Makalah HIV PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 33

Makalah Keperawatan HIV AIDS

“PENYAKIT HIV AIDS”

Disusun
Oleh

Nia Elvira Makase


(NH0118054)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TNGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha
Esa, yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan guna
menempuh pembelajaran mata kuliah “Keperawatan HIV/AIDS”.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, namun demikian saya berusaha agar makalah
ini dapat bermanfaat.
Dengan selesainya makalah ini, saya menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan, arahan, dan dorongan
moral.

Makassar, 20 Maret 2020

Nia Elvira Makase


NH0118054
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar Belakang .........................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................
C. Tujuan Masalah........................................................................
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
A. Definisi .....................................................................................
B. Etiologi HIV-AIDS .....................................................................
C. Perjalanan penyakit ..................................................................
D. Tanda dan gejala .....................................................................
E. Komplikasi ................................................................................
F. Siklus hidup HIV .......................................................................
G. Cara penularan HIV .................................................................
H. Fase perkembangan HIV dan IO yang muncul ........................
I. Pengobatan .............................................................................
J. Pencegahan .............................................................................
K. Kriteria diagnostic .....................................................................
L. Epidemologi HIV/AIDS di dunia................................................
M. Epidemologi HIV/AIDS di Indonesia .........................................
N. Perubahan psikologis pasien HIV/AIDS ...................................
BAB III : PENUTUP .....................................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................
B. Saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan
kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit infeksi HIV dan AIDS hingga
kini masih merupakan masalah kesehatan global. Masalah yang
berkembang sehubungan dengan penyakit infeksi HIV dan AIDS
adalah kejadian dan kematian yang masih tinggi (Nasronudin, 2020)..
Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di USA tahun 1981 dan dalam
kurun waktu 10 tahun telah menyebar hampir ke seluruh negara di
dunia. Indonesia sendiri pertama kali dilaporkan kasus AIDS pada
tahun 1987 dari seorang turis asing di Bali. Sampai akhir tahun 2005
diperkirakan infeksi HIV dan AIDS telah mencapai angka 90.000-
130.000 kasus. Menurut Departemen Kesehatan RI, melalui surveilans
HIV dan AIDS, perilaku dan berbagai hasil studi di lapangan di peroleh
kesimpulan bahwa potensi ancaman epidemik HIV dan AIDS di
Indonesia cenderung semakin besar (Nasronudin, 2020).
Di Indonesia dampak yang ditimbulkan infeksi HIV dan AIDS
sungguh sangat berat. Karena sindrom tersebut telah menyebabkan
kenaikan yang luar biasa dari angka kenaikan dan kematian diantara
kelompok usia produktif. Masalah yang dihadirkan bukan semata di
bidang kesehatan, tetapi juga ekonomi, sosial dan lain-lain
(Nasronudin, 2020).
Kematian penyandang AIDS tidak kunjung mencapai angka nol dan
menjadi lima besar penyebab mortalitas pada anak dan dewasa di
dunia. Penyebab kematian pada penyandang AIDS adalah penurunan
sistem imunitas secara progresif sehingga infeksi oportunistik dapat
muncul dan berakhir pada kematian. Infeksi oportunistik muncul
dengan bentuk infeksi baru oleh mikroorganisme lain (bakteri, fungi
dan virus) atau reaktivasi infeksi laten yang dalam kondisi normal
dapat dikontrol oleh sistem imun sehingga tidak menimbulkan
manifestasi. Munculnya infeksi oportunistik mengindikasikan adanya
efek pada imunitas yang dimediasi sel akibat imunodefisiensi dan
berhubungan dengan jumlah sel T CD4+ dan mekanisme lainnya
(Yuliyanasari, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari HIV/AIDS?
2. Apa saja etiologi HIV-AIDS?
3. Bagaimana perjalanan penyakit HIV/AIDS?
4. Apa saja tanda dan gejala yang muncul pada penderita HIV/AIDS?
5. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penderita HIV/AIDS?
6. Bagaimana siklus hidup HIV?
7. Bagaimana cara penularan HIV?
8. Bagaimana fase perkembangan HIV dan IO yang muncul pada
penderita HIV/AIDS?
9. Pengobatan apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi
perkembangan virus HIV?
10. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan agar tehindar dari
HIV/AIDS?
11. Apa saja kriteria diagnostik pada penderita HIV/AIDS?
12. Bagaimana epidemologi HIV/AIDS di dunia?
13. Bagaimana epidemologi HIV/AIDS di Indonesia?
14. Apa saja perubahan psikologis pasien HIV/AIDS?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah pembaca dan khususnya
penulis mengetahui penyakit HIV/AIDS.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai penulis dalam penulisan makalah
ini adalah :
a) Untuk dapat mengetahui definisi dari HIV/AIDS
b) Untuk dapat mengetahui etiologi HIV-AIDS
c) Untuk dapat mengetahui bagaimana perjalanan penyakit HIV/AIDS
d) Untuk dapat mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada
penderita HIV/AIDS
e) Untuk dapat mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita
HIV/AIDS
f) Untuk dapat mengetahui siklus hidup HIV
g) Untuk dapat mengetahui cara penularan HIV
h) Untuk dapat mengetahui fase perkembangan HIV dan IO yang
muncul pada penderita HIV/AIDS
i) Untuk dapat mengetahui pengobatan apa yang dapat dilakukan
untuk mengurangi perkembangan virus HIV
j) Untuk dapat mengetahui bagaimana pencegahan yang dapat
dilakukan agar terhindar dari penyakit HIV/AIDS
k) Untuk dapat mengetahui kriteria diagnostik pada penderita
HIV/AIDS
l) Untuk dapat mengetahui epidemologi HIV/AIDS di dunia
m) Untuk dapat mengetahui epidemologi HIV/AIDS di Indonesia
n) Untuk dapat mengetahui perubahan psikologis pasien HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang
menyerang sistem imun manusia. Infeksi HIV dapat menyebabkan
kondisi yang disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) (Naully & Romlah, 2018).
Remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan
manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa anak-anak ke masa dewasa yang meliputi: perubahan fisik,
perilaku, biologis dan emosi. Perilaku merupakan respons atau reaksi
sesorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perubahan
perilaku yang tidak sesuai dapat menimbulkan tingginya angka
kejadian HIV/AIDS pada remaja. Penyebab terjadinya HIV/AIDS pada
masa remaja adalah remaja yang menjadi pecandu narkoba
khususnya pengguna jarum suntik, kurangnya pengetahuan tentang
informasi mengenai kesehatan reproduksi, seks bebas, HIV/AIDS serta
infeksi lainnya yang ditimbulkan oleh hubungan seks. Kurangnya
informasi yang diperoleh remaja tentang kesehatan reproduksi
berdampak pada pengetahuan kesehatan reproduksi mereka (Aisyah
& Fitria, 2019).
Virus tersebut dapat ditransmisikan dengan dua cara, yaitu
vertikal dan horizontal. secara vertikal, penularan terjadi dari ibu ke
anak ketika dalam kandungan, proses kelahiran, atau menyusui.
Secara horizontal, penularan terjadi dari orang dewasa ke orang
dewasa lainnya melalui aktivitas seksual, tranfusi darah, dan
penggunaan jarum yang terkontaminasi secara bersamaan seperti
pada pembuatan tato, tindik, dan narkoba jarum suntik (Naully &
Romlah, 2018).
B. Etiologi HIV-AIDS
Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV)
yang merupakan virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam family
retroviridae, subfamili lentiviridae, genus lentivirus. Berdasarkan
strukturnya HIV termasuk family retrovirus yang merupakan kelompok
virus RNA yang mempunyai berat molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini
terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup
mempunyai berbagai subtipe. Diantara kedua grup tersebut, yang
paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia
adalah grup HIV-1 (Yuliyanasari, 2017).

