Evaluasi RDTR Kurang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 72

Data Teknis

Bag. B
Pendekatan &
Metodologi
P
endekatan &
Metodologi

A. TANGGAPAN & SARAN TERHADAP KAK

1. Tanggapan Konsultan

Setelah mempelajari Kerangka Acuan Kerja (KAK) Evaluasi RDTR


Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak, konsultan
beranggapan bahwa kawasan yang akan disusun RDTR-nya merupakan
salah satu kawasan strategis dalam lingkup Wilayah Kabupaten
Pegunungan Arfak, dan memiliki skala prioritas untuk dilakukan
penanganan penataan ruang untuk tahapan 5 tahun pertama. Dalam
hal ke-tata ruang-an, kawasan strategis Kawasan Perkotaan memiliki
nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi dan sosial budaya.
kecenderungan pertumbuhan yang lebih dominan atau tumbuh dengan
cepat dibanding kawasan-kawasan lainnya, hal tersebut dapat terlihat
dari intensitas pemanfaatan ruang, tingkat perubahan fungsi lahan,
intensitas kegiatan dan sistem pelayanan. Dominasi tersebut,
memerlukan penanganan yang mendesak untuk dilakukan penataan
yang lebih rinci sebagai penjabaran RTRW yang telah tersusun
sebelumnya.

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan dan Peraturan Zonasi, merupakan


jawaban terhadap pemenuhan kebutuhan pembangunan, serta
penjabaran dari pengendalian pemanfaatan ruang yang telah termuat
dalam RTRW Kabupaten Pegunungan Arfak, sehingga perlunya ditindak
lanjuti dengan mengatur pemanfaatan ruang dalam kawasan tersebut.
Hal tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan pembangunan yang
terkait dengan pemanfaatan ruang, agar tidak melebihi ambang batas
kemampuan ruang atau lahan, sehingga keteraturan kawasan perkotaan
akan lebih terjaga.

Dari aspek legalitas dan investasi, akan terwujud aturan-aturan yang


dapat dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah, masyarakat dan swasta
dalam hal melakukan investasi pembangunan, oleh karena tersedia
perangkat pengendali yang akan mengatur mekanisme perizinan,
mekanisme pemanfaatan ruang, dan mekanisme pengaturan intensitas
ruang.

Dokumen RDTR dan Peraturan Zonasi, merupakan penjabaran dari


RTRW yang telah tersusun sebelumnya. Mekansime dan prosedur
penyusunannya melalui beberapa tahapan untuk menjadi kebijakan
dalam pembangunan secara rinci di Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak. Sebagai penjabaran dari RTRW, maka dokumen
RDTR yang akan disusun, menjadikan RTRW sebagai salah satu
rujukan dalam perumusan rencana pola ruang dan rencana prasarana.

2. Saran Konsultan

Dalam Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan


Arfak, konsultan menyarankan agar setiap komponen menggunakan
perangkat dalam negeri, baik personil, peralatan maupun bahan yang
akan digunakan. Sedangkan konsep pembangunan yang akan
direkomendasikan agar senantiasa mempertimbangkan kearifan lokal,
dengan berbagai keragaman budaya dan etnik yang terdapat dalam
lingkup wilayah Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak.
Beberapa hal yang dapat menjadi kekuatan dalam kearifan lokal
tersebut dapat termuat dalam bentuk dan model bangunan, sistem
penataan bangunan dan lingkungan, serta ornamen-ornamen yang
tersedia. Pemeriksaan substansi RDTR harus meliputi hal-hal seperti
materi teknis, Raperda, peta hingga data dan analisisnya. Hal tersebut
dimaksudkan agar konsep pembangunan di Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfak akan menjadi tambah baik dan
mengakomodasi unsur-unsur yang mencerminkan budaya lokal, yang
diarahkan akan menjadi landmark dan trendmark di Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak, sehingga akan mudah dikenali
dengan ciri dan citra yang dimiliki. Perpaduan budaya, etnik dan religius
dalam lingkup Wilayah Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan
Arfak memiliki kekuatan yang dapat dimanfaatkan sebagai potensi
pembangunan, hal tersebut dapat terlihat dari bentuk dan symbol-
symbol dalam kemasayarakatan yang ada di Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfak.

Dari hasil pemantauan sementara yang dilakukan oleh konsultan,


diperoleh gambaran bahwa bahan-bahan dan peralatan cukup tersedia
di Kabupaten Pegunungan Arfak cukup beragam, dan membutuhkan
pembiayaan yang relatif rendah, sehingga saran konsultan dalam
mengeksplor potensi yang ada dapat merencanakan dengan hasil yang
maksimal, relatif lebih efektif dan efesien, baik dari segi pembiayaan,
maupun pengelolaan ruang.

Selain konsep tersebut, juga disarankan agar mengutamakan konsep


pembangunan yang berkelanjutan (sustainable) dan berwawasan
lingkungan, sehingga pembangunan diKawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak, nantinya akan ramah lingkungan, baik dari segi
proporsi terhadap lingkungan, model dan arsitektur bangunan, serta
sistem pengolahan lingkungannya. Kemungkinan dampak terhadap
lingkungan dari kegiatan pembangunan, dapat diminimalkan, dengan
melakukan berbagai pendekatan sehingga tidak melampaui ambang
batas kerusakan lingkungan yang dipersyaratkan.

Harapan untuk menjadikan Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan


Arfak sebagai salah satu Kota yang maju dapat tercapai, yang tetap
mengendepankan nilai kearifan lokal, merupakan salah satu ciri yang
akan dikembangkan dalam lingkup wilayah Kabupaten Pegunungan
Arfak. Sebagai saran konsultan, agar dalam pelaksanaan pekerjaan
diharapkan konsep berpikir dari stakeholders sebagai pemangku
kepentingan di Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak, dapat
tertuang dengan tetap mengacu pada Norma Standar Pelayanan Minimal
(NSPM) penyusunan RDTR yang telah tertuang dalam Permen PU No. 20
tahun 2011. Dalam konteks tersebut, konsultan akal senantiasa
melakukan koordinasi dengan berbagai pihak di Kabupaten Pegunungan
Arfak, sehingga kearifan lokal, dan harapan masyarakat dan pemerintah
dapat berjalan seiring dalam melaksanakan pembangunan di Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak.

Dalam KAK juga telah dijelaskan mekanisme penyusunan RDTR dan


muatan yang ingin dicapai, salah satu mekanisme yang dipersyaratkan
adalah pembahasan yang dibentuk dalam diskusi kelompok (FGD),
maka saran konsultan agar dibentuk tim kelompok kerja tetap, yang
akan melakukan pembahasan secara bersama dengan tim konsultan,
sehingga pemahaman subtansi dapat dipahami sejak awal. Dengan
demikian konsep perencanaan tidak akan mengalami pembahasan
secara berulang dan sasaran akan dengan mudah dicapai.

3. Apresiasi dan Inovasi Konsultan

Berdasarkan pemahaman konsultan terhadap muatan dalam KAK dan


saran konsultan di atas, maka pencapaian yang diharapkan dalam KAK,
membutuhkan beberapa data dan tahapan analisis, untuk
menghasilkan rekomendasi perencanaan yang akurat. Sebagai apresiasi
dan inovasi konsultan, maka konsultan akan senantiasa melakukan
pemuktahiran referensi dan pedoman teknis yang terkait dengan
pelaksanaan pekerjaan. Selain itu, konsultan juga akan melakukan
kajian terhadap rujukan-rujukan dengan melakukan pembahasan
bersama dengan tim kerja konsultan dan akan melakukan konsultasi
teknis dengan tim pada tingkat kementerian dan pemerintah provinsi
yang terkait, guna mencapai subtansi yang diinginkan, sehingga produk
yang dihasilkan dapat ditindak lanjuti pada tahap Perda, sebagaimana
yang prosedur yang telah ditetapkan.
Mengingat terbatasnya waktu pelaksanaan pekerjaan dan pembiayaan
yang disediakan oleh pengguna jasa, maka konsultan akan melakukan
berbagai inovasi untuk mencapai harapan yang termuat dalam KAK.
Dalam hal ini terdapat standar ganda yang akan digunakan oleh
konsultan dalam melaksanakan pekerjaan, antara lain pencapaian
terhadap KAK, Standar pelayanan minimal (SPM), dan kententuan yang
termuat dalam pedoman penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi,
sebagaimana termuat dalam Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi.

Penyusunan RDTR merupakan perencanaan yang multi sektor, sehingga


perencanaan yang akan dihasilkan juga multi sektor yang dituangkan
dalam bentuk perencanaan ruang. Pada proses penyusunannya,
dibutuhkan konsep yang matang, dengan berbagai prediksi hingga 20
tahun yang akan datang. Dengan durasi waktu penyusunan yang
disediakan oleh Pengguna Jasa, yaitu sekitar 5 (Lima) bulan, maka
konsultan akan melakukan berbagai upaya untuk mencapai target
sasaran yang diharapkan, antara lain :

 Memaksimalkan kinerja tenaga ahli dan tim kerja lainnya


 Melakukan pekerjaan secara paralel dengan ketersediaan data dan
peralatan yang semaksimal mungkin
 Melakukan koordinasi teknis dengan pengguna jasa dan
stakeholders terkait guna mencapai masukan yang sebaik-baiknya
 Menyusun formulasi dengan menggunakan pengalaman pada
pekerjaan yang sejenis sebelumnya
 Menyusun modul-modul sebagai bahan untuk melakukan diskusi

 Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja tim

Penggunaan peralatan dan teknologi yang mutahir dan pelibatan tenaga


profesional pada bidangnya masing-masing merupakan komitmen
kosultan dalam memberikan layanan perencanaan RDTR tersebut.
Demikian halnya terhadap muatan analisis, konsultan akan melakukan
berbagai upaya inovatif dan pengkajian literatur, sehingga tercapai advis
planning, untuk memperoleh hasil yang maksimal. Upaya lain yang
akan dilakukan oleh konsultan antara lain melakukan diskusi teknis
dan pembahasan dengan intansi terkait baik secara vertikal maupun
horisontal. Hal tersebut dimaksudkan agar harapan dan keinginan
pemerintah daerah dan pusat akan tercapai kesepakatan-kesepakatan
yang dapat dilaksanakan secara bersama dalam penyusunan RDTR
tersebut. Produk yang dihasilkan diharapakan dapat berguna bagi
pemerintah, masyarakat dimasa mendatang, sehingga dapat
diimplementasikan secara reguler dan teknis.

B. TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP PERSONIL DAN FASILITAS


PENDUKUNG

1. Personil Inti Dan Tenaga Penunjang

Terkait layanan keahlian yang dibutuhkan dalam KAK, konsultan akan


senantiasa melibatkan tenaga ahli yang profesional dan berpengalaman
di bidangnya masing-masing, sesuai dengan durasi waktu yang tersedia.
Pada tahapan pelaksanaan yang membutuhkan keterlibatan tenaga ahli
tersebut baik di lapangan, kantor, maupun pada saat konsultasi teknis,
konsultan akan senantiasa melakukan mobilisasi dan demobilisasi tim,
agar masing-masing personil memahami tanggung jawab dan kewajiban
sesuai porsi tanggung jawab yang diemban. Dengan demikian koordinasi
antara tim dan terhadap pengguna jasa dapat terjalin dengan baik.

2. Fasilitas Pendukung

Untuk mencapai efisiensi pelaksanan pekerjaan ini, Konsultan perlu


didukung dengan adanya fasilitas dan logistik kebutuhan proyek yang
berada di lokasi. Kebutuhan fasilitas dan peralatan kerja tersebut
meliputi :

 Ruang Kantor dan Perlengkapannya

Ruang kantor diperlukan untuk keperluan tenaga professional,


dimana diperlukan pula ruang kantor yang dilengkapi dengan meja,
kursi, filling cabinet, rak buku dan lain-lain. Pengadaan peralatan
dan perlengkapan kantor tersebut akan dilakukan dengan cara
menyewa sesuai dengan kondisi harga setempat, maka CV.CIPTA
PERSADA NUSANTARA memilih lokasi kantor / studio selama
menyelesaikan pekerjaan dengan waktu 5 (Lima) bulan di
Kabupaten Pegunungan Arfak.

 Fasilitas Kendaraan

Kendaraan sangat diperlukan untuk keperluan mobilisasi dan


demobilisasi. Untuk itu dalam pelaksanaan pekerjaan Pemantapan
Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan
Arfak Tahun Anggaran 2018 diperlukan kendaran beroda empat
sebanyak 1 (satu) buah dan GPS Atau Drone 1 buah.Konsultan
akan bertanggung jawab mengenai asuransi, operasi dan
pemeliharaan kendaraan tersebut selama proyek berlangsung.

 Peralatan Lapangan

Peralatan lapangan sangat diperlukan untuk keperluan lapangan (di


lokasi proyek).Untuk itu dalam pelaksanaan pelayanan jasa di
proyek ini disediakan peralatan lapangan seperti perangkat keras,
perangkat lunak, peralatan lainnya. Adapun peralatan yang
dipergunakan nantinya :

1. Perangkat Keras, Dalam pelaksanaan pekerjaan ini yang


diutamakan adalah kecepatan dan ketepatan dalam pelaksanaan
pekerjaan. Konsultan mengusulkan beberapa buah Personal
Computer (PC)/laptop dan printer yang akan digunakan dalam
menyelesaikan pekerjaan pelaporan, administrasi dan
penggambaran/desain/pemetaan.

2. Perangkat Lunak, Untuk teknologi jaringan sesuai dengan


kerangka acuan kerja, akan digunakan original software yang
lazim. Sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan konsultan, maka
diperlukan perangkat lunak lain yang lazim untuk operasional
kantor, seperti Software Microsoft Office, Arc GIS, dan lain-lain.

3. Peralatan Lain, Disamping itu konsultan akan menyediakan


alat dan bahan habis pakai, seperti Keperluan computer dan
printer yaitu kertas, cartridge, Alat tulis kantor, Peralatan kerja
studio dan lain-lain.

RENCANA PENGGUNAAN PERALATAN DAN BAHAN


Kelompok Item Bulan
Uraian Jenis Alat/Bahan Rencana Penggunaan
Peralatan & Bahan I II III IV V
Kertas A4 70 Gram
Kertas A3 70 Gram
Kertas Cover
Keras Special Paper print
Kertas glossy
Balpoit, Pensil, Penghapus
Tip-Ex Pengetikan Laporan
Kertas Plano Pengetikan Daftar dan Survey
Kertas Karton Penggambaran
Bahan dan ATK Buku Tulis Pengukuran
Buku Gambar Penjilidan Laporan
Isolasi Ban Daftar Asistensi
Mistar Gambar Bahan Presentasi
Roll Meter
Kompas
Map Ordner
Map Karton
Hecter, Paper Clip, Binder
Perforator
Cartdrige
Cetak Hasil Laporan
Computer Supplay Tinta
Perekaman Data
CD-R
Penggandaan Gambar &
Fotocopy Fotocopy A3 & A4
Laporan
Pengetikan Laporan
Intel Pentium Core 2 Duo
Komputer (PC) Analisa Data
Monitor 17 “
Laptop Penggambaran
UPS
Scanner Pengetikan Laporan
CD Writer
GPS Analisa Data
Sofware Arch GIS
Penggambaran
Sewa Kendaraan Kendaraan Roda 2& 4 Perjalanan Dinas

Camera Digital
Dokumentasi Dokumentasi kegiatan
Handycam
C. URAIAN PPENDEKATAN &METODOLOGI PELAKSANAAN
PEKERJAAN

1. Pendekatan Umum

a. Dasar Pertimbangan

Kawasan perkotaan merupakan wadah/ruang untuk


mengakomodasikan kegiatan perkotaan yang selalu berkembang dengan
kedinamisan-nya. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup permukiman
dan perumahan, jasa dan perdagangan, perkantoran pemerintah dan
swasta, industri, pendidikan dan fasilitas sosial dan umum lainnya.

