Epidemiologi Stunting

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KELOMPOK

MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI

STUNTING

Oleh :
KELOMPOK 2

Tri Wahyu Ambarsari : 192110102005


Rofrofiyah Ula : 192110102006
Razita Lauzah D. : 192110102007
Nazilatul Wahyuni M. : 192110102017
Alya Orsa Maharani : 192110102019
Novita Sari : 192110102021
Rahma Zakiyyah Ulfa : 192110102024
Faiz iffat Muqsita : 192110102027
Alisyah Nanda P. : 192110102037

PROGAM STUDI S1 ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata ‘ala atas Karunia dan Hidayah-Nya sehingga
penyusunan makalah dengan judul “Stunting” ini dapat terselesaikan.
Makalah ini menjelaskan tentang masalah kekurangan energi protein beserta faktor agent,
host, dan environment. Selain itu juga membahas pencegahan, pemberantasan dan penatalaksanaan
stunting. Makalah ini dibuat untuk melaksanakan tugas Mata Kuliah Epidemiologi Program Studi S1
Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga kami sampaikan kepada Ibu Ruli Bahyu Antika,
S.KM., M.Gizi selaku dosen pengajar ekologi pangan dan gizi yang dengan kesabaran dan
perhatiannya dalam mengajar, memberikan semangat dan saran hingga makalah ini bisa terselesaikan
dengan baik.
Demikian, semoga makalah ini bisa memberi manfaat bagi diri kami sendiri dan pihak lain
yang menggunakan.

Bondowoso, 22 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan dan Manfaat.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................2
2.1 Teori Stunting..........................................................................................................2
2.2 Faktor Agent, Host dan Environment......................................................................2
2.3 Port Of Entry and Exit.............................................................................................5
2.4 Transmisi.................................................................................................................5
BAB III PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN, DAN PENGOBATAN..................7
3.1 Pencegahan..............................................................................................................7
3.2 Pemberantasan.........................................................................................................7
3.3 Pengobatan atau Penatalaksanaan............................................................................8
BAB IV PENUTUP............................................................................................................10
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................10
4.2 Saran.......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status gizi bayi hingga anak - anak memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan
sumber daya manusia yang berkualitas dimasa mendatang. Status gizi berhubungan dengan
kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia dini tergantung pada asupan zat gizi
yang diterima. Semakin rendah asupan zat gizi yang diterima, semakin rendah pula status gizi dan
kesehatan anak. Jika status gizi dan kesehatan anak rendah maka anak akan rentan mengalami
masalah atau gangguan gizi. Gangguan gizi pada masa bayi dan anak-anak terutama pada umur
kurang dari lima tahun dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan
anak. Pada masa tersebut pertumbuhan sel otak berlangsung sangat cepat dan akan berhenti atau
mencapai taraf sempurna pada usia 4-5 tahun. Perkembangan otak yang cepat hanya dapat dicapai
bila anak berstatus gizi baik.
Kekurangan nutrisi merupakan salah satu penyebab gangguan gizi pada balita, dimana balita
yang nutrisinya tidak cukup akan menyebabkan terjadinya gangguan gizi seperti kependekan atau
stunting. Stunting merupakan tidak sesuainya ketinggian badan dibandingkan dengan usianya
yang mengindikasikan suatu gangguan kronis dari hormon pertumbuhan. Menurut WHO (2008),
jumlah penderita gizi balita stunting di dunia mencapai 21% dan keadaan gizi balita pendek
menjadi penyebab 2,2 juta dari seluruh penyebab kematian balita di seluruh dunia. Keadaan gizi
balita kurus pada balita juga dapat dijumpai di Negara berkembang, termasuk di Indonesia.
Stunting merupakan isu yang menjadi sorotan WHO untuk segera dituntaskan karena
mempengaruhi fisik dan fungsional tubuh serta meningkatnya angka kesakitan anak. Stunting
dapat dituntaskan bila faktor penyebab stuting disetiap wilayah dapat dikendalikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dan bagaimana Stunting terjadi?
2. Apa saja faktor – faktor penyebab Stunting?
3. Bagaimana port of entry and exit pada Stunting?
4. Bagaimana transmisi pada Stunting?
5. Bagaimana pengobatan, pemberantasan, dan pencegahan Stunting?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan masalah gizi Stunting.
2. Mengetahui faktor – faktor (agent, host, dan environtment) penyebab stunting.
3. Mengetahui Port Of Entry and Exit pada Stunting.
4. Mengetahui Transmisi pada Stunting.
5. Mengetahui bagaimana pengobatan, pemberantasan dan pencegahan Stunting.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Stunting
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti
bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan , sehingga dapat diukur
dengan satuan panjang dan berat. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan dalam jumlah,ukuran
dan fungsi tingkat sel, organ, maupun individu (Kemenkes RI, 2012)
Pertumbuhan dapat dibagi dua, yaitu pertumbuhan yang bersifat linear dan pertumbuhan
massa jaringan. Pertumbuhan linear menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada masa
lampau. Ukuran linear yang rendah biasanya menunjukkan keadaan gizi yang kurang akibat
kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau.Ukuran linear yang sering digunakan
adalah tinggi atau panjang badan. Pertumbuhan massa jaringan menggambarkan status gizi yang
dihubungkan pada masa sekarang atau saat pengukuran. Contoh massa jaringan adalah berat
badan, lingkar lengan atas (LILA) dan tebal lemak bawah kulit. Ukuran yang rendah atau kecil
menunjukkan keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada waktu
pengukuran dilakukan. Ukuran massa jaringan yang yang paling sering digunakan adalah berat
badan (Supariasa dkk, 2016).
Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek dibanding tinggi
badan orang lain pada umumnya. Balita pendek (Stunting) adalah masalah kurang gizi kronis
yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting adalah status gizi yang didasarkan
padaindeks BB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil
pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD
(pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted).
Stunting (pendek) merupakan salah satau bentuk malnutrisi yang merefleksikan kekurangan
gizi yang terjadi secara kumulatif yang berlangsung lama atau dikenal dengan istilah kekurangan
gizi kronis (hidden hunger). Anak dengan gizi kronis mengalami keterlambatan dalam
pertumbuhan linier sehingga rata-rata median pertumbuhan sesuai umur dan jenis kelamin.
Kependekan bukan mencerminkan secara fisik saja, tetapi juga terjadi proses perubahan patologis
(Masalah Kependekan (Stunting) pada Anak Balita, 2015).

