2020 Praktikum Farmakologi Semester 2
2020 Praktikum Farmakologi Semester 2
2020 Praktikum Farmakologi Semester 2
FARMAKOLOGI
Penyusun :
Dyah Anggraeni S,Far.,M.Sc.,Apt
YOGYAKARTA
2020
i
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL...................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................... iii
PETUNJUK KERJA LABORATORIUM FARMAKOLOGI...…. iv
PEMBUATAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI………………………………………………... vii
PERCOBAAN I Asistensi Pengenalan Hewan Uji dan Cara
Pemberian Obat pada Hewan Uji.................. 1
PERCOBAAN II Pengaruh Cara Pemberian Terhadap
Absorbsi Obat ……………………………... 8
PERCOBAAN III Metabolisme Obat …………………………. 11
PERCOBAAN IV Uji Analgetika ……………………………... 15
PERCOBAAN V Uji Efek Sedatif…………………………….. 18
PERCOBAAN VI Uji Anti Diare................................................ 20
PERCOBAAN VII Uji Laksansia................................................. 23
PERCOBAAN VIII Uji Tukak Lambung...................................... 26
PERCOBAAN IX Uji Efek Diuretik.......................................... 29
PERCOBAAN X Dosis Respon Obat dan Indeks Terapi......... 32
PETUNJUK KERJA
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
iii
Selama bekerja, dijaga kebersihan laboratorium dan memakai jas
praktikum yang bersih. Setelah selesai melakukan percobaan,
bersihkan dan keringkan alat-alat, cuci wadah binatang dan
kembalikan ke tempat semula. Kertas-kertas atau benda-benda
lain yang tidak berguna dimasukkan ke dalam keranjang sampah
dan tinggalkan laboratorium dalam keadaan bersih dan rapi
seperti pada waktu Anda memasukinya.
Sampah fisiologis seperti sisa jaaringan, sampel darah, atau
hewan mati, perlu dibungkus plastik untuk selanjutnya di
insinerasi (diabukan) atau dipendam.
b. Ketepatan
Ketepatan yang harus diperhatikan:
- Ketepatan dalam menimbang
- Ketepatan dalam mengukur volume larutan, suspensi atau
sediaan obat lain yang akan diberikan
- Ketepatan dalam menentukan dosis obat yang akan diberikan.
c. Pengamatan
Percobaan akan memberikan hasil yang baik jika pengamatan
dilakukan secara benar. Setiap perubahan yang terjadi harus
segera dicatat.
3. Peserta praktikum harus datang tepat pada waktunya. Bagi yang
berhalangan hadir, wajib memberikan keterangan yang jelas. Apabila
praktikan hadir lebih dari 10 menit dari waktu praktikum yang
ditetapkan maka praktikan tersebut tidak diijinkan mengikuti
praktikum.
4. Setiap kali praktikum, akan diadakan test untuk masing-masing
percobaan. Jadwal test sesuai dengan jadwal.
iv
5. Praktikan diwajibkan membuat gambaran percobaan dalam laporan
sementara praktikum, dan menjelang praktikum dimulai harus
mengumpulkan kepada asisten praktikum. Apabila praktikan belum
atau tidak membuat gambaran percobaan dalam laporan sementara
praktikum tersebut maka praktikan tidak diijinkan mengikuti
praktikum.
6. Tidak diadakan praktikum ulang (inhal). Dua kali tidak mengikuti
praktikum, dinyatakan gugur dan dipersilahkan mengikuti praktikum
tahun berikutnya.
7. Setiap mahasiswa harus mengikuti semua materi praktikum. Responsi
hanya bisa ditempuh apabila mahasiswa telah mengikuti semua
materi praktikum. Apabila semua materi praktikum tidak bisa diikuti,
mahasiswa dinyatakan gugur praktikumnya dan dipersilahkan
mengikuti pada tahun berikutnya.
8. Peserta praktikum tidak boleh meninggalkan laboratorium selama
praktikum berlangsung, kecuali ijin khusus dari pembimbing
praktikum.
9. Rombongan praktikum akan dibagi menjadi kelompok-kelompok,
setiap kelompok bertanggungjawab atas peralatan yang dipakai, dan
percobaan yang dilakukan.
10. Laporan praktikum harus diserahkan sebelum acara praktikum pada
hari berikutnya dimulai.
11. Beberapa percobaan hanya diperlukan hasil tiap kelompok, lainnya
memerlukan hasil-hasil dari kelompok lain untuk dihitung secara
statistik.
