Macam - Macampenguasaha Terbaik Diindonesia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

1.

William Tanuwijaya

Tempat tanggal Lahir : Pematang Siantar, 18 November 1981

Pendidikan :S1 Bina Nusantara University

Karier :Founder dan CEO PT Tokopedia Jakarta

Akun media social : @liamtanu (twitter)

@liamtanu (instagram)

Sebagai pendiri startup Tokopedia Kekayaan Wililiam Tanuwijaya ditaksir


sebesar 130 juta Dollar AS atau sekitar 1.8 triliun rupiah. William Tanuwijaya
menempati poisis 148 dalam daftar orang terkaya di Indonesia menurut majalah
Globe Asia.

a. Masa kecil dan Keluarga

William Tanuwijaya lahir dari keluarga yang sederhana. Selepas SMA, Ayah
William memintanya untuk melanjutkan pendidikan di Jakarta. Meski berasal dari
keluarga dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan, orangtua William sangat peduli
pada pendidikan. Mereka ingin agar William memperoleh pendidikan yang lebih
baik sehingga bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Berbekal restu orangtua dan semangat yang tinggi, William akhirnya menjalani
pengalaman pertamanya keluar dari Sumatera Utara. Ia menempuh perjalanan laut
selama 4 hari tiga malam dari Belawan ke Tanjung Priok. Ia kemudian berkuliah
di Universitas Bina Nusantara.
Sayangnya pada tahun kedua perkuliahan, ayah William jatuh sakit sehingga
mengharuskannya untuk bekerja sampingan sebagai penjaga shift malam warnet
24 jam di dekat lokasi kampus. Saat itu ia mendapatkan keistimewaan untuk
menggunakan nternet secara gratis, setiap harinya. Hal ini memunculkan
kecintaannya pada internet, khususnya dunia digital.

b. Perjalanan Karier

Setelah menyelesaikan kuliah pada tahun 2003, William ingin mengikuti


kecintaannya pada dunia digital dengan bekerja di perusahaan internet seperti
Google dan Facebook. Ketiadaan kantor dua perusahaan internet raksasa tersebut
kemudian membuatnya bekerja di beberapa perusahaan pengembang piranti lunak
di beberapa perusahaan seperti TelkomSigma dan Sqiva Sistem setelah
sebelumnya bekerja sebagai pengembang Game di Bolehnet. Kemudian di 2006
bekerja sebagai IT & Business Development Manager di Indocom Mediatama.
Dari sini kemudian timbul idenya untuk mempunyai perusahaan internet sendiri.

Tahun 2007, ide untuk membangun Tokopedia muncul. Sayangnya, ia tidak


memiliki modal untuk mewujudkan ide tersebut. Dia mengajak temannya
Leontinus Alpha Edison untuk mendirikan Tokopedia, sebuah startup jual beli
online yang menghubungkan penjual dan pembeli di seluruh Indonesia dengan
biaya gratis

Terinspirasi dari perusahaan internet dunia, William memberanikan diri untuk


mulai mencari pemodal. Usaha ini terbilang sulit karena ia harus menerima
penolakan dari banyak pihak. Dua tahun mencoba meyakinkan banyak orang,
William harus menerima kenyataan bahwa perusahaan internet belum memiliki
kepercayaan saat itu. Apalagi, saat itu ayahnya divonis penyakit kanker kronis.
William pun dituntut menjadi tulang punggung keluarga.

William tidak putus asa. Ia terus berusaha meyakinkan orang-orang tentang


potensi sebuah perusahaan internet. Maka pada tahun 2009, Tokopedia akhirnya
dapat dijalankan setelah mendapat kepercayaan dari salah seorang pemodal. Ia
mengumpulkan talenta-talenta terbaik negeri untuk bergabung di Tokopedia,
meyakinkan para mahasiswa di berbagai universitas terkemuka.