Transmisi infeksi HIV/AIDS terdiri dari lima fase yaitu (Wahyuny & Susanti,
2019) :
1. Periode jendela.
Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala
2. Fase infeksi HIV primer akut.
Lamanya 1 - 2 minggu dengan gejala flu.
3. Infeksi asimtomatik
Lamanya 1 - 15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik
Di atas 3 tahun dengan demam, keringat malam hari, Berat badan
menurun, diare, neuropati, lemah, ras, limfa denopati, lesi mulut.
5. AIDS
Lamanya bervariasi antara 1 - 5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
Gambar 2. Struktur Human Immudeficiency Virus
(HIV) (Yuliyanasari, 2017)

HIV terdiri dari suatu bagian inti yang berbentuk silindris yang
dikelilingi oleh lipid bilayer envelope. Pada lipid bilayer tersebut
terdapat dua jenis glikoprotein yaitu gp120 dan gp41. Fungsi utama
protein ini adalah untuk memediasi pengenalan sel CD4+ dan reseptor
kemokin dan memungkinkan virus untuk melekat pada sel CD4+ yang
terinfeksi. Bagian dalam terdapat dua kopi RNA juga berbagai protein
dan enzim yang penting untuk replikasi dan maturasi HIV antara lain
adalah p24, p7, p9, p17,reverse transkriptase, integrase, dan protease.
Tidak seperti retrovirus yang lain, HIV menggunakan Sembilan gen
untuk mengkode protein penting dan enzim. Ada tiga gen utama yaitu
gag, pol, dan env. Gen gag mengkode protein inti, gen pol mengkode
enzim reverse transkriptase, integrase, dan protease, dan gen env
mengkode komponen struktural HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu,
gen rev, nef, vif, vpu, vpr, dan tat penting untuk replikasi virus dan
meningkatkan tingkat infeksi HIV (Yuliyanasari, 2017).

C. Perjalanan Infeksi HIV


Perjalanan HIV menurut Wulandari, Ning etiyorini, 2016 melalui 3 fase,
antar lain :
a Fase infeksi akut
Berjuta-juta virus baru disebut virion. Virion akan mengakibatkan
sindroma infeksi akut dengan gejala yang gejala flu. Diperkirakan
bahwa sekitar 50%-70% orang yang mengalami infeksi HIV akan
merasakan sindroma infeksi akut dengan gejala demam, faringitis,
malaise, nyeri kepala, mual, muntah, diare, anoreksi dan
penurunan berat badan, dan gejala tersebut akan berlangsung
sekitar 3-6 bulan. Jumlah limfosit T pada fase ini masih diatas 500
sel/m dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 6 minggu
terinfeksi HIV.
b Fase infeksi laten
Respon imun spesifik HIV dengan terperangkapnya virus dalam sel
dendritik folikuler (SDF) dipusat germinativum kelenjar limfe
sehingga virion tidak dapat 14 | Asuhan Keperawatan Pada ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS) dikenali. Pada fase ini jumlah virion
diplasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di
kelenjar limfe. Pada fase ini sering menunjukan asimtomatis. Fase
ini berlangsung sekitar 8-10 tahun setelah terinfeksi. Setelah 8
tahun maka akan muncul infeksi oportunistik.
c Fase infeksi kronis
Selama fase ini, virus HIV bereplikasi didalam kelenjarblimfe
dengan sangat cepat sehingga fungsi kelenjar limfe sebagai
perangkap virus menurun oleh sebab itu virus tersebar ke darah.
Sehingga terjadi peningkatan virion dalam sirkulasi darah. Pada
fase ini terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 hingga di bawah
200 sel/mm3, oleh sebab itu rentan terhadap infeksi skunder.
Perjalanan penyakit semakin progresif yang mendorong ke arah
AIDS. Beberapa infeksi skunder yang sering menyertai adalah
pneumonia, tuberculosis, toksoplasma encepalitis, diare akibat
kriptosporiosis, infeksi virus herpes, kandidiasis dan kadang-
kadang juga ditemukan kanker kelenjar getah bening.
Perjalanan klinis pasien dari tahap infeksi HIV sampai tahap AIDS,
sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama seluler
dan menunjukan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas
biasanya diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat keparahan
infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang
terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun
pertama, 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir
100% pasien HIV menunjukan gejala AIDS setelah 13 tahun. Infeksi
HIV akan menghancurkan sel-T, sehingga T-helper tidak dapat
memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Tanda dan
gejala tersebut biasanya terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian
hilang atau menurun setelah beberapa hari. Selain infeksi primer
jumlah limfosit CD4⁺ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus
ini adalah limfosit CD4⁺ pada nodus limfa dan tymus. Setelah infeksi
akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala) masa tanpa
gejala bisa berlangsung selama 8-10 tahun (Junita & Dewi, 2010).