2.2 Faktor Agent, Host dan Environment


1. Agent
a. Intake zat gizi mikro (vitamin dan mikronutrien)
Intake protein dan vitamin A yang kurang maksimal sehingga mempengaruhi daya tahan
tubuh anak balita dimana kebutuhan akan zat gizi pada usia balita sangtlah karena digunakan

2
untuk proses pertumbuhan. Kekurangan Vitamin A, zat besi dan zinc seringkali terjadi secara
simultan karena 4 faktor yang mendasar.
Pertama, kemiskinan membatasi seseorang untuk memilih makanan; kedua, faktor
ekologi yang tidak menguntungkan; ketiga, adanya interaksi yang sinegi dan metabolism
tubuh yang pada akhirnya kekurangan salah satu micronutrient ini akan memicu kekurangan
micronutrien yang lainya; keempat, infeksi parasite, penurunan nafsu makan dan penurunan
absorbsi zat gizi yang pada akhirnya berakibata pada penurunan status mikronutrien dalam
tubuh
b. Kondisi infeksi pada anak
Infeksi adalah salah satu faktor penyebab terjadinya stunting, zat gizi mikro dan makro
yang harusnya digunakan untuk pertumbuhan digunakan untuk pemulihan infeksi Penyakit
infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang kurang dapat mempermudah
seorang anak untuk terserang penyakit infeksi, adanyak gangguan penyearapan makanan
dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi karena adanya
penyakit.Keadaan infeksi dapat mempengaruhi pertumbuuhan linear dengan terlebih dahulu
mempengaruhi stastu gizi anak. Hal ini terjadi karena infeksi dapat menurunkan intake
makanan, mengganggu absorbsi zat besi, menyebabkan hilangnya zat gizi secara langsung,
meningkatkan kebutuhan metabolic dan menurunkan proses katabolik.
2. Host
a. Status gizi ibu hamil sangat memengaruhi keadaan kesehatan dan perkembangan janin.
Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat menyebabkan berat lahir rendah (WHO,
2014).
b. Penelitian di Nepal menunjukkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah mempunyai
risiko yang lebih tinggi untuk menjadi stunting (Paudel, et al., 2012).
c. Panjang lahir bayi juga berhubungan dengan kejadian stunting. Penelitian di Kendal
menunjukkan bahwa bayi dengan panjang lahir yang pendek berisiko tinggi terhadap
kejadian stunting pada balita (Meilyasari dan Isnawati, 2014).
d. Faktor lain yang berhubungan dengan stunting adalah asupan ASI Eksklusif pada balita.
Penelitian di Ethiopia Selatan membuktikan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI
eksklusifselama 6 bulan berisiko tinggi mengalami stunting (Fikadu, et al., 2014).
e. Anak yang sering menderita diare lebih berisiko untuk menjadi stunting.
Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak. Penyakit
infeksi memberikan dampak negatif terhadap status gizi anak dalam hal mengurangi
nafsu makan dan penyerapan zat gizi dalam usus, terjadi peningkatan katabolisme
sehingga cadangan zat gizi yang tersedia tidak cukup untuk pembentukan jaringan tubuh
dan pertumbuhan