c. Tokopedia

Pada tanggal 6 Februari 2009, Tokopedia resmi berdiri. Pada tanggal 17 Agustus
pada tahun yang sama Tokopedia resmi diluncurkan ke publik. Oktober 2014,
Tokopedia mendapatkan suntikan dana US$100 juta dari Softbank Internet and
Media dan Sequoia Capital. Ini merupakan titik awal prestasi William sebagai
seorang pengusaha[4]. Pada tahun 2016, William terpilih mewakili Indonesia
sebagai Young Global Leader, World Economic Forum. Tokopedia kembali
mengumumkan babak investasi baru pada 17 Agustus 2017. Pendanaan senilai
USD 1,1 miliar atau sekitar Rp14,7 triliun ini berasal dari Alibaba Group, yang
sekaligus menjadikan perusahaan asal Tiongkok tersebut sebagai pemegang
saham minoritas di Tokopedia.

Kini, Tokopedia telah bertransformasi menjadi sebuah e-commerce unicorn


terkemuka di tanah air dengan valuasi diatas US$ 1 miliar atau sekitar 14 triliun
rupiah. Memiliki 4 juta penjual dan dikunjungi oleh lebih dari 73 juta pengunjung.

William merupakan salah satu pendiri Asosiasi eCommerce Indonesia, (idEA) dan
menempati posisi sebagai Ketua Dewan Pengawas.

2. Wahyu Adjie Setiawan

Tempat tanggal Lahir : Kebumen, 10 Maret 1986

Pendidikan :S1 Universitas Negeri Surabaya

Karier :Founder dan CEO PT Evrawood Paraja Modatama

Akun media social : @evrawood (instagram)

a. Sempat ditolak 5 kali saat melamar pekerjaan

Banyaknya wirusaha muda yang bermunculan akhir-akhir ini, ternyata mampu


menginspirasi seorang Wahyu Adjie Setiawan. Saat itu, dirinya yang sedang
duduk di bangku kuliah di salah satu Universitas di Surabaya, mencoba berpikir
untuk mencari tambahan uang saku seperti teman-temannya. Hal tersebut tercetus
setelah melihat beberapa temannya sukses mempunyai penghasilan tambahan, di
samping menjalankan kegiatan perkuliahan. Kebanyakan, teman-temannya
tersebut berprofesi sebagai tenaga lepas atau freelancer di perusahaan. Namun
sayang, dirinya selalu ditolak saat melamar menjadi tenaga kerja lepas di
berbagai perusahaan. Total, ada lima kali penolakan yang diperolehnya pada
waktu itu.

b. Berdarah-darah untuk mandiri.

Pengalaman pahit karena penolakan tersebut, begitu membekas di benaknya.


Sebagai pengganti, ia pun berusaha mandiri dengan nekat menjadi seorang
pengusaha. Berbekal pengalamannya berjualan semenjak di bangku sekolah
menengah, Adjie mendapatkan tawaran dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
di kampusnya untuk mengelola toko mereka. Padahal, dirinya pada saat itu baru
satu semester menjalani perkuliahan.

Bahkan ketika satu tahun berkuliah, Adjie berani berbisnis dengan skala yang
lebih besar. Ia pun berhasil memenangkan tender pembuatan kaos mahasiswa
sebanyak 1.200 buah yang diselenggarakan oleh kampusnya. Sayangnya, uang
muka sebesar 30 persen dari kampus yang diberikan kepadanya, tidak memenuhi
persyaratan bagi pabrik konveksi yang akan mengerjakan pesanannya. Pabrik
tersebut mematok 50 persen uang muka di awal. Untuk mensiasati hal tersebut,
dirinya terpaksa menjaminkan KTP miliknya agar pesanan kaos bisa segera
dikerjakan.

