Komunikasi Dalam Konteks Sosial Dan Latar Belakang Budaya
Komunikasi Dalam Konteks Sosial Dan Latar Belakang Budaya
Komunikasi Dalam Konteks Sosial Dan Latar Belakang Budaya
Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti hewan, ia
tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari makan
sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan
alat-alat fisik yang cukup untuk hidup sendiri.
Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan yang utama
dalam kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk berkomuikasi
antar sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial sangat penting dalam kehidupan manusia
pada umumnya untuk membantunya berinteraksi dengan sesama, karena manusia tercipta
sebagai mahluk sosial.
Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi
dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan
berbeda dengan bahasa lainnya.
Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang Sosiolinguistik,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa “Sosiolinguistik adalah bagian linguistik
yang berhubung kaitan dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini juga mengkaji
fenomena masyarakat dan berhubung kaitan dengan bidang sain sosial seperti Antropologi
seperti sistem kerabat. Antropologi bisa juga melibatkan geografi dan sosiologi serta psikologi
sosial”.
Manakala, Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen utama yaitu ciri-ciri
bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk
membentuk arahan dan fungsi interpersonal yaitu menjaga hubungan baik serta fungsi imajinatif
yaitu untuk menirukan alam fantasi serta fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan suasana
hati seperti marah, sedih, gembira dan apresiasi.
Konteks sosial bahasa mempunyai kelas sosial (sosial class) yang mengacu kepada golongan
masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi,
pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Misalnya si A adalah seorang bapak di
keluarganya, yang juga berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah negeri , dia juga
masuk ke dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial
golongan “terdidik”.
Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi. Tetapi
ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal mereka,
yaitu akhiran - kan yang dilafalkan - ken. Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok
masyarakat manusia tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu.
Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota New
York, berjudul The Social Stratification of English in New York City (lapisan sosial Bahasa
Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak dengan sejumlah
kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov memasukkan metode sosiologi
ke dalam penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode pngukuran kuantitatif dengan jumlah
besar, dan dengan metode sampling.
Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke tiga tunggal
(she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s. kemudian diadakan penelitian
apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa ini. Penelitian diadakan di
dua tempat, yaitu di Detroit (AS) dan di Norwich (Inggris). Informannya meliputi berbagai
tingkat kelas sosial, yaitu:
tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa
menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim. Komunikasi dua arah ini terjadi dalam rapat,
perundingan, diskusi dan sebagainya. Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek
yaitu:
a) Aspek linguistic.
Kedua aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik mencakup
tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yang
akan disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna, gagasan, idea atau
konsep). Aspek paralinguistik mencakup: Kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang seperti
falsetto (suara tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan sebagainya.
Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan
konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi.
Bahasa dalam konteks sosial mempunyai unsur supra segimental, yaitu tekanan (stress), nada
(pitch), dan intonasi, Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan, anggukan kepala,
rabaan dan sebagainya. Rabaan, yakni yang berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).
Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan tersesat, karena ia
tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi yang memungkin
individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai pantuan untuk
menafsirkan, situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang memungkinkannya
mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik
yang ia masuki. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak akan tahu bagaimana
makan, minum, berbicar sebagai manusia dan memperlakukan manusi lain secara beradap,
karena cara-cara berprilaku tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan kluarga dan pergaulan
dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi. Implasif adalah fungsi komunikasi sosial ini
adalah fungsi komunikasi kultural. Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi
itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi
bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan,
memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.
Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari dalam: pembentukan
konsep diri, pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan &
memperoleh kebahagiaan
C. Komunikasi budaya
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah
proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan
membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi
antarbudaya itu dilakukan:
Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas
satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak
sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna
itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat
dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna
yang sama;
Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena
mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain
dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang
digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan
berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui
identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun
tingkat pendidikan seseorang.
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi,
antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur.
Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas
pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya
yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial
merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan
komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda
memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian
komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.
Menambah Pengetahuan
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan
keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan
komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan
yang simetris.
Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda.
Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam
hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan
yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku
satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.
Pengawasan
Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara
komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam
setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk
menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan
oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi
disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua
orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi
menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya
saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama.
Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
Sosialisasi Nilai
Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya
menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di
depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan
antarbudaya.
E. Komunikasi Keyakinan
Keyakinan agama dan Keyakinan Spiritual adalah bagian integral dari keyakinan budaya
seseorang dan dapat memperngaruhi keyakinan klien mengenai penyebab penyakit, praktek
penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi perawatan kesehatan.
Keyakian spiritual dan agama dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan bagi klien.
Perawat yang memiliki keyakinan yang sama dengan kliennya cenderung lebih mudah
memahami dan mengambil tindakan untuk menangani kliennya.
Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak lepas
dengan konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan dengan arah
politik kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan nasional sesungguhnya adalah
suatu konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah negara modern dimana ia
digunakan oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam dan
berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam perjalanannya,
pemerintah kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan
kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan
dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk membentuk suatu kebudayaan nasional
adalah juga suatu upaya untuk mencari letigimasi ideologi demi memantapkan peran pemerintah
dihadapan warganya. Tidak mengherankan kemudian, jika yang nampak dipermukaan adalah
gejala bagaimana pemerintah menggunakan segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan
kekuasaannya untuk ”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau
kelompok-kelompok pinggiran, dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai
dengan kebudayaan nasional.
Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi perbedaan dan
keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun
masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya
masyarakat Indonesia yang multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun
secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah masyarakat
(termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah
kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah
mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih
kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan
yang seperti sebuah mosaik tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya telah digunakan
sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai
kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang
berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem infrastuktur demokrasi yang
kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci
multibudayaisme adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai
fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang
antara kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada
keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti misalnya kasus Papua
dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan kebudayaan Papuanya, namun
secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi yang adil. Dalam konteks waktu, produk atau
hasil kebudayaan dapat dilihat dalam 2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada saat ini
dan tinggalan atau produk kebudayaan pada masa lampau.
Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin kebudayaan kita
menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-budaya luar.Mahasiswa memiliki
kedudukan dan peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Hal ini didasari oleh
asumsi bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intelektual muda yang
kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam suatu kesadaran
kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa Indonesia dapat dipertahankan. Pembentukan
kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat dilakukan dengan pengoptimalan peran mereka
dalam pelestarian seni dan budaya daerah.
Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah dapat dilakukan melalui
dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan dengan
menjadikan seni dan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur
ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM) kesenian
dan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang diselenggarakan
oleh berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi. Manusia mungkin
akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali sehingga ia tidak bisa
melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi merupakan
tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja
melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi dengan
sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus
sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya bagaian bahasa di dunia
yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan berbeda dengan bahasa lainnya.
B. SARAN
Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia. Sebagai perawat,kita
sudah semestinya mempelajari dan memahami berbagai macam komunikasi dalam konteks-
konteks yang berbeda sehingga memudahkan kita dalam melakukan tindakan keperawatan yang
benar dan tepat terhadap pasien. Dengan telah mengetahui peran komunikasi secara tidak
langsung melalui pembelajaran ini yaitu konsep komunikasi dalam konteks sosial,dan budaya,
serta keyakinan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_sosial
Mulyana Deddy, M.A., Ph.D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2009
King Larry dan Gilbert Bill. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Dimana Saja.
Jakarta: gramedia Pustaka Utama. 2000
http://www.slideshare.net/theshizuka11/komunikasi-14456357
http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-
bangsa-2/
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-pembelajaran-sejarah-
dan/
http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-
daerah/
file:///G:/isbdti.htm
file:///G:/artikel.phpisbd.htm