Seluruh kegiatan perkotaan yang berkembang secara terus menerus ini


bersifat kompetitif dalam penggunaan ruang yang ada, sehingga
seringkali terjadi konversi guna lahan dari satu penggunaan ke
penggunaan lainnya, seperti lahan pertanian dan perkebunan menjadi
permukiman dan perumahan penduduk, menjadi ruang fasilitas sosial
dan umum, menjadi kawasan industri dan seterusnya akan menjadi dan
menjadi.

Sementara itu, kebutuhan ruang untuk kegiatan perkotaan cenderung


terus meningkat sejalan dengan perkembangan penduduk dan aktivitas-
nya, pesatnya perkembangan daerah terbangun termasuk utilitas serta
transportasi kota, dan sementara ketersediaan ruang kota tersebut
relatif terbatas. Gejala perkembangan dan pertumbuhan kawasan
perkotaan seperti ini banyak ditemukan di kawasan perkotaan Indonesia
dan salah satunya adalah di Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak.
Implikasi kondisi di atas adalah semakin banyaknya kawasan perkotaan
dewasa ini (dengan tata jenjangnya) tumbuh dengan tidak teratur dan
terencana, sejalan dengan semakin meningkatnya perkembangan dan
pertumbuhan sosial - ekonomi penduduk kawasan tersebut serta
adanya kendala dan limitasi fisik lahan kawasan yang dapat
dikembangkan. Oleh karena itu, dalam menghadapi persoalan tersebut,
maka pengelola kota (pemerintah, swasta dan masyarakat) dapat
bertindak lebih arif dan bijaksana dalam memandang serta
merencanakan suatu kawasan perkotaan secara komprehensif dan
terpadu.

Secara ideal perkembangan kegiatan-kegiatan perkotaan yang


membutuhkan ruang tersebut perlu diarahkan pada optimasi tata
ruangnya dalam interaksi antar elemen-elemen pengisi ruang kawasan,
sehingga dapat dicegah adanya benturan-benturan dan overlapping
dalam pembangunan maupun hasil-hasilnya yang berimplikasi pada
inefisiensi alokasi sumberdaya.

Dalam mekanisme perencanaan dan pembangunan perkotaan, aturan


kebijaksanaan pemanfaatan ruang selalu berlandaskan pada rencana
struktur dan pola tata ruang di atasnya, baik regional maupun nasional
(UU No. 26 Tahun 2007; Permendagri No. 1 Tahun 2008; Kepmen
Kimpraswil 327/KPTS/M/2002) yang mangharuskan penyusunan
rencana dilakukan secara bertahap sesuai dengan esensi dan
kedalaman substansi tertentu (misalnya RTRW Nasional, RTRW
Propinsi, RTRW Kabupaten/Kota, RDTR Kawasan Strategis
Kabupaten/Kota, RTRK Kawasan). Dengan adanya jenjang rencana
tersebut diharapkan dapat menjembatani tahap pelaksanaan
pembangunan kawasan perkotaan dan kebijaksanaan yang diambil.

Komprehensif dan keterpaduan perencanaan melalui koordinasi,


sinkronisasi dan integrasi multisektoral, multiaktor dengan
menitikberatkan pada pengelolaan aspek keruangan bagi pencapaian
keserasian dan optimasi pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi yang
tertuang dalam suatu dokumen perencanaan dan telah mendapatkan
legalisasi melalui Peraturan Daerah sehingga sifatnya mengikat bagi
para pengelola kawasan perkotaan.

Penataan ruang kawasan pusat perkotaan Kawasan Perkotaan


Kabupaten Pegunungan Arfak Provinsi Papua Barat diharapkan mampu
mendorong pemanfaatan ruang yang optimal, lugas, dan tegas dalam
pembentukan struktur kawasan perkotaan, serta dinamika kegiatan
pembangunan perkotaan bersifat global yang berwawasan lingkungan,
baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, dunia usaha maupun
masyarakat secara menyeluruh, berkeadilan, pelestarian nilai-nilai
sosial budaya dan transparansi sebagai salah satu prinsip penting
dalam konsep Good Governance (Tata Pemerintahan yang Baik, UNDP,
2002; UN ESCAP, 2003; TUGI, 2003) yang perlu disepakati sejak tahap
awal pada suatu proses penyusunan tata ruang. Tanpa transparansi,
maka prinsip-prinsip Good Gevernance lainnya akan sulit diterapkan
dengan baik.

Sebagai prasyarat untuk menumbuhkan dan meningkatkan peran serta,


maka transparansi proses penyusunan rencana tata ruang akan
mendorong masyarakat untuk “berperan serta” dalam proses tersebut.
Dengan adanya peran serta dari masyarakat, maka aspirasi dan
kebutuhan masyarakat dapat ditampung dalam penyusunan rencana.
Proses ini memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat
bahwa mereka perlu turut bertanggung jawab terhadap masa depan
lingkungan tempat tinggalnya (kawasan perkotaan) dengan berupaya
meningkatkan kualitas rencana tata ruang menjadi lebih baik dan
tingkat penerimaan masyarakat (acceptibility) yang lebih tinggi. Peran
serta masyarakat yang tinggi perlu disertai dengan diterapkannya
prinsip “ketanggapan” (responsiveness) dari penyusun rencana tata
ruang terhadap berbagai masukan. Pihak penyusun rencana bersikap
dan bertindak lebih profesional dalam pekerjaannya, karena proses yang
mereka lakukan dapat dipantau oleh masyarakat. Proses yang
transparan, partisipatif dan tanggap ini akan lebih mudah
dipertanggung jawabkan kepada masyarakat, sehingga dengan
sendirinya prinsip “akuntabilitas” juga dapat diterapkan.
Jika urutan di atas berjalan sebagaimana diharapkan, maka dengan
diawali prinsip transparansi di awal proses penyusunan rencana, pihak
penyusun rencana tata ruang dapat menyatakan kepada masyarakat
bahwa proses penyusunan rencana telah menerapkan prinsip-prinsip
utama Good Governance. Prinsip transparansi juga akan dapat
menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran, memberdayakan serta
meningkatkan tanggung jawab masyarakat dalam penataan ruang. Pada
proses penyusunan rencana tata ruang, transparansi diartikan sebagai
keterbukaan pihak penyusun (Pemerintah dan Konsultan) kepada
masyarakat, baik selama proses penyusunan dan juga kemudahan
pihak-pihak yang berminat untuk mengetahui dan memperoleh
informasi menganai proses dan produk perencanaannya.

Berdasarkan uraian konsep di atas, bagi kami Konsultan menjadi


sorotan penting sebagai penilaian dan tanggapan terhadap keseluruhan
materi Kerangka Acuan Kerja (KAK) Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfak yang belum menyinggung secara jelas
kedudukan tata ruang yang direncanakan, bagaimana bentuk
pemanfaatan dan pengendalian tata ruang di dalam kerangka
transparansi perlibatan masyarakat di dalam penyusunan rencana tata
ruang tersebut.

Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak dalam satu dasa


warsa terakhir telah mengalami pertumbuhan relatif cukup pesat,
sehingga mendorong terjadinya perubahan fungsi penggunaan lahan
yang sering kali tidak dapat terantisipasi dan tidak sejalan dengan pola
penggunaan ruang yang telah direncanakan di dalam RTRW Kabupaten
Pegunungan Arfak. Dalam lingkup internal, Kawasan Pusat Kabupaten
Pegunungan Arfak diperhadapkan pada berbagai permasalahan yang
secara langsung berpengaruh pada upaya perwujudan kawasan
perkotaan yang diharapkan, antara lain: urbanisasi, penyediaan
lapangan kerja, konflik pemanfaatan ruang (budidaya dan non
budidaya), pemenuhan fasilitas dan sanitasi lingkungan. Oleh karena
itu, pertumbuhan Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak
diarahkan dengan berpedoman pada rencana rinci yang integral dan
terpadu ini, sehingga Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak
akan tumbuh dan berkembang dengan pengawasan dan pengendalian
yang lebih manusiawi.

Oleh karena itu, kegiatan penyusunan rencana tata ruang dalam bentuk
RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak diharapkan
mampu memenuhi dinamika perkembangan kawasan, sehingga
memerlukan pengkajian serta penelahan yang mendalam yang
mengarah pada pembangunan yang berkelanjutan (suistainable
development) dan kelestarian lingkungan, berkeadilan dan transparansi
menuju terwujudnya tujuan yang diharapkan.

Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak didasari pada prinsip


menciptakan keserasian dan keseimbangan fungsi dan intensitas
penggunaan ruang di dalam bagian-bagian wilayah kabupaten dengan
pemanfaatan ruang secara optimal yang tercermin dalam penentuan
jenjang fungsi pelayanan kegiatan-kegiatan perkotaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan


Penataan Ruang, pada Pasal 59 menjelaskan bahwa setiap RTRW
kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota
yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun
RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis
kabupaten/kota. Kawasan strategis kabupaten/kota dapat disusun
RDTR apabila merupakan:

a. kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi


kawasan perkotaan; dan

b. memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang


ditetapkan dalam pedoman ini.

RDTR disusun apabila sesuai kebutuhan, RTRW kabupaten/kota perlu


dilengkapi dengan acuan lebih detil pengendalian pemanfaatan ruang
kabupaten/kota. Dalam hal RTRW kabupaten/kota memerlukan RDTR,
maka disusun RDTR yang muatan materinya lengkap, termasuk
peraturan zonasi, sebagai salah satu dasar dalam pengendalian
pemanfaatan ruang dan sekaligus menjadi dasar penyusunan RTBL bagi
zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang
penanganannya diprioritaskan. Dalam hal RTRW kabupaten/kota tidak
memerlukan RDTR, peraturan zonasi dapat disusun untuk kawasan
perkotaan baik yang sudah ada maupun yang direncanakan pada
wilayah kabupaten/kota.

RDTR merupakan rencana yang menetapkan blok pada kawasan


fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang
memperhatikan keterkaitan antarkegiatan dalam kawasan fungsional
agar tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan
kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut.

RDTR yang disusun lengkap dengan peraturan zonasi merupakan satu


kesatuan yang tidak terpisahkan untuk suatu BWP tertentu. Dalam hal
RDTR tidak disusun atau RDTR telah ditetapkan sebagai perda namun
belum ada peraturan zonasinya sebelum keluarnya pedoman ini, maka
peraturan zonasi dapat disusun terpisah dan berisikan zoning map dan
zoning text untuk seluruh kawasan perkotaan baik yang sudah ada
maupun yang direncanakan pada wilayah kabupaten/kota.

Dalam hal ini, Kabupaten Pegunungan Arfak telah menyusun RTRW,


yang akan ditindaklanjuti dalam bentuk RDTR Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfak, sebagai penjabaran RTRW. Evaluasi
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan
Arfak pada prinsipnya merupakan pedoman dan arahan pemanfaatan
dan pengendalian ruang khususnya terhadap kawasan fungsional kota.
Rumusan rencana detail tersebut akan bersifat operasional dalam
kerangka pelaksanaan kegiatan pembangunan dan program
pengalokasian pemanfaatan ruang sesuai tuntutan perkembangan serta
dinamika sosial ekonomi masyarakat.

Guna mendukung proses pembangunan Kawasan Perkotaan Kabupaten


Pegunungan Arfak, fungsi dan peran kawasan akan ditingkatkan, dalam
hal penyiapan suatu kawasan fungsional yang memiliki nilai ekonomi
baik yang berskala regional dan lokal, dalam kerangka memberikan
kemudahan jangkauan pelayanan dan aksesibilitas terhadap daerah
hinterlandnya termasuk pemasaran hasil-hasil produksi. Peningkatan
fungsi dan peran Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak
tersebut tidak terlepas dengan dukungan prasarana jalan untuk
memudahkan mobilisasi pergerakan masyarakat, sehingga memiliki
hubungan interkoneksitas dengan wilayah sekitarnya. Dengan demikian
dalam Evaluasi Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfak akan merupakan satu kesatuan sistem
perencanaan dalam kerangka mengembangkan Kawasan Pusat Kota
Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak dimasa yang akan
datang.

b. Dasar Hukum

Dasar hukum bagi kewenangan dan tugas pemerintah di dalam


perencanaan, pemanfaatan dan pengaturan serta pengendalian ruang
Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfakberdasarkan lingkup
skala, antara lain:

 Pasal 33 ayat (3) UUD 1945;


 Undang-undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang
 Undang undang No. 38 Tahun 2004,
tentang Jalan;
 Undang undang No. 5 Tahun 1990,
tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya;
 Undang undang No. 1 Tahun 2011,
tentang Permukiman dan Perumahan;
 Undang undang No. 12 Tahun 1992,
tentang Sistem Budidaya Tanaman;
 Undang undang No. 32 Tahun 2009,
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
 Revisi Undang undang. 22 Tahun
1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004, tentang Otonomi Daerah;
 Undang undang No. 25 Tahun 1999,
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;
 Undang undang No. 20 Tahun 1999,
tentang Pengendalian Pencemaran Air;
 Undang undang No. 26 Tahun 2007,
tentang Penataan Ruang;
 Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun
2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
2001, tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran
Air;
 Peraturan Pemerintah 10 Tahun
2000, tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang
Wilayah;
 Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun
1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan
Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang;
 Keppres No. 32 Tahun 1990, tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
 Keppres No. 57 Tahun 1989, tentang
Pengelolaan Kawasan Budidaya;
 Permen PU Nomor 20/PRT/M/2011
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 Permendagri No. 15 Tahun 1975,
tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan
Tanah;
 Permendagri No. 2 Tahun 1987
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota;
 Permendagri No. 8 Tahun 1998
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
 Permendagri No. 9 Tahun 1998
tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses
Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
 Kepmen Kehutanan No.301/KPTS-
II/1991, tentang Inventarisasi Satwa yang Dilindungi Undang-
Undang dan/atau Bagian - Bagiannya yang Dipelihara oleh
Perseorangan;
 Kepmen Lingkungan Hidup
No.12/MENLH/3/94, tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan;
 Kepmen Lingkungan Hidup No.
57/MENLH/12/1995, tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Terpadu/Multisektoral;
 Kepmen Lingkungan Hidup No. 17
Tahun 2001, tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup;
 Kepmendagri No. 147 tahun 2004
Tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
 Kepmendagri No. 650-658 tentang
Keterbukaan Rencana Kota Untuk Umum;
 Instruksi Mendagri No. 14 Tahun
1988, tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah
Perkotaan;
 Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP/M) Kabupaten Pegunungan Arfak;
 RTRW Kabupaten Pegunungan Arfak
2018-2038.

c. Maksud, Tujuan dan Sasaran

1) Maksud

Maksud dari Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan adalah


mewujudkan RDTR Kawasan Perkotaan yang ideal dan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan umum maupun teknis, seperti
kesesuaian pemanfaatan ruang hingga upaya pengendalian
ruang untuk mendukung terciptanya kawasan strategis
maupun kawasan fungsional secara aman, produktif dan
berkelanjutan

2) Tujuan

Adapun tujuan penyusunan RDTR, antara lain :

 Mengevaluasi kesesuaian
pemanfaatan ruang terhadap rencana detail tata ruang
 Mengevaluasi jenis penyimpangan
pemanfaatan ruang terhadap rencana detail tata ruang
 Sebagai penilaian sistematis pada
aspek pemanfaatan dan pengendalian ruang;

3) Sasaran

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan penyusunan


RDTR, antara lain :

 Teridentifikasinya nilai kekesuaian


pemanfaatan ruang
 Teridentifikasinya nilai dan jenis
penyimpangan lahan
 Menciptakan keselarasan, keserasian,
keseimbangan antar lingkungan permukiman dalam kawasan.
 Mewujudkan keterpaduan program
pembangunan antar kawasan maupun dalam kawasan.
 Terkendalinya pembangunan
kawasan strategis dan fungsi kota, baik yang dilakukan
pemerintah maupun masyarakat/swasta.
 Mendorong investasi masyarakat di
dalam kawasan.
 Terkoordinasinya pembangunan
kawasan antara pemerintah dan masyarakat/swasta.

d. Fungsi Dan Manfaat RDTR


1) Fungsi RDTR

RDTR memiliki fungsi sebagai berikut :

 kendali mutu pemanfaatan ruang


wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW;
 acuan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang
diatur dalam RTRW;
 acuan bagi kegiatan pengendalian
pemanfaatan ruang;
 acuan bagi penerbitan izin
pemanfaatan ruang; dan
 acuan dalam penyusunan RTBL.

