplikasi,danpengobatannya,sehinggaumumnyaprognosis
adalahdubia ad bonam. Bila kondisi saat datang dengan
dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam.
1. Pengertian Disentrimerupakantipediareyangberbahayadanseringkali
menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare
akut yang lain.
Penyakitinidapatdisebabkanolehbakteridisentribasileryangdi
sebabkan oleh shigellosis dan amoeba (disentri amoeba).
Faktor Risiko
-
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
a.Febris.
b.Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah
kiri.
c. Terdapat tanda-tanda dehidrasi.
d.Tenesmus.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman
penyebab.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
a.Infeksi Eschericiae coli
b.Infeksi EscherichiacoliEnteroinvasive(EIEC)
c. Infeksi EscherichiacoliEnterohemoragik(EHEC)
Komplikasi
a.Haemolytic uremic syndrome (HUS).
b.Hiponatremia berat.
c. Hipoglikemia berat.
d.Susunan saraf pusat sampai terjadi ensefalopati.
e. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon,
prolaps rektal, peritonitis dan perforasi dan hal ini
menimbulkan angka kematian yang tinggi.
f. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan
hemoroid.
Kriteria Rujukan
Padapasiendengankasusberatperludirawatintensifdankons
ultasike pelayanan sekunder (spesialis penyakit dalam).
Sarana Prasarana
a.Pemeriksaan tinja b.Infus set
c. Cairan infus/oralit
d.Antibiotik
Prognosis
Prognosissangattergantungpadakondisipasiensaatdatang,a
da/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. Pada
umumnya prognosis dubia ad bonam.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
8. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
Apendisitis
Akut
No. ICPCII:
S87
(Appendicitis)
No. ICD X : K.35.9 (Acute
appendicitis)
Tingkat Kemampuan: 3B
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
UPT Puskesmas dr. Hj. Fetty SDK, MKM
Padasuka NIP.196407031990022001
Faktor Risiko
-
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Penderita berjalanmembungkuk sambil memegangi
perutnya yang sakit,
kembung(+)bilaterjadiperforasi,penonjolanperutkanan
bawahterlihatpada appendikuler abses.
Palpasi
a.Terdapat nyeri tekanMc.Burney
b.Adanya rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
c.Adanya defens muscular.
d.Rovsing sign positif
e. Psoas sign positif
f. Obturator Sign positif
Perkusi
Nyeri ketok (+)
Auskultasi
Peristaltiknormal,peristaltik(-)padailleusparalitik
karenaperitonitis generalisata akibatappendisitis perforata.
Auskultasi tidakbanyak membantu dalam menegakkan
diagnosis apendisitis,tetapi kalau sudah terjadiperitonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.
Rectal Toucher / Colok dubur
Nyeri tekan pada jam 9-12
Tanda Peritonitis umum (perforasi) :
a.Nyeri seluruh abdomen
b.Pekak hati hilang
c. Bising usus hilang
Apendiksyangmengalamigangrenatauperforasilebihseringte
rjadidengan gejala-gejala sebagai berikut:
a.Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam
b.Demam tinggi lebih dari 38,50C
c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000)
d.Dehidrasi dan asidosis e. Distensi
f. Menghilangnya bising usus
g.Nyeri tekan kuadran kanan bawah
h.Rebound tenderness sign
i. Rovsing sign
j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal
Pemeriksaan Penunjang
3.Jikajumlahlekositlebihdari18.000/mm3 maka
umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.
4.Penanda respon inflamasi akut (acute phase
response) dengan menggunakan CRP? Adakah di
puskesms?.
5.Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai
konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi
yang menyebabkan nyeri abdomen.
6.Pertimbangkanadanyakehamilanektopikpadawanit
ausiasubur, dan lakukan pengukuran kadar
HCG yakin tidak ada di puskesmas.
Diagnosis Klinis
Riwayatpenyakitdanpemeriksaanfisikmasihmerupakandas
ardiagnosis apendisitis akut.
Diagnosis Banding
a.Cholecystitis akut
b.Divertikel Mackelli
c. Enteritis regional
d.Pankreatitis
e. Batu ureter
f. Cystitis
g.Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
h.Salphingitis akut
Komplikasi
a.Perforasi appendix
b.Peritonitis umum
c. Sepsis
Komplikasi
a.Perforasi appendix
b.Peritonitis umum
c. Sepsis
Kriteria Rujukan
Pasien yang telah terdiagnosis harus dirujuk ke
layanan sekunder untuk dilakukan operasi cito.