12. Binatang percobaan diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Hal
ini akan membantu praktikum dalam melakukan percobaan dan
v
mengurangi pengaruh yang tidak dikehendaki yang disebabkan
karena takut dan sebagainya. Binatang jangan disakiti.
13. Pada akhir praktikum akan diadakan responsi. Dan tidak ada responsi
ulangan.
Yogyakarta, ..................................
(...................................................)
vii
PERCOBAAN I
ASISTENSI PRAKTIKUM: PENGENALAN HEWAN UJI DAN
CARA PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN UJI
1
2. Punggung binatang dibagi menjadi 3 bagian: bagian kanan menunjukkan
angka satuan, bagian tengah menunjukkan angka puluhan dan bagian kiri
menunjukkan angka ratusan.
2
1. Tabung dan jarum suntik harus steril jika akan digunakan pada
kelinci, marmut dan anjing. Tetapi tidak perlu steril melainkan sangat
bersih untuk tikus dan mencit.
2. Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarum suntik tersebut,
semprotkan cairan ke dalam beker, dan jarum suntik dipegang erat-
erat. Ulangi cara ini tiga kali.
B. Heparinisasi
1. Untuk heparinisasi (mencegah penggumpalan darah) dipakai 10 unit
heparin per 1 ml darah.
2. Untuk mencegah pengumpalan darah, tabung dan jarum suntik dicuci
dulu dengan jenuh natrium oksalat steril.
Volume Maksimum
Binatang Cara Pemberian
i.v. i.m. i.p. s.c. p.o.
Mencit 20-30 g 0.5 0.005 1.0 0.5-1.0 1.0
Tikus 100 g 1.0 0.1 2.0-5.0 2.1-5.0 5.0
Hamster 50 g - 0.1 1.0-5.0 2.5 2.5
Marmot 250 g - 0.25 2.0-5.0 5.0 10.0
Merpati 300 g 2.0 0.5 2.0 2.0 10.0
Kelinci 2,5 kg 5.0-10.0 0.5 10.0-20.0 5.0-10.0 50.0
Kucing 3 kg 5.0-10.0 1.0 10.0-20.0 5.0-10.0 50.0
Anjing 5 kg 10.0-20.0 5.0 20.0-50.0 10.0 100.0
Konversi perhitungan dosisi antar jenis hewan (Laurence & Bachach, 1964)
4
Uji (bln)
5
Pemberian obat dalam bentuk suspensi, larutan atau emulsi kepada tikus
dan mencit dilakukan dengan dengan pertolongan jarum suntik yang
ujungnya tumpul (bentuk bola).
6
dari tangan kanan ke jari kelingking tangan kiri. Tikus atau mencit siap
diinjeksikan pada abdominal area. Gunakan jarum 5/8 inchi 24 gauge.
7
PERCOBAAN II
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP
ABSORBSI OBAT
Tujuan :
Mengenal, mempraktekkan dan membandingkan cara-cara
pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data
farmakologi sebagai tolok ukur.
A. Pendahuluan
Untuk mencapai efek farmakologis seperti yang diharapkan, obat
dapat diberikan dengan berbagai cara. Diantaranya oral, subkutan,
intra muscular, intra peritoneal, rectal, dan intra vena. Masing-
masing cara pemberian ini memiliki keuntungan dan manfaat tertentu.
Suatu senyawa atau obat efektif bila diberikan melalui cara lain.
Perbedaan ini salah satunya disebabkan oleh adanya perbedaan dalam
hal kecepatan absorbsi dari berbagai cara pemberian tersebut, yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap efek atau aktifitas
farmakologisnya.
B. Cara Percobaan
Percobaan ini terdiri dari 2 bagian:
I. Mahasiswa melihat video tentang jalannya percobaan kemudian
mendiskusikannya.
II. Mahasiswa mengerjakan sendiri percobaan yang sama.
a. Bahan : Natrium Pentobarbital, atau Natrium tiopental
8
b. Alat : Spuit injeksi dan jarum (1 ml), jarum
berujung tumpul (untuk oral), sarung tangan dan stopwatch.
c. Hewan Uji : Mencit dan tikus
d. Cara Kerja :
1. Tiap golongan dibagi menjadi 3 kelompok, masing-
masing kelompok mendapat 3 mencit atau tikus.
2. Berturut-turut kelompok I, II, III mengerjakan percobaan
oral, subkutan, dan intra peritoneal.
3. Mencit atau tikus ditimbang dan diperhitungkan volume
obat yang akan diberikan, dengan dosis 35 mg/kg BB.
4. Obat diberikan pada hewan uji dengan pemberian sesuai
dengan masing-masing kelompok.