Tak hanya sesama mahasiswa, usaha Adji juga tercium oleh dosennya. Sekitar
2006, salah satu dosen menawari pria kelahiran Kebumen, 10 Maret 1986, ini
order untuk membuat tas seminar sebanyak 200 unit, tapi hanya dalam seminggu.
Tanpa pikir panjang, Adji lantas menyanggupinya dan memesan tas ke
Tanggulangin, sentra produksi tas di Sidoarjo, Jawa Timur. Dari sinilah, Adji
melihat kemudahan berbisnis tas dibanding kaos.

c. Bisnis tas yang sukses sekaligus melanggar hak paten

Karena sudah berpengalaman menjalankan bisnis sebelumnya, ia pun tak merasa


kesulitan mengembangkan bisnis barunya tersebut. Mengusung merek Ortiz,
dirinya membuat tas kasual berkualitas Internasional yang justru dijual di pasar
Asia, seperti Singapura dan Malaysia. Bahkan, merek tasnya sendiri telah
mendapatkan kontrak sebanyak 6 ribu tas dalam waktu setahun.

Namun sayang, belum genap setahun berusaha, merek tasnya terkena kasus
pelanggaran paten oleh sebuah merek asal Spanyol yang juga melabeli produknya
dengan nama Ortiz. Bahkan, perusahaan asing tersebut mengancam akan
mengajukan denda sebanyak Rp 7 miliar jika produk tas miliknya tak ditarik dari
pasaran. Karena kasus ini, Adjie pun segera menarik peredaran tas miliknya dan
menanggung rugi sebanyak Rp 600 juta.
d. Bangkit dari keterpurukan dan berubah menjadi seorang miliarder

Tak ingin larut dalam kesedihan, dirinya mulai menghidupkan kembali bisnis
tasnya pada tahun 2011. Mengusung nama baru Evrawood, Adjie berangkat ke
Singapura untuk mengurus hak paten merek tersebut. Untuk menarik minat
pelanggannya, Adjie memberikan garansi kerusakan tas selama tiga tahun.
Dirinya juga berfokus pada kualitas bahan, cara pembuatan hingga kekuatan tas.

Selain terkenal di Indonesia, tas buatan Adjie tersebut telah melanglang buana ke
sejumlah negara Eropa seperti Belanda dan Jerman. Tas tersebut diproduksi oleh
pabrik dengan kapasitas sebanyak 1.000 unit setiap bulannya. Melihat kesuksesan
tersebut, jauh-jauh hari Adjie akan menyiapkan sebuah rencana hebat, yang akan
digunakannya untuk mengembangkan bisnis tas miliknya.

Saat ini Evrawood menjadi salah satu top seller di sebuah marketplace Online
dengan angka penjualan produk mencapai ribuan item. Tentunya itu semua akan
mendatangkan omset yang tidak sedikit. Bahkan dengan biaya promosi gratis
dengan berjualan Online membuat keuntungan mereka lebih banyak daripada
berjualan offline.

3. Elang Gumilang

Tempat tanggal Lahir : Bogor ,6 April 1985

Pendidikan :S1 Fakultas Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB),

Karier :Direktur Elang Group

Akun media social : @TweetElang (twitter)

Sejak masih berstatus sebagai murid SMA, Elang Gumilang telah menunjukkan
tekad wirausahanya dengan cara bisnis berjualan donat secara diam-diam tanpa
diketahui oleh orang tuanya, namun pada suatu hari orang tuanya menemukan ia
sedang malakukan bisnis berjualan donat dan akhirnya ia menghentikan bisnis
berjualan donat.

Pesan kedua orang tuanya pada saat itu “Kami tidak pernah melarang kamu
berjualan namun menyelesaikan sekolah itu lebih penting dan setelah selesai
sekolah silahkan tentukan pilihan namun hindarilah usaha yang bersifat Riba”
selanjutnya orang tuanya juga berpesan kepadanya agar selalu bersungguh, karena
orang yang bersungguh-sungguhlah nantinya akan memperoleh keberhasilan.

Setelah kejadian tersebut, Elang Gumilang merubah tak tik nya yaitu mencari
uang dengan cara memenangkan berbagai macam perlombaan dan terbukti ia
dapat memenangkan berbagai macam perlombaan, hal itu karena ia senantiasa
bersungguh-sungguh dalam melakukannya sesuai dengan apa yang dipesankan
oleh kedua orang tuanya sebelumnya.

Tujuan Elang Gumilang mendapatkan uang pada waktu itu adalah ia ingin
mengumpulkan uang sebagai modal dan waktu kuliah nanti ia ingin menjadi
seorang mahasiswa yang berstatus pengusaha.