D. Tanda dan Gejala


Seseorang yang menderita AIDS pertama kali akan mengalami gejala -
gejala umum seperti influenza. Kemudian penyakit AIDS ini akan
menjadi bervariasi pada kurun waktu antara 6 bulan sampai 7 tahun,
atau rata - rata 21 bulan pada anak - anak dan 60 bulan pada orang
dewasa. Di samping itu perlu diperhatikan pula gejala - gejala non
spesifik dari penyakit AIDS yaitu yang disebut ARC (AIDS Related
Complex) yang berlangsung lebih dari 3 bulan, dengan gejala - gejala
sebagai berikut (Wahyuny & Susanti, 2019):
1. Berat badan turun lebih dari 10%
2. Demam lebih dari 38 derajat Celcius
3. Berkeringat di malam hari tanpa sebab
4. Diare kronis tanpa sebab yang jelas lebih dari 1 bulan
5. Rasa lelah berkepanjangan
6. Bercak - bercak putih pada lidah (hairy leukoplakia)
7. Penyakit kulit (herpes zoster) dan penyakit jamur (candidiasis) pada
mulut
8. Pembesaran kelenjar getah bening (limfe), anemia (kurang darah),
leucopenia (kurang sel darah putih), limfopenia (kurang sel - sel
limphosit) dan trombositopenia (kurang sel - sel trombosit / sel
pembekuan darah
9. Ditemukan antigen HIV atau antibodi terhadap HIV
10. Gejala klinis lainnya antara lain kelainan pada:
- Kulit dan rambut kepala
- Kulit muka dan kulit bahagian tubuh lainnya
- Mata
- Hidung
- Rongga mulut (langit - langit, gusi dan gigi)
- Paru - paru
- Alat kelamin

E. Komplikasi HIV/AIDS
Adapun komplikasi yang terjadi pada penderita HIV/AIDS menurut
Junita & Dewi, 2010 yaitu :
1. Limfadenopati persisten diseluruh tubuh yang terjadi sekunder
karena fungsi sel-sel CD4⁺ mengalami kerusakan.
2. Gejala nonspesifik, termasuk penurunan berat badan, rasa mudah
lelah, keringat malam. Demam yang berhubungan dengan
perubahan fungsi sel-sel CD4⁺,imunodefisiensi, dan infeksi pad sel-
sel lain yang membawa antigen CD4⁺.
3. Gejala neurologi yang terjadi karena ensefalopati HIV dan infeksi
pada sel-sel neuroglia.
4. Infeksi oportunis atau penyakit kanker yang berhubungan dengan
immunodefisiensi.
5. Infeksi sitomegalovirus, mycobacterium avium, meningitis
cryptococcal, dan penurunan sistem imun yang menyebabkan
kondisi penderita HIV/AIDS semakin buruk dan kematian bagi
penderitanya.
6. Pnemonia, kristosporidiosis, toksoplasmosis, kandisiasis, herpes
simpleks, tuberkulosis, bronkixtis, kanker servixs yang infasif, dan
limfoma otak primer.