Sarana Prasarana:
a.Cairan parenteral
b.Antibiotik
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
Perdarahan Saluran Makan
Bagian Atas
No. ICPCII: D14
Haematemesis/vomiting
bloodD15 Melaena
No. ICD X :
Tingkat
Kemampuan :
a . Ruptur
esofagus 1
b.
b. Varises
esofagus 2
c.
c. Ulkus gaster
3A
d. Lesi korosif esofagus 3B
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
UPT Puskesmas dr. Hj. Fetty SDK, MKM
Padasuka NIP.196407031990022001
PenyebablaindariPerdarahanSaluranCernaBagianBawa
h:Kolitisyang
merupakanbagiandariIBD,infeksi(Campilobacterjejunis
pp,Salmonellaspp, Shigellaspp, E. Coli)dan terapi
radiasi, baik akut maupun kronik. Kolitis dapat
menimbulkan perdarahan namun biasanya
sedikit sampai sedang.
DivertikularMeckelmerupakankelainankongenitaldiileu
mdapatberdarah dalam jumlah yang banyak akibat
dari mukosa yang menghasilkan asam.
Pasienbiasanyaanak-
anakdenganperdarahansegarmaupunhitamyang
tidaknyeri.Intususepsimenyebabkankotoranberwarna
marundisertairasa nyeri di tempat polip atau tumor
ganas pada orang dewasa.
Nilaidalamanamnesisapakah perdarahan/darah
tersebutbercampurdengan feses (seperti terjadi pada
kolitis atau lesi di proksimal rektum) atau
terpisah/menetes (terduga hemoroid), pemakaian
antikoagulan, atau terdapat gejala sistemik lainnya
seperti demam lama (tifoid, kolitis infeksi),
menurunnya berat badan (kanker), perubahan pola
defekasi (kanker), tanpa rasa sakit (hemoroid intema,
angiodisplasia), nyeri perut (kolitis infeksi, iskemia
mesenterial), tenesmus ani (fisura, disentri). Apakah
kejadian ini
bersifatakut,pertamakaliatauberulang,ataukronik,aka
nmembantuke arah dugaan penyebab atau sumber
perdarahan.
Pemeriksaan Penunjang
a.PemeriksaanDarahPeriferLengkap,HemostasisLen
gkap,TesDarahSamar, Pemeriksaan Defisiensi Besi.
b.Kolonoskopi
c. Scintigraphy dan angiografi.
d.Pemeriksaan radiografi lainnnya: Enema barium.
Komplikasi
a.Syok hipovolemik
b.Gagal ginjal akut
c. Anemia karena perdarahan.
Penatalaksanaanperdarahansamarsalurancern
asangatditentukan oleh hasil pemeriksaan
diagnostik.
j.
Penyakitpeptikditerapisesuaidenganpenyebabny
ameliputipemberian obat supresi asam jangka
pendek maupun jangka panjangdan terapi
eradikasi infeksi Helicobacter pylori bilamana
ditemukan.
k.Sejumlah lesi premaligna dan polip bertangkai
yang maligna dapat diangkat dengan
polipektomi. Angiodisplasia dapat diobati
dengan kauterisasi melaluiendoskopi atau
diobati dengan preparat estrogen- progesteron.
Gastropati hipertensi portal kadang mengalami
perbaikan dengan pemberian obat yang dapat
menurunkan hipertensi portal. Bila obat-
obatan dianggap sebagai penyebab kehilangan
darah tersamar tersebut maka menghentikan
penggunaan obat tersebut akan mengatasi
anemia.
l. Pengobatan infeksi sesuai penyebab
m.Beberapaperdarahansalurancernabagianbawah
dapatdiobatisecara medikamentosa. Hemoroid
fisura ani dan ulkus rektum soliter dapat
diobati dengan bulk-forming agent, sitz
baths, dan menghindari
mengedan.Salepyangmengandung
steroiddanobatsupositoriasering digunakan
namun manfaatnya masih dipertanyakan.
n.Kombinasi estrogen dan progesteron dapat
mengurangi perdarahan yang timbul pada
pasien yang menderita angiodisplasia. IBD
biasanya memberi respon terhadap obat-
obatan anti inflamasi. Pemberian formalin
intrarektal dapat memperbaiki perdarahan
yangtimbul pada proktitisradiasi.Respon
serupa juga terjadipada pemberian oksigen
hiperbarik.
o.Kehilangandarahsamarmemerlukan
suplementasibesiuntukjangka panjang.