2) Manfaat RDTR

RDTR dan peraturan zonasi bermanfaat sebagai:

 Penentu lokasi berbagai kegiatan


yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan permukiman
dengan karakteristik tertentu;
 Alat operasionalisasi dalam sistem
pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik
kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat;
 Ketentuan intensitas pemanfaatan
ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di
dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan
 Ketentuan bagi penetapan kawasan
yang diprioritaskan untuk disusun program pengembangan
kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat
BWP atau Sub BWP

e. Azas Perencanaan

Azas perencanaan dalam Penyusunan RDTR, antara lain :


 Azas Fungsi Utama.Pemanfaatan
ruang dilakukan berdasarkan fungsi utama perlindungan dan
budidaya.
 Azas Fungsi Kawasan dan Kegiatan.
Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi kawasan dan
kegiatan yang meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan,
dan kawasan tertentu.
 Azas Manfaat. Pemanfaatan ruang
dilakukan secara optimal dan harus tercermin di dalam
penentuan jenjang, fungsi pelayanan kegiatan dan sistim
jaringan prasarana wilayah.
 Azas kelestarian Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Hidup. Menciptakan hubungan yang serasi
antarmanusia dan lingkungan yang tercermin dari pola
intensitas pemanfaatan ruang atau pemberian fungsi tertentu
pada suatu kawasan.
 Azas Berkelanjutan. Penataan ruang
harus menjamin kelestarian, kemampuan daya dukung
sumberdaya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir dan
bathin antargenerasi.
 Azas Keterbukaan. Setiap
orang/pihak dapat memperoleh keterangan mengenai produk
perencanaan tata ruang dan proses yang ditempuh dalam
penataan ruang.
 Azas Keseimbangan dan Keserasian.
Keseimbangan dan keserasian struktur dan pola pemanfaatan
ruang bagi persebaran penduduk antarkawasan serta
antarsektor dan daerah dalam satu kesatuan wawasan
nusantara, serta keserasian fungsi dan intensitas pemanfaatan
ruang dalam wilayah kabupaten.

Kesesuaian pemanfaatan ruang dimaksudkan bahwa dalam proses


penataan ruang perlu diperhatikan aspek kesesuaian antara
kebutuhan kegiatan usaha di satu pihak dengan kemampuan
wilayah/kawasan di lain pihak, dengan demikian dapat dicapai
optimasi pemanfaatan ruang dan sekaligus menghindari konflik
pemanfatan ruang antarsektor sedini mungkin. Kesesuaian
tersebut menjadi kesesuaian ekologis dan kesesuaian sosio
ekonomis.

f. Kedudukan RDTR Dalam Sistem Penataan Ruang

Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun


2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW
kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah
kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah
yang akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan
atau kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan strategis
kabupaten/kota dapat disusun RDTR apabila merupakan:

 Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan


menjadi kawasan perkotaan; dan
 Memenuh kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang
ditetapkan dalam pedoman ini.

Kedudukan RDTR dalam sistem perencanaan tata ruang dan sistem


perencanaan pembangunan nasional dapat dilihat pada Gambar2.1.

Gambar 2.1.Kedudukan RDTR dalam sistem Penataan Ruang


RDTR disusun apabila sesuai kebutuhan, RTRW kabupaten/kota
perlu dilengkapi dengan acuan lebih detil pengendalian pemanfaatan
ruang kabupaten/kota. Dalam hal RTRW kabupaten/kota
memerlukan RDTR, maka disusun RDTR yang muatan materinya
lengkap, termasuk peraturan zonasi, sebagai salah satu dasar dalam
pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menjadi dasar
penyusunan RTBL bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan
sebagai zona yang penanganannya diprioritaskan. Dalam hal RTRW
kabupaten/kota tidak memerlukan RDTR, peraturan zonasi dapat
disusun untuk kawasan perkotaan baik yang sudah ada maupun yang
direncanakan pada wilayah kabupaten/kota.

RDTR merupakan rencana yang menetapkan blok pada kawasan


fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang
memperhatikan keterkaitan antarkegiatan dalam kawasan fungsional
agar tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan
kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut.

RDTR yang disusun lengkap dengan peraturan zonasi merupakan satu


kesatuan yang tidak terpisahkan untuk suatu BWP tertentu. Dalam
hal RDTR tidak disusun atau RDTR telah ditetapkan sebagai perda
namun belum ada peraturan zonasinya sebelum keluarnya pedoman
ini, maka peraturan zonasi dapat disusun terpisah dan berisikan
zoning map danzoning text untuk seluruh kawasan perkotaan baik
yang sudah ada maupun yang direncanakan pada wilayah
kabupaten/kota.

RDTR ditetapkan dengan perda kabupaten/kota.Dalam hal RDTR


telah ditetapkan sebagai perda terpisah dari peraturan zonasi sebelum
keluarnya pedoman ini, maka peraturan zonasi ditetapkan dengan
perda kabupaten/kota tersendiri.
Gambar 2.2.Hubungan Antara RTRW Kabupaten Kota, RDTR, RTBL serta Wilayah
Perencanaan

g. Pengertian RDTR

 RDTR Kawasan Pusat Kota adalah suatu rencana pemanfaatan


ruang wilayah kota yang disusun untuk menjaga keserasian
pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan dan
pengendalian program-program pembangunan jangka pendek dan
menengah.
 RDTR Kawasan Pusat Kota merupakan kebijaksanaan
pengembangan tata ruang kota dan merupakan penjabaran lebih
lanjut dari rencana pengembangan tata ruang wilayah Kota.
 RDTR Kawasan Pusat Kota mempunyai ruang lingkup sebagai
suatu rencana pengembangan kawasan perkotaan yang
mencerminkan strategi pembangunan pengembangan perkotaan
dalam kurun waktu 20 tahun dan dijabarkan dalam skala prioritas
5 tahunan.
 RDTR Kawasan Pusat Kota merupakan kebijaksanaan yang
menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi dan
dibudidayakan serta wilayah yang akan diprioritaskan
pengembangannya dalam jangka waktu perencanaan.

h. Waktu Dan Masa Berlaku Perencanaan

RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau
kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika:

 terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota yang mempengaruhi BWP


RDTR; atau
 terjadi dinamika internal kabupaten/kota yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang secara mendasar antara lain berkaitan dengan
bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi yang signifikan,
dan perubahan batas wilayah daerah.

i. Wilayah Perencanaan

Lingkup wilayah perencanaan di Kabupaten Pegunungan Arfak,


dengan perkiraan luas wilayah perencanaan 64,41 Km2 dengan
batasan secara fungsional kawasan. Deliniasi kawasan perencanaan
akan dilakukan analisa berdasarkan beberapa aspek, sehingga
batasan kawasan yang direkomendasikan menjadi ketetapan batasan
fungsional kawasan Kabupaten Pegunungan Arfak.Delinasi
perencanaan dapat bersandarkan kepada :

 Batasan fisik dapat berupa petunjuk alam seperti sungai, danau,


dan lain sebagainya; petunjuk binaan seperti jalan, gang antar
bangunan, dan lainnya
 Batasan administrasi (seperti batas RW/RK, Kelurahan/Desa,
Kecamatan).

Kawasan yang akan direncanakan mencakup seluruh wilayah


Kawasan Perkotaandansekitarnya yang terdiri dari wilayah
pengamatan adalah kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Pegunungan Arfak.
2. Pendekatan Sistem dalam Perencanaan

Pendekatan dan azas Pemantapan Penyusunan RDTR Kawasan


Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak yang dimaksud adalah sebagai
berikut:

a. Pendekatan Dasar

Dalam Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan


Arfak sesuai dengan tujuan, sasaran dan ruang lingkup yang telah
ditetapkan, akan menggunakan pendekatan dasar sebagai berikut:

1) Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Pendekatan ini dapat diterjemahkan menjadi modal distribusi dan


kesempatan kerja serta kemudahan untuk mendapatkan kebutuhan
pangan, sandang, papan, serta menikmati sarana dan fasilitas
pelayanan sosial dan ekonomi.

2) Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dibedakan dengan perkembangan


ekonomi.Pertumbuhan ekonomi terkait langsung dengan
peningkatan kuantitas indikator-indikator pertumbuhan ekonomi,
seperti PDRB, pendapatan perkapita dan sebagainya.Perkembangan
ekonomi berkait langsung dengan pergeseran struktur ekonomi dari
sektor tradisional (pertanian) ke sektor modern (industri,
perdagangan dan jasa).

3) Kelestarian Lingkungan

Agar perkembangan dapat berlangsung secara berkesinambungan,


maka kelestarian lingkungan merupakan salah satu syarat utama
yang harus dipenuhi.

b. Pendekatan Sistem Pakar (Expert System)


Dalam bidang tata ruang pendekatan Sistem Pakar merupakan
pendekatan secara sistematis yang terus berkembang, terutama
dalam penentuan fungsi kawasan berdasarkan potensi dan kendala
alami. Berikut ini diagram sistem pakar yang akan digunakan dalam
Pemantapan Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak. Analisis kesesuian dan daya dukung ruang
(darat, air dan udara) didekati dengan hirarki mulai kawasan lindung
menuju ke kawasan budidaya.

KERAWANAN TERHADAP BENCANA ALAM


RAWAN DAN TAK TERKONTROL RAWAN TETAPI TERKONTROL S/D AMAN

KETINGGIAN DPL
> AMBANG ≤ AMBANG

KEMIRINGAN LAHAN
> AMBANG ≤ AMBANG

POTENSI SEBAGAI KAW AIR BAGI EKOHIDROLIKA


BESAR KECIL

NILAI EKONOMI KANDUNGAN LAHAN


MANFAAT > KERUSAKAN LH KECIL

DAYA DUKUNG DAN KESESUAIN LAHAN PERUNTUKAN TERMINAL


BESAR KECIL

POTENSIIL MEMENUHI KEBUTUHAN RTH, REKREASI & OR LUAR


BESAR KECIL

POTENSIIL UTK KAW TERMINAL DAN PERDAGANGAN


BESAR KECIL

POTENSIIL UTK KAW LAINNYA


BESAR KECIL

POTENSIIL PUSAT PEM, FASOSUM


BESAR KECIL

KAW
TAMBANG KAW KAW HIJAU, KAW
KAW LINDUNG KAW & PERTA- REKREASI & OR COMER- KANTOR PEM, PERMU-
DARAT AIR PERKEBUN NIAN LUAR SIIL INDUSTRI FASOS & FASUM KIMAN
Gambar 2.3. Pendekatan Sistem Penyusunan RDTR

c. Pendekatan Pelaksanaan

Untuk memberikan hasil yang terbaik pada pekerjaan ini dilakukan


5 pendekatan, yaitu Pendekatan Pelibatan Pelaku Pembangunan,
Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu, Pendekatan Analisis Ambang
Batas, Kesesuaian Ekologi dan Sumber Daya Alam, dan Pendekatan
Participatory. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing
pendekatan tersebut.

1) Pendekatan Pelibatan Pelaku Pembangunan

Penyusunan rencana tata ruang tidak terlepas dari keterlibatan


masyarakat sebagai pemanfaat ruang (pelaksana rencana tata
ruang) dan sebagai pihak yang terkena dampak positif maupun
negatif dari pelaksanaan ruang itu sendiri. Oleh karena itu dalam
penyusunan rencana ini digunakan pendekatan partisipasi
masyarakat (stakeholder approach) untuk mengikutsertakan
masyarakat di dalam proses penyusunan rencana tata ruang
melalui forum diskusi pelaku pembangunan. Konsultan dalam
hal ini berusaha untuk melibatkan secara aktif pelaku
pembangunan yang ada dalam setiap tahapan perencanaan.
Pelibatan pelaku pembangunan dalam pekerjaan ini dapat
digambarkan dengan diagram seperti di bawah ini.

Pelaksanaan oleh
Pelaku Keterlibatan Dalam Perencanaan Pemerintah,
Swasta,
Masyarakat Forum Forum Masyarakat
Stakeholder Stakeholder Perangkat
s s Rencana Pengendalia
Analisis & Penyusunan Rencana
disepakati Pelaksanaan
Indikasi
Program si disepakati
Pemerintah Arahan Program
Pemerintah Pemerintah

Gambar 2.4.Hubungan Antar Pelaku dalam Sistem Penataan Ruang

Di dalam penyusunan rencana ini masyarakat tidak hanya dilihat


sebagai pelaku pembangunan (stakeholder) tetapi juga sebagai
pemilik dari pembangunan (shakeholder).Keterlibatan
masyarakat sebagai shakeholder dimaksudkan untuk
mengurangi ketergantungan wilayah terhadap investor dari luar
wilayah, tetapi yang diharapkan adalah kerjasama antara
investor dengan masyarakat sebagai pemilik lahan di wilayah
tersebut. Dengan posisi sebagai shareholder diharapkan
masyarakat akan benar-benar memiliki pembangunan di
wilayahnya, dapat bersaing dengan penduduk pendatang, dan
dengan demikian masyarakat lokal tidak tergusur dari
wilayahnya.

2) Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu

Merupakan pendekatan perencanaan yang menyeluruh dan


terpadu serta didasarkan pada potensi dan permasalahan yang
ada, baik dalam wilayah perencanaan maupun dalam konstelasi
regional.Pendekatan menyeluruh memberi arti bahwa peninjauan
permasalahan bukan hanya didasarkan pada kepentingan
kawasan dalam arti sempit, tetapi ditinjau dan dikaji pula
kepentingan yang lebih luas, baik antar wilayah dengan daerah
hinterlandnya yang terdekat maupun dengan yang lebih jauh
lagi.Secara terpadu mengartikan bahwa dalam menyelesaikan
permasalahan tidak hanya dipecahkan sektor per sektor saja
tetapi didasarkan kepada kerangka perencanaan terpadu antar
tiap-tiap sektor, di mana dalam perwujudannya dapat berbentuk
koordinasi dan sinkronisasi antar sektor.

3) Pendekatan Analisis Ambang Batas

Adalah pendekatan untuk menentukan kebijaksanaan rencana


tata ruang yang didasarkan ambang batas daya dukung
lingkungan.Pendekatan ini bertujuan untuk menghasilkan
kebijaksanaan pembangunan yang berwawasan
lingkungan.Penekanan terhadap pertimbangkan aspek
lingkungan dilakukan karena lingkungan merupakan aspek yang
sangat berkepentingan dalam upaya pembangunan
berkelanjutan.

4) Pendekatan Kesesuaian Ekologi dan Sumber Daya Alam

Pada pendekatan ini akan diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Potensi Angin; Potensi angin dalam perencanaan meliputi arah


dan kekuatan angin untuk mendapatkan udara yang sejuk
dan mengurangi kelembaban.
 Binatang/Habitat; engidentifikasikan adanya habitat liar yang
membahayakan pengembangan area permukiman.
 Daerah Banjir; Perencanaan dan pengolahan daerah-daerah
yang rendah pemanfaatan saluran-saluran alam secara
optimal diharapkan mampu mencegah kemungkinan bahaya
banjir. Saluran drainase direncanakan mengikuti arah
kemiringan kontur pada titik terendah dalam kawasan menuju
saluran drainase induk.
 Unit Visual dan Kapasitas Visual; Daerah yang berpotensi
memiliki arah view yang bagus antara lain adalah daerah hijau
hutan, daerah sepanjang aliran sungai, dan tepi pantai.
Pemanfaatan daerah-aerah yang berpotensi ini diperuntukkan
untuk pariwisata, permukiman menengah ke atas.
 Area dengan Visitas Tinggi; Kawasan yang memiliki visibilitas
tinggi adalah kawasan yang memungkinkan untuk terlihat dari
berbagai sudut (sebagai landmark kawasan) dapat difungsikan
untuk zona magnet pusat kota.
 Topografi; Dalam suatu perencanaan perlu diperhatikan
bagaimana kondisi topografi eksisting wilayah tersebut, juga
guna lahan dan karakter wilayahnya.

Selain hal-hal tersebut di atas juga perlu diperhatikan


kesesuaian/kelayakan kawasan itu sendiri. Untuk itu yang perlu
dipertimbangkan adalah:

 Keserasaian Penggunaan Energi; Upaya identifikasi kesesuaian


fungsi kawasan/wilayah dengan potensi alam yang dapat
menghasilkan energi yang baik berupa angin, aliran air dan
laut.
 Kesesuaian untuk Preservasi; Identifikasi yang disesuaikan
dengan konsep dasar perencanaan wilayah dan kondisi
wilayah kawasan yang memiliki potensi untuk di preservasi
baik yang buatan maupun alam. Buatan dapat berupa
kawasan bersejarah, monumen, atau peninggalan kuno.
Kawasan preservasi alam dapat dipreservasi karena perlu
dilindungi seperti daerah aliran sungai, hutan, tepian pantai,
danau, terumbu karang, laut, atau daerah yang dianggap
berbahaya seperti daerah mudah longsor, patahan geologis,
daerah gunung berapi dan sebagainya.
 Kesesuaian untuk Rekreasi; Pemanfaatan lahan kawasan yang
sesuai untuk dikembangkan sebagai area rekreasi yang
mendukung pelayanan fasilitas umum untuk penghuni sekitar
maupun sebagai daya tarik wilayah seperti danau/telaga,
pantai/laut, daerah sepanjang sungai, hutan, taman kota dan
bukit.
 Kesesuaian untuk Hunian; Perencanaan ruang sebagai daerah
hunian, dengan mempertimbangkan beberapa aspek
perencanaan antara lain dari segi aksesibilitas, kondisi
topografi, kestrategisan lokasi, kondisi kontur tanah,
kebisingan dan potensi alam dan buatan.

5) Pendekatan Participatory
Pendekatan participatori digunakan untuk memperoleh urutan
prioritas pengembangan dan masukan-masukan dari berbagai
stakeholders untuk melengkapi peta potensi yang sudah
dihasilkan. Selain melalui penyebaran kuesioner dan wawancara,
pendekatanparticipatory ini juga dilakukan dengan melaui
pembahasan-pembahasan/seminar-seminar untuk mengkaji
lebih lanjut hasil analisis yang dibuat.Pertimbangan
menggunakan participatory approach adalah, bahwa saat ini
pemaksaan kehendak dan perencanaan dari atas sudah tidak
relevan lagi.Di era reformasi ini perlu melibatkan berbagai pihak
dalam setiap kegiatan pembangunan.Manfaat penggunaan
pendekatan tersebut adalah untuk meminimalkan konflik
berbagai kepentingan yang berarti juga mendapatkan hasil akhir
yang menguntungkan untuk semua pihak. Keuntungan lainnya
yang akan diperoleh adalah jaminan kelancaran implementasi
hasil kajian ini di kemudian hari.

Sepenuhnyadisadari bahwa penggunaan participatory


approachakan menimbulkan berbagai persoalan dalam
prosesnya, terutama masalah keterbatasan waktu. Masalah ini
akan dicoba diminimalkan melalui persiapan materi dan
pelaksanaan seminar yang matang, sehingga kesepakatan dapat
dengan segera dicapai tanpa mengurangi kebebasan stakeholders
untuk mengeluarkan pendapatnya.

Di antara persoalan-persoalan yang akan muncul, pemilihan


stakeholders yang akan dilibatkan juga bukan merupakan hal
yang mudah. Ada dua pilihan solusi untuk masalah ini. Yang
pertama adalah menyebarkan undangan secara terbuka melalui
media massa dan yang lainnya, dan membebaskan setiap yang
berminat untuk berurun rembug. Persoalannya kemudian adalah
kesulitan mengontrol jalannya pembahasan. Kesulitan tersebut
terutama disebabkan oleh kemungkinan terlalu banyaknya pihak
yang akan datang, tetapi belum tentu berkepentingan secara
langsung. Dengan sendirinya akan sulit memperoleh suatu
kesepakatan. Sedang yang kedua adalah melalui undangan
terbatas.Kesulitan solusi kedua ini adalah dalam penentuan
daftar undangan.Ada kemungkinan terjadi kesalahan
mengundang. Pihak-pihak yang diundang belum tentu mewakili
stakeholders secara keseluruhan. Dengan berbagai masalah dan
kendala tersebut, solusi pelaksanaan participatory approach yang
mana yang akan dipilih akan ditetapkan dalam proses
pelaksanaan studi optimalisasi, antara Konsultan dengan Tim
Teknis/Tim Pengarah Pekerjaan PerencanaanRDTR Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak.

3. Pendekatan Paradigma Baru Perencanaan Tata Ruang

a. Metode Penataan Ruang Dengan Memperhatikan Pergeseran


Paradigma Baru Dalam Pembangunan

Kebijakan dan praktek yang terjadi dalam penataan ruang kota, zoning
dan pembangunan kota selama ini belum dapat memecahkan fenomena
di atas secara efisien, dan tampaknya diperlukan upaya yang cukup
besar untuk dapat memperoleh penyelesaian permasalahan
pembangunan kota yang sesungguhnya. Pertumbuhan ekonomi di
kawasan Asia akan sangat tergantung pada pengaturan kawasan
perkotaan yang efisien dan produktif untuk mengatur proses urbanisasi,
yang memiliki isyu utama penyediaan kesempatan kerja, pengadaan
rumah dan mengembangkan prasarana (Van Huyck, 2007). Jelas dalam
hal ini terlihat bahwa perencanaan pemanfaatan ruang kota harus
berjalan seiring dengan manajemen lahan, untuk mencapai efisiensi
pemanfaatan ruang kota atau kawasan.

Pemerintah harus memiliki kepekaan dalam menangkap kebutuhan riil


masyarakat dan menciptakan mekanisme yang memungkinkan
peningkatan pemanfaatan yang efisien akan sumberdaya lahan yang
terbatas bagi generasi ini maupun genarasi mendatang. Mekanisme ini
mencakup perencanaan yang mempertimbangkan dinamika perkotaan,
kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat, teknologi murah, tepat guna,
standar yang tepat dan sesuai dengan kemampuan masyarakat dan
sebagainya.Secara bertahap makin disadari perlunya untuk
mendesentralisasikan pemerintah pusat ke daerah. Pemerintah Daerah
memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang permasalahan setempat,
serta dapat mewakili berbagai etnis, agama dan kelompok politik di
daerah dalam proses perencanaan pembangunan kota. Salah satu fungsi
utama yang dapat dijalankan oleh pemerintah daerah adalah fungsi
manajemen lahan perkotaan.

Dari pengalaman-pengalaman di berbagai negara ini satu hal yang dapat


dipelajari adalah mahalnya pengorbanan yang harus dibayar apabila
kesalahan yang telah dialami dan dapat dipelajari harus terulang karena
kurang aktifnya kita menyesuaikan mekanisme pembangunan dengan
memasukkan paradigma baru.Pengorbanan yang dimaksudkan
misalnya terlihat dari adanya penggusuran, fasilitas pasar atau terminal
baru yang tak terpakai, ruko yang tak berhasil terjual, mahalnya
pengadaan infrastruktur akibat pemanfaatan kawasan yang menyebar
tidak kompak, adanya spekulasi tanah, dan sebagainya.

Paradigma baru dalam urban management memasukkan unsur good


governance, yang di dalamnya mengandung kemitraan, partisipasi
masyarakat, transparansi, akuntabilitas, desentralisasi, pengurangan
peran pemerintah pusat di daerah, dan keberlanjutan.Dengan bahasa
yang lugas dan singkat World Bank mengartikan bahwa tata
kepemerintahan (governance) adalah sikap dimana kekuasaan
digunakan untuk mengelola sumber-sumber ekonomi dan sosial dalam
rangka melakukan pembangunan untuk kesejahteraan
rakyatnya.Perubahan misi pembangunan oleh pemerintah menjadi
kemitraan pemerintah-swasta dan masyarakat dalam mewujudkan
pembangunan yang dinginkan bersama, yang dibahas dan disepakati
dalam Forum Perkotaan. Partisipasi masyarakat menjadi unsur penting
dalam pemberdayaan masyarakat.

Dengan diberlakukannya UU No. 32/2004 (Revisi UU.Nop.22/1999), kita


meninggalkan paradigma pembangunan sebagai misi utama
pemerintahan. Demi mengembalikan harga diri rakyat dan demi
membangun kembali citra pemerintah sebagai pelayan yang adil, maka
melalui kebijakan otonomi daerah tahun 2004 itu kita kembali
menggunakan paradigma pelayanan dan pemberdayaan sebagai misi
utama pemerintahan. Ini tidak berarti bahwa pemerintah sudah tidak
lagi memiliki komitmen pembangunan, namun justru mendudukkan
tugas pembangunan itu di atas landasan nilai pelayanan dan
pemberdayaan.Perubahan paradigma ini bisa dianggap sebagai suatu
gerakan kembali ke karakter pemerintahan yang hakiki.

Kemitraan pemerintah -
swasta - masyarakat FORUM PERKOTAAN

Pemerdayaan Masyarakat PERAN MEDIASI


Good Governance
Partis ipasi Masyarakat

transparansi  UU No. 22/1999 UU No. 26 Tahun


 UU2007
No. 25/1999
 UU No. 32/2004
akuntabilitas  PP No. 25/2000
 UU No. 33/2004
 SE Mendagri No. 650/989/N/
 UU No. 25/2004
desentralis asi  Bangda/ J uni 2000 te nta ng No. 25/2000
PP
 PDPP SE Mendagri
keberlanjutan

pengurangan peran Perlu peningkatan dalam Pemda :


pemerintah pusat dalam  efis iensi
pembangunan perkotaan  kompetensi

 Perencanaan Tata Ruang


 Manajemen Lahan
Urban Manajemen  Manajemen Jasa Pelayanan
 Manajemen Keuangan Identifik asi lokasi kawasan
 Rencana Investasi perencanaan yang
 Pengendalian Pembangunan realis asinya memerlukan
 Perlindungan Lingkungan manajemen lahan

Urban Dynamics Komponen2 Dinamis Kota

Gambar 2.5.Perencanaan Tata Ruang Kawasan Dengan Mempertimbangkan


Paradigma Baru Pembangunan

Perubahan tata pemerintahan yang lebih melibatkan unsur utama, yaitu


“pemerintahan”, “dunia usaha” dan “civil society” tidak mungkin
terlaksana tanpa proses fasilitasi. Kelompok mediasi diperlukan untuk
menjembatani kemungkinan adanya kesenjangan antarpelaku
pembangunan di suatu kota. Yang memiliki potensi untuk berperan
dalam kelompok mediasi ini antara lain adalah perguruan tinggi, LSM,
media masa, atau konsultan pelaksana pemberian bantuan teknis dalam
pekerjaan-pekerjaan perencanaan, penataan ruang, urban manajemen
atau manajemen lahan.
Dalam kaitan dengan keterlaksanaan rencana tata ruang kota, Surat
Edaran Mendagri tentang Pedoman Umum Penyusunan Program Dasar
Pembangunan Partisipatif (PDPP) mendudukkan rencana pemanfaatan
ruang kota sebagai awal dari proses penyusunan Rencana Kebijakan
Pembangunan Strategis Perkotaan. Seperti dapat dilihat pada Gambar
2.6, selanjutnya rencana tata ruang atau rencana pemanfaatan ruang
kota akan menjadi masukan dalam menyusun Rencana Strategis
Pembangunan Perkotaan, dan selanjutnya akan disusun identifikasi
proyek dan kegiatan stretegis bersama seluruh komponen pelaku
pembangunan kota. Tahapan realisasi rencana selanjutnya adalah
penyusunan rencana dan kebijakan keuangan dan institusional, yang
didukung oleh perumusan capacity building dalam keuangan dan
institusional.Berbagai program kemudian disusun untuk memastikan
realisasi proyek dan kegiatan seperti program investasi, program
pembiayaan dan program pengembangan institusi.

