PENDEKATAN BAHASA AMIN AL KHULI DAN BINTI ASY SYATI'-dikonversi PDF
PENDEKATAN BAHASA AMIN AL KHULI DAN BINTI ASY SYATI'-dikonversi PDF
PENDEKATAN BAHASA AMIN AL KHULI DAN BINTI ASY SYATI'-dikonversi PDF
Disusun oleh:
2020
PENDAHULUAN
Pembaharuan paradigma dalam sebuauh disiplin ilmu adalah sebuah keniscayaan.
Bahkan pembahauan ini juga terjadi dalam disiplin ilmu tafsir yang digadang-gadang seperti
sudah matangpun dapat terjadi. Berbeda dengan Alquran yang tidak dapat dan tak akan
berubah, ilmu tafsir dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti zamannya.
Para pengamat tafsir modern sepakat akan untuk memposisikan Amin al-Khuli sebagai
biangnya lahir tafsir al-Quran dengan gaya baru yakni tafsir sastrawi 1 . Meskipun al-Khuli
tidak menghasilkan sebuah tafsir yang sejalan dengan pembaharuannya tersebut, ada muridnya
yang sekaligus istrinya yang membuat dan menuruskan pemikirannya tesebut serta
menghasilkan sebuah tafsir dengan paradigma baru yaitu dengan pendekatan sastrawi.
Maka dari itu pada kesempatan kali ini kami akan sedikit memberikan hasil dari kami
menggali apa yang digalakkan oleh Amin al-Khuli dan Binti Syati’ ini dengan sebaik dan
semampu penulis.
1
M. Yusron DKK. Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: TH-Press, 2006). Hlm 3.
PEMBAHASAN
A. Amin al-Khuli
1. Biografi Amin al-Khuli
Amin al-Khuli bernama lengkap Amin ibn Ibrahim ibn ‘Abdul Baqi’ ibn ‘Amir ibn
Isma‘il ibn Yusuf Al-Khuli. Ia lahir di sebuah kota kecil di Mesir bernama Menoufya, dari
keluarga yang kental dengan nuasa keagamaan, ia lahir tepat pada tanggal 1 Mei 18952
namun ada juga yang hanya mengatakan bahwa beliau lahir di awal bukan Mei 3 , dari
pasangan Ibrahim ‘Abdul Baqi’ dan Fatimah bint ‘Ali ‘Amir Al-Khuli. Kakek Amin al-
Khuli dari pihak ibu adalah syekh ‘Ali ‘Amir Al-Khuli yang terkenal dengan sebutan al-
Shibhi, merupakan alumni al-Azhar dengan spesialisasi di bidang qira’at.
Pada usia tujuh tahun Al-Khuli pindah ke Kairo dan tinggal bersama pamannya. al-
Khuli digembleng pendidikan agama dengan cukup keras, selain ia harus menghafal Quran,
mempelajari Tajwid Thuhfah dan Jazariah, fikih, dan nahwu, ia juga diwajibkan kakeknya
mengahafal Kitab asy-Syamsiah, al-Kanz, al-Jurumiah, dan Matan Alfiah. Di usia sepuluh
tahun ia telah menghafal Alquran (khususnya qira’at Hafsh) dalam rentang waktu 18 bulan.
Pada tahun 1907 Al-Khuli masuk Madrasah al-Qissuni, kemudian melanjutkan
sekolahnya ke Madrasah Usman Pasa selama tiga tahun. Melihat kecerdasannya yang luar
biasa, salah seorang gurunya di Madrasah Usman Pasa, Syaikh ‘Abdul Rahman Khalifah
menyarankannya melanjutkan studinya ke Madrasah al-Qadha’ Asy-Syar’i (Akademi
Hukum), dan saat usianya lima belas tahun Al-Khuli melanjutkan studinya ke madrasah
tersebut. Melalui proses seleksi yang cukup ketat ia diterima dengan ujian hafalan Alquran
lengkap, membaca kitab, dan membuat esei bidang fiqih dan nahwu. Di Madrasah inilah
kemudian Al-Khuli mulai terasah kemampuan intelektualnya karena selain memperdalam
kajian fiqih, nahwu, dan lainnya, ia juga mempelajari al-jabar, matematika teoritis,
astronomi, fisika, kimia, sejarah, sampai geografi. Untuk mempertajam intelektualitasnya
sekaligus menyalurkan hobinya ia aktif berorganisasi, salah satunya adalah organisasi
Madrasah Ikhwan al-Safa dengan konsentrasi bidang seni dan sastra. Di tengah-tengah
2
Muhammad Aminullah. 2016. Jurnal el-Hikam : Hermeneutika Dan Linguistik Perspektif Metode Tafsir Sastra Âmîn Al-Khûli. IAI
Muhammadiyah. Vol 9, hlm 328.