1) Oral. Melalui mulut dengan jarum ujung tumpul
2) Subkutan, masukkan sampai dibawah kulit pada
tengkuk hewan uji dengan jarum injeksi
3) Intra peritoneal, suntikan ke dalam rongga perut (hati-
hati jangan sampai masuk ke dalam usus).
e. Pengumpulan Data
Setelah hewan uji mendapat perlakuan, amati dan catat hilangnya
reflek balik badan ditandai dengan hilangnya kemampuan hewan
uji untuk membalikkan badan jika ia menelentangkan (30 detik).
Kembalinya reflek balik badan ditandai dengan kembalinya
kemampuan untuk membalikkan badan dari keadaan telentang.
Onset dihitung mulai waktu obat diberikan sampai timbul efek
yang ditandai dengan hilangnya reflek balik badan dari hewan
uji, sedangkan durasi dihitung dari mulai efek timbul sampai
efek hilang yang ditandai dengan kembalinya reflek balik badan
9
dari hewan uji. Hitung onset dan durasi waktu tidur obat dari
masing-masing kelompok percobaan, bandingkan hasilnya
menggunakan uji statistic dengan program SPSS.
Waktu
Nomor Cara Reflek Balik Onset Durasi Ket.
Hewan Pemberian Pemberian Badan
Hilang Kembali
C. Bahan Bacaan
1. Holck, H.G.O., 1959, Laboratory Guide Pharmacology, Burgess
Publising Company : Minnesotta, 1-3
2. Levine, R.R., 1978, Pharmacology : Drug Actions and Reaction,
2nd Ed., Little Brown & Company, Boston.
PERCOBAAN III
METABOLISME OBAT
10
Tujuan :
A. Pendahuluan
Metabolisme obat sering juga disebut biotransformasi. Walaupun
diantara keduanya juga sering dibedakan. Sebagian ahli mengatakan
bahwa istilah metabolism hanya diperuntukkan bagi perubahan-
perubahan biokimiawi / kimiawi yang dilakukan oleh tubuh terhadap
senyawa endogen sedang biotransformasi peristiwa yang sama bagi
senyawa eksogen atau xenobiotika.
Pengetahuan tentang metabolisme obat menempati posisi dalam
evaluasi keamanan dan kemanfaatan suatu obat. Selain untuk mengetahui
bagaimana obat dimetabolisir dan dideaktivasi, juga untuk mengenal
jalur dan kecepatan distribusi serta eliminasi obat dan metabolitnya.
Reaksi-reaksi yang terjadi antara selama proses metabolisme dapat dibagi
menjadi dua yaitu reaksi fase I yang meliputi reaksi-reaksi oksidasi,
reduksi dan hidrolisis, serta reaksi fase II atau reaksi konjugasi. Reaksi-
reaksi enzimatik yang berperan dalam proses tersebut sebagian besar
terjadi di dalam sel-sel hepar, dan sisinya terjadi di dalam organ lain
seperti saluran cerna, paru, ginjal dan darah. Mikroflora gastrointestinal
lebih berperan dalam reduksi daripada oksidasi dan hidrolisis daripada
konjugasi. Tempat terjadinya reaksi-reaksi oksidasi tersebut juga bisa
dikatalisir oleh enzim-enzim yang berada dalam sitosol, kecuali reaksi
glukuronidasi.
Banyak obat-obat yang mengalami deaktivasi dengan reaksi
konjugasi, yaitu suatu biosintesa dengan penempelan senyawa endogen
11
(asam glukuronat, gugus sulfat, metal dan asetil). Jika molekul obat
sangat larut lipid dan tidak mempunyai gugus aktif untuk konjugasi,
maka berbagai biotransformasi (oksidasi, reduksi dan hidrolisis) akan
terjadi lebih dahulu. Konjugasi dalam asam glukuronat (reaksi fase II
yang paling enzim), koenzim antara (UDPGA) bereaksi dengan obat,
dengan glukuronida ke atom O pada alkohol, fenol, atau asam karbosilat,
atau atom S pada senyawa tiol, atau senyawa N pada senyawa-senyawa
amina dan sulfonamide. Enzim-enzim mikrosom hepar, mukosa usus dan
jaringan lain berperan dalam oksigenasi xenobiotika dan senyawa-
senyawa endogen (asam-asam lemak, kolesterol, dan hormon-hormon
steroid). Dalam hidroksilasi, satu atom O akan berikatan dengan atom-
atom C, N dan S dari molekul obat. Reaksi ini dikatalisis oleh
sekelompok enzim reticulum endoplasmic hepar (Mixed Function
Oxidases System = MFO) yang melibatkan sitokrom P450 dan reduktase
NADPH sitokrom –C.
Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya
sendiri dengan induksi enzim (menaikkan kecepatan sintesis enzim).
Kenaikan aktivitas enzim metabolisme ini menyebabkan metabolisme
dan yang pada umumnya merupakan proses deaktivasi obat sehingga
mengurangi kadarnya di dalam plasma dan memperpendek waktu paro
obat. Karena itu intensitas dan durasi efek farmakologinya berkurang.
Sekobarbital, penobarbital, alobarbital, dan fenobarbital menaikkan
kadar sitokrom P450, serta meningkatkan kecepatan beberapa reaksi
metabolisme seperti detilasi fenasetin, dimentilasi aminopirin, 4
hidrosilasi bifenil dan hidroksilasi heksobarbital.
Pengaruh induksi dan penghambatan enzim terhadap efek
farmakologi dan toksisitas cukup besar sehingga perlu diperhatikan oleh
para praktisi. Sebagai contoh pemberian fenobarbital bersama-sama
12
dengan warfarin akan mengurangi efek antikoagulasinya. Demikian pula
pemberian simetidina suatu antagonis reseptor H, akan menghambat
aktivitas sitokrom P450 dalam memetabolisme obat-obat lain. Induksi
enzim menunjukkan variasi yang besar antar spesies, dan bahkan antar
keturunan dalam satu spesies. Selain itu variasi juga terjadi antara
jaringan yang satu dengan jaringan yang lain dalam tubuh binatang.
Pengetahuan tentang pengaruh induktor dan inhibitor enzim terhadap laju
metabolism akan sangat membantu dalam memperkirakan perubahan-
perubahan yang terjadi pada efek farmakodinamiknya.
B. Cara Percobaan
a. Bahan dan Alat
1. Induktor enzim : fenobarbital
2. Penghambat enzim : simetidin
3. Jarum suntik oral (ujung tumpul)
4. Timbangan Mencit
5. Stop watch
b. Hewan Uji : mencit
c. Cara kerja :
1. Tiap kelas dibagi 3 kelompok, masing-masing mendapat 3 ekor
hewan uji.
2. Kelompok I ( kontrol ) : hewan uji diberi perlakuan hexobarbital
100 mg/kg BB dosis tunggal
Kelompok II : hewan uji diberi hexobarbital 100 mg/kg BB,
i.p.,dosis tunggal yang sebelumnya diberi praperlakuan
fenobarbital 80mg/kg BB,p.o 1 jam sebelumnya.
13
Kelompok III : seperti kelompok III, yang diberikan bersama –
sama dengan simetidina 80mg/kg BB,p.o 1 jam sebelumnya
F. Latihan Soal
1. Sebutkan senyawa-senyawa yang dapat menginduksi dan
menghambat enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme
metabolisme obat!
2. Jelaskan mekanisme induksi dan inhibisi enzim
3. Jelaskan hubungan antara induksi dan inhibisi enzim dengan efek
farmakologi dan toksisitas!
4. Jelaskan pengaruh kekurangan konsumsi asam-asam amino terhadap
kapasitas enzim yang berperan dalam metabolisme obat!
PERCOBAAN IV
UJI ANALGETIKA
Tujuan:
Mengenal, mempraktekan dan membandingkan daya analgetika
asetosal dan parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.
14
A. Pendahuluan
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dapat mengurangi
rasa sakit atau nyeri. Secara umum analgetika dibagi menjadi 2
golongan yaitu analgetika non narkotika atau integumental
analgesics (misalnya asetosal dan parasetamol) dan analgetika
narkotika atau visceral analgesics (misalnya morfin).
Analgetika yang diberikan kepada penderita untuk
mengurangi rasa nyeri, yang ditimbulkan oleh berbagai rangsang
nyeri seperti rangsangan mekanis, kimia dan fisika. Rasa nyeri
tersebut terjadi akibat terlepasnya mediator nyeri (misalnya
bradikinin, prostaglandin) dari nyeri diujung syaraf perifer atau
tempat lain. Dari tempat-tempat ini selanjutnya rangsang nyeri
diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh syaraf sensori
melalui sumsum tulang belakang dan talamus. Berdasarkan atas
rangsangan nyeri yang dipergunakan, maka terdapat berbagai metode
penetapan daya analgetika suatu obat. Salah satu diantaranya
menggunakan rangsang kimia sebagai penimbul rasa nyeri, seperti
yang akan dipraktekkan disini.
