Kontra Memori Banding - 1
Kontra Memori Banding - 1
Kontra Memori Banding - 1
PT. Asuransi Central Asia ……… sebagai …………… Pembanding (dahulu sebagai
Penggugat).
ME LAWAN
PT. Cahaya Makmur Sejahtera, Dkk …... sebagai ...…… Para Terbanding (dahulu sebagai
Para Tergugat).
Kepada Yth. :
KETUA PENGADILAN TINGGI Jawa Timur
Jl. Sumatera No. 42
Surabaya
Dengan hormat,
TONNY SURYO, S.H., M.H., M.M. dan SUDJIONO, S.H., M.H. Advokat/Pengacara pada
KANTOR HUKUM & PENGACARA ”TONNY SURYO & PARTNERS” bertindak
untuk dan atas nama; GO ANTON UTOMO dalam kedudukannya sebagai Terbanding II
(dahulu sebagai Tergugat II) sebagaimana berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal
........... dengan ini menyampaikan KONTRA MEMORI BANDING sebagai tanggapan atas
MEMORI BANDING tanggal 28 Mei 2018 yang telah diajukan oleh Pembanding, yakni
sebagai berikut :
1
Pengadilan Negeri Surabaya dalam Perkara Nomor: 737/Pdt.G/2017/PN.Sby. tertanggal 3
Mei 2017 yang amar Putusannya adalah berbunyi sebagai berikut :
MENGADILI
DALAM PROVISI :
DALAM EKSEPSI :
4. Menyatakan Laporan Jasa Penilai Kerugian Asuransi PT Pandu Halim Perkasa Laporan
Akhir No. MAC. 1612013.BY tertanggal 17 April 2017, adlah sah menurut hukum ;
Pendahuluan :
Bahwa Judex Facti di Pengadilan Negeri Surabaya, telah memutuskan perkara ini dengan
pertimbangan hukum yang benar, maka layak kiranya kalau Putusan ini dikuatkan oleh
Pengadilan Tinggi Jawa Timur dalam Putusan Bandingnya.
Bahwa Kontra Memori Banding ini diajukan sebagai tanggapan atas adanya Memori Banding
tertanggal 28 Mei 2018 yang disampaikan oleh Pembanding; sehubungan dengan adanya
2
permohonan Banding yang telah diajukan oleh Pembanding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur
melalui Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 16 Mei 2018; yakni sebagai berikut :
1. Bahwa Pembanding dalam Memori Bandingnya keberatan atas Putusan dari Pengadilan
Negeri Surabaya, dengan alasan sebagai berikut :
Pembanding sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Surabaya tersebut karena telah mengabaikan begiu saja bukti P – 13 dan P – 13.1,
yaitu MARINE CARGO CLAIM FINAL REPORT Nomor MAC 1612013.BY tanggal 17
April 2017 oleh penilai Kerugian Asuransi PT. PANDU HALIM PERKASA.
Bahwa Pembanding dengan sengaja mengabaikan dan tidak mau tahu adanya bukti dari
Tergugat I yaitu bukti T I-2, T I-3, T I-4, T I-5 dan T I-6
3
TI-2 Laporan Kecelakaan Kapal Bukti ini membuktikan bahwa peristiwa
Nomor: kecelakaan kapal KM. PUTRI
HM.108/1/1/UPP.Skg.16 MULYA-III telah dilaporkanoleh
Nahkoda Kapal
4
Dan bukti dari Tergugat II yaitu adanya bukti T II-2, T II-3, TII-4, T II-5 dan T II-6 yang
jelas membuktikan terjadinya suatu kecelakaan.
5
Bahwa selain itu berdasarkan pada adanya bukti dari Tergugat I yaitu bukti T I-7, T I-8, T
I-9, T I-13 dan bukti dari Tergugat II yaitu bukti T II-7 yang menyatakan secara jelas
adanya peristiwa force majeure dalam kecelakaan kapat tersebut.