Singkat cerita ia telah diterima di Fakultas Ekonomi Institut Pertanian Bogor


(IPB), pada saat itu jiwa kewirausahaannya semakin menjadi dan ia melakukan
berbagai macam bisnis seperti berjualan sepatu, berjualan peralatan listrik dan
berjualan minyak tanah.

Setiap bisnis yang dilakukannya, semua itu dimulai dengan coba-coba


berdasarkan melihat berbagai macam masalah yang timbul disekitarnya dan
kemudian ia manfaatkan semua itu sehingga menjadi peluang bisnis baru dan
menjanjikan.

Namun sayangnya setiap bisnis yang dijalani oleh Elang Gumilang pada saat itu
belum dapat mencapai hasil yang memuaskan karena berbagai macam hal, tapi ia
selalu berkeyakinan bahwa saat satu tertutup maka pintu lainnya akan terbuka.

Pada suatu ketika Elang Gumilang mulai berpikir tentang perjalanan bisnis yang
dijalaninya dan pada waktu itu ia mulai sadar bahwa selama ini ia terlalu
mengandalkan otot yang seharusnya dalam berbisnis itu harus lebih
mengandalkan otak dan supaya bisa membuktikan diri sebagai seorang mahasiswa
serta sejak saat itu Elang Gumilang tergerak untuk bekerja secara cerdas bukan
hanya kerja keras.

Sampailah pada suatu hari dimana Elang Gumilang pulang dari kampus ia
membawa makanan kotak pemberian temannya, dan diperjalanan pulang ia
menemukan seorang pemulung sampah yang membawa gerobak dan diberikan
makanan kotak itu kepada pemulung sampah tersebut.

Saat memberikan makanan kotak tersebut, Elang Gumilang bertanya kepada


Pemulung sampah tersebut dimanakah rumahnya dan ia menjawab bahwa gerobak
itulah rumahnya dan senantiasa membuat Elang Gumilang merasa prihatin kenapa
hingga sekarang masih ada orang belum memiliki rumah yang layak untuk
ditinggalai serta inilah awal mula motivasi Elang Gumilang memulai bisnis
property.

Awal mula Elang Gumilang mulai memasuki bisnis property, ia sempat bekerja
sebagai sales marketing di salah satu perusahaan hingga di tahun berikutnya ia
mulai menjadi seorang kontraktor dengan modal yang bersumber dari teman-
temannya ketika SMA.

Kegagalan saat menjadi sebelum dan sesudaha menjadi kontraktor tersebut juga
sangat banyak dan bermacam-macam pula, salah satunya ialah pada saat itu ia
harus melunasi pinjaman kepada pihak bank dengan nominal yang sangat besar.
Namun, sama seperti yang sebelumnya Elang Gumilang selalu percaya dan yakin
bahwa saat satu pintu tertutup maka pintu yang lainnya akan terbuka.

Saat memulai bisnis property yaitu perumahan di bogor, Elang Gumilang


memfokuskan bisnis property untuk kalangan menengah ke bawah dengan dasar
“Rumah merupakan kebutuhan yang sifatnya primer dan jika semua orang
berpikiran tentang perumahan real estate maka siapa yang memikirkan rakyat
bawah” dan saat itu pula pemikirannya diragukan oleh teman-temannya karena
mereka berpendapat bahwa nantinya kalangan tersebut tidak akan sanggup
mencicil dan melunasi rumah tersebut.

Namun, Elang Gumilang terus berusaha keras meyakinkan teman-temannya agar


percaya akan hal tersebut dan ia juga mengatakan bahwa jika mereka tidak
sanggup mencicil dan melunasi rumah tersebut maka akan dibantu sehingga bisa
melunasi rumah tersebut.

Pada akhirnya bisnis property Elang Gumilang tersebut berhasil dan ia


mendapatkan hasil yang sangat memuaskan serta berhasil mendirikan Elang
Group, selain itu para pembeli rumah yang berasal dari kalangan menengah ke
bawah tersebut pun juga merasa sangat terbantu berkat program perumahan sehat
sederhana yang dipelopori oleh Elang Gumilang.