B. Cara Percobaan
1. Bahan dan Alat
Bahan : Larutan CMC Na dalam air 1%, suspensi asetosal 1%
dalam CMC Na 1% dan suspensi parasetamol dalam CMC Na
1%, larutan steril asam asetat 1% dan hewan uji yang berupa
mencit, umur 40-60 hari dengan berat 20-30 gram.
Alat : Spuit injeksi oral (0,1 - 1 ml), jarum oral, beaker glass 1-2
liter dan stop watch.
15
2. Cara Percobaan
16
C. Bahan Bacaan
1. Domer, F.R., 1971, Animal Experiment in Pharmacologycal
Analisys, 1st ed., Charles and Thomas Publisher, Illionis, pp. 275-
316
2. H. Gerhard Vogel, 2002, Drug Discovery and Evaluation,
Pharmacological Assays, Springer, Jerman
D. Latihan Soal
1. Apakah analgetika itu?
2. Mengapa analgetika kadang-kadang perlu diberikan pada
penderita?
3. Bagaimana mekanisme kerja daya analgetika dan asetosal?
PERCOBAAN V
UJI EFEK SEDATIF
Tujuan:
A. Pendahuluan
Obat-obat sedatif hipnotik memiliki efek farmakologik yang mirip
dengan anastetik umum, jika obat-obat tersebut diberikan dengan dosis yang
lebih besar, efeknya sama dengan anastetik umum. Kedua jenis obat tersebut
mempunyai mekanisme yang sama dalam menekan susunan saraf pusat.
17
Obat-obat penenang (antipsikotik) berbeda pengaruhnya dengan
hipnotik sebab tidak menimbulkan efek anastetik. Sebagai contoh
klorpromasin dan reser pin, penekanannya pada susunan saraf pusat tidak
begitu dalam sehingga hanya menimbulkan sedasi. Efek sedatif dapat
mempengaruhi kemampuan koordinasi motorik hewan coba. Besar kecilnya
efek sedasi. Oleh sebab itu, efek sedatif ini akan diamati melalui eksperimen
dengan binatang menggunakan parameter rotarod, daya cengkeraman, reflek
kornea dan diameter pupil mata.
Klorfeniramin adalah preparat antihistamin tetapi memiliki efek
samping sedatif yang mirip dengan obat penenang. Sifat sedatif obat ini
disebutkan tidak ada kaitannya dengan kemampuan mengantagonis histamin.
B. Cara Percobaan
a. Bahan : Mencit (hewan uji), diazepam (obat sedatif).
b. Alat : Rotarod (batang berputar) dan alat suntik.
c. Cara Kerja :
1. Mencit ditimbang (n=10 dan dibagi menjadi 2 kelompok
(kontrol dan perlakuan) masing- masing 5 ekor. Sebelum
pemberian obat hewan tersebut diletakkan diatas rotarod
selama 5 menit untuk adaptasi.
2. Kelompok kontrol disuntik dengan aquabides dengan volume
setara dengan diazepam dengan dosis konversi terapi manusia
ke mencit (sediaan diazepam 5 mg/mm untuk 50 kg BB).
3. Pada menit-menit ke 15, 60, dan 120, mencit diletakkan diatas
rotarod selama 2 menit.
4. Catat berapa kali binatang terjatuh dari rotarod.
5. Selama eksperimen berlangsung amati:
- Reflek balik badan dan kornea
- Daya cengkeram pada kawat kasa.
18
- Perubahan pada diameter pupil mata.
6. Tugas tiap praktikan:
Analisis data kuantitatif dan kualitatif dengan
membandingkan efek kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.
C. Bahan Bacaan
Meyers F.H., Jawesz E., Goldifien A., 1974, Review of Medical
Pharmacology, 4 th dd., Lange Medical Publ., Calif.
D. Latihan Soal
1. Mengapa mencit perlu diadaptasi sebelum percobaan ?
2. Merupakan indikasi apakah hilangnya reflek balik badan dan
kornea, daya cengkeram, dan perubahan pupil ?
3. Jelaskan bagaimana mekanisme diazepam dapat berefek sedatif ?
PERCOBAAN VI
A. Tujuan
Mengenal dan mempraktekkan uji anti diare menggunakan metode transit
intestinal.