Pendekatan Program Dasar Pembangunan Perkotaan (PDPP)


SK Mendagri No. 650/989/IV/Bangda tgl 5 Juni 2000

Rencana & Kebijaksanaan


Pemba. Strategis Perkotaan*

Dokumen PIPP
1. Program Investasi pemb.
Identifikasi Proyek dan
perkotaan jangka menengah
Kegiatan Strategis ITERASI
ROLL OVER
TAHUNAN
Sub. Program

PENDEKATAN PROGRAM

 Mengatasi Masalah/isyu Dokumentasi P3RT


utama pemb. perkotaan Rencana & Kebijak. (Program Pengelolaan IMPLEMENTASI
 Unt. mencapai sasaran keuangan dan institusional Pembiayaan dan Rencana
peningkatan kinerja Tindak)
pemb. daerah yang
ditetapkan dalam
Propeda Perumusan
 Mewujudkan Rencana Dokumentasi PPIRT
Capacity Building : (Program Pengembangan
Tata Ruang Kota  Keuangan Institusional dan REncana
 Institusional Tindakan)

*)
Rencana Strategis Pembangunan Perkotaan adalah :

 Rencana yang didasarkan atas kebijakan umum untuk


pembangunan yang berkelanjutan, mempromosikan manajemen
sumber daya yang efektif dan efisien, memantapkan keterkaitan
perkotaan - perdesaan dan lingkungan, menciptakan sinergi antar
sektor-sektor pembangunan, mengembangkan kemitraan antara
Pemda dgn pelaku swasta dan masyrakat, berpandangan ke
depan, bersifat wirausaha
 Pembangunan perkotaan mencakup pembangunan urban sektor
yang tidak dibatasi oleh kawasan perkotaan dalam arti fisik atau
batasan administrasi wilayah

Gambar 2.6.Metodologi Untuk Meningkatkan Keterlaksanaan


Rencana Tata Ruang Kota
Tingginya kegagalan realisasi rencana tata ruang kota selama ini juga
diakibatkan oleh belum teintegrasinya perencanaan tata ruang
dengan manajemen lahan kota. Pada Gambar 2.7. dapat dilihat
Metodologi Pemantapan Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfakoyang mengkaitkan antara proses
penyusunan rencana dengan manajemen lahan untuk mendukung
keterlaksanaan rencana.

Arahan Kebijaksanaan
Pengembangan Penduduk
Evaluasi Kinerja Kota
- Laju pertumbuhan penduduk
5 tahun terakhir
Arahan Distribusi Penduduk - Laju pertumbuhan perekonomian
Evaluasi Rencana Tata Ruang kota
- Kesesuaian Land Use dengan - Pergeseran :
Rencana * pola migrasi
- Kecenderungan arah Revisi * lokasi kerja
perkembangan fisik kota Rencana Pemanfaatan Ruang * aksesibilitas
- Revisi Rencana Kota/Kawasan Perencanaan * pemanfaatan SDA

REVI SI
 Rencana Struktur Kota  Rencana sistem transportasi
 Rencana Pengaturan Land  Rencana sistem prasarana
Coverage sarana
 Arahan ketinggian bangunan  Rencana sistem jaringan
 Rencana penanganan utilitas
lingkungan kota  Rencana pengembangan
Pemanfaatan Air Baku
 Rencana Sektor dan
Kawasan Strategis

identifikasi lokasi
RDTR
Manajemen lahan untuk mendukung keterlaksanaan rencana PDPP Kecamatan
 Pengelolaan tanah terlantar  Pembangunan rumah sewa  KASIBA/LISIBA Tapa
 Penyerobotan tanah  Pembangunan rumah susun  Peremajaan Kawasan Kabupaten
pemerintah  Pembangunan infrastruktur
 Nasionalisasi tanah  Bank Tanah
 Land Readjustment

Gambar 2.7.Metode Pemantapan Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten


Pegunungan Arfak

b. Gagasan Awal Penyusunan Rencana

Dari berbagai kajian awal yang dilakukan konsultan dalam


menyusun Usulan Teknis ini ada beberapa hal yang perlu
dikedepankan dalam proses penyusunan rencana :

 Bahwa rencana tata ruang menyangkut kepentingan publik, oleh


karenanya proses penyusunan rencana tata ruang harus
melibatkan masyarakat secara aktif. Pelibatan masyarakat ini
selain untuk menggali aspirasi secara langsung dari masyarakat,
juga bermakna untuk mendudukkan masyarakat sebagai pelaku
dalam proses pembangunan. Mengingat keterbatasan waktu dan
sumber daya, hendaknya pelibatan masyarakat ini dilakukan
melalui mekanisme yang efektif dan berhasil guna.
 Demi terciptanya efisiensi dan dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat skala kota, RDTRKawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfaktersebut hendaknya menempati areal dengan
luasan yang mampu menampung berbagai aktivitas pelayanan
publik.
 Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak
merupakan kebutuhan yang mendesak, dengan demikian
lokasinya diarahkan di sekitar kawasan yang relatif telah
berkembang sehingga biaya yang diperlukan relatif tidak terlalu
besar dibandingkan dengan pengembangan kawasan yang area
sekitarnya belum berkembang kegiatan perkotaan.
 Lokasi RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak
tersebut mempunyai aksesibilitas yang cukup baik dan mudah
dijangkau dari seluruh wilayah Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak.
 Pengembangan RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan
Arfak diarahkan terintegrasi dengan kawasan sekitarnya dengan
konsep pembangunan yang ramah lingkungan sekaligus mampu
menjadi landmark skala wilayah kota.

c. Kerangka Berfikir

Kerangka pikir perencanaan ini pada dasarnya merupakan landasan


berpikir tim perencana sebagai upaya untuk memahami konteks
persoalan secara holistis sistematis untuk mencapai target RDTR
Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak seperti yang
diarahkan KAK. Pemantapan Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfak, perlu terobosan (short cut)
perencanaan tanpa harus menunggu selesainya penetapan RTRW
Kabupaten Pegunungan Arfak, menjadi peraturan daerah akan tetapi
melakukan sinergitas terhadap konsep penataan ruang wilayah
Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak. Secara
diagramatis kerangka pikir ini dapat dilihat pada gambar dengan
deskripsi sbb:

 Pemahaman sistem pemerintahan Daerah Kabupaten


Pegunungan Arfaktermasuk struktur organisasi Sekretariat
Kabupaten Pegunungan Arfak dan struktur organisasi SKPD di
lingkungan Kabupaten Pegunungan Arfakuntuk dijadikan
landasan perhitungan kebutuhan dan organisasi ruang dalam
blok atau kawasan fungsional (budidaya dan lindung) di Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak.
 Fenomena kegiatan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten
Pegunungan Arfakdengan pihak mitra eksternal (misalnya para
investor sumberdaya alam di Kabupaten Pegunungan Arfak)
fenomena siatem komunikasi, informasi dan transportasi global,
regional maupun nasional, yang semuanya dijadikan landasan
perhitungan kebutuhan kawasan serta kerjasama mitra dalam
perencanaan infrastruktur pendukung sistem informasi,
komunikasi dan trasportasi.
 Pemahaman RTRWN, Sistem Transportasi Nasional, Wilayah dan
Lokal, RTR Pulau Sulawesi, RTRW Provinsi Sulut dan RTRW
Kabupaten Pegunungan Arfak, Rencana Induk Pariwisata, serta
master plan infrastruktur yang menjadi bahan acuan makro
dalam Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak.
 Studi literatur terutama teori dan praktek-praktek cemerlang
(best pracitices) tentang water front city, garden city, sustainable
city, dan rancangan kawasan pusat pemerintahan seperti Putra
Jaya di Malaysia dan Canbera di Australia menjadi bahan
referensi dalam Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak.
 Pemahaman potensi maupun keterbatasan sumber daya alam
maupun sumber daya buatan, terutama sarana dan prasarana
wilayah di Kabupaten Pegunungan Arfak dijadikan dasar
penyusunan konsep RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak.
 Setelah konsep RTRW Kabupaten Pegunungan Arfak tersusun
maka secara simultan dilakukan Evaluasi RDTR Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak dengan memperhatikan
standar, norma, pedoman dan kriteria penataan ruang seperti
yang diarahkan pada KAK.
PENENTUAN
KAWASAN
PERENCANAAN

studi literatur ANALISA data sekunder


IDENTIFIKASI
data primer MASALAH aspirasi masyarakat

kependudukan
ANALISA lahan perkotaan
sarana PERKIRAAN
sarana & prasarana
sosial-ekonomi KEBUTUHAN
ekonomi perkotaan

Partisipasi Masyarakat Tujuan


Pengembangan

PERUMUSAN
RENCANA Pedoman
DETAIL Pengendalian
Rencana
Blok
rencana distribusi
kawasan budidaya penduduk
kawasan lindung perkotaan

arahan kepadatan Rencana rencana struktur


bangunan Struktur & pelayanan
Pola
Pedoman
arahan ketinggian Pelaksanaan rencana sistem
bangunan rencana penanganan jaringan utilitas
sarana & prasarana rencana sistem
arahan perpetakan jaringan pergerakan
rencana
bangunan arahan garis penanganan blok
sempadan

Gambar 2.8 Tahapan Pemantapan Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan


Kabupaten Pegunungan Arfak

4. Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

Metode pelaksanaan yang diajukan oleh Konsultan adalah berdasarkan


kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, sebagaimana yang tercantum
dalam KAK. Lingkup kegiatan yang dilakukan tersebut secara garis
besar terdiri dari 5 (lima) tahapan. Tahap-tahap tersebut adalah :
 Persiapan;
 Survey dan Pengumpulan Data;
 Kompilasi Data, Analisis dan Interpretasi;
 Penyusunan Rancangan Rencana;
 Penyusunan Rencana.

Untuk lebih jelasnya tahapan kegiatan tersebut, akan diaikan mengenai


metodologi pelaksanaan dapat dilihat pada bagan alir. Bagian berikut ini
akan diuraikan mengenai masing-masing kegiatan yang akan dilakukan.

a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, beberapa hal yang akan dilakukan konsultan
sebagai berikut :
 Pemahaman substansi RDTR yang
akan di implementasikan dan dilaksanakan sesuai kerangka acuan
yang telah ditetapkan.
 Persiapan literatur dan referensi
sebagai bahan melaksanakan pekerjaan
 Persiapan peta dasar yang menjadi
acuan kegiatan perencanaan.
 Pembuatan model-model untuk
pengumpulan data di lapangan.
 Persiapan personil
 Persiapan bahan dan peralatan
 Penyusunan program survey.
 Persiapan mobilisasi

b. Tahap Survey dan Pengumpulan Data


1) Metode Pengumpulan Data
Metode yang akan dipergunakan untuk mendapatkan data-data
yang diperlukan dalam kegiatan Evaluasi RDTR Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfaksebagai berikut :
 Observasi lapangan, yaitu teknik
yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan
melalui pengamatan langsung terhadap lokasi kawasan
perkotaan yang telah ditetapkan.
 Interview, yaitu teknik yang
dipergunakan untuk memperoleh informasi dari informan secara
mendalam guna melengkapi data hasil kuesioner berisi; opini
masyarakat, dan aspirasi pemerintah setempat untuk
mendukung upaya Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfak.
 Kunjungan instansi, yaitu
metode yang dilakukan dalam mengumpulkan data-data
sekunder melalui pencatatan data intansional, ataupun
wawancara dengan pejabat yang berwenang
2) Jenis Data
Jenis data yang dibutuhkan meliputi data kualitatif dan data
kuanitatif. Data kualitatif merupakan data yang berbentuk
deskripsi ataupun uraian-uraian yang menjelaskan tentang
lokasi/kawasan perencanaan, data ini dapat berupa kondisi
tutupan lahan (pola guna lahan), kondisi sosial dan budaya
masyarakat, jenis fasilitas yang ada, dan lain sebagainya.
Sedangkan data kuantitatif merupakan data yang bebentuk angka-
angka (numerik), yang dapat tersaji dalam bentuk angka, tabulasi,
dan diagram. Data kuantitatif yang dibutuhkan dapat berupa luas
wilayah, kependudukan, jumlah sarana dan prasarana, panjang,
jarak, waktu, dan lain sebagainya.
3) Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, data dapat bentuk data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari
survey/observasi lapangan, pengukuran, wawancara, pengambilan
sampel dan penyebaran questioner. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari hasil kunjungan instansi, ataupun data-data yang
telah dikumpulkan sebelumnya oleh instansi atau lembaga yang
berwenang.
4) Pelaksanaan Survey
a. Pengumpulan data sekunder
Survey ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi
yang telah terdokumentasikan dalam buku, laporan dan statistik
yang umumnya terdapat di instansi terkait. Di samping
pengumpulan data, pada kegiatan ini dilakukan pula wawancara
atau diskusi dengan pihak instansi mengenai permasalahan-
permasalahan tiap bidang/aspek yang menjadi kewenangannya
serta menyerap infromasi mengenai kebijakan dan program yang
sedang dan akan dilakukan.
b. Pengumpulan data primer
Survey ini dilakukan untuk mendapatkan data terbaru/ terkini
langsung dari lapangan atau obyek kajian. Pengumpulan data
primer ini sendiri akan dilakukan melalui 2 metode, yaitu
metode observasi langsung ke lapangan, metode penyebaran
kuesioner atau wawancara. Penetuan penggunaan kedua metode
ini dilakukan berdasarkan jenis data yang dibutuhkan. Namun
demikian ketiganya diharapkan dapat saling menunjang
pengumpulan informasi dan fakta yang diinginkan. Survai
primer yang akan dilakukan dalam Evaluasi RDTR Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfakterdiri dari beberapa
tipe survai, yaitu :
 Survai tata guna lahan dan bangunan
Survai yang dilakukan adalah pengecekan di lapangan
mengenai guna lahan eksisting serta bangunan penting yang
ada di wilayah perencanaan. Data-data yang diperoleh dari
survai ini digunakan untuk menganalisis struktur ruang
eksisting dan kemudian menetapkan struktur tata ruang dan
penggunaan lahan pada tahun yang direncanakan.
 Survai infrastruktur
Survai ini dilakukan untuk memperoleh data infrastruktur
dengan cara pengamatan lapangan guna menangkap/
menginter-pretasikan data-data sekunder lebih baik. Di
samping itu survey ini dilakukan untuk memperoleh
masukan dari para stakeholders terkait mengenai
permasalahan dan kondisi infrastruktur kota yang
bersangkutan. Masukan tersebut dapat diperoleh melalui
wawancara maupun penyebaran kuesioner.
 Survai Transportasi
Survey ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi
mengenai transportasi kota. Bentuk survey yang dilakukan
adalah:
- Pengamatan lapangan untuk mengamati kondisi dan
permasalahan jaringan dan sistem transportasi sehingga
dapat menginterpretasikan data-data sekunder lebih baik
- Traffic counting, untuk memperoleh data volume lalu lintas
harian rata-rata (LHR) pada jalan-jalan utama dan
persimpangan penting.
 Survai Pelaku ekonomi
Data dan infromasi yang ingin didapat dari kegiatan survai ini
adalah data pelaku, lokasi, kecenderungan dan potensi pasar,
rencana, permasalahan dan keinginan para pelaku tersebut.
Pengumpulan data pelaku ekonomi dilakukan dengan cara
Pengamatan lapangan untuk mengamati pola penyebaran dan
jenis intensitas kegiatan ekonomi tersebut serta
wawancara/kuesioner terhadap pelaku aktivitas
 Survai Sosial Kependudukan
Pengumpulan data mengenai sosial kependudukan dilakukan
dengan survai primer dan sekunder, dengan materi yang
dikumpulkan adalah data penduduk dan distribusinya,
struktur penduduk, serta sosial kemasyarakatan. Untuk
pengumpulan data yang bersumber langsung dari masyarakat
akan digunakan wawancara semi-terstruktur. Data yang akan
dikumpulkan meliputi jenis data:
- Data fakta, yaitu data faktual berupa data demografis dan
data status lainnya yang melekat pada masyarakat, baik
secara individual maupun kolektif;
- Data sikap, yaitu data mengenai sikap preferensi
masyarakat terhadap kondisi dan aspek pelayanan
perkotaan, suasana lingkungan, kebijaksanaan yang
berlaku dan program-program pembangunan yang akan
dilaksanakan, dengan berbagai nilai, seperti suka atau
tidak suka, serta puas atau tidak puas;
- Data pendapat, yaitu data mengenai pendapat masyarakat
terhadap persoalan yang ada pada sistem lingkungan
perkotaan. Pernyataan dari masyarakat mengungkapkan
ide serta gagasan masyarakat.
- Data perilaku, yaitu data mengenai perilaku dan tindakan
yang dilakukan masyarakat secara individu terhadap
suatu hal.
Dalam teknik wawancara akan menggunakan cara :
- Teknik wawancara langsung pada tempat alamat
responden
- Teknik wawancara pada tempat kegiatan masyarakat
seperti kampus, jalan, tempat-tempat umum
- Teknik seminar dengan mengundang responden yang
kompeten
Masing-masing teknik di atas akan dipergunakan sesuai
dengan karakteristik responden, efektivitas dan relevansinya
dengan variabel pertanyaan.