Saat ini Elang Gumilang telah mempunyai bisnis dengan omzet sebesar Rp55-56
triliun dan meraih berbagai penghargaan yang bergengsi. Elang Group yang fokus
kepada properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah pun telah melebarkan
sayap usahanya ke bisnis properti komersial

Kontak Elang group:

Facebook : elang groupMC

Twitter : elanggroupMC

Blog : elanggroup-MC.co.cc

Phone : 0857 1454 8683 (taufik) / 0856 9513 8917 (ryan)

4. Sunny Kamengmau

Tempat tanggal Lahir : Maxzmur, Alor (NTT) 12 September 1975

Pendidikan :Tamatan SMP

Karier :Pengusaha Tas Robita (pemilik CV Realisu)

Akun media social : @SunnyKamengmau (instagram)

@Sunnykamengmau (twitter)

Tas Robita merupakan merek tas yang populer di antara sosialita Jepang bahkan
tas ini termasuk ke dalam jajaran produk fashion yang berkelas di negeri Matahari
Terbit itu. Sunny Kamengmau, nama bos Robita yang mengolah tas asli Indonesia
tersebut menjadi tas yang berkelas di Negeri Sakura.

Saat usia Sunny 18 tahun, ia datang ke Bali berbekal tamatan SMP. Sunny merasa
tidak betah sekolah dan memutuskan untuk pergi merantau.Berbekal ijazah
tamatan SMP, Sunny akhirnya bekerja secara serabutan. Di usia yang masih
muda, Sunny pernah bekerja sebagai operator cuci mobil dan buruh renovasi
hotel. Hingga akhirnya ia menetap bekerja di Un’s Hotel yang terletak di Legian,
Kuta.

Setelah bekerja sebagai tukang kebun, setahun kemudian Sunny diangkat menjadi
security. Di sela-sela kesibukannya sebagai security, Sunny menyempatkan diri
belajar bahasa asing seperti Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang secara otodidak.
Cara itu dilakukan untuk mempermudah dirinya melayani para tamu hotel yang
mayoritas adalah wisatawan asing, termasuk Jepang.

Selama bekerja di Un’s Hotel, Sunny berkenalan dengan seorang warga negara
Jepang pemilik usaha Real Point Inc, bernama Nobuyuki Kakizaki. Kemahiran
berbahasa Jepang yang dimiliki Sunny membuat pertemanan mereka semakin
dekat hingga Nobuyuki mengajak Sunny bekerja sama.

Nobuyuki sering mengajak Sunny untuk membeli barang-barang kerajinan tangan


dan aksesoris di toko untuk dijual kembali ke Jepang. Para pelanggannya di
Jepang memang sering tidak kebagian barang hingga harus menerapkan sistem
Pre Order (PO).

Sunny kemudian diajari bagaimana cara memilih barang berkualitas hingga cara
mengirimnya ke Jepang. Itu semua dilakukan Sunny saat pagi atau siang hari
karena malamnya ia tetap bekerja sebagai security di hotel. Hingga akhirnya, di
awal tahun 2000 mereka berdua mulai memproduksi tas kulit. Namun tas kulit ini
belum diberi merek.Kemudian mereka mencari pengrajin ke tempat pengepul di
daerah dekat bandara di Kampung Jawa.

Dari kampung Jawa, akhirnya Sunny dan Nobuyuki mendapati satu orang perajin
yang mampu membuat tas kulit. Sejak saat itu produksi tas mulai dilakukan meski
masih coba-coba.Mereka mencoba untuk membuat sampel tas kulit. Di bulan
pertama, Sunny mendapat respon baik dari Jepang. Di sinilah awal mula kejayaan
Sunny Kamengmau. Hingga akhirnya pada tahun 2003, Sunny dan partnernya
membentuk CV Realisu dengan brand Tas Robita. Nama Robita dipilih karena
partner bisnisnya yaitu Nobuyuki Kakizaki suka dengan karakter tokoh Nobita di
film kartun Doraemon.

