Tugas 1
Tugas 1
Tugas 1
OLEH :
MINARNI
(A1I1 18 014)
KELAS B
1. Penskoran
Pemberian skor (scoring) merupakan langkah pertama dalam proses
pengolahan hasil test, yaitu proses pengubahan jawaban-jawaban soal test
menjadi angka-angka. Dengan kata lain, pemberian skor itu merupakan
tindakan kuantitatif terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh tester
dalam suatu test hasil belajar. Cara menskor hasil test biasanya disesuaikan
dengan bentuk soal-soal test yang dipergunakan. Apakah test itu objektif atau
non objektif (isian). Untuk soal-soal objektif biasanya setiap jawaban yang
benar diberi skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol).
Total skor diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal non objektif (essay)
dalam penskoran biasanya digunakan cara pemberian bobot (weighting)
kepada setiap soal menurut tingkat kesukuannya atau banyak-sedikitnya
unsur tingkat kesukarannya atau banyak-sedikitnya unsur terdapat dalam
jawaban yang dianggap paling benar. Dalam evaluasi pembelajaran
diperlukan pedoman penskoran yang dapat digunakan sebagai petunjuk
menilai pekerjaan siswa (Charlotte Danielson, 1997). Pedoman penskoran
adalah pedoman yang digunakan untuk menentukan skor hasil penyelesaian
pekerjaan siswa. Skor ini kemudian ditafsirkan menjadi nilai. Kesulitan yang
dihadapi adalah menetapkan skor dengan tepat terhadap penyelesaian
pekerjaan siswa, baik tugas, ulangan, atau yang lain. Konsistensi penskoran
sangat penting untuk pemerolehan hasil penilaian antar siswa yang tidak biasa
dikarenakan penilaian guru yang tidak konsisten.
1.2 Penskoran Tes Bentuk Pilihan
Cara penskoran tes bentuk pilihan ada dua, yaitu tanpa koreksi
terhadap jawaban tebakan dan dengan koreksi terhadap jawaban tebakan
(Djemari Mardapi. 2008).
a. Penskoran tanpa koreksi terhadap jawaban tebakan
Untuk memperoleh skor dengan teknik penskoran ini digunakan
rumus sebagai berikut:
B
Skor = x 100
N
Keterangan:
B : banyaknya butir yang dijawab benar
N : banyaknya butir soal
Penskoran tanpa koreksi saat ini banyak digunakan dalam penilaian
pembelajaran. Namun teknik penskoran ini sesungguhnya mengandung
kelemahan karena kurang mampu mencegah peserta tes berspekulasi
dalam menjawab tes. Hal ini disebabkan tidak adanya resiko bagi
siswa ketika memberikan tebakan apapun dalam memilih jawaban
sehingga jika mereka tidak mengetahui jawaban mana yang paling
tepat maka mereka leluasa memilih salah satu pilihan secara
sembarang. Benar atau salahnya jawaban sembarang tidak
menunjukkan kemampuan siswa. Semakin banyak jawaban tebakan
semakin besar penyimpangan skor dengan penguasaan kompetensi
siswa yang sesungguhnya.
b. Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan
Untuk memperoleh skor siswa dengan teknik penskoran ini
digunakan rumus sebagaiberikut:
S
Skor =
[ (B− P−1
N ]
) x 10
Keterangan
B : banyaknya butir soal yang dijawab benar
S : banyaknya butir yang dijawab salah
P : banyaknya pilihan jawaban tiap butir.
N : banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0. Keunggulan teknik
penskoran ini dibanding penskoran tanpa koreksi adalah teknik ini
lebih mampu meminimalisir spekulasi jawaban siswa. Jika siswa
mengetahui jawaban salah akan berdampak berkurangnya skor yang
akan mereka dapatkan maka siswa akan lebih hati-hati memilih
jawaban. Jika siswa tidak memiliki keyakinan yang cukup tentang
kebenaran jawabannya, maka siswa akan memilih mengosongkan
jawaban untuk menghindari pengurangan.