3
M. Yusron DKK. Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: TH-Press, 2006). Hlm 5.
aktivitasnya sebagai pelajar, al-Khuli ikut membangkitkan perjuangan Mesir pada tahun
1919 melawan kekuatan kolonialis Inggris melalui kampanye penyatuan kekuatan militer
dan intelektual masyarakat sipil.
Amin al-Khuli menamatkan sekolahnya pada tahun 1920, kemudian diserahi tugas
mengajar di Madrasah al-Qada’ al-Syar’i pada tanggal 10 Mei 1920. Pada tanggal 7
November 1923 kerajaan menetapkan beberapa orang imam bagi kedutaan Mesir di
London, Paris, Washington, dan Roma. Al-Khuli salah seorang diantaranya, ia terpilih
menjadi imam di kedutaan Mesir di Roma. Selama dua tahun menetap di Roma, Al-Khuli
belajar bahasa Itali sampai betul-betul menguasainya. Dengan modal bahasa ia kemudian
mengamati kehidupan keagamaan dan kebudayaan serta karya-karya para orientalis Eropa.
Dan mulai berkenalan dengan pemikiran orientalis Barat seperti Luigi Renaldo, Celestino
Sciaparty dan lainnya. Pada awal Januari 1926 Al-Khuli pindah ke Jerman dengan tugas
yang sama sebagai imam di kedutaan besar Mesir di Berlin.
Dengan tambahan modal bahasa Itali dan Jerman, ia tekun menggali khazanah
pengetahuan dan kebudayaan Eropa yang dituangkannya ke dalam pelbagai artikel. Salah
satu artikelnya yang cukup fenomenal adalah Egyptian Society and Politics yang
dipublikasikan di Jerman dalam tiga bahasa yakni Jerman, Inggris, dan Prancis. Selain itu
beberapa kali juga mempublikasikan artikelnya di Mesir.
Setelah karir imam dan negosiator ditiadakan di kedutaan Mesir sejak tahun 1927,
al-Khuli pulang ke Mesir dan kembali mengajar di Akademi Hukum (Madrasah al-Qada’
al-Syra’i). Di tahun yang sama, ia pindah ke Universitas Mesir (Universitas Kairo) dan
pindah mengabdi pada Jurusan Bahasa Arab di Fakultas Adab dengan meniti karir dari
bawah. Beliau memulai karirnya sebagai tenaga pengajar biasa kemudian menjadi dosen
pembantu, tidak lama berselang di tahun 1942 ia diangkat menjadi dosen tetap pada jurusan
Sastra Arab, kemudian menjabat sebagai penanggungjawab sastra Mesir fase Islam.
Karirnya terus menanjak sampai ia dijabati ketua jurusan Bahasa Arab, hingga wakil
Dekan, dan menjadi guru besar studi Alquran di Universitas Kairo, Giza.
Karirnya di perguruan tinggi mulai meredup pasca konflik di Fakultas Adab yang
berakhir dengan terbelahnya para dosen pengajar. Konflik berawal saat ia ditugasi sebagai
promotor disertasi doktoral Muhammad Ahmad Khalafallah pada tahun 1947. Para
intelektual al-Azhar menuding Ahmad Khalaf dan Amin al-Khuli sebagai orang yang inkar
dan kafir terkait pandangan Ahmad Khalaf yang kontroversial mengenai ketidakbenaran
kisah-kisah yang disampaikan Alquran secara historis tentang nabi-nabi sebelum Nabi
Muhammad saw, yang dikuatkan oleh Amin al-Khuli. Dalam perdebatan yang panjang dan
tajam antara cendikiawan al-Azhar dengan keduanya berakhir dengan dicopotnya gelar
guru besar yang disandang Amin al-Khuli. Sejak 1953 ia menekuni karir di pemerintahan
dan menjadi direktur umum pusat kebudayaan di Mesir hingga awal Mei 1955. Terakhir
pada tahun 1956, Al-Khuli menjadi ketua kelompok khusus cendikiawan Mesir yang
tertarik untuk mempelajari literatur Arab.