Tas Robita

Bisnis mereka semakin berkembang dan mengalami peningkatan cukup besar.


Tercatat di tahun 2007, produksi tas mencapai 5.000 pcs setiap bulannya.
Puncaknya terjadi di tahun 2009 dimana Sunny dan Nobuyuki telah memiliki
karyawan hingga mencapai 300 orang.
Sementara itu, harga jual Tas Robita di Jepang rata-rata dibanderol Rp 4-5 juta
untuk ukuran besar dan Rp 2-3 juta untuk ukuran kecil. Sejak tahun 2006 hingga
2012 rata-rata penjualan Tas Robita di Jepang bisa mencapai Rp 25-30 miliar
setiap tahun.

Setelah sukses di pasar international, ternyata Sunny memiliki ambisi lain yaitu
membangun market di negeri kelahirannya sendiri, Indonesia.Sunny mendirikan
sebuah butik Robita di Seminyak, Bali. Niatnya mendirikan dua butik lagi di Nusa
Dua dan Ubud. Sunny tetap akan memakai merek Robita, meski di Indonesia
merek ini belum sepopuler Jepang. Sunny mengakui bahwa perjalanan bisnisnya
memang tidak selalu mulus. Bagi Sunny, tips sukses yang selalu ia terapkan
adalah memegang kepercayaan. Hal itu sangat penting.Yang terpenting dalam
berbisnis adalah optimis, terus belajar terhadap pengalaman. Ketika jatuh maka
harus cari cara untuk bangkit. Sebab tidak ada hidup yang melulu senang. Sunny
Kamengmau cocok dijadikan teladan dalam berbisnis. Latar belakang
pendidikannya yang hanya tamat SMP ternyata bisa membawanya ke kancah
pasar international karena kegigihannya.

5. Mohammad Baedowy

Tempat tanggal Lahir : Balikpapan,2 Mei 1973

Pendidikan : Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang

Karier : pemilik CV Majestic Buana Group

Akun media social : @MohammadBaedowy (Twitter)

@baedowymohammad (instagram)

Mohammad Baedowy adalah seorang pengusaha limbah plastik yang sukses


meraih milyaran rupiah pertahun dari bisnis yang bagi kebanyakan orang
dipandang sebelah mata. Diluar dari keberhasilan yang diukur dari besarnya
pundi-pundi rupiah yang dihasilkan, Baedowy juga adalah contoh sosok
pengusaha yang mendapatkan banyak penghargaan dari hasil kerjanya. Baedowy
adalah penerima penghargaan pemuda pelopor tingkat nasional 2006, tokoh
pengusaha muda terbaik pilihan majalah Tempo, Soegeng Sarjadi Awards on
Good Governance, piagam penghargaan Kalpataru 2010, dan juara 1 wirausaha
terbaik Indonesia versi Dji Sam Soe Awards.

Kesuksesannya tersebut tidak diraih dengan mudah oleh Baedowy. Dirinya harus
berjuang dalam mencapai kesuksesan tersebut, kisahnya dalam merintis bisnis
adalah salah satu contoh kisah inspiratif pengusaha Indonesia yang sukses
membangun bisnis dari nol. Sebelum memulai bisnis, Baedowy sebenarnya
mempunyai pekerjaan yang mapan dan cukup mentereng. Dirinya adalah seorang
auditor di Royal Bank of Scotland dan berkantor dikawasan elite Jakarta.

Walaupun mempunyai pekerjaan yang cukup mapan tersebut, Baedowy


mempunyai tekad untuk berwirausaha yang lebih kuat sehingga dia hanya
bertahan 3 tahun bekerja di Royal Bank of Scotland sebelum keluar. Setelah tidak
lagi menjadi seorang pegawai, Baedowy mencoba berbisnis ternak jangkrik
dengan merombak salah satu kamar dirumahnya. Namun sayang pada percobaan
pertamanya tersebut ternak jangkriknya bukannya bertambah tetapi justru semakin
susut dan menemui kegagalan.