B. Pendahuluan
Diare merupakan suatu kondisi dimana frekuensi defekasi melebihi
normal dengan konsistensi feses yang lebih encer. Diare dapat bersifat akut
atau kronis, dan penyebabnya bisa bermacam-macam. Diare akut biasanya
disebabkan oleh infeksi. Sedangkan diare kronis biasanya disebabkan oleh
19
berbagai gangguan gastrointestinal. Diare dapat menyebabkan kondisi
kehilangan banyak cairan dan elektrolit. Sehingga pada manajemen diare
diperlukan terapi pengganti cairan dan elektrolit, selain itu juga diperlukan
antibiotik tergantung penyebab diare, maupun obat-obat lain yang bekerja
memperlambat peristaltic usus, menghasilkan spasme dan nyeri. Protokol
penapisan aktivitas anti diare disini terbatas pada aktivitas obat yang dapat
memperlambat peristaltik usus. Peristaltik usus yang diperlambat akan
mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi usus.
C. Cara Percobaan
a. Alat dan Bahan
Wadah mencit, alat ukur jarak (mistar), meja bedah mencit, spuit dan
jarum berujung tumpul, timbangan mencit, larutan fisiologis (NaCl 0,9%),
suspensi gom arab 20% diwarnai dengan norit 5% sebagai marker,
loperamid, produk herbal
20
c) Timbang masing-masing tikus, setelah itu masing-masing
kelompok mendapat perlakuan sebagai berikut (t=0) :
D. Bahan Bacaan
1. Colotm. 1972. Naatinonas Tecjique de Pharmaarmacologie Geberaley,
Masson et Cie
21
3. Gilman GA et al. 1985. Goodman and Gilman’s The Pharmacological
Basic of Therapeutics, 7th edition, Macmilan Pubishing Company, New
York
E. Latihan Soal
Data yang diperoleh dievaluasi secara statistik dengan anova dan uji t,
untuk menilai bahwa antar kelompok kontrol dan kelompok uji ada
perbedaan bermakna, sehingga dapat disimpulkan adanya aktivitas obat
uji.
PERCOBAAN VII
UJI LAKSANSIA
A. Tujuan
Mengenal dan mempraktekkan uji laksansia menggunakan metode transit
intestinal
B. Pendahuluan
Konstipasi atau sembelit merupakan gejala proses defekasi tidak
normal yang ditunjukkan dengan defekasi yang tidak lancer dan tidak
teratur. Sembelit dapat disebabkan karena kurang minum atau kurang
makan makanan yang mengandung serat. Selain itu sembelit juga dapat
disebabkan karena ketegangan saraf dan emosi sehingga menyebabkan
kejang pada usus dan juga karena efek samping dari penggunaan obat
22
seperti atropine dan zat-zat seperti parasimpatolitik lainnya, candu dan
alkaloid-alkaloidnya serta beberapa logam (bismuth, besi, kalium).
Laksansia adalah zat yang dapat menstimulasi gerakan peristaltik usus
sebagai reflek dari rangsangan langsung terhadap dinding usus sehingga
mempermudah buang air besar (defekasi) dan meredakan sembelit
Metode transit intestinal dapat digunakan untuk mengevaluasi
pengaruh obat anti diare, laksansia, antispasmodik, berdasarkan
pengaruhnya pada rasio jarak yang ditempuh oleh suatu marker dalam
waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan
mencit dan tikus.
C. Cara Percobaan
a. Alat dan Bahan
Wadah mencit, alat ukur jarak (mistar), meja bedah mencit, spuit dan
jarum berujung tumpul, timbangan mencit, larutan fisiologis (NaCl
0,9%), suspensi gom arab 20% diwarnai dengan norit 5% sebagai
marker, obat laksansia, produk herbal
b. Hewan Uji : Mencit Swiss Webster jantan
c. Cara Kerja
(1) 9 tikus dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing 3 tikus
(2) Hewan uji dipuasakan makan selama ± 18 jam, minum tetap
diberikan
(3) Timbang masing-masing tikus, setelah itu masing-masing
kelompok mendapat perlakuan sebagai berikut (t=0) :
(4) Kelompok I mendapat obat laksansia (dengan dosis konversi
dari manusia ke mencit) dengan volume 1 ml/100 g BB
(5) Kelompok II mendapat sediaan herbal dengan volume 1 ml/100
g BB
23
(6) Kelompok III mendapat larutan fisiologis dengan volume 1
ml/100 g BB
(7) Setelah t=45 menit, semua hewan diberikan suspense norit
sebanyak 0,1 ml/10 g mencit secara oral
(8) Pada t=65 menit semua hewan uji dikorbankan secara dislokasi
tulang leher. Usus dikeluarkan secara hati-hati sampai teregang.