Tabel Identifikasi Kebutuhan Data Dalam Perencanaan RDTR


Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak

Jenis Survai Skala data


Primer
Data yang Penga Wawan-
No Klasifikasi Data Sekun-
dibutuhkan matan cara / Kab Kec
der
Lapa- kuesio-
ngan ner
1 Fisik Dsar, Topografi  
Sumber daya Geologi  
alam dan Jenis tanah  
Lingkungan Kemiringan lahan  
Hidrogeologi  
Hidrologi  
2 Kependudukan Jumlah penduduk   
(trend Sebaran penduduk   
perkembangan Komposisi penduduk   
& proyeksi Mata pencaharian   
penduduk)
Pendapatan   
Jenis Survai Skala data
Primer
Data yang Penga Wawan-
No Klasifikasi Data Sekun-
dibutuhkan matan cara / Kab Kec
der
Lapa- kuesio-
ngan ner
Pertumbuhan   
penduduk
Kepadatan   
Pola pergerakan    
3 Sosial budaya Kondisi sosial dan 
budaya
Pola Partisipasi  
4 Kemampuan Kecenderungan   
tumbuh & perkembangan kota
berkembang Kebijaksanaan terkait   
dalam skala Fungsi dan peran kota   
regional Sektor unggulan  
wilayah sekitar
Sistem regional  
5 Struktur dan Guna lahan / land     
pola use
pemanfaatan Kecenderungan    
ruang perkembangan guna
lahan
6 Kegiatan Jenis aktivitas    
perekonomian perekonomian
kabupaten Lokasi kegiatan     
ekonomi
Sektor unggulan    
Sektor prioritas    
PDRB  
Kecenderungan pola   
aktivitas
Kondisi pasar   
Skala pelayanan    
ekonomi yang ada
7 Transportasi Data Jaringan jalan   
Titik konflik     
Jumlah & sebaran    
Terminal
Data angkutan umum   
Data Kereta Api/  
Stasiun (jika Ada)
Volume kendaraan   
Permasalahan    
transportasi
8 Fasilitas Umum Fasilitas peribadatan    
& sosial Fasilitas pendidikan    
Fasilitas kesehatan    
Fasilitas    
perekonomian
Fasilitas OR & taman    
Sarana pos &    
telekomunikasi
9 Utilitas Data Air bersih    
Jenis Survai Skala data
Primer
Data yang Penga Wawan-
No Klasifikasi Data Sekun-
dibutuhkan matan cara / Kab Kec
der
Lapa- kuesio-
ngan ner
Data Air Limbah    
Data Persampahan    
Data Drainase    
Data jaringan listrik    
Data jaringan telepon    
10 Pertanahan Status tanah    
Kepemilikan tanah    
Data ijin lokasi   
11 Kelembaagan Stakeholder terkait   
Pola kelembagaan   
Permasalahan   
12 Hukum dan Peraturan terkait 
peraturan
Pembangunan
13 Mekanisme Sistem perijinan  
administrasi
management
pembangunan
14 Pembiayaan Pola pembiayaan  
pembangunan Sumber pembiayaan  
15 Kebijaksanaan Rencana tata ruang 
terkait kota yang telah ada
Kebijaksanaan 
regional terkait
16 Data Pembiayaan pemb. & 
kepustakaan anggaran pemb.
Standar kebutuhan 
ruang
Pola kemitraan & 
kerjasama
pembangunan
Pola manajemen 
pertanahan
Paket-paket insentif 
dan disinsentif

c. Tahap Kompilasi
Semua data dan informasi yang telah diperoleh dari hasil kegiatan
pengumpulan data dan survai kemudian di kompilasi. Pada dasarnya
kegiatan kompilasi data ini dilakukan dengan cara mentabulasi dan
mengsistematisasi data-data tersebut dengan menggunakan cara
komputerisasi. Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan
informasi yang telah diperoleh sehingga mudah untuk dianalisis.
Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan informasi yang
telah diperoleh sehingga akan mempermudah pelaksanaan tahapan
selanjutnya yaitu tahap analisis. Penyusunan data itu sendiri akan
dibagi atas dua bagian. Bagian pertama adalah data dan informasi
mengenai kondisi regional (kondisi makro) dan bagian kedua adalah
data dan informasi mengenai kondisi lokal Kawasan Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfaktersebut (kondisi mikro).

Metode pengolahan dan kompilasi data yang dipergunakan adalah


sebagai berikut :
 Mengelompokan data dan informasi menurut kategori aspek kajian
seperti : data fisik dan penggunaan lahan, data transportasi, data
kependudukan dll
 Menyortir data-data setiap aspek tersebut agar menjadi sederhana
dan tidak duplikasi
 Mendetailkan desain pengolahan dan kompilasi data dari desain
studi awal sehingga tercipta form-form isian berupa tabel-tabel,
konsep isian, peta tematik dll
 Mengisi dan memindahkan data yang telah tersortir ke dalam tabel-
tabel isian dan peta isian tematik
 Melakukan pengolahan data berupa penjumlahan, pengalian,
pembagian, prosentase dsb baik bagi data primer maupun
sekunder
 Setelah seluruh tabel dan peta terisi, maka langkah selanjutnya
adalah membuat uraian deskriptif penjelasannya ke dalam suatu
laporan yang sistematis peraspek kajian. Termasuk dalam laporan
tersebut adalah uraian kebijaksanaan dan program setiap aspek.
Penyusunan kompilasi data, didasarkan pada tingkat kebutuhan
informasi, kebutuhan analisa, dan kebutuhan perencanaan.
Sistematika kompilasi disusun berdasarkan cakupan wilayah
pengamatan, yang diuraikan dalam bentuk data makro dan data
mikro.
1) Data Makro Wilayah, mencakup:
 Kebijaksanaan pembangunan yang
diduga berpengaruh terhadap pengembangan kawasan yang telah
ditetapkan dalam rangka Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfak terutama penetapan fungsi yang
akan diemban berdasarkan zonasi kawasan yang telah
dikembangkan (dokumen tata ruang/RTRW), RPJP, dan RPJM.
 Potensi dan permasalahan
pembangunan kawasan secara umum.
 Penentuan rona awal kawasan
meliputi: rona sosial, rona ekonomi dan kegiatan/pola usaha,
rona fisik dan lingkungan, struktur ruang dan alokasi
pemanfaatan ruang, rona kelembagaan dan keuangan daerah.
 Kondisi demografi, antara lain :
- Jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, lapangan kerja,
tingkat pendapatan, dan sebagainya.
- Perkembangan penduduk, dalam hal jumlah, penyebaran dan
komposisi.
- Adat istiadat, kebiasaan masyarakat dan sebagainya.
 Aspek perekonomian dan keuangan,
antara lain :
- Pola usaha masyarakat dan kegiatan ekonomi kota.
- Perkembangan tiap sektor kegiatan ekonomi dan hubungannya
dengan tenaga kerja.
- Jenis-jenis kegiatan ekonomi kawasan yang telah berkembang.
- Penyerapan investasi
- Penganggaran dan biaya pembangunan
 Aspek sumberdaya lahan kawasan,
antara lain:
- Keadaan dan struktur tanah, air, dan udara.
- Keadaan dan kondisi pengelolaan tanah, air dan udara.
- Status kepemilikan lahan
 Aspek fasilitas pelayanan dan
prasarana, antara lain :
- Jenis fasilitas yang ada, prasarana dan penyebarannya, baik
fasilitas dan sarana untuk menunjang kegiatan sosial maupun
ekonomi.
- Kemudahan hubungan antar kawasan/wilayah (aksesibilitas).
 Data aspek lalulintas dan transportasi
- Jumlah dan jenis moda transportasi
- Jumlah dan jenis kendaraan
- Lalulintas harian
- Kecepatan kendaraan
- Kapasitas jalan (lebar, kualitas, fungsi)
- Volume kendaraan
- Sumber-sumber bangkitan
2) Data Mikro Kawasan, mencakup data :
 Karakteristik penduduk, sosial
budaya, antara lain :
- Jumlah dan penyebaran penduduk.
- Komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis
kelamin
- Tingkat pendidikan, agama, lapangan kerja, pendapatan dan
lain sebagainya.
- Perkembangan penduduk dalam hal jumlah penyebaran dan
komposisi.
- Adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan sebagainya.
 Aspek fisik dasar, antara lain :
- Keadaan topografi dan kemiringan lereng
- Keadaan geologi dan struktur tanah
- Keadaan hidrologi
- Tata guna tanah untuk berbagai penggunaan
 Aspek fasilitas pelayanan dan
prasarana
- Jenis-jenis fasilitas, jumlah dan penyebarannya
- Jenis-jenis prasarana dan sarana perhubungan dan prasarana
lingkungan seperti jalan, listrik, drainase, air minum, baik
kualitas, maupun kuantitasnya.
d. Tahap Analisis
Tahap analisa merupakan tahapan pengolahan data
 Menganalisis kecenderungan pemanfaatan ruang saat ini;
 Menganalisis dan mengidentifikasi secara sistematis
penyimpangan-penyimpangan pemanfaatan ruang
 Menganalisa secara mendetail berbagai aspek terkait kebutuhan
penataan ruang secara teknis antara lain :
- Kemiringan lahan dan kebutuhan akan cut and fill.
- Arahan aliran dan drainase secara umum serta upaya
pembuatan resapan air.
- Kemampuan daya dukung tanah.
- Arah angin dan upaya pemecahan angin.
- Arah penyinaran matahari dan penentuan arah terhadap
lapangan pusat pemerintahan dan bangunan.
- Analisis susut pandang yang baik dalam skala makro dan mikro.
 Menganalisa faktor-faktor pendukung/penentu antara lain :
aksesibilitas, sarana dan prasarana transportasi, potensi wilayah,
status lahan;
 Menganalisa sosial budaya terutama hak ulayat atau kejelasan
status kepemilikan lahan dengan melaksanakan pendekatan dan
diskusi kepada kepala suku atau masyarakat lainnya, ataupun
aparat pemerintah yang dikaji dalam hal ulayat adalah batas-batas
wilayah kawasan pusat pemerintahan.
 Menganalisa kebutuhan akan sirkulasi baik untuk kendaraan,
pejalan kaki, maupun olahraga ringan.
 Menganalisa kebutuhan berbagai fasilitas penunjang kawasan
pusat pemerintahan.

e. Tahap Perumusan Rencana


Dari hasil analisis yang telah dilakukan kemudian Konsultan sebagai
pelaksana pekerjaan akan menyusun suatu Rancangan Rencana
selanjutnya dilakukan diskusi dan pembahasan secara bersama
dengan tim teknis dan/atau Tim BKPRD Kabupaten Pegunungan
Arfak. Hasil pembahasan dilakukan perbaikan, yang kemudian hasil
kesepakatan rencana dilakukan pembahasan dalam sebuah
pertemuan/seminar (konsultasi publik) dengan instansi/lembaga
terkait (stakeholders). Melalui pertemuan ini diharapkan akan
memperoleh masukan untuk perbaikan serta menampung dan
memperhatikan aspirasi masyarakat.

Substansi materi Laporan Akhir RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten


Pegunungan Arfak, meliputi;
 Rencana kebijakan pembangunan Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak;
 Rencana pengembangan kependudukan
 Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan;
 Rencana sistem jaringan utilitas;
 Rencana sistem transportasi;
 Rencana kepadatan bangunan;
 Rencana ketinggian bangunan;
 Rencana pemanfaatan air baku;
 Rencana penanganan lingkungan;
 Rencana pengendalian struktur ruang;
 Rencana indikasi program, struktur organisasi dan manajemen;
 Rencana sumber-sumber pembiayaan dan pengalokasian dana
pembangunan;

Hal-hal penting yang harus dilakukan dalam proses Evaluasi RDTR


Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak, adalah:
 RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak dan
penetapan kawasannya harus dengan persetujuan BKPRD
Kabupaten Pegunungan Arfak;
 Peta topografi kawasan adalah merupakan hasil pengukuran
lapangan dengan skala 1 : 5.000;
 Pengembangan kawasan secara keseluruhan harus menunjukan
integritas dengan pengembangan kawasan perkotaan secara
keseluruhan;

5. Metode dan Teknik Analisa


Dalam kegiatan Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak ini dibutuhkan beberapa metoda analisis yang
pemakaiannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi data dan
informasi yang akan diperoleh. Walaupun demikian pada usulan teknis
ini disajikan beberapa gagasan mengenai teknik proyeksi, model dan
formula analisis yang umum dan banyak dipergunakan dalam suatu
kegiatan analisis perencanaan yang kemungkinan dapat dijadikan
sebagai salah satu teknik analisis. Pada dasarnya suatu model harus
mempunyai ciri dan karakeristik sbb:
 Suatu model harus berdasar hubungan beberapa dan antar variabel;
 Dirumuskan kedalam formula dan persamaan matematis;
 Mudah dikalkulasikan dan dihitung;
 Memiliki tingkat ketelitian dan rinci dalam perhitungan;
 Memperhitungkan dimensi waktu

a. Beberapa Teknik Proyeksi


Keadaan masa sekarang yang terjadi adalah sebagai akibat dari
perkembangan dan kecenderungan yang terjadi pada masa lalu,
dengan demikian perlu diketahui bagaimana kemungkinan-
kemungkinan terjadinya kecenderungan-kecenderungan keadaan di
masa yang akan datang berdasarkan pengalaman-pengalaman di
masa lalu. Hasil-hasil yang terjadi pada masa lalu itulah yang
dijadikan input utama pendekatan dalam memproyeksikan
perkembangan di masa mendatang seperti pendekatan ekstrapolatif,
normatif dan pendekatan campuran.
Teknik proyeksi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara dengan
mendasarkan pada data-data yang ada (statistik maupun penelitian),
metode proyeksi yang lazim dipergunakan adalah: i). Metode Garis
Trend; ii). Metode Garis Regresi iii).Metode Ekonometris sedangkan
teknik proyeksi terhadap hal-hal yang bersifat kwalitatif dilakukan
dengan menggunakan: i). Metode Induksi; ii).Metode Generalisasi dan
iii). Metode Deduksi.