Pemberian ferrosulfat 325 mg tiga kali
sehari merupakan pilihan yang tepat karena
murah, mudah, efektif dan dapatditolerir oleh
banyak pasien.
Kriteria Rujukan
Konsultasi ke dokter spesialis terkait dengan
penyebab perdarahan.
Sarana Prasarana
a.Estrogen progesterone
b.Tablet sulfat ferosus
c. Obat antiinflamasi
Prognosis
Prognosissangattergantungpadakondisipasiensa
atdatang,ada/tidaknya
komplikasi,danpengobatannya.Prognosissecara
umumadalahdubia.Quo advitam dapat berupa
dubia ad malam,namunquoadfungsionamdan
sanationam adalah dubia ad malam
Faktor Risiko
aPe.nuaan
b.Lemahnya dinding pembuluh darah
c. Wanita hamil
d.Konstipasi
e. Konsumsi makanan rendah serat
f. Peningkatan tekanan intraabdomen
g.Batuk kronik
h.Sering mengedan
i.Penggunaantoiletyangberlama-
lama(misal:dudukdalamwaktuyang lama di
toilet)
Pemeriksaan Fisik
a.Periksa tanda-tanda anemia.
b.Pemeriksaan status lokalis
1.Inspeksi:
•
Hemoroidderajat1,biasanyatidakmenunjukkan
adanyasuatu kelainan diregio anal yang dapat
dideteksi dengan inspeksi saja.
•
Hemoroidderajat2,tidakterdapatbenjolanmuko
sayangkeluar melalui anus, akantetapi
bagianhemoroid yang tertutupkulit dapat
terlihat sebagai pembengkakan.
•
Hemoroidderajat3dan4yangbesarakansegerada
patdikenali dengan adanya massa yang
menonjol dari lubang anus yang bagian
luarnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya
oleh mukosa yang berwarna keunguan atau
merah.
2.Palpasi:
Hemoroidinternapadastadiumawalmerupakape
lebaranvena yang lunak dan mudah kolaps
sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi.
•
Setelahhemoroidberlangsunglamadantelahpro
laps,jaringan ikatmukosa
mengalamifibrosissehingga hemoroid
dapatdiraba ketika jari tangan meraba sekitar
rektum bagian bawah.
Pemeriksaan Penunjang
a.Anoskopi
b.Untuk menilai hemoroid interna yang tidak menonjol
keluar.
c. Proktosigmoidoskopi.
d.Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat
tinggi
e.
Pemeriksaandarahrutin,bertujuanuntukmengetahuiadan
yaanemia dan infeksi.
Diagnosis Banding
a.Kondiloma Akuminata
b.Proktitis
c. Rektal prolaps
Komplikasi : -
KriteriaRujukan:
Jikadalampemeriksaandiperkirakansudahmemasuki grade
2-3-4.
Sarana Prasarana
1.Pencahayaan yang cukup
2.Sarung tangan.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam
Faktor Risiko
Sering mengkonsumsi makanan atau minuman
yang kurang terjaga sanitasinya.
Menggunakan alat makan dan minum dari penderita
hepatitis.
Pemeriksaan Fisik
a. Febris,
b.Sclera ikterik, jaundice,
c. Hepatomegali,
d.Warna urine seperti teh
e. Tinja seperti dempul.
Pemeriksaan Penunjang
a.Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
b.Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin
dalamdarah, kadar SGOT danSGPT
≥2xnilainormaltertinggi,dilakukanpadafasilitas primer
yang lebih lengkap.
Diagnosis Banding
a.Kolesistitis
b.Abseshepar
c. Sirrosishepar
d.Hepatitis virus lainnya
Komplikasi
a.Hepatitis A Fulminan
b.Sirosis Hati
c. Ensefalopati Hepatik
d.Koagulopati
Penatalaksanaan
a.Asupan kalori dan cairan yang adekuat
b.Tirah baring
c. Tata laksana Farmakologi sesuai dengan gejala yang
dirasakan oleh pasien: Antipiretik bila demam;
ibuprofen 2x400mg/hari.
Apabila ada keluhan gastrointestinal, seperti:
1.Mual : Antiemetik seperti Metoklopropamid 3x10
mg/hari atau
Domperidon 3x10mg/hari.