Contoh 1.
Andaikan Rizki mengerjakan soal pilihan ganda sebanyak 30 butir
dengan 4 alternatif jawaban. Pekerjaan yang benar sebanyak 16 butir.
Skor yang diperoleh Rizki dihitung sebagai berikut.
S
Skor = (
[
B−
P−1 )
N
x 100 ]
14
=
[ ( 16−
4−1
30
)
] x 100
= 37,777778 ≈ 38
1.2 Penskoran bentuk uraian
Pedoman penskoran tes bentuk urian ada dua macam, yaitu pedoman
penskoran analitik dan penskoran holistic (Djemari Mardapi. 2008).
a. Menggunakan penskoran analitik
Penskoran analitik digunakan untuk permasalahan yang batas
jawabannya sudah jelas dan terbatas. Biasanya teknik penskoran ini
digunakan pada tes uraian objektif yang mana jawaban siswa diuraikan
dengan urutan tertentu. Jika siswa telah menulis rumus yang benar
diberi skor, memasukkan angka ke dalam formula dengan benar diberi
skor, menghasilkan perhitungan yang benar diberi skor, dan kesimpulan
yang benar juga diberi skor. Jadi, skor suatu butir merupakan
penjumlahan dari sejumlah skor dari setiap respon pada soal tersebut.
b. Menggunakan penskoran dengan skala global (holistik)
Teknik ini cocok untuk penilaian tes uraian non objektif. Caranya
adalah dengan membaca jawaban secara keseluruhan tiap butir
kemudian meletakkan dalam kategorikategori mulai dari yang baik
sampai kurang baik, bisa tiga sampai lima. Jadi tiap jawaban siswa
dimasukkan dalam salah satu kategori, dan selanjutnya tiap jawaban
tiap kategori diberi skor sesuai dengan kualitas jawabannya. Kualitas
jawaban ditentukan oleh penilai secara terbuka, misalnya harus ada data
atau fakta, ada unsur analisis, dan ada kesimpulan.
Penskoran soal uraian kadang menggunakan pembobotan.
Pembobotan soal adalah pemberian bobot pada suatu soal dengan
membandingkan terhadap soal lain dalam suatu perangkat tes yang sama.
Pembobotan soal uraian hanya dilakukan dalam penyusunan perangkat tes.
Apabila soal uraian berdiri sendiri tidak dapat ditetapkan bobotnya. Bobot
setiap soal mempertimbangkan faktor yang berkaitan materi dan
karakteristik soal itu sendiri, seperti luas lingkup materi yang hendak
dibuatkan soalnya, esensialitas dan tingkat kedalaman materi yang
ditanyakan serta tingkat kesukaran soal. Hal yang juga perlu
dipertimbangkan adalah skala penskoran yang hendak digunakan,
misalnya skala 10 atau skala 100. Apabila digunakan skala 100, maka
semua butir soal dijawab benar, skornya 100; demikian pula bila skala
yang digunakan 10. Hal ini untuk memudahkan perhitungan skor.
Skor akhir siswa ditetapkan dengan jalan membagi skor mentah yang
diperoleh dengan skor mentah maksimumnya kemudian dikalikan dengan
bobot soal tersebut. Rumus yang dipakai untuk penghitungan skor butir
soal (SBS) adalah :
a
SBS = x c
b
Keterangan SBS : skor butir soal
a : skor mentah yang diperoleh siswa untuk butir soal
b : skor mentah maksimum soal
c : bobot soal
Setelah diperoleh SBS, maka dapat dihitung total skor butir soal
berbagai skor total siswa (STP) untuk serangkaian soal dalam tes yang
bersangkutan, dengan menggunakan rumus :
STP = ΣSBS
Keterangan
STP : skor total peserta
SBS : skor butir soal
Contoh 2. Bobot soal sama, dengan skala 0 sampai dengan 100