3
3. Environment
Faktor environment merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya stunting
pada anak. Secara garis besar faktor environment dibagi menjadi 2 yaitu prenatal dan
postnatal. Faktor environment prenatal adalah faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
anak sebelum lahir. Hal ini berkaitan dengan gizi ibu saat hamil, terpapar atau tidaknya
radiasi pada ibu dan janin, stres ibu, serta imunitas dan anoksia embrio. Sedangkan untuk
faktor environment postnatal adalah faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak ketika
sudah lahir. Faktor ini meliputi:
a. Pola Asuh
Pola asuh keuarga pada anak sangat memengaruhi kejadian stunting mengingat anak
kecil masih belum mampu untuk melakukan kebutuhannya sendiri. Ibu dengan
pengetahuan kesehatan dan gizi yang kurang baik sangat berpotensi membuat anak
menjadi stunting. Mereka yang kurang paham bisa saja memberi makan anak dengan
asal-asalan tanpa memperhatikan kandungan gizinya.
b. Masih terbatasnya layanan kesehatan
Luasnya nusantara membuat pemerintah tidak membangun pelayanan kesehatan
secara merata. Oleh karena itu, tidak sedikit ibu masih belum bisa mendapat pelayanan
kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilan) dan Post Natal Care. Padahal, kedua layanan tersebut sangatlah
penting agar tumbuh kembang anak nantinya terjamin.
c. Rendahnya ekonomi keluarga
Keluarga dengan ekonomi rendah tidak bisa memilah-milih bahan pangan sesuai
kebutuhan gizi, mereka hanya bisa memilih yang sesuai dengan pendapatannya saja.
Akibatnya, mereka tidak dapat memenuhi gizi yang seharusnya karena mengonsumsi
pangan yang kurang beragam. Anak tentu membutuhkan berbagai macam gizi dari
beragam sumber pangan agar dapat tumbuh dengan baik. Akan tetapi, hal ini menjadi
terhambat karena perekonomian minim
d. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
Sering kali keluarga harus hidup di pemukiman yang tak layak. Tidak jarang pula,
makanan yang diberi tidak terjaga kebersihannya dan mutu gizinya terabaikan. Persoalan
ini bisa mengganggu tumbuh kembang anak karena lingkungan yang buruk serta sulitnya
akses air bersih dan sanitasi dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam penyakit
infeksi. Pada saat ini kekebalan anak menurun dan membuat anak rentan terhadap
penyakit yang lain. Apabila hal ini terus terjadi, maka anak bisa menjadi stunting.