Bingung mencari bisnis yang cocok, pada suatu hari Baedowy bertemu dengan
seorang pengusaha yang cukup sukses. Walaupun pengusaha tersebut hanya
lulusan SD dia bisa mempunyai rumah, tempat usaha, serta dua buah mobil.
Setelah mengetahui bahwa pengusaha tersebut melakoni bisnis sampah, Baedowy
merasa tertarik dan belajar dari pengusaha tersebut. Pengusaha tersebut
menjelaskan bahwa bisnis sampah berbeda dengan bisnis makanan yang punya
risiko basi atau bisnis ternak yang mempunyai risiko mati, bisnis sampah tidak
punya risiko tersebut yang dibutuhkan adalah kerja keras dan semangat.

Setelah belajar proses bisnis dari pengusaha tersebut, Baedowy memberanikan


keluar untuk memulai usaha penggilingan sampah plastiknya sendiri. Dengan
menyewa sebuah lahan untuk tempat pengolahan diapun memberanikan diri
membeli mesin pencacah plastik bekas. Tetapi jalannya tidaklah mulus, mesin
yang dibelinya tersebut hanya tahan sebentar saja dan kemudian rusak. Penjual
mesin tersebut tidak bisa membetulkannya dan pengempul lain tidak mau
mengajarkan bagaimana cara memperbaiki mesin tersebut. Baedowy memutuskan
untuk mencoba membetulkan mesin itu sendiri selama setahun.

Setahun setelah memulai bisnis sampah tersebut, Baedowy mengalami kesulitan


keuangan dan hampir bangkrut. Masalah mesin pencacahnya yang sering ngadat
tersebut membuatnya sering tidak dapat berproduksi dan rugi. Dia pun terpaksa
mengirim pulang istri dan 2 anaknya ke kampung halamannya untuk menghemat
pengeluaran. Kehabisan uang dan diminta oleh mertua untuk berhenti saja
membuat Baedowy sempat berusaha menjual pabriknya. Selama ditawarkan, tak
ada yang mau membeli pabrik Baedowy. Baedowy juga sudah berancang-ancang
untuk melamar pekerjaan.

Pada saat uangnya semakin tipis itu, Baedowy yang kebetulan aktif di sebuah
pesantren di Bekasi Timur didatangi seorang kiai yang meminta bantuan dana
karena harus ada peletakan batu pertama pembangunan pesantren dan akan
dihadiri wali kota. “Saya tahu mereka butuh banget uang untuk membeli semen
atau batu. Akhirnya saya kasihkan sisa uang yang ada, walaupun tidak semua,”
ujarnya.

Namun, akhirnya dia menyadari bahwa efek sedekah itu luar biasa. Dia lantas
meneruskan bisnis itu dengan modal mobil pick-up. Baedowy kembali belajar
kepada pengepul besar. Tidak lama kemudian pulaBaedowy yang merupakan
sarjana ekonomi dan tidak mempunyai berbekal ilmu teknik ini akhirnya berhasil
memperbaiki mesin pencacah plastiknya dengan membuat desainnya sendiri.

Kini Baedowy bukan sekadar menjadi penadah, tetapi juga pembuat mesin dan
menjualnya kepada mitra. Mekanismenya mirip franchise. Sebab, selain diberi
pelatihan setelah membeli mesin darinya, hasil penggilingan mitra bisnis juga
ditampung.

Seakan tak ingin sukses sendirian, ia mengakomodasi permintaan masyarakat


yang juga ingin sukses seperti dirinya. Jaringan mitra kerja yang ia bentuk sudah
menyebar dari Aceh hingga Papua.

Kepada mitra, peraih Soegeng Sarjadi Award on Good Governance 2010 ini
menjual tiga jenis mesin penggiling. Harga tiap mesin berkisar Rp33 juta hingga
Rp47 juta. Mitra Baedowy saat ini sudah lebih dari 100. Mereka tersebar di
seluruh wilayah di Indonesia, sampai ke Aceh. Bijih plastik hasil olahannya
diekspor, terutama ke Tiongkok.

Anda mungkin juga menyukai