Ukur panjang usus yang dilalui marker norit mulai dari pilorus
sampai rektum dari masing-masing hewan
(9) Masing-masing hewan dihitung rasio normal jarak yang ditempuh
marker terhadap panjang usus seluruhnya. Nilai rasio tersebut
selanjutnya dirata-rata untuk masing-masing kelompok kemudian
dibandingkan antar kelompok
D. Bahan Bacaan
1. Colotm. 1972. Naatinonas Tecjique de Pharmaarmacologie
Geberaley, Masson et Cie
E. Tugas
24
PERCOBAAN VIII
A. Tujuan
Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap lambung dan
menguji senyawa, simplisia dari bahan alam sebagai anti tukak lambung.
B. Pendahuluan
Tukak lambung(peptic ulcer) merupakan kondisi patologik lambung
(gaster) dimana terjadi luka pada laisan mukosa (lapisan epitel) lambung
dengan diameter 5 mm atau lebih dengan kedalaman sampai submukosa.
Patogenesis dasar terjadina tukak lambung ialah bila terdapat ketidak
seimbangan faktor agresif dan faktor defensif pada mukosa gastroduodenal
dimana terjadi penurunan kapasitas defensif mukosa dan atau peningkatan
faktor agresif. Faktor defensif yaitu produksi mukus, sekresi bikarbonat,
aliran darah mukosa lambung dan difusi balik ion hidrogen pada epitel serta
regeneraasi sel epitel. Sedangkan faktor agresif meliouti asam lambung,
25
pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang
bersifat gram negatif, penggunaan obat-obatan non-steroidal anti-
inflamatory agents (NSAIDs) dan alkohol.
C. Cara Percobaan
d. Bahan
1. HCl-etanol
2. Ranitidin/simetidin
3. Formalin
e. Alat
1. Spuit oral
2. Spuit 1 cc
f. Hewan Uji : Mencit
g. Cara Kerja
1. Tikus dipuasakan selama 24 jam (koordinasikan dengan laboran)
2. Mahasiswa dibagi menjadi 3 kelompok:
a. Kelompok obat: Pemberian ranitidin atau simetidin
b. Kelompok herbal: pemberian obat herbal dengan konsentrasi
diperhitungkan
c. Kelompok kontrol: aquadest
3. Sampel (ranitidin, herbal, aquades) disuntikkan secara per oral
4. Setelah 1 jam kemudian disuntikkan HCl-EtOH dosis 0,25 ml/25
gr
5. Setelah 1 jam kemudian mencit dikorbankan, dan ambil
lambungnya
6. Masukkan ke dalam formalin, 10 menit, dan ukur tukak lambung
yang terjadi.
26
D. Analisa Data
Gastric Ulcer Index= (K-S)/K x 100%
E. Bahan Bacaan
Berardi, R.R., Welage, L.S. (2005). Peptic Ulcer Disease, in Dipiro J.T.,
Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M, ed:
Pharmacotherapy: a Pathophysiologic Approach, 6 th ed. USA:
McGraw-Hill Companies. P. 630.
F. Latihan Soal
27
PERCOBAAN IX
A. Tujuan
Mengenal, mempraktekkan dan membandingkan suatu cara untuk
mengevaluasi secara eksperimental efek diuretik suatu obat.
B. Pendahuluan
Diuretik adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu
kondisi, sifat atau penyebab naiknya laju urinasi. Diuretik ialah obat yang
dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai
dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin
yang diproduksi dan yang kedua menunjuukan jumla pengeluaran
(kehilangan) zat-zat terlarut air. Fungsi utama diuretika adalah untuk
memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
28
3. Beaker glass 50ml-100ml-250ml, vial 10 ml, gelas ukur 10 ml,
mortir dan stamper, sudip, kapas, tabung ependrorf 2,5 cc untuk
menampung urin.
4. Stopwatch
5. Kandang khusus untuk pengamatan uji diuretik
b. Bahan
1. Larutan furosemid natrium dala air, dibuat dengan melarutkan
furosemid kadar yang sesuai dala air, dengan meneteskan
kedalam campuran larutan NaOH sampai furosemid ;arut,
kemudian larutan dinetralkan dengan HCl 0,1 N atau sediaan jadi
injeksi furosemid 20 mg/dl. Dosis furosemid natrium manusia: 40
mg dan 80 mg dikonversi ke dosis mencit.
2. Larutan NaCl fisiologik 0,9%w
3. Kertas indikator untuk mengukur pH urin
c. Hewan Uji : 9 ekor mencit putih jantan galur swiss, usia sekitar 2
bulan, berat 25-35 gr
d. Cara Kerja
1. Semua mencit dipuasakan makan selama lebih kurang 16 jam,
minum tetap diberikan.