F. Siklus Hidup HIV

Siklus hidup HIV terdiri atas 3 menurut Wulandari, Ning etiyorini, 2016
yaitu :
1. Penetrasi
Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari
interaksi gp120 pada selubung HIV berikatan dengan reseptor
spesifik CD4 yang terdapat pada permukaan sel target
(kebanyakan limfosit T-CD4). Sel target utama adalah sel yang
mampu mengekspresikan reseptor CD4 (astrosit, mikroganglia,
monosit-makrofag, limfosit, Langerhan’s, denditrik). Interaksi gp120
HIV dengan CD4 mengakibatkan terjadi ikatan antara HIV dengan
sel target. Ikatan tersebut semakin diperkuat oleh ko-reseptor ke
dua sehingga gp41 dapat memperantarai masuknya virus ke dalam
sel target dengan cara fusi membran. Dengan fusi kedua membran
memungkinkan semua partikel HIV masuk kedalam sitoplasma sel
target.Kekuatan ikatan antara HIV dan sel target sangat ditentukan
afinitas ko-reseptor yang satu sama lain tidak sama. Perbedaan
tersebut ditentukan oleh tropisme strain HIV. Kemampuan
mengingat dan tropisme HIV tergantung pada struktur gp120.
Informasi genetik HIV yang terbawa melalui genom RNA
terbawa masuk ke dalam sitoplasma sel host baru. Genom RNA
disertai peran enzim reverse trancriptase akan membentu DNA
untaian tunggal (singel stranded DNA) dan lebih lanjut terjadi
transkripsi membentuk DNA untaian ganda (Double stranded DNA)
untuk berintegrasi ke dalam genom sel host. Genom DNA untaian
ganda membentuk kompleks dengan sel host disertai terpadunya
berbagai protein virus (termasuk matriks, integrase dan Vrp) yang
berhasil ditransport ke dalam inti.
2. Integrasi Dan Transkripsi
Genom HIV untaian ganda secara acak berintegrasi ke
dalam genom sel Host, sehingga terjadi perubahan DNA menjadi
lebih stabil. DNA dibentuk oleh dua untaian fosfat dan deoksiribosa
secara bergantian dengan satu basa pirimidin (timin atau sitosin).
Dalam satu nukleotida terdapat satu deoksiribosa, satu kelompok
fosfat, satu basa. Satu untaian DNA merupakan polinukleotida.
Basa tersusun seperti anak tangga, deoksiribosa dan kelompok
fosfat tersusun seperti tiang tangga. Kedua untaian tersebut terkait
pada satu aksis yang sama membentuk heliks ganda. Urutan basa
pada satu untaian berpasangan dan saling melengkapi dengan
basa yang berbeda pada untaian lain. DNA membawa untaian
genetik dalam bentuk kode. Kode tersebut disusun dengan
memakai basa purin dan dua basa pirimidin.Tiga basa-basa ini
pada pada kode molekul DNA diperlukan untuk asam amino
tertentu dan dipakai sebagai sisipan padapeptida yang sudah ada.
Basa inilah yang menyampaikan informasi genetik untuk sintesis
protein. Sintesis protein terjadi di sitoplasma. Sedangkan RNA
memainkan perannya sebagai perantara dalam menyampaikan
sandi dari nukleus ke sitoplasma oleh mRNA, kemudi membantu
pembentukan rantai peptida. Pada awal sintesis protein, mRNA
disintesis di dalam nukleus melalui proses yang melibatkan
pemasangan basa. Sekali terbentuk, mRNA memasuki sitoplasma
dan melekat pada struktur yang disebut ribosom. Asam amino
bebas tidak langsung melekat pada mRNA tetapi terlebih dahulu
diikat oleh tRNA. RNA ini mengatur posisi yang tepat untuk
melepaskan asam amino melalui proses pemasangan basa pada
mRNA di ribosom. Sistem pemasangan yang kompleks ini akhirnya
mengikatkan asam amino dalam urutan yang sudah ditentukan oleh
DNA di nukleus. Transfer informasi genetik dari DNA ke MRNA
disebut Transkripsi. Dari hasil transkripsi ini digunakan untuk
menyusun asam amino menjadi peptida dan proses ini disebut
sebagai Translasi. Genom HIV yang berhasil berintegrasi ke dalam
genom sel host disebut provirus.
3. Replikasi Hiv
Replikasi berlangsung di dalam sel host. Provirus masuk ke
dalam sel host dengan perantara enzim integrase. Penggabungan
ini menyebabkan provirus menjadi tidak aktif sehingga sementara
proses transkripsi dan translasi berhenti. Sel target yang terpapar
HIV tersebut mengalami perubahan aktivitas, menjadi aktif
memproduksi sitokin. Sitokin memicu nuklear factor kB (NF-kB)
yang akan berikatan pada 5’LTR i (Long Terminal Repeat) dan
meinginduksi terjadinya replikasi DNA. Enzim Polimerase
mentranskrip DNA menjadi RNA yang secara struktur berfungsi
sebagai RNA genomik dan mRNA. RNA keluar dari nukleus
kemudian mRNA mengalami translasi menghasilkan polipeptida.
Polipeptida yang terbentuk bergabung dengan RNA menjadi inti
virus baru. Inti ini membentuk tonjolan pada permukaan sel dan
kemudian polipeptida mengalami defarensiasi fungsi yang
dikatalisasi oleh enzim protease menjadi protein dan enzim yang
fungsional. Inti virus baru dilengkapi bahan selubung yaitu
kolesterol dan glikolipid dari permukaan sel host guna membentuk
envelope. Dengan demikian akhirnya terbentuk virus baru yang
lengkap dan matur ini keluar dari sel target untuk menyerang sel
target berikutnya. Dalam satu hari replikasi virus HIV dapat
menghasilkan virus baru yang jumlahnya bisa mencapai 10 millyar.
Berbagai protein virus berperan penting dalam proses
pelepasan HIV dari sel host. Selain membran sel host yang
mempersiapkan diri dengan diawali dengan proses akumulasi dan
komunikasi RNA HIV dengan berbagai protein di dalam virion
diperlukan untuk mengatur aktivitas sel guna menghasilkan,
memproses dan mentrasport berbagai komponen sehingga dapat
ditempatkan, diintegrasikan melalui proses katalitik, sehingga
komponen-komponen tersebut dapat diposisikan pada membran
sel host dalam rangka pelepasan virion baru. Kemudian polipeptida
virus yang masih matur sehingga dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Dengan bantuan enzim protease dan melalui suatu
rangkaian proses dapat terbentuk RNA HIV sesuai ukuran dan
berat molekul yang dikehendaki. Virus memiliki envelope dan inti
serta komponen lengkap, terbentuk partikel virus baru. Vpu
memandu pelepasan virion dari membran sel host, melalui proses
budding virus ini menembus keluar dari sel host dan siap
menginfeksi sel host berikutnya. APC memproses protein asing
menjadi peptida-peptida kecil yang kemudian diekspresikan pada
permukaan sel. Sehingga sel T dapat mengenal reseptor CD4 dan
CD8 pada permukaannya. Kemudian terjadi aktivasi sinyal yang
diikuti berbagai sinyal dari molekul ko-stimulator seperti CD 28 dan
CD 154, sehingga sel T akan mengalami krisis energi yang
kemudian akan mendorong terjadinya apoptosis.
G. Cara Penularan HIV/AIDS
Virus HIV dapat diisolasikan dari cairan semen, sekresi serviks /
vagina, limfosit, sel – sel dalam plasma bebas, cairan serebrospinal, air
mata, saliva, air seni dan air susu ibu. Namun tidak berarti semua
cairan tersebut dapat menjalarkan infeksi karena konsentrasi virus
dalam cairan-cairan tersebut sangat variasi. Sampai saat ini hanya
darah dan air mani / cairan semen dan sekresi serviks/vagina yang
terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang dapat menularkan
HIV dari ibu ke bayinya. Karena itu HIV dapat tersebar melalui
hubungan seks baik homo maupun hetero seksual, penggunaan jarum
yang tercemar pada penyalahgunaan NAPZA, kecelakaan kerja pada
sarana pelayanan kesehatan misalnya tertusuk jarum atau alat tajam
yang tercemar, transfusi darah, donor organ, tindakan medis invasif,
serta in utero, perinatal dan pemberian ASI dari ibu ke anak. Tidak ada
petunjuk atau bukti bahwa HIV dapat menularkan melalui kontak
social, alat makan, toilet, kolam renang, udara ruangan, maupun oleh
nyamuk / serangga (Wahyuny & Susanti, 2019).
Virus HIV/AIDS terdapat dalam darah dan cairan tubuh seseorang
yang telah tertular, walaupun orang tersebut belum menunjukkan
keluhan atau gejala penyakit. HIV hanya dapat ditularkan bila terjadi
kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah. Dosis virus
memegang peranan penting. Makin besar jumlah virusnya, makin
besar kemungkinan terinfeksi. Jumlah virus yang banyak terdapat pada
darah, sperma, cairan vagina, keringat, dan air susu hanya ditemukan
jumlah sedikit sekali.
Terdapat 3 cara penularan HIV, yaitu:
a. Hubungan seksual, baik melalui vagina, oral, maupun dengan
seseorang pengidap HIV/AIDS. Inilah adalah cara yang paling
umum terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus sedunia.
b. Kontak langsung dengan darah atau produk darah/jarum suntik.
1) Transfuse darah/produk darah yang tercemar HIV, resikonya
sangat tinggi samapi 90%.
2) Pemakain jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik
dan sempritnya pada para pecandu narkotika suntik.
c. Secara vertikal, dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik
selama hamil, saat melahirkan, atau setelah melahirkan.