2.Perutperihdankembung:H2Bloker (Simetidin3x200
mg/hariatau Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton
PumpInhibitor(Omeprazol 1 x 20 mg/hari).
Kriteria Rujukan
a.Penderita Hepatitis A dengan keluhan ikterik yang
menetap tanpa disertai keluhan yang lain.
b.Penderita Hepatitis A dengan penurunan
kesadaran dengan kemungkinan ke arah
ensefalopati hepatik.
Sarana Prasarana
a.Laboratorium darah dan urin rutin untuk
pemeriksaan fungsi hati
b.Obat Antipiretik, Antiemetik, H2 Bloker atau
Proton Pump Inhibitor.
Prognosis
Prognosis umumnya adalah bonam.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
Hepatitis B
No. ICPCII: D72 Viral Hepatitis
No. ICD X :
Tingkat Kemampuan: 3A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
UPT Puskesmas dr. Hj. Fetty SDK, MKM
Padasuka NIP.196407031990022001
InfeksihepatitisB dapatberupakeadaanyangakut
dengangejalayang berlangsung kurang dari 6 bulan.
Apabila perjalanan penyakit berlangsung
lebihdari6bulanmakakitasebutsebagaihepatitiskronik(5%).
Hepatitis B
kronikdapatberkembangmenjadipenyakithatikronikyaitusir
osishepatis,10%dari penderita sirosis hepatis
akanberkembangmenjadikankerhati(hepatoma).
Pemeriksaan Fisik
a.Konjungtiva ikterus
b.pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati,
c. Splenomegali dan limfadenopati pada 15-20% pasien.
Pemeriksaan Penunjang
a.Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
b.Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin
dalamdarah, kadar SGOT danSGPT
≥2xnilainormaltertinggi,dilakukanpadafasilitas
primer yang lebih lengkap.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
a.Perlemakan hati
b.Penyakit hati oleh karena obat atau toksin
c. Hepatitis autoimun
d.Hepatitis alkoholik
e. Obstruksi akut traktus biliaris
Komplikasi
a.Sirosis Hati
b.Ensefalopati Hepatik
c. Kanker Hati
Penatalaksanaan
a.Asupan kalori dan cairan yang adekuat
b.Tirah baring
c. Tata laksana Farmakologi sesuai dengangejalayang
dirasakanoleh pasien
d.Antipiretik bila demam; Paracetamol 500 mg (3-4x
sehari)
e. Apabila ada keluhan gastrointestinal seperti:
1.Mual : Antiemetik seperti Metoklopropamid 3x10
mg/hari atau
Domperidon 3x10mg/hari
2.Perutperihdankembung:H2Blocker(Simetidin3x200
mg/hariatauRanitidin2x150mg/hari)atauProtonPu
mpInhibitor(Omeprazol1x
20 mg/hari)
Sarana Prasarana
a.Laboratorium darah dan urin rutin untuk
pemeriksaan fungsi hati
b.Obat Antipiretik, Antiemetik, H2 Bloker atau Proton
Pump Inhibitor
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat
datang, ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya.
Padaumumnya, prognosis pada hepatitis B adalah
dubia, untuk fungsionam dan sanationam dubia ad
malam.
Tandadangejalapadapenyakitparotitisberdasarkanpenyebab
nya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a.Parotitis akut
1.Parotitis bakteri akut: bengkak, nyeri pada
kelenjar dan demam, mengunyah menambah
rasa sakit.
2.
Parotitisvirusakut(gondong):Nyeri,bengkakpa
dakelenjar5-9hari terakhir. Malaise moderat,
anoreksia, dan demam.
3.Parotitistuberkulosis: nyeri tekan, bengkak
pada salah satukelenjar parotid,
gejalatuberkulosisdapat ditemukan
dibeberapa kasus.
b.Parotitis kronik
1.Sjogren syndrome:
pembengkakansalahsatuataukeduakelenjar
parotis tanpa sebab yang jelas, sering
berulang, dan bersifat kronik, mata dan
mulut kering.
2.Sarkoidosis: nyeri tekan pada pembengkakan
kelenjar parotis.
Faktor Risiko
-
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan di layanan sekunder:
Pemeriksaan laboratorium : untuk menganalisa
cairan saliva, dengan dilakukan pemeriksaan anti-SS-A,
anti-SS-B, dan faktor rhematoid yang dapat mengetahui
adanya penyakit autoimun.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang.