2. Mencit dikelompokkan secara acak dalam 3 kelompok, masing-
masing terdiri dari 3 ekor mencit menurut dosis obat yang
tersedia
3. Kepada semua mencit diberikan air hangat secara oral sebanyak
0,5 ml tiap 10 menit selama 30 menit.
4. Masing-masing kelompok mencit disuntik intraperitonial (ip)
furosemid (dosis manusia 40 mg dan 80 mgg) atau NaCl
fisiologik. Volume yang disuntikkan dibuat sama (+- 0,5 ml)
29
5. Tempatkan masing-masing mencit dalam kandang khususyang
tersedia dan tampung urin yang diekskresikannya. Catat jumlah
urin kumulatif setiap kurun 15 menit selama 1 jam.
D. Pengumpulan Data
Tabelkan data yang diperoleh saat mulai mucul efek, volume urin
kumulatif dan pH. Mulai berkemih = saat mulai berkemih – saat mulai
disuntik.
E. Analisa Hasil
Hitung untuk masing-masing tikus presentase volume kumulatif urin
yang dieksresikan, gunakan kriterium efek positif jika presetase melebihi
75%dari volume airyang disediakan. Hitung jumlah hewan berefek.
30
PERCOBAAN X
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan eksperimen untuk memperoleh DE50
dan DL50.
2. Mahasiswa mampu memahami indeks terapi dan implikasinya.
B. Pendahuluan
Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika
dosis obat yang diberikan kepadanya juga ditingkatkan. Prinsip ini
memungkinkan untuk menggambarkan kurva efek obat sebagai fungsi
dari dosis yang diberikan, atau menggambarkan kurva dosis-respon. Dari
kurva demikian dapat diturunkan DE50 yaitu dosis yang memberikan efek
yang pada 50% hewan uji. Prinsip yang sama dapat digunakan untuk
menurunkan DL50 yaitu dosis yang menimbulkan kematian pada 50%
hewan uji.
Hubungan antara dosis dan respon obat :
1. Efikasi
Adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat. Efikasi
tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk dan
efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja
seluler.
2. Potensi
Potensi yang disebut juga konsentrasi dosis efektif, adalah suatu
ukuran berapa banyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
respon tertentu. Makin rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu
31
respon yang diberikan, makin poten obat tersebut. Potensi paling
sering dinyatakan sebagai dosis obat yang memberikan 50% dari
respon maksimal (ED50). Obat dengan ED50 yang rendah lebih poten
daripada obat dengan ED50 yang lebih besar
3. Slope kurva dosis-respons
Slope kurva dosis-respon bervariasi dari suatu obat ke obat lainnya.
Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan
dosis yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang besar.
(Katzung, 1989)
4. Untuk dapat menentukan secara teliti DE50 ataupum DL50 lazimnya
dilakukan berbagai transformasi dengan menggunakan transformasi
log-probit. Dalam hal ini dosis yang digunakan ditransformasi
menjadi logaritmanya, dan presentasi hewan yang memberikan
respon ditransformasikan menjadi nilai probit.
Indeks terapi :
Obat mempunyai respon farmasetik sepanjang masih adanya dosis obat yang
terkandung dalam obat dan berada dalam margin / batas keamanan obat.
Beberapa obat memiliki batas terapi yang luas, tetapi ada beberapa obat yang
32
memiliki indeks terapi sempit seperti digoxin dan fenitoin. Indeks terapi
yang luas menunjukkan bahwa pasien dapat diberikan dengan range tingkat
dosis yang lebar tanpa terjadi efek toksik. Obat lainnya mempunyai batas
terapi yang sempit dimana perubahan sejumlah kecil dosis obat dapat
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan efek toksik.
C. Cara Percobaan
a. Bahan
1. Luminal Na
b. Alat
1. Spuit injeksi dan jarum (1-2 ml)
2. Sarung tangan
3. Stopwatch
c. Hewan Uji : Mencit
d. Cara Kerja
a. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok dan masing-masing terdiri
dari 5 ekor.
b. Setiap mencit pada setiap kelompok diberi tanda.
c. Obat luminal diberikan secara intraperitoneal kepada setiap
mencit dan setiap kelompok diberikan dosis yang meningkat.
Dosis yang diberikan (faktor pengali 3):
33
Pada kertas grafik log pada ordinat presentase hewan yang
memberikan efek (hilang “righting refleks” atau kematian) pada dosis
yang digunakan. Dengan memperhatikan sebesar titik-titik
pengamatan, gamarkan grafik dosis respon yang menurut pemikiran
saudara paling representative untuk fenomena yang diamati.
34
35