Virus ini terdapat juga dalam saliva, air mata, dan urin (sangat
rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata dan keringat
(Wahyuny & Susanti, 2019).

H. Fase Perkembangan Perjalanan HIV dan Infeksi Oportunistik yang


muncul
Fase perkembangan perjalanan HIV di dalam tubuh manusia secara
umum menurut Ekartika & Candra, 2018 dibagi dalam 4 fase, yaitu :
1. Fase Window Period (Periode Jendela)
Pada fase ini seseorang yang telah terinfeksi HIV sama sekali tidak
menunjukkan gejala apapun. Beberapa kejadian yang bisa dialami
seorang pengidap HIV pada fase ini adalah beberapa gejala flu
(pusing, lemas, demam, dan lain-lain). Hal ini biasanya terjadi
antara 2-4 minggu setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada fase
periode jendela ini di dalam darah pengidap HIV belum terbentuk
antibodi HIV sehingga apabila darahnya di tes dengan jenis tes
yang cara kerjanya adalah mencari antibodi HIV, maka hasil tes
akan negatif. Fase priode jendela ini bisa berlangsung selama 3
sampai 6 bulan dari saat terinfeksi HIV.
2. Fase Asymptomatic (Tanpa Gejala)
Pada fase ini seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala
sama sekali. Perlahan-lahan jumlah CD4 dalam darah menurun
karena diserang oleh HIV. Kadang ada keluhan berkaitan dengan
pembengkakan di kelenjar getah bening, tempat dimana sel darah
putih diproduksi.
Menurut WHO, awalnya diperkirakan hanya sebagian kecil dari
mereka yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala AIDS.
Namun, kini ditemukan bahwa sekitar 20% dari mereka yang HIV
positif akan berkembang menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun
setelah terinfeksi. Sedangkan 50% lainnya dalam waktu 15 tahun.
Berdasarkan keterangan di atas seseorang bisa saja terkena HIV
dan tidak menunjukkan gejala apapun dalam waktu yang cukup
lama (3-10 tahun).
3. Fase Symptomatic (Bergejala)
Pada fase ini seseorang yang mengidap HIV akan mengalami
gejala-gejala ringan, tetapi tidak mengancam nyawanya, seperti
demam yang bertahan lebih dari sebulan, menurunnya berat badan
lebih dari 10%, diare selama sebulan (konsisten atau terputus-
putus). Berkeringat di malam hari, batuk lebih dari sebulan, dan
gejala kelelahan yang berkepanjangan (fatigue). Sering kali gejala-
gejala dermatitis mulai muncul pada kulit, infeksi pada mulut
dimana lidah sering terlihat dilapisi oleh lapisan putih, herpes, dan
lainnya. Kehadiran satu atau lebih tanda-tanda terakhir ini
menunjukkan seseorang sudah berpindah dari tahap infeksi HIV
menuju AIDS. Bila hitungan CD4 turun pesat di bawah 200
sel/mm3, maka pada umumnya gejala menjadi kian parah sehingga
membutuhkan perawatan yang lebih intensif.
4. Fase AIDS
Pada fase ini seorang pengidap HIV telah menunjukkan gejala-
gejala AIDS. Ini menyangkut tanda-tanda yang khas AIDS, yaitu
adanya infeksi oportunistik (penyakit yang muncul karena
kekebalan tubuh manusia sudah sangat lemah), seperti
pneumocytis carinii (PCP) atau radang paru-paru, candidiasis atau
jamur, sarkoma kaposis atau kanker kulit, tuberkulosis (TB), berat
badan menurun drastis, diare tanpa henti, dan penyakit lainnya
yang berakibat fatal. Gangguan syaraf juga sering dilaporkan,
diantaranya hilangnya ketajaman daya ingat, timbulnya gejala
gangguan mental (dementia), dan perubahan perilaku secara
progresif. Disfungsi kognitif sering terjadi dengan tanda awal,
diantaranya adalah tremor (gemetar tubuh) serta kelambanan
bergerak. Hilangnya kemampuan melihat dan paraplegia
(kelumpuhan kaki) juga bisa timbul di fase ini.