4
2.3 Port Of Entry and Exit
1. Entry (Pintu Masuk)
a. Infeksi kronis
Penyakit infeksi dapat menurunkan asupan makanan, mengganggu absobsi zat gizi,
menyebabkan hilangnya zat gizi secara langsung, meningkatkan kebutuhan metabolik.
Terdapat interaksi bolak balik antara status gizi dengan penyakit infeksi. Apabila kondisi
ini terjadi secara terus menerus maka akan meningkatkan risiko terjadinya stunting pada
anak.
b. Kurang ASI dan makanan pendamping yang cukup
Pemberian ASI non Eksklusif atau bahkan bayi tidak diberikan ASI sama sekali dapat
memicu terjadinya stunting pada anak. Pemberian makanan pendamping dalam kuantitas,
kualitas, dan variasi juga dapat mengakibatkan malnutrisi yang akhirnya mengakibatkan
stunting.
2. Exit (Keluar)
a. Diare
Hasil dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita pada
kelompok stunting mengalami kejadian stunting yang sering yaitu lebih dari dua kali
dalam tiga bulan terakhir. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh bakteri Enterpathogenic
Escherichia Coli.diketahui pula bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat
penyakit diare dengan kejadian stunting yang pada penelitian tersebut. Yang artinya
adalah balita yang sering mengalami diare berisiko mengalami stunting daripada balita
yang jarang mengalami diare.

2.4 Transmisi
Beberapa faktor untuk terjadinya stunting di Indonesia, termasuk: faktor anak, faktor
keluarga, sanitasi, dan penyakit menular. Bedasarkan tinjauan literatur (Fitriani et al, 2019),
ditemukan bahwa faktor yang paling dominan yang menyebabkan stunting pada anak-anak di
Indonesia adalah anak-anak dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), anak laki-laki, tidak
disusui secara eksklusif selama 6 bulan, orang tua yang berpendidikan rendah, ekonomi-sosial
yang rendah, orang tua dengan kekurangan gizi, dan sanitasi yang buruk di rumah. Diketahui,
bahwa terjadinya penyakit stunting berkaitan erat dengan kecukupan pangan yang dikonsumsi,
baik oleh ibu maupun bayi. Oleh karena itu, transmisi stunting (perantara penyebaran penyakit)
dapat ditentukan berdasarkan penyebab terjadinya stunting pada si bayi. Sebagai contoh,
terjadinya stunting pada bayi disebabkan oleh penyakit infeksi, mencret misalnya.
Faktor yang paling berpengaruh adalah environment nya yang ternyata dekat dengan TPA
(Tempat pembuangan Akhir), maka transmisi penyakit infeksi (mencret) ini adalah lalat. Oleh

5
karena itu, transmisi penyakit stunting ini bisa berupa lalat, namun bukan satu-satunya vektor
yang menjadi perantara atas terjadinya penyakit stunting. Dengan kata lain, transmisi stunting
disebut sebagai transmisi secara tidak langsung, tergantung dengan faktor yang memengaruhi si
bayi terkena stunting.

6
BAB III
PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN, DAN PENGOBATAN
3.1 Pencegahan
1. Memenuhi kebutuahan gizi sejak hamil. Lembaga challenge account Indonesia menyarankan
ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat dan bergizi maupun
suplemen atas anjuran dokter. Selain itu wanita hamil juga sebaiknya memeriksakan
kesehatannya ke dokter atau bidan
2. Memberiakan ASI ekslusif sampai bayi berusia 6 bulan. Veronika hohenhim, ahli nutrisi
Jerman, menyatakan ASI berpotensi mengurangi stunting pada anak karena memiliki
kandungan mikro dan makro. Protein whey dan kalsium yang terdapat pada ASI dinilai
mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan
3. Damping ASI ekslusif dengan MP-ASI. WHO merekomondasikan fortifikasi atau
penambahan nutrisi ke dalam makanan. Tetapi harus tetap berhati-hati saat menentukan
produk tanbahan dab konsultasi kedokter terlebih dahulu.
4. Terus memantau tumbuh kembang anak. Orang tua perlu memantau tumbuh kembang anak,
terutama dari tinggi badan dan berat badan anak.
5. Selalu menjaga kebersihan lingkungan. Karena limgkungan yang kotor dapat menyebabkan
diare, dan diare merupakan faktor ketiga yeng menyebabkan gangguan kesehatan gizi.