1) Model Prediktif
Metode proyeksi penduduk dilakukan dengan menggunakan
formula kondisi keadaan sekarang dengan kondisi yang akan
terjadi pada masa yang akan datang dengan mengolah, mengkaji
dan menganalisis faktor-faktor yang dominan pada waktu keadaan
tertentu.
2) Model untuk Memperkirakan Kebutuhan Ruang
Model standar yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan
kebutuhan ruang, diantaranya :
3) Model-model Standar Indonesia :
Pedoman Standar Lingk. Permukiman Kota (DPMB, Dep. PU)
Peraturan Geometrik Jalan Raya dan Jembatan (Depart. PU)
Pedoman Standar Pemb. Perumahan Sederhana (DPMB, DPU).
4) Model-model standar Referensi Asing :
Site Planning Standar, Joseph de Chiara
Urban Design Criteria, Joseph de Chiara

b. Analisis Sistem jaringan transportasi


Bangkitan Lalu Lintas
Model ini digunakan untuk mengetahui besarnya bangkitan
pergerakan yang diakibatkan oleh suatu aktivitas

Q(t,m,p) = Aoj =  (Aij.Xij)


i=1
Dimana:

Q = besaran lalu lintas yang dibangkitkan p = perjalanan


t = waktu X = variabel penentu
m = macam kendaraan A = koefisien regresi

Dalam pengukuran bangkitan lalu lintas terdapat beberapa variabel


penentu, yaitu: maksud perjalanan, pendapatan penduduk, pemilikan
kendaraan, guna lahan di tempat asal, jarak ke lokasi, lama
perjalanan, moda yang digunakan dan guna lahan di tempat tujuan.
Moda Split
Model ini dipergunakan untuk memperoleh persentase pemakaian
moda dalam aktivitas pergerakan. Pemilihan moda ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor berikut :
 Karakteristik perjalanan (maksud perjalanan)
 Karakteristik dari alternatif moda (ongkos, waktu, kenyamanan,
kecepatan)
 Karakteristik pribadi (akses terhadap kendaraan, usia, pendapatan
dan pekerjaan)
Bentuk model ini adalah sebagai berikut:
C = A +  Bs(Xs-Xs) + Ct.Yta
Dimana :
Xs = Karakteristik moda 1
Xs = Karakteristik moda 2
Yta = Karakt.penduduk yang melakukan perjalanan dalam
kelompok a
A,Bs,Ct = koefesien regresi

VCR (Volume Capacity Ratio)


VCR diperlukan untuk menilai tingkat kapasitas ruas jalan yang
dinayatakan dengan kendaraan dalam saatuan penumpang per
jam.Kapasitas ruas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang
dapat bergerak dalam periode waktu tertentu.Jika arus lalu lintas
mendekati nilai 1 atau mendekati kapasitas, berarti kemacetan mulai
terjadi.Model yang digunakan untuk menilai tingkat VCR adalah:
1 – (1 – a) Q / C
TQ = T 0
1–Q/A
dimana:
TQ = waktu tempuh pada saat arus = Q T0 = waktu tempuh saat arus = 0
Q = arus lalu lintas C = kapasitas
a = indeks tingkat pelayanan

Model Pergerakan Penduduk


Untuk mendapatkan gambaran mengenai pola dan intensitas
pergerakan. Metoda analisis yang digunakan adalah model analisis
grafitasi, yaitu sebagai berikut:
Di D j
Gi-j = K
dijx

Dimana:
Gi-j = Besaran pergeseran relatif
K = Konstanta grafitasi
Di = Dimensi aktivitas Zone I
Dj = Dimensi aktivitas zone j
dij = jarak antara i – j
x = Konstanta jarak

c. Model dan Analisis Intensitas Penggunaan Lahan


Model ini digunakan untuk menilai tingkat intensitas penggunaan
lahan dari setiap kegiatan permukiman pada seluruh wilayah
perencanaan. Model yang digunakan adalah sebagai berikut:
1,903 + Log KLB
IPL =
0,381
dimana:
IPL = Intensitas Penggunaan Lahan
KLB = Koefisien Lantai Bangunan

d. Metode Teknis Perencanaan Sarana dan Prasarana


1) Jaringan Jalan
Prasana transportasi dalam berbagai bentuk merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari perkembangan dan kegiatan ekonomi
wilayah.Oleh karena itu perkembangan berbagai kegiatan perlu
ditunjang oleh prasarana transportasi yang memadai. Sesuai
dengan rencana pengembangan kawasan maka hal-hal yang harus
diperhatikan dalam perencanaan jaringan jalan adalah :
 kondisi jalan yang harus sesuai dengan beban lalu -
lintas diatasnya
 Pola pergerakan lalu - lintas dalam kawasan dapat
melayani secara efisien untuk berbagai jenis kegiatan
 Tersedianya areal parkir yang memadai pada tempat –
tempat keramaian
 Moda angkutan yang sesuai dengan tingkat pelayanan
kota. Dengan terpenuhinya moda angkutan yang melalyani lalu -
lintas kota, maka akan meningkatkan aktivitas perdagangan dan
jasa di Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak.

2) Drainase
Peningkatan dan pembuatan saluran – saluran drainase buatan
(Artificial Drainage) dibangun dengan arah aliran menuju ke
saluran alami (Natural Drainage). Kebutuhan drainase suatu
kawasan tergantung dari beberapa faktor, antara lain Kebutuhan
drainase suatu kawasan tergantung dari beberapa faktor, antara
lain Daerah Tangkapan Air Hujan (Catchment Area), besarnya air
bisa terserap ke dalam tanah (kapasitas infiltrasi tanah) dan
besarnya air yang menguap (evaporasi). Kapasitas infiltrasi kecuali
tergantung oleh jenis tanah, tergantung pula oleh tata guna lahan
yang ada.Makin luas kawasan terbangun makin kecil kapasitas
infiltrasi tanah. Air yang tidak terserap dan tidak menguap akan
terjadi aliran permukaan (Run-Off) yang sewaktu-waktu bisa
menjadi genangan. Kelancaran air hujan pada tahap-tahap awal
ditentukan oleh saluran-saluran tersier, oleh karena itu
perencanaan drainase direncanakan dengan sistem dan pola yang
baik serta perawatan saluran harus rutin dilakukan.

Penilaian kondisi eksisting, mencakup inventarisasi sistem drainase


yang telah ada, kondisi topografi, pengumpulan data hidrologi,
peta, kependudukan, pelayanan-pelayanan yang ada (untuk
drainase mikro maupun makro), keadaan fisik alami untuk
pemilihan teknologi (tipe tanah dan topografi), kasilitas-fasilitas
lain, data banjir, data pasang surut, genangan dan banjir yang
terjadi.

3) Air Bersih
Standar kebutuhan air bersih merupakan acuan dalam
memperkirakan tingkat kebutuhan air bersih masing-masing
daerah pelayanan. Standart yang digunakan dalam parameter
perencanaan mengikuti satuan daerah pelayanan.

Besaran yang digunakan sebagai acuan pada perencanaan ini


ditentukan melalui kajian literatur maupun hasil penelitian di
Indonesia yang menggunakan satuan lt / org / hari.Untuk itu perlu
dilakukan transformasi satuan lt/org/hari menjadi satuan
m3/Ha/hari maupun satuan m3/ unit/hari, sehingga dengan
satuan ini tiap Ha kawasan maupun unit kegiatan teralokasi dapat
dihitung kebutuhan airnya.Transformasi satuan l/orang/hari
menjadi satuan m3/Ha/hari dilaksanakan dengan melalui kajian
terhadap kemampuan daya dukung kawasan atau unit-unit yang
dialokasikan dalam menampung jumlah orang yang terlibat dalam
aktifitas. Dengan diketahuinya jumlah orang yang terlibat dalam
tiap Ha maka satuan kebutuhan dalam lt/org/hr dpt
ditransformasikan melalui perkalian satuan ini dengan satuan daya
dukung sehingga satuan menjadi m3/ha/hr atau m3/unt/hr.
 Sistem Penyediaan Air Bersih
Penilaian cakupan pelayanan (CP) dan kebutuhan
pengembangan sistem
(jumlah SR x jiwa/rumah) + (jumlah HU x jiwa/HU)
CP = x 100%
Jumlah penduduk

Perhitungan kebutuhan air didasarkan kepada :


- Jumlah penduduk dan proyeksi di daerah bersangkutan;
- Jenis kawasan dan luasnya;
- Rencana cakupan pelayanan dan jenis sambungan
berdasarkan minat dan kemampuan penduduk daerah
pelayanan;
- Kebutuhan per orang per hari;
- Jumlah jiwa/rumah;
- Target cakupan yang akan dipenuhi;
- Kebutuhan khusus kawasan potensial.
 Debit Rata-rata
Debit rata-rata merupakan besarnya debit yang digunakan
dalam pemakaian air ditambah dengan faktor kehilangan air
sebesar 20 % dari total pemakaian air.

Q rata-rata = 1,2 X Total kebutuhan air

 Debit Maksimum
Debit maksimum merupakan debit harian maksimum, debit
maksimum dipengaruhi oleh fluktuasi pemakaian air bersih
setiap aktifitas setiap hari dan kebiasaan menggunakan re-
servoir di tiap-tiap aktivitas. Besarnya dihitung berdasarkan
debit rata-rata dikalikan dengan faktor maksimum pemakaian
untuk setiap aktivitas. Nilai faktor maksimum besarnya (1,1 -
1,5), faktor maksimum ini akan bergerak menurun mendekati
angka 1,1 apabila disetiap aktivitas menyediakan resevoir
individu.
 Debit Puncak
Debit puncak merupakan debit terbesar selama pemakaian air
dalam 24 jam. Debit puncak dipengaruhi oleh fluktuasi
pemakaian air/aktifitas/jam. Besarnya debit puncak adalah
besarnya debit rata-rata dikalikan dengan faktor puncak.

a.
b. Qpuncak = Faktor puncak X Q rata-rata

 Sistem Distribusi Air Bersih


Sistem distribusi, merupakan sistem yang diterapkan dalam
upaya pendistribusian air dari instalasi pengolahan air menuju
ke daerah pelayanan.Komponen-komponen sistem distribusi air
bersih adalah, pipa transmisi, reservoir distribusi dan jaringan
distribusi.
 Pipa Transmisi
Pipa transmisi digunakan untuk mengalirkan air dari instalasi
air bersih menuju reservoir distribusi. Penentuan dimensi pipa
transmisi ditentukan atas dasar debit maksimum
 Reservoir Distribusi
Reservoir distribusi merupakan reservoir yang digunakan untuk
menampung air dari pipa transmisi, untuk didistribusikan ke
daerah pelayanan. Penentuan kapasitas reservoir ditentukan 25
% dari debit maksimum harian.
Standar Kebutuhan Air Bersih

No Uraian Kebutuhan Satuan


1 Perumahan 23,70 m3 / ha / hari
2 Pariwisata 4,00 m3 / ha / hari
3 Jasa perdag. & perkantoran 33,22 m3 / ha / hari
4 Kawasan pertanian 10,00 m3 / ha / hari
5 Fasilitas umum & sosial 9,34 m3 / ha / hari

 Pipa Induk dan Pipa Sekunder Distribusi


Pipa induk distribusi merupakan pipa utama dari reservoir
distribusi yang mengalirkan air menuju pipa-pipa cabang
sekunder untuk didistribusikan ke daerah pelayanan.
Penentuan dimensi pipa induk dan pipa sekunder distribusi
didasarkan atas debit puncak.

4) Persampahan
Kriteria dasar perencanaan untuk perhitungan generasi
(peningkatan) sampah adalah sebagai berikut :
 Kota Metro/Besar = 3,25 lt/orang
 Kota Sedang = 2,75 - 3,25 lt/orang
 Kota Kecil = 2,5 - 2,75 lt/orang
 Desa = 2,5 lt/orang
Kriteria Desain untuk menghitung proyeksi prasarana dan sarana
persampahan adalah sebagai berikut :
 Bin 70 liter untuk jalan umum
 Gerobak 1 m3 200 KK / unit
 Transfer Depo type II 2.000 KK / unit
 TPS 150 KK / unit
 Dump Truk Volume 6 – 8 m3 1.600 – 2.000 KK / unit

Cara Penilaian Cakupan Pelayanan, sebagai berikut;

Volume sampah terangkut (m3)


CP = x 100%
Volume timbulan sampah (m3)

Laju Timbunan
No Zona Satuan
Sampah
1 Permukiman 0,0792 m3/ha/hari
2 Fasilitas sosial 0,2184 m3/ha/hari
3 Perdagangan / komersial 3,7600 m3/ha/hari
4 Open space / ruang terbuka 0,1312 m3/ha/hari
5 Perkantoran 1,5200 m3/ha/hari
6 Pergudangan 1,0625 m3/ha/hari
7 Industri / perbengkelan 0,1000 m3/ha/hari

5) Sanitasi
Sistem pengelolaan limbah di lakukan dengan sistem on site dan off
site sanitation.Konsep penanganan air limbah (shallow sewer,
modullar, komunal, individual) dengan IPAL dan IPLT.Dalam studi
tersebut belum memberikan justifikasi sistem yang paling
optimum. Adapun kelebihan dan kekurangan masing-masing
sistem adalah sebagai berikut :
 Sistem Pembuangan Air Limbah Setempat (On Site)
Keuntungan :
 Biaya awal rendah
 Tidak memerlukan teknologi tinggi
 Sistem pemeliharaannya rendah
 Masing-masing rumah tangga dapat
mengerjakannya
 Lumpur limbahnya (yang lebih labil) dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk
Kerugian :
 Biasanya yang dioleh hanya air limbah yang
berasal dari toilet, sedangkan air limbah lain (mandi cuci)
dialirkan ke saluran air hujan
 Diperlukan lahan yang luas untuk bidang
peresapannya, bilamana air buangan mandi dan cuci
dialirkan ke sistem pembuangan limbah ini
 Hanya dapat diterapkan untuk daerah yang
daya serap dan muka air tanahnya tidak tinggi
 Dapat menimbulkan pencemaran bagi sumber
air yang tidak memenuhi standart jarak minimum dari bidang
resapannya
Pada sistem pembuangan limbah terpusat sangat cocok diterapkan
pada daerah dengan kepadatan penduduk lebih dari 600 jiwa/ha.
Dengan demikian untuk daerah dengan kepadatan tinggi
seharusnya tidak lagi menggunakan sistem pembuangan air limbah
setempat ( on site ).
Sistem pembuangan air limbah terpusat terdiri dari jaringan pipa
bawah tanah (sewerage), instalasi pengolahan air limbah (sewerage
treatment plant) dan bangunan-bangunan penunjang. Di dalam
sistem pembuangan air limah terpusat ini terdiri dari 2 golongan :
 Sistem terpusat, suatu sistem dimana air
limbah disalurkan terpisah dari saluran air hujan
 Sistem Kolektif, air buangan dari rumah
penduduk, bangunan komersial dan dialirkan melalui saluran
tertutup yang disebut saluran tersier. Kemudian air limbah dari
beberapa saluran tersier dikumpulkan ke saluran sekunder dan
kemudian dialirkan ke saluran primer (saluran induk) untuk
kemudian ke instansi pengolahan air limbah (Sewerage
Treatment Plant)
Cara lain untuk menampung dan membawa air limbah dengan
vakum (gerobak, mobil/trailer penyedot tinja). Selanjutnya dibawa
ke IPLT atau tempat khusus yang diperuntukkan keperluan
tersebut.Operasionalnya dapat dikelola oleh pemerintah atau
pemerintah bekerjasama dengan swasta.