I. Pengobatan Terhadap HIV/AIDS


Sebagian ODHA yang mengalami lemahnya sistim kekebalan tubuh
dan opportunistic infection, dapat ditangani efektif secara medis. Tetapi
kadangkala orang yang terkena HIV/AIDS menjadi hipersensitif atau
alergi terhadap pengobatan, dan hingga saat ini tidak ada terapi yang
memungkinkan tubuhnya akan mampu mentolerir virus tersebut. Jika
tidak ditangani, opportunistic infection ini dapat menyebabkan
kematian kira-kira 3 tahun setelah didiagnosa mengalami AIDS. Ada
sebagian kecil pasien yang dapat bertahan lebih dari 3 tahun, dapat
hidup dan tetap aktif setelah beberapa tahun didiagnosis, karena
adanya perbedaan biologis dan psikososial dari masing-masing
pasien. Orang dengan HIV sangat reaktif terhadap stress dan tidak
dapat melakukan coping dengan benar, memperlihatkan fungsi
kekebalan tubuh yang sangat rendah dan progresivitas penyakit yang
sangat cepat, dibandingkan dengan yang lain (Rahakbauw, 2016).
Penanganan AIDS melalui pengobatan yang disebut sebagai
antiretroviral agent. Pertengahan tahun 1980-an, obat utama bagi
AIDS adalah AZT (azidothymidine) yang berfungsi untuk
memperlambat reproduksi HIV pada tahapan awal. Selanjutnya di
pertengahan tahun 1990-an berkembang obat anti-retroviral baru yang
disebut sebagai protease inhibitor, yang juga berfungsi untuk
menangani reproduksi HIV dan secara dramatis mengurangi jumlah
virus tersebut dalam banyak infeksi HIV yang dialami, tetapi tidak
semuanya (Rahakbauw, 2016).
Antiretroviral (ARV) adalah suatu obat yang dapat digunakan untuk
mencegah reproduksi retrovirus yaitu virus yang terdapat pada HIV.
Obat ini tidak untuk mencegah penyebaran HIV dari orang yang
terinfeksi ke orang lain, tidak untuk menyembuhkan infeksi HIV dan
juga tidak berfungsi untuk membunuh virus. Antiretroviral digunakan
untuk memblokir atau menghambat proses reproduksi virus, membantu
mempertahankan jumlah minimal virus di dalam tubuh dan
memperlambat kerusakan sistem kekebalan sehingga orang yang
terinfeksi HIV dapat merasa lebih baik/nyaman dan bisa menjalani
hidup normal (Rahakbauw, 2016).

J. Pencegahan HIV/AIDS
Pencegahan berasal dari kata “cegah” yang artinya menangkal,
menghentikan, menolak dalam melakukan suatu kegiatan tertentu agar
tidak terjadi. Kemudian menurut pengertian lainnya pencegahan
adalah tindakan yang berwenang dalam usaha menghentikan atau
mengurangi dampak atau akibat dari terjadinya resiko-resiko yang di
jamin (Mia, 2017).
Seperti yang sudah dijelaskan dalam melakukan pencegahan harus
ada bentuk-bentuk atau cara-cara untuk melakukan pencegahan
HIV/AIDS, bentuk pencegahan itu diantaranya Junita & Dewi, 2010
adalah :
1. Abstinence : memilih untuk tidak melakukan hubungan seks
beresiko tinggi, terutama seks pranikah.
2. Be Faithful : Saling setia pada pasangan
3. Condom : menggunakan secara konsisten dan benar.
4. Drugs : tolak penggunaan NAPZA
5. Equipment : jangan pakai jarum suntik bersama.
Selain itu pencegahan juga dilakukan dengan melaksanakan
beberapa kegiatan baik secara personal maupun lingkup publik yang
mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 tentang
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS menurut Mia, 2017 yaitu :
1. Sosialisasi, bidang yang memfokuskan pada :
a Upaya untuk melakukan penyuluhan dan pemahaman tentang
HIV/AIDS di lingkungan kelompok risiko.
b Upaya untuk mennyampaikan kepada masyarakat tentang
bahaya virus HIV/AIDS
c Upaya mengkapanyekan hidup sehat.
2. Layanan Komunikasi Publik, bidang yang memfokuskan pada :
a Upaya meningkatkan publikasi baik secara kuantitas maupun
kualitas melalui media massa yag sifatnya edukatif.
b Pemasangan iklan layanan masyarakat yang akan muncul di
media massa agar masyarakat paham bahaya HIV/AIDS.
c Pelaksanaan seminar atau diskusi secara regular dalam jangka
waktu tertentu.