T-7 Berita Acara Pendapat (Resume) Bukti ini tidak ada aslinya karena aslinya
dari Kementerian Perhubungan
Direktorat Jendral Perhubungan
diminta oleh PT. Agro Teknik Internusa
Laut Kantor Unit Penyelenggara untuk digunakan sebagai syarat agar bisa
Pelabuhan Kelas III Sangkulirang mengajukan klaim kepada
PENGGUGAT (Asuransi Central Asia)
T-8 Tanda Terima yang dibuat oleh Bukti ini membuktikan bahwa Berita
PT. Agro Teknik Internusa
Acara Pendapat (Resume) dari
Kementerian Perhubungan Direktorat
Jendral Perhubungan Laut Kantor Unit
Penyelenggara Pelabuhan Kelas III
Sangkulirang tidak ada aslinya karena
diminta oleh PT. Agro Teknik Internusa
agar dapat mengajukan klaim kepada
PENGGUGAT (Asuransi Central Asia)
6
Indonesia tetapi di Negara Inggris
Bahwa disisi lain keberadaan PT. PANDU HALIM PERKASA tidak pernah dijadikan
pihak dalam persidangan, sehingga kapasitasnya hanyalah sebagai bukti pendukung saja;
3. Bahwa adanya laporan dari PT. PANDU HALIM PERKASA selaku jasa penilai yang
dipakai oleh Pembanding untuk melakukan investigasi tentang layak dan tidaknya
asuransi diberikan adalah keberadaannya hanya mengikat pada pihak Pembanding dengan
PT. AGRO TEKNIKAL INTERNUSA;
4. Bahwa dalam kenyataannya PT. AGRO TEKNIKAL INTERNUSA juga tidak dijadikan
pihak dalam perkara ini, sehingga keberadaannya dominan hanya mengikat pada
hubungan hukum antara PT. AGRO TEKNIKAL INTERNUSA dengan Pembanding saja;
5. Bahwa adanya Hak Subrogasi dalam pokok permasalahan ini sebagaimana didalilkan oleh
Pembanding, menjadi kandas karena telah terbukti dipersidangan bahwa dalam hal ini
telah terjadi force majeure sebagaimana berdasarkan pada bukti T I -2, T I-3, T II-2, T II-3
dan T I-4, T I-5, T II-4, T II-5, T II-6;
6. Bahwa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1245 KUH Perdata yang berbunyi :
“Tidaklah biaya, rugi, dan bunga harus digantinya, apabila karena keadaan memaksa
[overmacht] atau karena suatu keadaan yang tidak disengaja, si berutang berhalangan
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah
melakukan perbuatan yang terlarang”
Pasal 1553 KUH Perdata mengaur apabila benda sewaan musnah sama sekali bukan
karena kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa-menyewa gugur demi hukum.
Dengan demikian perjanjian berakhir bukan karena kehendak para pihak melainkan
karena keadaan memaksa (Overmacht);
7
7. Bahwa disisi lain Pembanding hanyalah menyebutkan pada aturan hukum terhadap adanya
ketentuan tentang hak subrogasi, namum tidak mau menyebutkan bahwa semua hal
tersebut menjadi tidak berlaku kalau terjadi peristiwa hukum yaitu force majeure.
Bahwa sebagaimana hal ini disebutkan dalam ketentuan hukum sebagaimana tersebut
dibawah ini :
Jika ada alasan untuk si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga,
bila ia tidak membuktikan bahwa hal tidak dilaksanakannya atau tidak pada waktu
yang tepat dilaksanakannya perjanjian itu, disebabkan karena suatu hal yang tak
terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika
itikad buruk tidak ada pada pihaknya.
Tidaklah biaya, rugi, dan bunga harus digantinya, apabila karena keadaan memaksa
[overmacht] atau karena suatu keadaan yang tidak disengaja, si berutang berhalangan
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah
melakukan perbuatan yang terlarang.
a. Jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak dapat
diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu
masih ada, atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah
atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
b. Bahkan meskipun debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya
tidak ditanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap
hapus jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang sama di tangan
kreditur, seandainya barang tersebut sudah diserahkan kepadanya.
c. Debitur diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga yang dikemukakan -
nya.
d. Dengan cara bagaimanapun suatu barang hilang atau musnah, orang yang
mengambil barang itu sekali-kali tidak bebas dan kewajiban untuk mengganti
harga.
Jika barang yang terutang musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang di luar
kesalahan debitur, maka debitur, jika ia mempunyai hak atau tuntutan ganti rugi
mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak dan tuntutan tersebut kepada
kreditur.
8
Keadaan diluar kesalahan debitur;
Debitur tidak gagal berprestasi (menyerahkan barang);
8. Bahwa konsep keadaan memaksa berkaitan dengan perikatan, juga telah diberi pengertian
dalam peraturan perundangan masa kini. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa keadaan memaksa/force majeure sebagai
suatu kejadian yang timbul diluar kemauan dan kemampuan para pihak yang
menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
Selain itu, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, dalam lampiran mengartikan keadaan kahar sebagai suatu keadaan yang
terjadi di luar kehendak para pihak sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak
menjadi tidak dapat dipenuhi.