Sedangkan kriteria dasar untuk perencanaan kebutuhan sarana


dan prasarana sektor air limbah adalah sebagai berikut:
 Jamban Pribadi melayani 6 jiwa / KK
 Jamban Bersama/keluarga melayani 5 KK
atau 30 jiwa
 Sistem Komunal melayani 10 KK – 15 KK
Dalam melakukan penilaian cakupan Pelayanan (CP), dilakukan
dengan cara;

Jumlah Prasarana (i) Jumlah Pemakai /Prasarana


CP = x 100%
Jumlah Penduduk

6) Telepon
Untuk mendukung program pengembangan kawasan, maka perlu
ditingkatkan sistem telekomunikasi di daerah tersebut.Dengan
adanya pengembangan sistem SST (Satuan Sambungan Telepon)
menjadi STO (Sentral Telepon Otomat) dapat menambah kapasitas
pelayanan telekomunikasi oleh Telkom. Untuk menghitung
perkiraan kebutuhan fasilitas telepon, diasumsi :
 1 sambungan telepon dengan penduduk
pendukung 10 jiwa
 1 sambungan pelayanan umum dengan
penduduk pendukung 100 jiwa
Pengembangan jaringan telepon disesuaikan dengan arah
perkembangan kota dan rencana pemanfaatan lahan kota yang
telah ditetapkan.

7) Listrik
Untuk memenuhi kekurangan daya listrik perlu adanya
peningkatan layanan PLN dengan menambah jaringan. Dengan
terpenuhinya pelayanan listrik untuk tiap – tiap rumah, maka
aktivitas masyarakat akan berjalan dengan lebih optimal. Agar
pemenuhan kebutuhan listrik dapat terlayani, perlu adanya
penambahan jumlah trafo dan tiang listrik baik disekitar jalan
maupun di tiap – tiap rumah.Disamping itu pula untuk memelihara
penerangan terhadap fasilitas – fasilitas umum, perlu ditingkatkan
kesadaran masyarakat sekitarnya untuk tidak merusak lampu –
lampu penerangan. Kriteria dalam menentukan besarnya
kebutuhan listrik untuk masing – masing kegiatan meliputi :
Domestik :
 Perumahan besar = 1.300 watt
 Perumahan sedang = 900 watt
 Perumahan kecil = 450 watt
Non Domestik :
 Perdagangan / perkantoran = 25 %
domestik
 Kegiatan sosial / pelayanan umum = 25
% domestik
 Penerangan jalan = 10 % domestik
 Kehilangan energi / transmisi = 10 %
total energi

e. Analisis Distribusi dan Asosiasi


Analisis/pengukuran distribusi dan asosiasi digunakan untuk
memberikan gambaran tentang bagaimana suatu aktivitas atau
karakteristik ekonomi tersebar dalam wilayah yang ditinjau dan
apakah aktivitas tersebut cenderung menyebar atau makin
terkonsentrasi pada suatu sub wilayah. Pengukuran dapat dilakukan
berdasarkan empat cara, yaitu:
1) Index Konsentrasi
Analisis ini berfungsi untuk mengukur apakah suatu aktivitas atau
karakteristik terdistribusi merata pada seluruh wilayah ataukah
terkonsentrasi pada satu atau beberapa sub wilayah. Index
Konsentrasi dihitung dengan menggunakan rumus:
n
∑ (Xi - Yi)
i=1
C =
2
dimana:
Xi = Persentase luas sub wilayah i
Yi = Persentase jumlah aktivitas atau karakteristik yang terdapat pada sub
wilayah i
n = Jumlah sub wilyah

2) Distribution Quotient
Metode ini digunakan untuk mengukur derajat konsentrasi suatu
aktivitas ekonomi pada suatu sub wilayah. Distribution Quotient
(DQ) dihitung dengan membagi persentase jumlah aktivitas
ekonomi dengan persentase luas sub wilayah:
Y
DQ =
X
Makin tinggi nilai DQ makin relatif terkonsentrasi aktivitas atau
karakteristik sosial ekonomi pada suatu sub wilayah.
3) Dekonsentrasi
Pengukuran ini bertujuan untuk melihat apakah suatu
aktivitas/karakteristik cenderung terkonsentrasi pada suatu sub
wilayah atau tersebar ke seluruh wilayah dalam kurun waktu
tertentu. Pengukuran dilakukan dengan mengurangkan nilai index
konsentrasi pada suatu waktu (C2) dengan index konsentrasi pada
waktu sebelumnya (C1).
D = C2 – C1
4) Asosiasi
Metoda ini digunakan untuk melihat keterkaitan antara dua
aktivitas atau karakteristik sosial ekonomi pada suatu wilayah.
Pengukuran asosiasi antara dua aktivitas dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
n
∑ (Xi - Y I)
i=1
L = 100 -
Uj - mj - r j
Dimana:
Xi = Persentase jumlah aktivitas pertama pada sub wilayah i
Yi = Persentase jumlah aktivitas kedua pada subwilayah i
n = Jumlah sub wilayah

f. Analisis Dampak Lingkungan


Analisis dampak lingkungan dalam Evaluasi RDTR Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfakpada dasarnya akan
mengunakan metode prakiraan dampak (metode matriks) dengan
menggunakan parameter pembobotan. Faktor penyebab kerusakan
lingkungan yang di identifikasi terkait dengan faktor fisik lingkungan
dan faktor sosial ekonomi masyarakat. Kerusakan lahan pada suatu
kawasan perkotaan untuk kepentingan rehabilitasi menggunakan
persamaan sebagai berikut:
Kl = (pl, kt, kkp, kta, tp)
dimana:
Kl : kerusakan lahan
Pl : tipe penutupan lahan
Kt : kerapatan tajuk
Kkp : kandungan dan kedalaman parit
Kta: ketahanan tanah terhadap abrasi
Tp : tofografi

g. Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG)


Khusus untuk penggambaran peta digitasi dengan menggunakan
program komputer yaitu map info, program arc view versi 3.1/3.2
dengan memanfaatkan Peta Citra Lansat/Iconos dari LAPAN dengan
skala 1 : 5.000 – 1 : 10.000.

6. Metode dan Teknik Pemetaan


Pemetaan kawasan pada dasarnya adalah merupakan kegiatan
identifikasi perubahan fungsi lahan yang dapat diamati pada peta dalam
kurun waktu tertentu.Untuk mengetahui seberapa besar perubahan yang
terjadi pada suatu kawasan, dibutuhkan peta tutupan lahan dalam
kurun waktu tertentu (data berseri), misalnya peta tutupan lahan tahun
2010, tahun 2012, dan tahun 2014.Atau jika memungkinkan data
tutupan lahan setiap tahunnya.
Pemetaan tutupan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan citra
satelit.Jenis citra satelit yang umum digunakan adalah citra satelit
Landsat-7 ETM atau citra satelit beresolusi tinggi misalnya Ikonos atau
Quickbird atau foto udara.Pemetaan tutupan lahan tersebut didasarkan
pada interpretasi dengan menggunakan software pengolah data raster.
Jika citra satelit yang digunakan berupa citra landsat-7 ETM.Interpretasi
dilakukan dengan menggunakan software ErMapper untuk menganalisa
tutupan. Hasil dari analisis citra satelit tersebut kemudian di convert
kedalam bentuk vector.
Untuk lebih mendayagunakan citra satelit sehingga bisa digunakan oleh
banyak kalangan terutama untuk kepentingan tutupan lahan, maka citra
satelit tersebut harus diinterpretasi (ditafsirkan) menjadi informasi. Salah
satu proses interpretasi yang paling sering dilakukan adalah interpretasi
untuk pemetaan penutup lahan dan vegetasi. Dalam teori penginderaan
jauh, terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk proses
interpretasi citra satelit yaitu interpretasi otomatis atau yang juga
disebut dengan klasifikasi multispektral dan interpretasi visual (manual).
Interpretasi otomatis hanya bisa dilakukan pada citra satelit format
digital dengan bantuan sistem komputer.Interpretasi otomatis ini semata-
mata hanya mengandalkan nilai kecerahan untuk membedakan obyek-
obyek yang terekam pada citra. Garis besar proses interpretasi otomatis
ini adalah, interpreter harus memilih sekelompok nilai kecerahan yang
homogen sebagai daerah contoh (sampel area) dan dianggap mewakili
obyek tertentu. Diambil beberapa sampel untuk mewakili setiap kelas
tutupan lahan. Berdasarkan sampel-sampel ini komputer akan
mencocokan nilai kecerahan sampel (dengan aturan matematis tertentu)
dengan nilai-nilai kecerahan pada keseluruhan citra dan
menggolongkannya ke dalam kelas tutupan lahan tertentu.
Kelebihan dari teknik interpretasi otomatis ini adalah cepat, karena
dilakukan dengan bantuan komputer. Namun dalam pelaksanaannya
teknik ini akan optimal jika daerah kajian memiliki obyek-obyek yang
relatif homogen dengan cakupan yang luas. Disamping itu karena teknik
ini mengandalkan nilai kecerahan, maka gangguan atmosfir seperti
hamburan dan awan juga harus sekecil mungkin.Sayangnya kondisi ini
sulit ditemui di daerah tropis seperti Indonesia.Penutup lahan di
Indonesia sebagian besar adalah heterogen dan gangguan atmosfir
seperti hamburan dan awan juga cukup tinggi.
Disisi lain terdapat teknik interpretasi visual (manual) citra satelit yang
merupakan adaptasi dari teknik interpretasi foto udara. Citra satelit yang
dimaksudkan disini adalah citra satelit pada saluran tampak dan
perluasannya.Adaptasi teknik ini bisa dilakukan karena baik citra satelit
tesebut dan foto udara, sama-sama merupakan rekaman nilai pantulan
dari obyek.Namun karena perbedaan karakteristik spasial dan
spektralnya, maka tidak keseluruhan kunci interpretasi dalam teknik
interpretasi visual ini bisa digunakan.Kelebihan dari teknik interpretasi
visual ini dibandingkan dengan interpretasi otomatis adalah dasar
interpretasi tidak semata-mata kepada nilai kecerahan, tetapi konteks
keruangan pada daerah yang dikaji juga ikut
dipertimbangkan.Interpretasi manual ini peranan interpreter dalam
mengontrol hasil klasifikasi menjadi sangat dominan, sehingga hasil
klasifikasi yang diperoleh relatif lebih masuk akal.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka interpretasi citra


Landsat 7 ETM digital menggunakan gabungan metode penafsiran secara
klasifikasi teracu (supervised classification) dan metode secara
manual/visual atau delineasi secara on screen digitation. Penggabungan
kedua metode ini menghasilkan klasifikasi yang lebih rinci dan cepat
sebab klasifikasi teracu akan membantu mempermudah klasifikasi
secara keseluruhan, terutama untuk memperoleh batas delineasi pada
kelas-kelas dengan poligon yang besar seperti kelas hutan, laut, danau
dan yang lainnya. Sedangkan metode secara manual/visual dapat lebih
memperinci hasil kliasifikasi teracu, terutama untuk memisahkan,
menggabungkan atau menambahkan kelas-kelas yang tidak bisa
dilakukan secara klasifikasi teracu.
Penggabungan klas hasil klasifikasi dengan digitizion on screen. Adapun
kombinasi band yang yang umum digunakan pada saat penafsiran citra
satelit secara manual/visual yaitu 4-5-3 dan 5-4-2 dimana berbagai
kenampakkan vegetasi baik alami maupun yang ditanam dapat terlihat
dengan jelas.
Untuk mempermudah pengenalan tipe-tipe penutup lahan pada suatu
citra Landsat-TM warna tidak standar (band 2-3-4).Namun hal ini bisa
pula diterapkan pada citra dengan kombinasi band lainnya dengan
menerapkan elemen-elemen penafsiran lainnya selain warna.Kunci
eliminasi teresebut pada prinsipnya disusun agar interpretasi berlanjut
langkah demi langkah dari yang umum ke yang khusus, dan kemudian
menyisihkan semua kenampakan atau kondisi kecuali satu yang
diidentifikasi.
Untuk penafsiran manual/visual (on screen digitation), perlu
memperhatikan pola jaringan sungai, danau atau garis pantai didelineasi
yang diikuti dengan pola jaringan jalan, hal ini akan membantu dalam
penafsiran obyek-obyek atau vegetasi yang terliput pada citra yang ada.
Selanjutnya dilakukan deteksi pada obyek-obyek dengan melakukan
delineasi batas luar pada kelompok yang yang mempunyai warna yang
sama dan memisahkannya dari yang lain. Langkah terakhir adalah
mengidentifikasi dan analisis obyek atau tipe vegetasi dengan
menggunakan informasi spasial seperti ukuran, bentuk, tekstur, pola,
bayangan asosiasi dan situs (Lillesand  dan  Kiefer, 1979; Sutanto, 1985).

7. Mekanisme Pelaporan
Sistem pelaporan pekerjaan Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan
Kabupaten Pegunungan Arfak, meliputi :
a. Laporan Materi Teknis
Laporan berisikan tanggapan pelaksana terhadap TOR/KAK dan
rencana kerja yang akan dilaksanakan konsultan. Muatan laporan
merupakan penyampaian rencana kerja dan tahapan pelaksanaan
pekerjaan. Laporan ini dicetak sebanyak 10 Buku pada kertas ukuran
A4 dicetak berwarna dan soft cover.
Laporan berisikan data-data hasil kompilasi dan analisis, yang
digunakan untuk Evaluasi RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak. Laporan ini dicetak sebanyak pada kertas ukuran
A4 dicetak berwarna dengan kertas lux dan soft cover.

b. Rancangan Peraturan Daerah


Laporan Rancangan Peraturan Daerah merupakan hasil akhir berupa
Laporan Rencana Kawasan Kawasan Perkotaan Kabupaten
Pegunungan Arfak yang berisikan Dokumen RDTR dan Peraturan
Zonasi. Laporan ini dicetak sebanyak 10 Buku pada kertas ukuran A3
dicetak berwarna dengan kertas lux dan soft cover
c. Album Peta
Album Gambar berisikan keseluruhan peta tematik data dan Peta
RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfak yang peta
peraturan zonasi (zoning map). Album peta dicetak dalam kertas
ukuran A3 sebanyak 10 Buku album peta berwarna.
D. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN

1. Rencana Program Kerja


Untuk menyusun rencana kegiatan, konsultan melakukan pendekatan
terhadap beberapa faktor pertimbangan sebagai berikut :
 Lingkup pekerjaan yang dikehendaki
 Hasil keluaran pekerjaan

2. Waktu Pelaksanaan Pekerjaan


Waktu pelaksanaan kegiatan Pemantapan Penyusunan RDTR Kawasan
Perkotaan Kabupaten Pegunungan Arfakakan berlangsung selama 5
(Lima) bulan / 150 hari kalender,

Anda mungkin juga menyukai