Aktifitas intelektual, sosial, dan politiknya kemudian lebih banyak ia curahkan
dengan menulis dan mengkaji seni dan sastra (walaupun jarang sampai tuntas) dengan lebih
semangat dan tanggung jawab hingga ia menghasilkan karya yang dapat dinikmati hingga
saat ini. Aktifitas ini ia jalani hingga akhir hidupnya pada 6 Maret 1966 diusia 71 tahun.4
Di antara karya-karya Amin al-Khuli adalah; Fi al-Adab alMisri: Fikr wa Manhaj,
Al-Mujaddidun Fi al-Islam ‘ala asas Kitabay: al-Tanbi’ah Biman Yab’asuhu Allah ‘Ala
Kulli Mi’at Li alSuyuti wa Bugyat al-Muqtadin wa Minhat al-Mujiddin ‘Ala Tuhfat al-
Muhtadin li al-Maragi al-Jurjawi, Silat al-Islam bi Islah alMasihiyyah, Mahij Tajdid Fi al-
Nahw wa al-Balaghah wa al-Tafsir wa al-Adab, Min Huda Quran Fi Amwalihim, Min
Huda Quran Fi Ramadhan, Mu’jam Alfaz Quran al-Karim, Min Huda Quran: alQadat al-
Rasul, Min Huda Quran: al-Qard al-Hasan, al-Jundiyah wa al-Salam, Min Huda Quran:
Musykilat Hayatina al-Lughawiyyah, Fann al-Qawl.
2. Tawaran Inovatif Amin al-Khuli dalam Studi Quran
Dalam merenovasi bangunan keilmuan tafsir Amin al-Khuli memberikan
pemikirannya yang merubah paradigma bagi mufassir selanjutnya. Meski al-Khuli tidak
pernah membuat karya yang fenomenal seperti tafsir ath-Thabari, Tafsir Abdul Qadir, dll.
Namun pemikirannya patut kita berikan apresiasi yang tinggi karena dapat memberikan
wawasan yang lebih luas lagi di dunia ilmu tafsir.
Pada awal abad pertengahan hinggga pertangahan modern dunia keilmuan tafsir
sangat didominasi oleh ideologi penafsir5, latar belakang intelektual, sosial dan politik6.
4
Ibid, hlm 13.
5
M. Yusron DKK. Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: TH-Press, 2006). Hlm 15.
6
Muhammad Aminullah. 2016. Jurnal el-Hikam : Hermeneutika Dan Linguistik Perspektif Metode Tafsir Sastra Âmîn Al-Khûli. IAI
Muhammadiyah. Vol 9, hlm 333.
Kemudian atas latarbelakang tersebut membuat para mufassir menafsirkan Alquran jauh
dari makna sesungguhna, hanya menafsirkan sesuai dengan apa yang melatarbelakanginya
saja. Hingga pada saatnya pergumulan ini membuat al-Khuli merasa untuk mulai
merenovasi keilmuan yang hanya itu-itu saja pembahasannya
Tawaran yang diberikan dalam mengkaji Alquran oleh Amin al-Khuli dapat kita
garis bawahi sebagai berikut:
Pertama, sebelum menempuh langkah metodologis terhadap Alquran, al-Khuli
terlebih dahulu menjadikan Alquran sebagai karya sastra Arab teragung (al-Arabiyah al-
Akbar)7. Maksudnya adalah memposisikan Alquran sebagai teks suci berbahasa Arab yang
mana pendekatan bahasa memalui sastra adalah yang terproposional untuk mendekatinya.
Jadi, apapun agamanya, politiknya, asal tinggalnya dan lainnya yang pertama kali harus
diperhatikan ketika menafsirkan Alquran adalah sastra, karena Alquran merupakan
berbahasa Arab, dan itu tak terbantahkan lagi adanya. Dalam hal ini, al-Khuli memprediksi
bahwa cara pandang seperti ini akan menghasilkakm penafsiran yang sama antara mufassir
muslim maupun non-muslim.