3.2 Pemberantasan
Program yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk memberantas stunting
melalui tindakan promotif dan preventif. Dalam rangka meningkatkan asupan gizi pada bulan
Desember 2011 pemerintah bergabung dengan gerakan “scaling-up nutrition” (SUN) yang
diprakasai oleh PBB. SUN merupakan gerakan global yang bertujuan meningkatkan akses ke
makanan pokok dan bergizi. Terdapat dua intervensi yang merupakan bagian dari SUN, salah
satunya adalah intervensi gizi spesifik. Intervensi ini terdiri dari beberapa program yang
menargetkan anak-anak pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) mereka dan juga para ibu.
Pemerintah Indonesia merancang perangkat kerja intervensi stunting yang kemudian
diterjemahkan ke dalam kebijakan yang dilaksanakan oleh kementerian dan pemerintah daerah.
Peraturan paling awal dalam intervensi adalah peraturan presiden nomor 42 tahun 2013 mengenai
gerakan nasional percepatan perbaikan gizi. Peraturan ini bertujuan untuk mengoptimalkan
program gizi yang ada dan mengikuti buku pedoman yang di terbitkan oleh kementerian
perencanaan pembangunan nasional/badan perencanaan pembangunan nasional.Kementerian
kesehatan mengeluarkan Permenkes Nomor 15 tahun 2013 terkait panduan fasilitas menyusui
yang mengharuskan kantor untuk menyediakan fasilitas menyusui bagi ibu yang bekerja dengan
anak yang berusia dibawah 2 bulan intervensi ini bersama dengan program lain seperti pemberian
makanan tambahan (PMT) bertujuan untuk mengurangi stunting (Kemenkes 2018).

7
Peraturan presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang gerakan nasional untuk mempercepat
peningkatan gizi telah menghasilkan gugus tugas nasional yang memonitor dan mengevaluasi
upaya pemberantasan stunting di pemeritah daerah setiap enam bulan. Berbagai kebijakan telah
diterapkan di daerah-daerah seluruh Indonesia. Tetapi dengan terbatasnya laporan evaluasi resmi
dari pemerintah, sulit untuk menganalisis secara keseluruhan. Selain capaian program-program,
faktor lain yang berperan penting dalam mempengaruhi gizi dan perkembangan anak-anak di
Indonesia adalah tingkat harga pangan di Indonesia.

3.3 Pengobatan atau Penatalaksanaan


1. Penatalaksanaan
Pentalaksanaan stunting dapat dilakukan dengan cara memenuhi asupan gizi pada balita.
Karena, asupan zat gizi pada balita juga sangat penting dalam mendukung pertumbuhan sesuai
grafik sehingga tidak terjadi gagal tumbuh (growth faltering) yang menyebabkan stunting. Oleh
sebab itu, pola asuh (caring) juga mencakup Inisiasi Menyusu Dini (IMD), menyusui eksklusif
sampai dengan 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI
(MPASI) sampai dengan 2 tahun.
Berdasarkan Minimum Meal Frequency (MMF) bayi berusia 6-23 bulan harus diberikan
MPASI dengan frekuensi sebagai berikut:
a. Untuk bayi yang diberi ASI:
1) Umur 6-8 bulan: 2x/hari atau lebih;
2) Umur 9-23 bulan: 3x/hari atau lebih.
b. Untuk bayi 6-23 bulan yang tidak diberi ASI: 4 x/hari atau lebih.
Untuk memenuhi kecukupan gizi pada balita, telah ditetapkan program PMT khususnya untuk
balita kurus berupa PMT lokal maupun PMT pabrikan yaitu biskuit MT balita. Jika berat badan
telah sesuai dengan perhitungan berat badan menurut tinggi badan, maka MT balita kurus dapat
dihentikan dan dilanjutkan dengan makanan keluarga bergizi seimbang.
Strategi peningkatan MPASI dilakukan dengan penyuluhan tentang gizi serta konseling gizi
pada ibu dan suplementasi makanan di daerah rawan pangan. Intervensi untuk gizi ibu berupa
pemberian suplemen folat besi, beberapa mikronutrien, kalsium, dan energi dan protein seimbang
yang terbukti mengurangi risiko anak lahir dengan berat badan lahir rendah. Selain itu intervensi
pengurangan stunting jangka panjang harus dilengkapi dengan perbaikan dalam faktorfaktor
penentu gizi, seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, beban penyakit, dan kurangnya
pemberdayaan perempuan.
Dalam upaya penatalaksaan penyakit gizi buruk dan stunting, peranan keluarga pasien sangat
penting untuk mencapai tujuan terapi yang maksimal. Perlu adanya komunikasi orang tua pasien
dengan dokter. Beberapa studi global tentang perilaku kesehatan menunjukkan bahwa komunikasi
antar pribadi tetap menjadi metode yang sangat efektif dalam perubahan perilaku.Komunikasi