Diagnosis Banding
a.Neoplasma kelenjar saliva
b.Pembesaran kelenjar getah bening karena penyebab
lain
Komplikasi
a.Infeksi gigi dan karies
b.Infeksi ke kelenjar gonad
Kriteria Rujukan
Bilakasustidakmembaikdenganpengobatanadekuatdi
layananprimer, segera rujuk ke layanan sekunder
dengan dokter spesialisanak atau dokter spesialis
penyakit dalam.
Sarana Prasarana
Obat antibiotic
Prognosis
Prognosisumumnyabonam,namunsanationamdapatdubia,
karenakeluhan dapat terjadi berulang.
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
ASKARIASIS
No. ICPCII: D96 Worms/ other
parasites
No. ICD X : B77.9 Ascariaris
unspecified s
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
UPT Puskesmas dr. Hj. Fetty SDK, MKM
Padasuka NIP.196407031990022001
Faktor Risiko
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi
malabsorpsi sehingga
memperberatkeadaanmalnutrisi.Efekyangseriusterjadibilac
acing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi
obstruksi usus (ileus).
Faktor Risiko
a.Kebiasaan tidak mencuci tangan.
b.Kurangnya penggunaan jamban.
c. Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk.
d.Kebiasaan tidak menutup makanan sehingga
dihinggapi lalat
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit ini adalah dengan
melakukan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya
telur dalam tinja memastikan diagnosis Ascarisis.
b.Farmakologis
1.Pirantel pamoat 10 mg /kg BB, dosis tunggal, atau
2.Mebendazol, 500 mg, dosis tunggal, atau
3.Albendazol,400mg,dosistunggal.Tidakbolehdiberik
anpadaibu hamill.
Sarana Prasarana
Laboratorium mikroskopik sederhana untuk
pemeriksaan spesimen tinja.
Prognosis
Padaumumnyaprognosisadalahbonam,karenajarangmeni
mbulkankondisi yang berat secara klinis..
1. Pengertian CutaneusLarva
Migrans(CreepingEruption)merupakankelainankulitberupa
peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok,
menimbul dan progresif, yang disebabkan oleh invasi larva
cacingtambang yang berasal dari anjing dan kucing.
Penularan melalui kontak langsung dengan larva.
Predileksipenyakitiniterutamapadadaerahtelapakkaki,boko
ng,genitaldan tangan.
Gambar13.CutaneousLarvaMigrans
Sumber:http://health.allrefer.com/pictures-
images/cutaneous-larva-migrans.html
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang khusus tidak ada.
Diagnosis Banding
a.Dermatofitosis
b.Dermatitis
c. Dermatosis
Komplikasi
Dapat terjadi infeksi sekunder.
Kriteria rujukan
Pasien dirujuk apabila dalam waktu 8 minggu tidak
membaik dengan terapi.
Sarana Prasarana
Lup
Prognosis
Prognosisumumnyabonam.Penyakitinibersifatself-
limited,karenasebagian besar larva mati dan lesi
membaik dalam 2-8 minggu, jarang hingga 2 tahun
5. Kewenangan 1. Dokter umum, dan
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
6. Unit Terkait 1. Rawat Inap
2. Farmasi
3. Laboratorium
4. Ambulan
7. Referensi PERMENKES RI NOMOR 5 TAHUN 2014
PenyakitCacing Tambang
No. ICPCII: D96 Worms/other
parasites
No. ICD X : B76.0
Ankylostomiasis
B76.1 Necatoriasis
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
UPT Puskesmas dr. Hj. Fetty SDK, MKM
Padasuka NIP.196407031990022001
Pemeriksaan Fisik
a.Konjungtiva pucat
b.Perubahanpadakulit(telapakkaki)bilabanyaklarvayang
menembus kulit, disebut sebagai grounditch.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopik pada tinja segar ditemukan
telur dan atau larva.
Diagnosis Banding : -
Komplikasi : anemia, jika menimbulkan perdarahan.
Prognosis
Penyakit ini umumnya memiliki prognosis bonam,
jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat, kecuali
terjadi perdarahan dalam waktu yang lama sehingga
terjadi anemia.
Faktor Risiko :
Orang-orang yang tinggal atau datang berkunjung ke
daerah endemik di sekitar lembah Napu dan Lindu,
Sulawesi Tengah dan mempunyai kebiasaan terpajan
dengan air, baik di sawah maupun danau di wilayah
tersebut.