Kedua, urutan dalam menafsir. Menurut al-Khuli, dalam menafsirkan yang baik
adalah dengan mengumpulkan ayat-ayat Alquran dengan cara pertema, jadi tidak seperti
ulama terdahulu yang menafsirkakm dengan urutan ayat awal hingga akhir. Menurutnya
dengan cara ini akan menjadikan penafsiran lebih cermat dan mudah dipahami ketimbang
dari ayat per ayat, surat ke surat dan juz ke juz, yang mana setiapnya memliki tema yang
berbda-beda. Jika kita dapat memahami keterkaitan antara awal dan akhir, bagian yang
mendahului dan bagian yang datang kemudian, serta memahami bagiani berikutnya melalui
bagian sebelumnya dalam menafsirkan Alquran maka akan dapat dipahami maknanya
secara tepat dan sesuai dengan apa yang diinginkan dari yang ditafsirkan tersebut.
ketiga, setalah kita sudah menganggap bahwa Alqura merupakan karya sastra Arab
teragung (al-Arabiyah al-Akbar) dan perurutan dalam menafsirkakn, selanjutnya kita harus
mempelajari dua langkah metodologis studi yakni eksternal Alquran (dirasah ma haul al-
Quran) dan yang kedua adalah internal Alquran (dirasah fi al-Quran).
7
Op. cit
Kajian eksternal /sekitar/ma haula dari Alquran itu sendiri meliputi aspek-aspek
historis, sosial, kultural dan antropologis saat Alquran diturunkan. Secara garis besar kajian
ini menyangkut dua hal penting yakni pertama aspek filologis, penetapan teks, dan sejarah
kelahirannya, kedua seting sosial, geografis yang melahirkakn teks dan memproduksi
8
maknanya. Jadi menurut al-Khuli mufassir sebelum menafsirkan Alquran harus
memperhatikan lingkungan saat Alquran turun dan pertama kali berbicara dengan audiens
pertamanya, seperti sistem sosial, keluarga, qabilah, pemerintahan dalam batas tertentu,
sistem, kepercayaan, sistem pengetahuan dan prilaku.9
Kajian internal/seputar/ fi Alquran yakni yakni suatu hal yang berada di dalam
Alquran itu sendiri. Kajian ini diawali dengan mencari makna kata dalam Alquran dari segi
mufradat (tunggal) dengan perangkat ilmu Bahasa Arab. Kemudian ditelusuri
perkembangan makna kata dan pengaruhnya pada setiap generasi. Kemudian makna kata
dalam bentuk tunggalnya ini dicocokkan dalam konteks penyebutan atau susunan
kalimatnya dalam ayat, apakah untuk satu orang atau lebih, untuk saat itu atau seterusnya
atau sesudahnya. Pengkajian internal ini bukan bermaksud untuk menjadikan diskusi
gramatik seperti masa klasik, melainkan hanya sebagai media dalam menemukan makna
yang sesuai.
Jika penafsiran Alquran dilakukan dengan cara diatas al-Khuli berharap para
mufassir dapat menemukan hasil yang obyektif dalam kata yang disebutkan dalam subjek
yang sama. Para penafsir akan menemukan satu makna dalam satu kata tanpa mengabaikan
satu kata yang lain yang berbeda tempat dalam suatu ayat, penafsiran ini sebenarnya lebih
menggunakan cara kerja tematik saat menafsirkan Alquran dan dibungkus sastra.
Kalau usulan ini dapat terpenuhi maka akan melahirkan produk tafsir yang memiliki
karakter baru. Karena penafsiran sebelumnya cenderung atomistik dan terjebak pada upaya
pemaksaan gagasan asing terhadap Alquran, jika menggunakan gagasan ini mufassir akan
terhindar dari hal tersebut dan tidak akan semena-mena dalalm menidentifikasi makna
Alquran. Alasan inilah yang membuat al-Khuli memberikan gagasannya dalam dunia tafsir.
8
Muhammad Aminullah. 2016. Jurnal el-Hikam : Hermeneutika Dan Linguistik Perspektif Metode Tafsir Sastra Âmîn Al-Khûli. IAI
Muhammadiyah. Vol 9, hlm 339.
9
Op. Cit.