8
antar pribadi juga dapat meyakinkan sasaran untuk mengunjungi fasilitas kesehatan. Komunikasi
tatap muka yang sesuai dengan budaya, didesain secara strategis untuk sasaran dan fasilitator
yang baik dapat mempercepat peningkatan kesadaran dan perubahan perilaku yang sesungguhnya.
2. Pengobatan
Suplementasi mikronutrien yang penting untuk balita adalah vitamin A, zat besi, zink, dan
iodium. Zat-zat gizi tersebut penting karena berperan dalam pertumbuhan dan imunitas anak.
Namun di Indonesia program suplementasi yang sudah ada untuk semua balita hanya
suplementasi vitamin A. Suplementasi vitamin A diberikan karena kadar vitamin A dalam ASI
tidak tinggi, sehingga terkadang tidak bisa mencukupi kebutuhan anak. Pemerintah membuat
program suplementasi vitamin A yang diberikan setiap bulan Februari dan Agustus atau setiap
enam bulan sekali. Dosis vitamin A untuk anak usia 12-59 bulan adalah 200.000 IU yang dikemas
dalam kapsul berwarna merah. selain itu, vitamin b komplek dapat diberikan pada anak yang
stunting, karena baik untuk pertumbuhan dan perkembangan. Vitamin B kompleks sendiri
merupakan suatu grup dari beberapa vitamin B, yang berperan sebagai kofaktor enzim atau
prekursor pada berbagai proses metabolisme asam amino dan karbohidrat. Vitamin B kompleks
terdiri dari gabungan dua atau lebih vitamin B yang dapat meliputi B1 (Tiamin), B2 (Riboflavin),
B3 (Niacin), B5 (Asam pantotenat), B6 (Piridoksin), B9 (Asam folat), dan B12 (Kobalamin).

9
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek
dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya. Balita pendek (Stunting) adalah masalah
kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama
akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Kependekan bukan
mencerminkan secara fisik saja, tetapi juga terjadi proses perubahan patologis.
Gangguan gizi stunting terjadi karena beberapa faktor diantaranya faktor agent, host,
dan environment. Faktor agent pada stunting meliputi intake zat gizi mikro (vitamin dan
mikronutrien) dan Kondisi infeksi pada anak. Faktor host pada stunting meliputi statusgizi ibu
hamil, keadaan fisik bayi saat lahir termasuk berat dan Panjang badan bayi, asupan asi, dan
terjadinya diare pada anak. Faktor environment pada kejadian stunting meliputi pola asuh,
ketersediaan layanan kesehatan kurang memadai, rendahnya ekonomi keluarga, serta
kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
Port of entry pada kejadian stunting meliputi adanya infeksi kronis dan kurangnya
asupan ASI serta makanan pendamping ASI. Port of exit pada kejadian stunting meliputi
terjadinya diare yang menyebabkan peluang terjadinya stunting menjadi lebih besar.
Transmisi stunting (perantara penyebaran penyakit) dapat ditentukan berdasarkan
penyebab terjadinya stunting pada si bayi. Sebagai contoh, terjadinya stunting pada bayi
disebabkan oleh penyakit infeksi, mencret misalnya. Faktor yang paling berpengaruh adalah
environment nya yang ternyata dekat dengan TPA (Tempat pembuangan Akhir), maka
transmisi penyakit infeksi ini adalah lalat. Namun, lalat bukan satu-satunya vektor yang
menjadi perantara atas terjadinya penyakit stunting. Dengan kata lain, transmisi stunting
disebut sebagai transmisi secara tidak langsung, tergantung dengan faktor yang memengaruhi
si bayi terkena stunting.
Stunting merupakan masalah gizi pada anak yang sangat merugikan karena
mengurangi kualitas sumber daya manusia yang akan datang. Oleh karena itu, perlu adanya
tindakan pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan agar masalah ini dapat teratasi.
Dalam upaya pencegahan stunting dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuahan gizi sejak
hamil, memberiakan ASI ekslusif sampai bayi berusia 6 bulan, mendamping ASI ekslusif
dengan MP-ASI, terus memantau tumbuh kembang anak, dan selalu menjaga kebersihan
lingkungan. Dalam upaya pemberantasan stunting pemerintah menetapkan suatu program
yang bertujuan untuk memberantas stunting melalui tindakan promotif dan preventif. Jika
stunting telah terjangkit maka dapat dilakukan perawatan dengan pengobatan yang dilakukan
dengan memberikan suplementasi mikronutrien yang penting untuk balita seperti vitamin A,