Pemeriksaan Penunjang
Penemuan telur cacing pada spesimen tinja dan pada
sedimen urin.
Diagnosis Klinis
Diagnosisditegakkandarianamnesis,pemeriksaanfisisdanju
gapenemuan telur cacing pada pemeriksaan tinja dan juga
sedimen urine.
Diagnosis Banding : -
Komplikasi:
a.Gagal ginjal
b.Gagal jantung
Penatalaksanaan
a.Pengobatan diberikan dengan dua tujuan yakni untuk
menyembuhkan pasien atau meminimalkan morbiditas
dan mengurangipenyebaran penyakit
b.Prazikuantel adalah obat pilihan yang diberikan
karena dapat membunuh semua spesies Schistosoma.
Walaupun pemberian single
terapisudahbersifatkuratif,namun
pengulangansetelah2sampai4 minggu dapat
meningkatkan efektifitas pengobatan. Pemberian
prazikuantel dengan dosis sebagai berikut:
Tabel20.Dosisprazikuantel
Prognosis
Padaskistosomiasisakut,prognosisadalahdubiaadbonam,sed
angkanyang kronis, prognosis menjadi dubia ad malam.
Faktor Risiko
a.Kurangnya penggunaan jamban.
b.Tanah yang terkontaminasi dengan tinja yang
mengandung larvaStrongyloides stercoralis.
c. Penggunaan tinja sebagai pupuk.
d.Tidak menggunakanalas kaki saat bersentuhan
dengan tanah.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana(Objective)
Pemeriksaan Fisik
a.Timbulkelainanpadakulit“creepingeruption”
berupapapuleritema yang menjalar dan tersusun
linear atau berkelok-kelok meyerupai benang
dengan kecepatan 2 cm per hari.Predileksi penyakit
ini terutama pada daerah telapak kaki, bokong,
genital dan tangan.
b.Pemeriksaan generalis: nyeri epigastrium
Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan laboratorium mikroskopik: menemukan
larvarabditiform dalam tinja segar, atau menemukan
cacing dewasa Strongyloides stercoralis.
b.Pemeriksaan laboratorium darah: dapat ditemukan
eosinofilia atauhipereosinofilia, walaupun pada
banyak kasus jumlah sel eosinofilia normal.
Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan ditemukannya larva atau cacing
dalam tinja.
Diagnosis Banding : -
Komplikasi : -
Penatalaksanaan
a.Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:
1.Menggunakan jamban keluarga.
2.Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
aktifitas.
3.Menggunakan alas kaki.
4.Hindari penggunaan pupuk dengan tinja.
b.Farmakologi
1.Pemberianalbendazolmenjaditerapipilihansaatiniden
gandosis400 mg, 1-2 x sehari, selama 3 hari, atau
2.Mebendazol 100 mg, 3 x sehari, selama 2 atau 4
minggu.
Kriteria Rujukan : -
Pasienstrongyloidiasisdengankeadaanimunokomproma
issepertipenderitaAIDS
Sarana Prasarana
Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah
dan feses.
Prognosis
Pada umumnya prognosis penyakitiniadalahbonam,karena
jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat.
Taenia
saginataadalahcacingyangseringditemukandinegarayang
penduduknya banyak makan daging sapi/kerbau. Infeksi
lebih mudah terjadi bila cara memasak daging setengah
matang.
Faktor Risiko
a.Mengkonsumsi daging yang dimasak setengah
matang/mentah, dan mengandung larva
sistiserkosis.
b.Higiene yang rendah dalam pengolahan makanan
bersumber daging. c. Ternak yang tidak dijaga
kebersihan kandang dan makanannya.
Diagnosis Banding :-
Komplikasi : Sistiserkosis
Kriteria Rujukan
Bila ditemukan tanda-tanda yang
mengarah pada sistiserkosis
Sarana Prasarana
Laboratorium sederhana untuk
pemeriksaan darah dan feses.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam kecuali jika terdapat
komplikasi berupa sistiserkosis
Faktor Risiko :
Pemeriksaan Fisik
a.Pasien tampak letargik dan kesakitan
b.Dapat ditemukan adanya demam
c. Distensi abdomen disertai nyeri tekan dan nyeri lepas
abdomen
d.Adanya defans muskular
e. Hipertimpani pada perkusi abdomen
f. Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas
di bawah diafragma
g.Bising usus menurun atau menghilang
h.Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut
papan’, terjadi akibat kontraksi otot dinding
abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekananpada dinding
abdomen ataupun involunter sebagai respon
terhadap iritasi peritoneum.
i. Pada rectal toucher akan terasa
nyeridisemuaarah,dengantonus muskulus sfingter
ani menurun dan ampula rekti berisi udara.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaanpenunjangtidakdilakukandilayananprimerunt
ukmenghindari keterlambatan dalam melakukan rujukan.