B. Binti Syati’.
1. Biografi Bint Al Syati’.
Di wilayah sebelah barat Delta Nil, tepatnya di Dumyat, ‘Aisyah ‘Abd al-Rahman
yang dikenal dengan nama samaran Binti al-Syati’. Lahir pada tanggal 6 November
1913.10 Nama Binti sl-Syati’ adalah nama pena yang dia pakai ketika menulis. Nama itu
diambil karena memang dia lahir dan dibesarkan ditepian sungai Nil. Jadi nama itu berarti
anak perempuan pinggir (sungai).11Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga muslim yang taat
dan tergolong konservatif. Walaupun ia memiliki pandangan dan sikap yang konservatif, ia
memiliki daya tarik untuk seorang perempuan Arab modern yang berbudaya, yang harus
diperhitungkan dan dicirikan oleh kemampuan pegungkapan diri yang kuat dan artikulatif,
yang diilhami oleh nilai-nilai Islam dan informasi pengetahuan yang meluap, sebagai
seorang pakar yang hidup di era modern.12
‘Abd al-Rahman, ayah Bint al-Syathi’ adalah salah seorang anggota kerukunan sufi,
di samping itu ia adalah guru di sekolah teologi di Dumyat. Dengan pandangan yang sangat
konservatif, ia berasumsi bahwa seorang anak gadis yang telah menginjak masa remaja
harus tinggal di rumah untuk belajar. 13 Pada masa kecil, Bint al-Syathi’ hampir tidak
memiliki waktu untuk bermain dengan teman-teman sebayanya. Karena ayahnya selalu
mengikutsertakan di kamarnya baik di rumah maupun di kantornya di Universitas al-Bahr
untuk belajar sampingan semacam “ngaji”, ketika itu ia sering mendengar Alquran dibaca
ayahnya dan temannya. Berkat kemampuan intelektual yang dimiliki oleh Bint alSyâthi’, ia
mampu menghafal beberapa ayat Alquran, terutama surah-surah pendek yang ia dengar
Alquran berulangkali dibaca.14
Bint Al-Syati’ dikenal luas karena studinya tentang sastra Arab dan tafsir Alquran.
Dia adalah seorang professor sastra dan bahasa Arab di Universitas ‘Ain Syams, Mesir. Dia
kadang-kadang juga menjadi professor tamu pada Universitas Umm Durman Surda,
10
Wahyudin. 2011. Jurnal Al-Ulum: Corak dan Metode Interpretasi Aisyah Abdurrahman Bint Al-Syathi’.IAIN Antasari Banjarmasin.Vol 11.
Hlm 82
11
M. Yusron DKK. Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: TH-Press, 2006). Hlm 23-24
12
Wahyudin. 2011. Jurnal Al-Ulum: Corak dan Metode Interpretasi Aisyah Abdurrahman Bint Al-Syathi’. IAIN Antasari Banjarmasin.Vol 11.
Hlm 82
13
Ibid. Hlm 82
14
Ibid. hlm 83
Universitas Qawawiyyin, Maroko. Di samping itu, pada tahun 1960-an, dia juga
berkesempatan memberikan cermah kepada para sarjana di Roma, Aljazair, New Delhi,
Baghdad, Kuwait, Yerusalem, Rabat, Fes, dan Khartoum. 15 Kajian-kajiannya yang telah
dipublikasikan meliputi studinya mengenai Abu al-A'la Al-Ma 'ari al-Khansa', dan penyair-
penyair atau penulis-penulis lain, biografi ibunda Nabi Muhammad, istri-istri beliau, anak-
anak perempuannya, monografi-monografi dan cerita-cerita pembebasan perempuan dalam
pemahaman Islam dan karya-karya kesejarahan mengenai hidup masa Nabi Muhammad. Ia
juga telah menulis mengenai isu mutakhir di dunia Arab, seperti tentang nilai dan otoritas
masa kini sebagai warisan budaya rnasa lampau, tentang bahasa Arab di dunia modem yang
sedang berubah, dan tentang dimensi-dimensi sejarah dan intelektual perjuangan orang-
orang Arab melmvan imperialisme Barat dan Zionisme.16
Diantara buku-bukunya yang telah dipublikasikan adalah:
a. Al-Hay al-Insaniyah ‘Inda Abi Al-'Ala, Kairo: Dar al-Ma'arif, I944. (Tesis M.A.
pada Universitas fuad I, Kairo, 1941).
b. Risalah al-Gurfan Ii Abi Al-Ala, Kairo, Dar al-Ma 'arif, 1950. Edisi II, 1957, Edisi
III,1963; Edisi IV ,1968 ,Edisi V, 1969.
c. Al-Ghufran Ii Abi al-Ala al-Ma’arif, Kairo, Dar al-Ma'arif, 1954. Edisi II 1962,
Edisi III , 1968. (Desertasi Doktor pada Universitas Fuad I Kairo: 1950.
d. Ardh al-Mu’jizat, Rihlah fi jazirah al-'Arab, Kairo, Dar al Ma 'arif, 1950.
e. Nisa al-Nahy. Kairo, Dar al-Hilal, 1961.
f. Umm al-Naby, Kairo, Dar al-Hilal, 1961.
g. Banat al-Naby, Kairo, Dar al-Hilal, 1963.
h. Sukaynah binti al-Husain, Kairo, Dar al-Hilal, 1965.
i. Bathalat al-Karbala, Kairo, Dar al-Hilal,1965.
j. Abu al-‘Ala al-Ma’ari: al-Muasasah al-Misriyah al-‘Ammah, 1965, dan lain-lain.17
Sementara itu buku-buku yang berkaitan dengan kajian Alquran antara lain
mencakup:
15
M. Yusron DKK. Studi Kitab Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: TH-Press, 2006). Hlm 24
16
Endad Musaddad. 2003. Al Qalam: Metode Tafsir Bint Al Syathi; Analisis Surah AL Dhuha. Vol 20. Hlm 53
17
Endad Musaddad. 2003. Al Qalam: Metode Tafsir Bint Al Syathi; Analisis Surah AL Dhuha. Vol 20. Hlm 53-54
a. Al-Tafsir al-Bayani li Alquranal-Karim, Vol, 1, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1962, edisi II,
1966, edisi III, 1968.
b. Kitabuna al-Akhbar, Umm Durman: Jami’ah Umm Dumam al-Islamiyah, 1967.
c. Maqal fi al-Insan, Dirasah Qur’aniyah, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1969.
d. Alquranwa Tafsir al-‘Asyri, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1970.
e. Al-Ijaz al-Bayani li Alquranal-Karim, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1970.
f. Al-Syakhsiyyah al-Islamiyah-Dirasah al-Qur’aniyah, Beirut: Dar al-Ilm li al-
Malayin, 1973.18
18
Ibid, hlm 54
19
Ibid, Hlm 55
20
Ibid , Hlm 55
yang didasarkan pada kronologis teks dan penggunaan semantik bahasa Arab untuk
menganalisis kosa kata Alquran.21
Pendekatan tematik ini merupakan respons terhadap metode penafsiran klasik yang
dinilainya cenderung bersifat parsial dan atomistik. Metode ini selanjutnya diaplikasikan
oleh Binti al-Syati’ dalam tafsirnya yang memuat empat belas surah makkiyah awal yang
berjudul al-Tafsir al-Bayani li Alquranal karim yang menjadi kajian tesis ini.Corak tafsir
dengan pendekatan sastra ini terlebih dahulu menghimpun ayat-ayat Alquran menyangkut
masalah yang dibahas dengan memperhatikan kemungkinan seluruh arti yang dapat
dikandung oleh kata tersebut menurut penggunaan bahasa. Selanjutnya memperhatikan
bagaimana Alquran menggunakan kata-kata tersebut dengan melihat susunan redaksi secara
utuh, bukan membahas secara terpisah yang terlepas dari konteksnya.Untuk mengetahui
secara rinci, dapat ditelusuri dalam kata pengantar tafsirnya. Dalam kata pengantar tersebut
Bint al-Syathi’ menegaskan bahwa yang dituntut pertama-tama dari mufassir adalah
memahami kosa kata (mufradat) Alquran dan uslub (gaya bahasa)-nya dengan pemahaman
yang bertumpu pada kajian metodologis-induktif sekaligus menelusuri rahasia-rahasia
ungkapannya.22
Mengenai metode tematis yang dianut Bint al-Syathi dalam tafsirnya Al-Bayan Li
Alquranal-Karim dikomentarinya sendiri sebagai berikut: “Dengan atas penafsiran ini,
saya bermaksud menjelaskan perbedaan antara metode kalsik di masa lalu dan metode kita
sekarang yang mencakup kemukjizatan al-Qur’an, dan juga mencermati perkataan para
mufasir klasik, bahwa Alquran menjelaskan dirinya dengan dirinya sendiri”. (Alquran
Yufasiru ba’duhu ba’dzan).
Terdapat tiga prinsip dasar metodologi yang mencirikan teori tafsir yang
dikembangkan Amin al-Khuli dan Bint al-Syati’, yakni:
a. Prinsip yang selaras dengan doktrin yang dinyatakan para mufasir klasik, yakni
“Alquranmenafsirkan dirinya dengan dirinya sendiri”.
b. Prinsip bahwa Alquranharus dipelajari dan dipahami dalam keseluruhannya sebagai
satu kesatuan dengan karakteristik ungkapan dan gaya bahasa yang khas.
21
Wahyudin. 2011. Jurnal Al-Ulum: Corak dan Metode Interpretasi Aisyah Abdurrahman Bint Al-Syathi’. IAIN Antasari Banjarmasin.Vol 11.