10
zat besi, zink, dan iodium. Zat-zat gizi tersebut penting karena berperan dalam pertumbuhan
dan imunitas anak.

4.2 Saran
Permasalahan gizi di Indonesia belum sepenuhnya bisa teratasi. Permasalahan
tersebut dapat dicegah dan diberantas apabila semua masyarakat peduli tentang kesehatan
keluarganya, terutama kesehatan anak. Sudah seharusnya masyarakat lebih menyadari dan
berusaha mencari tahu mengenai isu – isu kesehatan yang ada agar memiliki pengetahuan
yang luas dan dpat mencegah segala gangguan kesehatan yang akan terjadi pada anak.
Sebagai mahasiswa Prodi Gizi juga seharusnya lebih banyak belajar mengenai kasus
gangguan gizi di Indonesia agar dapat membantu pemerintah menanggulangi permasalahan
gizi yang belum bisa teratasi.

11
DAFTAR PUSTAKA
Hardani, M. and Zuraida, R., 2019. Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14
Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga. Jurnal Medula, 9(3), pp.565-575.

Walalangi,R.G., sahelangi, O., Purba, R. B., & Sentika, N. (2019). Menyusui Eksklusif, Penyakit
Diare Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Sangkup. Jurnal GIZIDO, 11(01), 24-50

Yuanta, Y., Tamtomo, D.G. and Hanim, D., 2018. Hubungan Riwayat Pemberian ASI dan Pola Asuh
Ibu dengan Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Kecamatan Wongsorejo Banyuwangi.
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, pp.48-56.

Nurbaweana, H., 2019. HUBUNGAN RIWAYAT SAKIT DENGAN KEJADIAN STUNTING


PADA BALITA DI PUSKESMAS SIMOMULYO SURABAYA (Doctoral dissertation,
Universitas Airlangga).

Hadi, M. I., Kumalasari, M. L. F., & Kusumawati, E. (2019). Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting di Indonesia: Studi Literatur. Journal of Health Science and
Prevention, 3(2), 86-93.

Fitriami, E., & Huriah, T. (2019). Determinan kejadian Stunting pada Anak di Indonesia: A Literature
Review. Jurnal Smart Keperawatan, 6(2), 113-121.

Manary, M.J. and Solomons, N.W., 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat, Gizi dan Perkembangan Anak.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan Public Health Nutrition, Editor. Gibney, MJ,
Margetts, BM, Kearney, JM & Arab.

Arifin, D.Z., Irdasari, S.Y. and Sukandar, H., 2012. Analisis sebaran dan faktor risiko stunting pada
balita di Kabupaten Purwakarta 2012. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.

Ilman, A.S. and Wibisono, I.D., 2019. Mengurangi Stunting melalui Reformasi Perdagangan: Analisis
Harga Pangan dan Prevalensi Stunting di Indonesia.

http://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting

12
Sutarto, S.T.T., Mayasari, D. and Indriyani, R., 2018. Stunting, Faktor ResikodanPencegahannya.
AGROMEDICINE UNILA, 5(1), pp.540-545.

Sulistianingsih, A. and Madi Yanti, D.A., 2016. Kurangnya Asupan Makan Sebagai Penyebab
Kejadian Balita Pendek (Stunting). Jurnal Dunia Kesehatan, 5(1), p.77123.

13

Anda mungkin juga menyukai