Diagnosis Klinis
Diagnosisditegakkanberdasaranamnesisdan
pemeriksaanfisikdaritanda- tanda khas yang ditemukan
pada pasien.
Diagnosis Banding : -
Komplikasi
a.Septikemia
b.Syok
Kriteria Rujukan
Rujuk ke fasilitas kesehatan sekunder yang
memiliki dokter spesialis bedah.
Sarana Prasarana
Tidak ada sarana prasarana khusus
Prognosis
Prognosis untuk peritonitis adalah dubia ad malam
Kolesistitisakuttanpabatumerupakanpenyakityangseriusda
ncenderung
timbulsetelahterjadinyacedera,pembedahan,lukabakar,seps
is,penyakit-
penyakityangparah(terutamapenderitayangmenerimamakan
anlewatinfus dalam jangka waktu yang lama).
Kolesistitis kronik :
a.Gangguan pencernaan menahun
b.Serangan berulang namun tidak mencolok.
c. Mual, muntah dan tidak tahan makanan berlemak
d.Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar) disertai
dengan sendawa.
Faktor risiko
Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.
Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis
Diagnosis Banding
a.Angina pectoris
b.Appendisitis akut
c.Ulkus peptikum perforasi
d.Pankreatitis akut
Komplikasi
a.Gangren atau empiema kandung empedu
b.Perforasi kandung empedu
c. Peritonitis umum
d.Abses hati
Kriteria rujukan
Pasien yang telah terdiagnosis kolesistitis dirujuk ke
spesialis penyakit dalam,
sedangkanbilaterdapatindikasiuntuk
pembedahanpasiendirujukpulake spesialis bedah.
Sarana Prasarana
Obat-obatan
Prognosis
Prognosisumumnyadubiaadbonam,tergantungkomplikasid
anberatnya penyakit
Faktor Risiko
a.Usia, makin lanjut usia semakin tinggi angka
kejadiannya.
b.Penggunaan komputer dalam waktu lama.
c.
Penyakitsistemik,seperti:sindromSjogren,sklerosi
ssistemikprogresif, sarkoidosis, leukimia,
limfoma, amiloidosis, hemokromatosis.
d.Penggunaan lensa kontak.
Kriteria rujukan
Dilakukan rujukan ke spesialis
mata jika timbul komplikasi.
SaranaPrasarana
a.Lup
b.Strip Schirmer(kertas saring Whatman No. 41)
Prognosis
Prognosispadaumumnyaadalahbonam,terkendalidengan
pengobatanair mata buatan.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan.
Sarana Prasarana
a.Lup
b.Oftalmoskop
Prognosis
Untukquoadvitamdansanationamumumnyabonam,namun
fungsionam dapat dubia ad bonam karena terganggunya
fungsi penglihatan.
Hordeolum
No. ICPCII: F72
Blepharitis/stye/chalazion
No. ICD X : H00.0
Hordeolum and other
deepinflammation ofeyelid
Tingkat Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
UPT Puskesmas dr. Hj. Fetty SDK, MKM
Padasuka NIP.196407031990022001
1. Pengertian Hordeolumadalahperadangansupuratifkelenjarkelopak
mata.Biasanya merupakan infeksi
Staphylococcuspadakelenjar sebasea kelopak. Dikenal dua
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Hordolum
eksternum merupakan
infeksipadakelenjarZeissatauMoll.Hordeoluminternummeru
pakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di
dalamtarsus. Hordeolum mudah timbul pada individu yang
menderita blefaritis dan konjungtivitis menahun.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Komplikasi
a.Selulitis palpebra.
b.Abses palpebra.
Kriteria rujukan
a.Bila tidak memberikan respon dengan
pengobatan konservatif.
b.Hordeolum berulang.
Sarana Prasarana
Peralatan bedah minor
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam
Diagnosis Klinis
Konjungtivitis berdasarkan etiologi.
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi.