Hlm 88-89
22
Ibid, hlm 89
c. Prinsip penerima atas tatanan kronologis ayat-ayat Alquranyang dapat memberi
keterangan sejarah atas kandungan Alqurantanpa menghilangkan keabadian
nilainya.23
Dari penjelasan diatas, Nampak bahwa metode yang dikembangkan kedua sarjana
suami istri asal Mesir ini, merupakan metode yang benar-benar modern.Walaupun metode
tersebut didasarkan pada bahan-bahan tradisional, namun bahan-bahan penafsiran itu belum
dipraktekan secara serius dan sistematis. Metode ini telah menghembuskan angin segar
dalam sejarah tafsir modern.24 Menurut Bint al-Syati’ yang utama dalam metode tafsir yang
bernuansa sastra ini sebagaimana yang ia terima dari guru besarnya dalam penguasaan tema
untuk mengkaji satu tema yang yang ada didalamnya, lalu menghimpun semua tema yang
ada di dalam Al-Qur’an, mengikuti kelaziman penerapan semua lafal-lafal dan ungkapan-
ungkapan sesudah membatasi makna bahasa. Ini metode yang berbeda dari yang dikenal
dalam penafsiran. Surat demi surat, didalamnya lafal atau ayat diambil secara terputus dari
konteks umum yang terdapat didalam Alquran.25
Sebagai lazimnya dalam dunia ilmiyah hampir semua metode yang muncul selalu
mendapat kritikan, namun tidak berarti semua yang dikritik itu identik dengan kekurangan.
Demikian pula metode yang diusing oleh Bint al-syati’ banyak mendapat kritikan dari
berbagai pakar Al-Qur’an, menurut hemat penulis kritikan-kritikan itu justru memperkaya
metode tersebut.26
Keberatan yang diajukan oleh kritikus tafsir terhadap metode Bint al-Syathi’ adalah
kemungkinan pergeseran makna ayat mengingat rentang waktu yang lama dari masa
turunnya Alquran yaitu 22 hingga 23 tahun. Ungkapan dan gaya ayat-ayat pada masa awal
pewahyuan tidak harus sama dengan yang turun kemudian. Bint al-Syathi’ menjawab
persoalan ini dengan menekankan bahwa proses deduksi digunakan untuk menemukan
makna fenomena linguistik dan gaya Alquran yang tersatukan secara kronologis dapat
membawa kita pada makna Qur’ani dari fenomena-fenomena tersebut, dan bahawa
fenomena-fenomena itu secara keseluruhan bersifat konsisten.27
23
Endad Musaddad. 2003. Al Qalam: Metode Tafsir Bint Al Syathi; Analisis Surah AL Dhuha. Vol 20. Hlm 56
24
Ibid, hlm 56-57
25
Ibid, hlm 57
26
Wahyudin. 2011. Jurnal Al-Ulum: Corak dan Metode Interpretasi Aisyah Abdurrahman Bint Al-Syathi’. IAIN Antasari Banjarmasin.Vol 11.
Hlm 91
27
Ibid, hlm 91-92
Argumentasi lain yang juga dilontarkan untuk menolak metode Bint al-Syathi’
adalah bahwa para mufassir klasik tampaknya tidak selamanya setuju mengenai “sebab-
sebab pewahyuan” (Asbab al-Nuzl) dan sekiranya laporan-laporan mengenai hal ini turut
dimanfaatkan dalam menafsirkan Al-Qur’an, maka hasilnya akan dikacaukan oleh adanya
perselisihan pendapat di sekitar masalah tersebut. Argumentasi terakhir yang diajukan oleh
kritikus Alquran untuk melemahkan metode yang diusung oleh Bint al-Syathi’ adalah
bahwa bahasa Arab yang digunakan pada masa Nabi Muhammad, sebagai yang diabadikan
dalam syair-syair lisan dan prosa yang dikodifikasi kemudian mengindikasikan adanya
penggunaan kosa-kata (mufradat) atau uslub bahasa yang tidak terdapat dalam Alquran
atau berbeda dengan apa yang digunakan dalam Al-Qur’an.28
Berdasarkan uraian di atas menjadi jelaslah bahwa dalam pendekatan yang diusung
oleh Bint al-Syathi’ tersebut terdapat suatu metode tafsir modern Al-Qur’an. Walaupun
harus dimaklumi bahwa metode ini didasarkan pada aturan-aturan penafsiran klasik yang
sayangnya belum pernah dipraktekkan secara serius dalam usaha-usaha penafsiran yang
sistematis, yang jelas adalah metode ini telah menghadirkan kesegaran baru dalam bidang
tafsir Alquran di masa modern.29
Metode penafsiran yang cukup menonjol yang diterapkan oleh Bint al-Syathi’
adalah menganalisa kata-kata dalam Alquran dengan pendekatan linguistik.Ia berusaha
untuk menemukan arti etimologis dari kamus kemudian melangkah pada fase menentukan
apakah kata yang dikaji itu dalam pengertian abstrak atau mengandung arti kongkrit atau
mencerminkan keduanya. Ketika menjelaskan makna suatu kata, Bint al-Syathi’ juga
membahas cara membacanya dengan memperhatikan kalau terdapat perbedaan di antara
mufassir atau qari’.30
Dalam upaya untuk memahami makna suatu kata, Bint alSyathi’ melacak berapa
kali kata yang ditelah disebutkan dalam AlQur’an. Penelitain seperti ini sangat penting
karena dapat memberikan pemahaman yang jelas dari teks sesuai dengan konteksnnya.