R. Subekti
Debitur menunjukan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh
hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga dan di mana ia tidak dapat berbuat
apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul diluar dugaan tadi. Dengan
perkataan lain, hal tidak terlaksananya perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu,
bukanlah disebabkan karena kelalaiannya. ia tidak dapat dikatakan salah atau alpa, dan
orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi sanksi-sanksi yang diancamkan atas kelalaian.
Untuk dapat dikatakan suatu “keadaan memaksa”, selain keadaan itu “diluar
kekuasaannya” si debitur dan “memaksa”, keadaan yang telah timbul itu juga harus
berupa keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian itu dibuat, setidak-
tidaknya tidak dipikul risikonya oleh si debitur.
Overmacht atau force majeur adalah keadaan di mana debitur sama sekali tidak mungkin
memenuhi perutangan (absolute overmacht) atau masih memungkinkan memenuhi
perutangan, tetapi memerlukan pengorbanan besar yang tidak seimbang kekuatan jiwa di
luar kemampuan manusia atau dan menimbulkan kerugian yang besar (relative
overmacht)
Purwahid Patrik
Keadaan memaksa adalah debitur tidak melaksanakan prestasi karena tidak ada kesalahan
maka akan berhadapan dengan keadaan memaksa yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya.
Catatan :
Prof. R. Subekti, S.H – Aneka Perjanjian; Cetakan Kesepuluh. Penerbit: PT. Citra Aditya
Bakti
9
Rahmat S.S. Soemardipradja – Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa.
Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta
Bahwa istilah keadaan memaksa yang disebut FORCE MAJEURE istilah ”keadaan
memaksa”, yang berasal dari istilah overmacht atau Force majeure, dalam kaitannya
dengan suatu perikatan atau kontrak tidak ditemui rumusannya secara khusus dalam
Undang-Undang, tetapi disimpulkan dari beberapa pasal dalamKitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata). Dari pasal-pasal KUH Perdata, sebagaimana akan
ditunjukkan di bawah ini, disimpulkan bahwa overmacht adalah keadaan yang
melepaskan seseorang atau suatu pihak yang mempunyai kewajiban untuk
dipenuhinya berdasarkan suatu perikatan (si berutang atau debitur), yang tidak atau tidak
dapat memenuhi kewajibannya, dari tanggung jawab untuk memberi ganti rugi, biaya dan
bunga, dan/atau dari tanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya tersebut.
Bahwa menurut keterangan ahli yaitu R. Setiawan merumuskan bahwa suatu keadaan
memaksa menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan beberapa akibat,
yaitu :
2) Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib membayar
ganti rugi;
2) Debitur tidak dapat dikatakan berada dalam keadaan lalai dan karena itutidak
dapat menuntut;
10
yaitu sebagai dasar untuk membebaskan debitur dari membayar ganti rugi
(schadevergoedin).
Dalam hal ini, hak kreditur untuk menuntut gugur untuk selama-lamanya. Jadi,
pembebasan ganti rugi sebagai akibat keadaan memaksa adalah pembebasan mutlak yakni
membebaskan debitur dari kewajiban melakukan pemenuhan prestasi (nakoming).
Hal ini bersumber pada Literatur Kompilasi Hukum Perikatan (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti,2001), hlm 26-29.18
M. Yahya Harahap, S.H., Segi-segi Hukum Perjanjian (Bandung: Penerbit Alumni, 1986),
hlm.82-98.
Tertanggung mempunyai hak untuk memperoleh penggantian dari pihak ketiga berkenaan
dengan suatu kerugian yang dijamin oleh polis, maka ini berarti ada 2 (dua) sumber ganti
rugi yang dimiliki oleh Tertanggung, yaitu :
Perusahaan Asuransi
Pihak Ketiga yang menimbulkan kerugian/kerusakan tersebut.
Jika ia menerima penggantian dari kedua sumber itu, maka ia akan menikmati penggantian
yang lebih besar dari kerugian yang benar-benar ia derita, dalam arti kata bahwa
Tertanggung telah mendapatkan keuntungan dari adanya kerugian tersebut. Maka untuk
mendukung agar prinsip Indemnitas berjalan sesuai, maka diperlukan suatu prinsip lain
yang memberi pihak Penanggung yang telah membayar kerugian itu, hak untuk
mengambil alih hak penggantian dari pihak ketiga yang dimiliki Tertanggung.
11
”Seorang Penanggung yang telah membayar kerugian sesuai barang yang diper-
tanggungkan, menggantikan si Tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap
orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut; dan si tertanggung
itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si
Penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.”
Jadi dengan adanya prinsip Subrogasi, Tertanggung hanya berhak atas ganti rugi
(indemnitas), tetapi tidak lebih dari itu, dan pihak Penanggung berhak mengambil alih
setiap keuntungan (profit) yang diperoleh Tertanggung dari suatu kerugian yang dijamin
polis, dan prinsip ini memperbolehkan pihak penanggung melakukan tuntutan kepada
pihak ketiga yang bertanggung jawab atas kerugian yang dijamin polis dalam usaha
Penanggung untuk meminimize atau memperkecil kerugian yang terjadi, dengan catatan
bahwa tuntutan itu dilakukan Penanggung atas nama Tertanggung.
Catatan 1 :
Subrogasi ini berlaku apabila kontrak asuransi yang bersangkutan adalah kontrak
indemnitas.
Catatan 2 :
Hak SUBROGASI dapat timbul dari TORT
Tort adalah kesalahan yang sifatnya perdata (civil wrong), yang merupakan bagian dari
COMMON LAW Inggris (Hukum yang berlaku di Negara Inggris) dan bukan
merupakan merupakan tindakan kriminal.
Artinya dalam masalah timbulnya Hak SUBROGASI ini, harus ada kesalahan yang
bersifat perdata dari pihak ketiga.
Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk
meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib
membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
12
Bahwa dalil PENGGUGAT dalam kenyataannya tidak sesuai dengan Undang-undang
No. 17 Th. 2008 tentang PELAYARAN sebagaimana tersebut dalam pasal 41 ayat 2
yang menyatakan:
”Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di
perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya”
“Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di
perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya”
Bahwa selain itu juga dalam Klausula Surat Perjanjian Angkutan Laut sebagaimana
disebutkan dalam point (21) tentang syarat-syarat tambahan yang disetujui bersama
huruf (c) menyebutkan : Pemilik Barang/Penyewa Ruangan Kapal wajib
mengasuransikan Cargo/Barang yang termuat. Pemilik Pelayaran atau Pemilik Kapal
hanya menyediakan ruang kapal maka segala kerusakan barang, membatu, pecah dan
basah menjadi tangung jawab pemilik barang/penyewa ruangan kapal, bukan tanggung
jawab pemilik kapal.
Bahwa kalau dicermati secara detail karena HAK SUBROGASI ini muncul karena adanya
PERSETUJUAN antara PT. AGRO TEKNIKAL INTERNUSA dengan PENGGUGAT,
maka keberadaannya hanya mengikat PARA PIHAK saja.
Bahwa oleh karena itulah kebenaran yang sesungguhnya perlu ditelaah dan dicermati
dalam masalah ini.
Bahwa yang terjadi dalam hal ini adalah adanya peristiwa alam yang berkategori Force
Majeure, sehingga PERISTIWA HUKUM ini karena bukan kesalahan Para
Tergugat, maka melepaskan kewajiban GANTI RUGI dari PARA TERGUGAT
(Tergugat I dan Tergugat II) untuk membayar ganti rugi kepada PT. AGRO
TEKNIKAL INTERNUSA;
Bahwa karena adanya peristiwa alam yang berkategori Force Majeure melepaskan Ganti
Rugi Para Tergugat kepada PT. AGRO TEKNIKAL INTERNUSA; maka tentunya
berarti pula Melepaskan Hak Ganti Rugi kepada PENGGUGAT juga karena
PENGUGAT mendapatkan adanya HAK SUBROGASI tersebut adalah berasal dari
PT. AGRO TEKNIKAL INTERNUSA.
Berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut diatas, maka kami mohon kepada Yth. Bapak
KETUA PENGADILAN TINGGI Jawa Timur di Surabaya Cq. Majelis Hakim yang
menangani perkara ini, berkenan untuk memeriksa dan selanjutnya memutuskan dengan
13
putusan yang amar putusannya adalah menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya,
karena pada hakekatnya putusan tersebut adalah sudah tepat dan benar adanya.
Demikian Kontra Memori Banding ini kami ajukan, atas perhatian dan perkenannya untuk
itu kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Kuasa Hukum Terbanding II / Tergugat II asal
14