K. Kriteria Diagnosis HIV/AIDS


Menurut Wulandari, Ning etiyorini, 2016kriteria diagnosis terbagi
menjadi 2 yaitu pada orang dewasa dan pada bayi dan anak :
a. Diagnosis HIV/ AIDS pada orang dewasa
Diagnosis HIV/ AIDS ditegakkan mealui pemeriksaan
laboratorium dan dengan melihat gejala klinis mayor dan minor.
CDC menetapkan stadium HIV untuk bayi dan anak – anak
berdasarkan nilai hitung CD4 dan limfosit serta tanda gejala klinis,
sedangkan sistem diagnosis HIV menurut WHO adalahberdasarkan
pembagian tanda dan gejala klinis menjadi kriteria mayor dan
minor.
Tes skrining untuk mendiagnosis HIV adalah tes ELISA,
yaitu untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV. Tes ELISA
sangat sensitif, akan tetapi tidak spesifik, karena beberapa penyakit
lain juga menunjukkan hasil positif. Contoh penyakit yang
menyebabkan false positif antara lain: penyakit autoimun, infeksi
virus dan keganasan hematologi serta kondisi yang dapat
mengakibatkan false positif adalah kehamilan. Tes lain yang
digunakan untuk mengkonfirmasinya adalah WB, IFA dan RIPA.
Selain itu apabila hasil tes tersebut masih tidak jelas dapat
dilakukan tes PCR.
Pemeriksaan laboratoriun untuk mengetahui tingkat
kerusakan kekebalan tubuh dengan mengetahui Limfosit CD4 (sel
T-helper), apabila pemeriksaan CD4 tidak tersedia dapat diketahui
dengan total hitungan limfosit. Pasien yang terinfeksi HIV hampir
selalu mengalami gangguan hematologi, yaitu neutropenia, anemia,
limfopenik.
Pemeriksaan laboratorium untuk HIV yang sesuai dengan
panduan nasional yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan
didahului dengan konseling pre tes. Ketiga tes tersebut dapat
menggunakan reagen tes cepat atau dengan ELISA. Pemeriksaan
pertama (A1) harus menggunakan tes dengan sensitifitas yang
tinggi (>99%) dan untuk tes selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan
tes dengan spesifisitas tinggi (≥99%).
b. Diagnosis HIV/ AIDS pada anak.
Prinsip diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak
1) Uji Virologis
a) Uji virologis digunakan untuk menegakkan diagnosis klinik
(biasanya setelah umur 6 minggu), dan harus memiliki
sensitivitas minimal 98% dan spesifisitas 98% dengan cara
yang sama seperti uji serologis.
b) Uji virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak
berumur <18 bulan.
c) Uji virologis yang dianjurkan: HIV DNA kualitatif
menggunakan darah plasma EDTA atau Dried Blood Spot
(DBS), bila tidak tersedia HIV DNA dapat digunakan HIV
RNA kuantitatif (viral load, VL) mengunakan plasma EDTA.
d) Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk
diperiksa dengan uji virologis pada umur 4 – 6 minggu atau
waktu tercepat yang mampu laksana sesudahnya.
e) Pada kasus bayi dengan pemeriksaan virologis pertama
hasilnya positif maka terapi ARV harus segera dimulai; pada
saat yang sama dilakukan pengambilan sampel darah kedua
untuk pemeriksaan uji virologis kedua.
f) Hasil pemeriksaan virologis harus segera diberikan pada
tempat pelayanan, maksimal 4 minggu sejak sampel darah
diambil. Hasil positif harus segera diikuti dengan inisiasi
ARV.
2) Uji serologis
a) Uji serologis yang digunakan harus memenuhi sensitivitas
minumal 99% dan spesifisitas minimal 98% dengan
pengawasan kualitas prosedur dan standarisasi kondisi
laboratorium dengan strategi seperti pada pemeriksaan
serologis dewasa.
Umur <18 bulan – digunakan sebagai uji untuk menentukan
ada tidaknya pajanan HIV.
Umur >18 bulan – digunakan sebagai uji diagnostik
konfirmasi.
b) Anak umur <18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan
belum dilakukan uji virologis, dianjurkan untuk dilakukan uji
serologis pada umur 9 bulan. Bila hasil uji tersebut positif
harus segera diikuti dengan pemeriksaan uji virologis untuk
mengidentifikasi kasus yang memerlukan terapi ARV.
Jika uji serologis positif dan uji virologis belum tersedia, perlu
dilakukan pemantauan klinis ketat dan uji serologis ulang
pada usia 18 bulan.
c) Anak umur <18 bulan dengan gejala dan tanda diduga
disebabkan oleh infeksi HIV harus menjalani uji serologis
dan jika positif diikuti dengan uji virologis.
d) Pada anak umur <18 bulan yang sakit dan diduga
disebabkan oleh infeksi HIV tetapi uji virologis tidak dapat
dilakukan, diagnosis ditegakkan menggunakan diagnosis
presumtif.
e) Pada anak umur <18 bulan yang masih mendapat ASI,
prosedur diagnostik dilakukan tanpa perlu menghentikan
pemberian ASI.
f) Anak berumur >18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana
yang dilakukan pada orang dewasa.

L. Epidemologi HIV/AIDS Di Dunia


Sejak tahun 1990, Word Health Organization telah menyampaikan
suatu istilah yang disebut sebagai “The Global Burden Disease”/GBD
yang menjadi suatu standar untuk melaporkan informasi kesehatan
global yang terkait dengan penyakit-penyakit lingkungan termasuk
yang disebabkan oleh gangguan nutrisi dan komunikasi. Salah satu
penyakit yang prevalensiya terus meningkat dan perlu mendapatkan
perhatian serius dalam GBD adalah Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS). AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
ditandai dengan gejala menurumya sistem kekebalan tubuh. Jumlah
penyandang HIV/AIDS semakin meningkat dan menjadi pandemi
global Joint/United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS)
melaporkan terdapat sekitar 34 juta individu terinfeksi HIV dan 8 juta
individu menyandang AIDS di dunia pada tahun 2012 (Yuliyanasari,
2017).

M. Epidemologi HIV/AIDS Di Indonesia


Indonesia menempati urutan ke-13 dunia dengan jumlah penderita
HIV/AIDS sebanyak 380.000 kasus. Jumlah kasus baru HIV positif di
Indonesia selama tiga tahun berturut-turut (2010-2012) cukup stabil,
namun di tahun 2013 terjadi peningkatan secara signifikan sebesar
35% disbanding tahun 2012. Jika di tahun 2010 jumlah kasus baru HIV
adalah 21.591 kasus, pada tahun 2013 terdapat kasus baru HIV
29.037 kasus. Untuk kasus kumulatif AIDS sampai tahun 2013
sebanyak 52.358 kasus AIDS. Dan kasus baru AIDS di tahun 2013
sebanyak 5.608 kasus dengan 55,1% laki-laki, 29,7% perempuan
(Ukhibul Mukhsinin, 2016).