Terhadap jenis kata yang banyak kali muncul dalam Alquran dengan berbagai derivasinya,
Bint al-Syathi’ memeriksa dengan cermat guna memahami bagaimana Alquran
28
Ibid, hlm 92
29
Ibid, hlm 93
30
Wahyudin. 2011. Jurnal Al-Ulum: Corak dan Metode Interpretasi Aisyah Abdurrahman Bint Al-Syathi’. IAIN Antasari Banjarmasin.Vol 11.
Hlm 95
menggunakan kata itu dalam konteks yang berbeda. Dengan cara ini ia dapat
mengklasifikasikan kata yang memberikan suatu arti yang mirip dalam suatu konteks yang
berbeda.31
KESIMPULAN
Sebuah keniscayaan dalam ilmu ada sebuah rekontruksi ataupun perubahan yang
semakin berkembang memnjadikannya semakin kaya akan wawasan pengetahuan. Begitu juga
dalam dunia ilmu penafsiran Alquran yang bahkan dianggap terlalu matang atau gosong
inipun masih dapat memberikan peluang para ilmuan untuk memberikan sumbangsih
pemikirannya. Salah satu dari ilmuan tersebut adalah Amin al-Khuli dan istrinya yakni
‘Aisyah ‘Abd al-Rahman atau biasa di kenal Binti al-Syati’.
Hasil pemikiran al-Khuli tersebut dituangkannya dalam sebuah karya dengan judul
Manâhij al-Tajdîd fî al-Nahw wa al-Balagha wa al-Tafsîr wa al-Adab. Pada karya tersebut al-
Khuli menjelaskan bahwa pendekatan yang terbaik dalam mendekati Alquran untuk
menemukan sebuah makna adalah dengan pendekatan sastrawi, dengan menganggap bahwa
Alquran adalah sebuah karya sastra Arab terbesar kemudian dengan mempelajari eksternal dan
internal Alquran. Setelah dua hal tersebut di tempuh seseorang juga harus mengumpulkan
ayat-ayat Alquran sesuai tema, bukan mengurutkan dari al-Fatihah hingga an-Nas, karena jika
menggunakan urutan pertema ini seseorang akan lebih fokus saat menafsirkan Alquran.
Selanjutnya dari ayat tersebut dicari setiap katanya dalam bentuk tungggal untuk di tentukan
berbagai arti, makna, perubahan dan pergeseran makna disetiap generasinya.
Meskipun pendekatan ini digalakan oleh al-Khuli namun al-Khuli belum sempat
berkarya secara utuh dan fenomenal. Murid sekaligus istri al-Khuli lah yaitu ‘Aisyah ‘Abd al-
Rahman atau biasa dikenal Binti al-Syati’ yang membuat karya yang fenomental yakni
dengan judul al-Tafsir al-Bayani li Alquranal karim. Pada karya Binti al-Syati’ tersebut sangat
kuat pemikiran dari al-Khuli, karena sesuai dengan pembukaan yang ada dikarya as-Syati’
tersebut.
31
Ibid, hlm 96
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudi. 2011. Jurnal al-Ulum: Corak dan Metode Interpretasi Aisyah Abdurrahman Bint Al-
Syathi’. IAIN Antasari Banjarmasin. Vol 11
Endad Musaddad. 2003. Al-Qalam: Metode Tafsir Bint Al- Syathi: Analisis Surat Al-Dhuha.
Vol 20.