Klasifikasi Konjungtivitis
a.Konjungtivitis bakterial
Konjungtivahiperemis,secretpurulentataumukopurul
endapatdisertai membrane atau pseudomembran di
konjungtiva tarsal.
b.Konjungtivitis viral
Konjungtivahiperemis,secretumumnyamukoserous,d
anpembesaran kelenjar preaurikular
c. Konjungtivitis alergi
Konjungtiva hiperemis, riwayat atopi atau alergi, dan
keluhan gatal.
Komplikasi
Keratokonjuntivitis
Penatalaksanaan
a.Usahakanuntuktidakmenyentuhmatayangsehatsesud
ah menangani mata yang sakit
b.Sekret mata dibersihkan.
c. Pemberian obat mata topikal
1.Pada infeksi bakteri: Kloramfenikol tetes sebanyak
1 tetes 6 kali sehari atau salep mata 3 kali sehari
selama 3 hari.
2.Padaalergidiberikanflumetolontetesmataduakalise
hariselama2 minggu.
3.Padakonjungtivitisgonorediberikankloramfenikoltet
esmata0,5-1%sebanyak 1 tetes tiap jam dan
suntikan pada bayi
diberikan50.000U/kgBBtiapharisampaitidakditem
ukankumanGOpada sediaan apus selama 3 hari
berturut-turut.
4.Konjungtivitis viral diberikan salep Acyclovir 3%
lima kali sehari selama 10 hari.
Kriteria rujukan
a.Pada bayi dengan konjungtivitis gonore jika terjadi
komplikasi pada kornea dilakukan rujukan ke spesialis
mata.
b.Konjungtivitisalergi danviraltidakada
perbaikandalam2minggurujuk ke spesialis mata
c.
Konjungtivitisbakteritidakadaperbaikandalam1mingguruj
ukke spesialis mata.
Sarana Prasarana
a.Lup
b.Laboratorium
sederhanauntuk pemeriksaan
Giemsa
c. Laboratorium sederhana
untuk pemeriksaan Gram
d.Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan
dengan metilen blue
Prognosis
Penyakit ini jarang menimbulkan
kondisiklinisyangberatsehinggapada umumnya
prognosisnya bonam.
Blefaritis
No. ICPCII: F72
Blepharitis/stye/chalazion
No. ICD X : H01.0 Blepharitis
Kemampuan: 4A
No.
SOP Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
UPT Puskesmas dr. Hj. Fetty SDK, MKM
Padasuka NIP.196407031990022001
Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
Komplikasi
a.Blefarokonjungtivitis
b.Madarosis
c. Trikiasis
Kriteria Rujukan
Apabila tidak membaik dengan pengobatan optimal.
Sarana Prasarana
a.Senter
b.l u p
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, namun hal ini
tergantung dari kondisi pasien, ada/tidaknya komplikasi,
serta pengobatannya.
Faktor Risiko
a.Hipertensi
b.Trauma tumpul atau tajam
c. Penggunaan obat pengencer darah d.Benda asing
e. Konjungtivitis
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Penatalaksanaan Komprehensif(Plan)
Penatalaksanaan
a.Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau
diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati.
b.Pengobatan penyakit yang mendasari bila ada.
Kriteria rujukan
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke
spesialis mata jika ditemukan penurunan visus.
SaranaPrasarana
a.Snellen chart
b.Oftalmoskop
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, namun hal ini tergantung
dari kondisi pasien, ada/tidaknya komplikasi, serta
pengobatannya.
Gejalayangditimbulkanberupanyeri,matamerahdanberair,s
ensasibenda asing, dan fotofobia.
Faktor Risiko
Pekerja di bidang industri yang tidakmemakai
kacamatapelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las,
pemotongkeramik, pekerja yang terkait dengan bahan-
bahan kimia (asam-basa), dll.
Kriteria Rujukan
Bila terjadi penurunan visus.
Sarana Prasarana
a.Lup
b.Lidi kapas
c. Jarum suntik 23G
d.Pantokain 2%
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam.
1. Pengertian Astigmatismaadalahkeadaandimanasinarsejajartidakdibiask
ansecara seimbang pada seluruh meridian
Diagnosis Banding
Kelainan refraksi lainnya
Kriteria rujukan
Apabila visus tidak dapat mencapai 6/6.
Sarana Prasarana
a.Snellen chart
b.Satu set lensa coba (trialframe)
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam.