Ikhlas Beribadah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

1.

Pengertian Ibadah

Menurut Rais Majelis Ilmy Jam'iyyatul Qurra' wal Huffadz Nahdlatul Ulama KH
Ahsin Sakho Muhammad ibadah memiliki arti ketundukan, kepatuhan,
merendahkan diri (tadzallul) dan ketaatan  kepada Sang Khalik.1 Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia disebutkan ibadah berarti perbuatan untuk menyatakan
bakti kepada Allah SWT, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.

Secara umumnya ibadah kita artikan dengan segala sesuatu yang kita lakukan atas
dasar ketaatan kepada Allah SWT. Para Ulama menyebut ibadah ada 2 macam
yaitu:

1. Ibadah Mahdhoh : yaitu ibadah yang sudah dicintohkan atau sudah tertera
dalam dalil naqliy.
2. Ibadah Ghairu Mahdhoh : sebagaimana dijelaskan dalam sosioligi agama
bahwa salah satu tujuan agama adalah pemberi makna, maka jika amal
perbuatan kita didasari untuk ketaatan kepada Allah maka bisa bernilai
sebagai ibadah.

2. Pengertian Ikhlas

Dalam kitab Al Ta’rifat karya Syekh Ali Al-Jurjani disebutkan bahwa ikhlas
adalah ketika engkau tidak mencari orang yang menyaksikan amalmu kecuali
hanya Allah ‫ك ال ِّرباء في الطّاعَات‬
ُ ‫تَر‬. Ikhlas juga diartikan membersihkan amal dari
berbagai kotoran ‫ا ئبة‬GG‫تخليص القلب عن ش‬.2 Dalam beberapa kajian, Habib Quraish
Shihab mendefinisikan ikhlas dengan segelas air putih. Yang ada dalam gelas
tersebut hanyalah air putih tanpa campuran zat yang lain. Begitupun ketika
melakukan amal perbuatan tak lain hanya dilakukan karena lillahi ta’ala.

Syekh Ibnu Atho’illah al-Iskandari menyebutkan bahwa amal itu ibarat jasad yang
tak bernyawa, sedangkan keikhlasan laksana ruh yang menjadikan jasad itu

1
https://www.nu.or.id/post/read/90881/oase-al-quran-1-kenapa-allah-perintahkan-manusia-
beribadah diakses pada 15 April 2020 pukul 15.25 WIB
2
Syekh AlJurjani, Al Ta’rifat, (Darul Fadhilah), hlm. 14
hidup.3 Keikhlasan dalam beribadah adalah dengan menujukan ibadah tersebut
kepada Yang Maha Hidup yaitu Allah SWT.

Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al Bantani di dalam kitabnya Nashaihul


‘Ibad membagi keikhlasan ke dalam 3 (tiga) tingkatan. Dalam kitab tersebut
beliau memaparkan bahwa tingkatan pertama yang merupakan tingkat paling
tinggi di dalam ikhlas sebagai berikut:

1. Membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk (manusia) di mana tidak


ada yang diinginkan dengan ibadahnya selain menuruti perintah Allah dan
melakukan hak penghambaan, bukan mencari perhatian manusia berupa
kecintaan, pujian, harta dan sebagainya.
2. Melakukan perbuatan karena Allah agar diberi bagian-bagian akhirat
seperti dijauhkan dari siksa api neraka dan dimasukkan ke dalam surga dan
menikmati berbagai macam kelezatannya.”
3. melakukan perbuatan karena Allah agar diberi bagian duniawi seperti
kelapangan rizki dan terhindar dari hal-hal yang menyakitkan.

Dari ketiga tingkatan ikhlas menurut Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al
Bantani dapat kami ambil kesimpulan bahwa definisi ikhlas yang paling utama
yaitu ketika kita bisa beribadah dan diniatkan lillahi ta’ala.

3. Dalil Naqliy tentang Keikhlasan Beribadah

3.1 Q.S. Al An’am ayat 162-163

Q.S. Al An’am ayat 162

َ‫ي َو َم َماتِ ْي هّٰلِل ِ َربِّ ْال ٰعلَ ِم ْي ۙن‬ َ ‫قُلْ اِ َّن‬


َ ‫صاَل تِ ْي َونُ ُس ِك ْي َو َمحْ يَا‬

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan


matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,”

Q.S Al An’am ayat 163

َ‫ت َواَن َ۠ا اَ َّو ُل ْال ُم ْسلِ ِم ْين‬ َ ِ‫ك لَهٗ َۚوبِ ٰذل‬
ُ ْ‫ك اُ ِمر‬ َ ‫اَل َش ِر ْي‬

3
Syekh Ibnu Atha’illah, Al Hikam, cet. II, (Jakarta Selatan : Turos, 2014) hlm. 17

tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).”

Dalam tafsir Al Mishbah karya Prof. Dr. AG. H. Muhammad Quraish Shihab, Lc.,


atau yang kita kenal dengan Habib Quraish Shihab, dijelaskan bahwasanya ayat
ini dapat dipahami sebagai penjelasan tentang agama Nabi Ibrahim a.s. yang
disinggung di atas sekaligus merupakan gambaran tentang sikap Nabi Muhammad
SAW yang mengajak kaumnya untuk beriman. 4 Kandungan ayat ini sebagaimana
yang dijelaskan oleh Habib Quraish Shihab adalah berupa perintah Katakanlah
wahai Nabi Muhammad SAW bahwa, "Sesungguhnya sholatku, dan semua
ibadahku termasuk korban dan penyembelihan binatang yang kulakukan dan,
hidupku bersama segala yang terkait dengannya, baik tempat, waktu, maupun
aktivitas dan matiku, yakni iman dan amal saleh yang akan kubawa mati,
kesemuanya kulakukan secara ikhlas dan murni hanyalah semata-mata untuk
Allah, Tuhan Pemelihara semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dalam Dzat, sifat
dan perbuatan-Nya, antara lain dalam penciptaan alam raya dan kewajaran untuk
disembah dan demikian ulah tuntunan yang sangat tinggi kedudukannya lagi luhur
yang diperintahkan kepadaku oleh nalar yang sehat dan juga oleh Allah swt. dan
aku adalah orang yang pertama dalam kelompok orang-orang muslim, yakni
orang-orang muslim yang paling sempurna kepatuhan dan penyerahan dirinya
kepada Allah SWT.”

Kata (‫ )نسك‬nusuk bisa juga diartikan sembelihan (qurban), namun yang dimaksud
dengannya adalah ibadah termasuk sholat dan sembelihan itu.5 Pada mulanya kata
ini digunakan untuk melukiskan sepotong perak yang sedang dibakar, agar
kotoran dan bahan-bahan lain yang menyerati potongan perak itu terlepas darinya,
sehingga yang tersisa adalah perak murni.6 Jadi dapat disimpuljan bahwa
penyebutan ibadah dengan kata nusuk adalah supaya ibadah tersebut diletakkan
kedalam maqom yang suci yaitu murni dilaksanakan dengan penuh keikhlasan
demi karena Allah, tidak tercampur sedikit pun oleh selain keikhlasan kepada-
Nya.
4
Prof. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur’an
Vol.4, (Jakarta : Lentera Hati, 2005), hlm. 369
5
Ibid.,
6
Ibid.,
Menurut Habib Quraish Shihab, penyebutan kata sholat sebelum penyebutan kata
ibadah, meskipun sholat termasuk salah satu ibadah, adalah dimaksudkan untuk
menunjukkan betapa penting rukun Islam yang kedua itu sebagaimana dalam
hadits disebutkan bahwa sholat adalah tiang agama. Ini karena sholat adalah satu
satunya kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan sebanyak lima kali sehari, yang
membuatnya berbeda dengan kewajiban-kewajiban yang lain.

Kata (‫ )مماتي‬mamâti / matiku ada juga yang memahaminya dalam arti doa-doa
yang dilakukan Rasulullah SAW setelah kematian Beliau. Seperti diketahui para
syuhada, meskipun Rasulullah SAW hidup di alam yang tidak kita ketahui
hakikatnya (alam barzakh) disana Beliau melihat dan mendoakan umatnya,
bahkan dalam beberapa hadits dinyatakan bahwa siapa yang mengucapkan salam
kepada Rasulullah SAW maka Beliau akan menjawab salam itu. "Allah akan
mengembalikan rohku supaya aku menjawab salamnya." Demikian sabda Beliau.
Apa yang Beliau lakukan itu juga merupakan lillahi ta'ala, tidak mengharapkan
imbalan dari manusia. Hadits tersebut merupakan percontohan ikhlas dari
Rasulullah SAW, bahwasanya ketika kita melakukan sesuatu amal dan niat kita
adalah ikhlas maka kita juga akan mendapatkan balasan yang baik begitupun
sebaliknya.

Penggunaan bentuk passive voice (mabni lilmajhul), pada kalimat dan demikian
itulah diperintahkan kepadaku, atau dengan kata lain tidak disebutnya siapa yang
memerintah, mengandung isyarat bahwa kandungan dari apa yang beliau
sampaikan itu adalah sama dengan tuntunan nalar dan kenyataan hidup. Alam
raya dan segala isinya patuh kepada Allah SWT tidak mempersekutukan-Nya
dengan suatu apa pun. Selanjutnya hal itu merupakan perintah Allah melalui
wahyu-wahyu-Nya, sehingga kandungan perintah tersebut datang dari Allah SWT
dari nalar yang sehat serta kenyataan hidup yang nampak.

Firman-Nya: (‫ )اوّل المسلمون‬awwalu al-muslimin, dipahami dalam arti yang pertama


dari segi waktu dan kedudukan selaku pemeluk agama Islam di antara kelompok
umat beliau, dan yang pertama dari segi kedudukan di antara seluruh makhluk
yang berserah diri kepada Allah SWT.
Ayat ini juga menjadi semacam bukti bahwa ajakan beliau kepada umat agar
meninggalkan kesesatan dan memeluk Islam, tidaklah beliau maksudkan untuk
meraih keuntungan pribadi dari mereka, karena seluruh aktivitas beliau hanya
demi karena Allah semata-mata.

Melalui ayat di atas Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyebut empat
hal yang berkaitan dengan wujud dan aktivitas beliau, yaitu shalat dan ibadah,
serta hidup dan mati.7 Dua yang pertama termasuk dalam aktivitas yang berada
dalam pilihan manusia. Kalau dia mau dia dapat beribadah, kalau enggan dia
dapat meninggalkannya tebtunya dengan balasan yang berbeda. Ini berbeda
dengan hidup dan mati, keduanya merupakan hak prerogatif Allah SWT. Manusia
tidak memiliki pilihan dalam kedua hal ini. Menurut Asy-Sya'rawi yang kami
kutip dari Tafsir Almishbah, sebenarnya sholat dan ibadahpun adalah di bawah
kekuasaan Allah swt. karena Dialah yang menganugerahkan kepada manusia
kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakannya. Anggota badan ketika
melaksanakannya mengikuti perintah kita, dengan menggunakan kekuatan yang
Allah anugerahkan kepada jasmani untuk melaksanakannya. Di sisi lain,
seseorang tidak sholat, kecuali jika dia sadar bahwa Allah yang
memerintahkannya sholat. Jika demikian, semuanya di tangan Allah SWT karena
itu sangat wajar jika sholat dan semua ibadah dijadikan demi karena Allah SWT.
Adapun hidup dan mati, maka keadaannya lebih jelas lagi, karena memang sejak
semula kita telah menyadari - bahwa keduanya adalah milik Allah dan berada
dalam genggaman tangan-Nya sebagaimana disebutkan dalam Al Quran ‫انّاهلل و‬
‫( وانّاإليه راجعون‬bahwa sesungguhnya semua yang ada adalah milik Allah dan akan
kembali kepada-Nya. Maka sebaik-baiknya kehidupan kita adalah dengan kita
niati lillahi ta’ala yaitu semata-mata hanya diperuntukkan kepada Allah melalui
ibadah kita sehari hari.

Penyebutan ikhlas dalam beribadah di ayat tersebut yaitu dengan menggunakan


lafal ‫ هَّلِل ِ َربِّ ال َعالَ ِمين‬bahwa sholat dan ibadah yang lain (qurban, naik haji, puasa,
zakat, dll) serta hidup dan mati seorang hamba haruslah didasari bahwa semuanya
adalah ‫( هلل تعلى‬hanya untuk Allah semata). Sebagaimana yang disyairkan oleh Sufi
perempuan masyhur yaitu Rabiah al Adawiyah : “bila sujudku padaMu karena
7
Ibid., hlm. 370
takut neraka maka bakar aku dengan apinya, bila sujudku padaMu karena
dambaan surga maka tutuplah pintu surgaMu untukku, namun bila kubersujud
hanya untukMu semata maka jangan palingkan wajahMu. Aku rindu menatap
keindahanMu.

Sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Nawawi Al Bantani, ibadah yang


mengandung niat selain lillahi ta’ala juga termasuk ikhlas asalakan tidak didasari
dengan sikap riya’. Ketika kita beribadah hanya kepada Allah maka tak ada yang
pantas balasan bagi kita kecuali Surga sebagaimana yang sudah difirmankan Allah
dalam surat Al Kahfi ayat 107-108.

ِ ْ‫رْ دَو‬Gِ‫ات ْالف‬


‫ َوال‬G‫ا ِح‬Gَ‫ونَ َع ْنه‬G‫ا اَل يَ ْب ُغ‬Gَ‫ ِدينَ فِيه‬Gِ‫ خَ ال‬١٠٧ ‫زُاًل‬Gُ‫س ن‬ ِ ‫إِ َّن الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬
ْ ‫ان‬G‫ت َك‬
ُ َّ‫َت لَهُ ْم َجن‬
١٠٨

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah
surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak
ingin berpindah darinya.”

Anda mungkin juga menyukai