N. Perubahan psikologis pasien HIV/ AIDS


ODHA merasa ragu dan mereka memiliki koping terhadap situasi ini.
Perasaan tidak aman merupakan ketakutan terhadap masa depan dan
orang fokus terhadap keluarga dan pekerjaannya. Mereka merasa
lebih ragu dan perhatian terhadap hal itu karena kualitas hidup dan
harapan hidup dan harapan hidup terhadap hasil terapi yang baik dan
reaksi masyarakat. Adapun reaksi psikologis yang akan terjadi
menurut Wulandari, Ning etiyorini, 2016 yaitu :
1. Takut dan kehilangan.
ODHA mengalami ketakutan terhadap kematian. Adalah ketakutan
yang mendasar. Aspek lain yang berhubungan dengan HIV/AIDS
adalah kehilangan. Seseorang dalam fase perkembangan AIDS
khawatir karena akan kehilangan hidupnya, ambisinya, penampilan
fisik dan potensi, relasi seksual, kehilangan posisi mereka di
masyarakat, stabilitas finansial dan kebebasan. Dengan tambahan
kebutuhan khusus yang penting mereka cenderung kehilangan
rasa privasi dan kontrol terhadap kehidupannya. Kemungkinan
berdampak pada masa depan, kecemasan yang bersal dari
hubungan cinta atau pemberi perawatan dan reaksi negatif dari
masayarakat. Permasalahan yang utama adalah kehilangan
kepercayaan diri.
2. Kesedihan, sindrom kehilangan harapan dan ketidakberdayaan
Kesedihan merupakan emosi yang kuat yang sangat dekat dengan
kehilangan. Psien HIV/AIDS positif sering mengalami kesedihan
karena kehilangan harapan. Beberapa orang dapat hidup sampai
10 tahun dan yang lain hanya beberapa bulan dari diagnosa.
ODHA cenderung tidak peduli lagi tentang sesuatu yang dapat
membuat bahagia, mereka menerima takdir, mereka tidak dapat
melihat harapan dan menunggu kematian datang.
Sindrom kehilangan harapan dan ketidakberdayaan meliputi
elemen menyerah dan meninggalkan. Mekanisme bertahan
meliputi:
a Berhadapan dengan situasi rasa sakit kehilangan harapan dan
ketidakberdayaan.
b Rasa subjektif kemampuan menurun terhadap situasi yang
dihadapi
c Perasaan bahaya dan penurunan kepuasan terhadap hubungan
dengan orang lain
d Kehilangan kontinuitas masa lalu dan masa depan, menurunnya
kemampuan untuk berharap dan percaya.
e Kecenderungan untuk menghidupkan kembali dan membangun
kembali perampasan dan kegagalan.
3. Kesedihan dan harga diri.
ODHA yang harus mengatasi takdir yang rumit, sering kehilangan
harga diri dengan cepat. Penolakan dari kolega, saudara dan orang
yang dicintai memicu seseorang untuk kehilangan harga diri dan
identitas sosial, dan menimbulkan perasaan tidak berharga. Kondisi
ini dapat memperburuk gejala yang mengikuti penyakit, diantaranya
adalah cacat wajah, memburuk tubuh, hilangnya kekuatan serta
hilangnya kontrol atas tubuh seseorang.
4. Gangguan kecemasan dan depresi.
Rasa kecemasan pada ODHA dapat dideterksi segera.,
berdasarkan:
 Panjang pendeknya prognosis
 Resiko infeksi dengan penyait lain
 Resiko infeksi dari orng lain
 Penolakan sosial, profesi, keluarga dan patner seksual.
 Perpisahan, isolasi dan nyeri fisik
 Ketakutan terhadap degradasi
 Ketakutan terhadap kematian dan kesakitan saat menghadapi
kematian
 Ketidakmampuan merubah keadaan dan konsekuansi infeksi
HIV.
 Ketidakmampuan memastikan kondisi kesehatan optimal
 Kegagalan saudara dekat berkompromi dengan keadaan
 Tidak tersedianya prosedur terapeutik yang sesuai
 Kehilangan privasi dan ketakutan akibat tidak terpapar informasi
 Penolakan sosial dan seksual
 Kegagalan fungsi vital
 Kehilangan kebebasan fisik dan finansial
Gangguan kecemasan diikuti oleh karakteristik somatik, psikologis
dan otonomik, biokimia, endokrin dan perubahan perilaku. Fakta
bahwa tidak ada obat untuk infeksi HIV, mempengaruhi rasa
ketidakberdayaan, kehilangan kontrol diri yang menimbulkan
depresi.
5. Penolakan, marah, agresi dan percobaan bunuh diri
Benerapa orang bereaksi terhadap status baru sebagai penderita
HIV/ AIDS dengan penolakan. Untuk beberapa dari mereka,
penolakan diperlihatkan dengan cara konstruktif untuk menghandle
shock terhadap diagnosis. Apabila kondisi ini terus menetap,
penolakan menjadi tidak produktif karena orang tersebut juga
menolak tanggungjawab sosial yang berhubungan dengan HIV
yang positif. Kemarahan dan agresi merupakan aspek khas yang
menemani orang dalam situasi kehilangan. Beberapa individu
menjadi marah dan agresif. Mereka sering sangat marah tentang
nasib mereka. Mereka terus-menerus memiliki perasaan, bahwa
mereka tidak diperlakukan dengan sopan dan bijaksana.
Terjadi peningkatan resiko bunuh diri pada HIV positif. Mereka
memandang bahwa bunuh diri sebagai cara terlepas dari rasa sakit
dan situasi yang sulit., terlepas dari rasa malu dan kesedihan.
Bunuh diri bisa aktif atau pasif.
6. Aspek spiritual
Situasi di mana seseorang harus menghadapi kesepian, kehilangan
kontrol dan kematian, dapat menyebabkan spiritual pertanyaan dan
mencari bantuan dalam iman. Konsep dosa, kesedihan,
pengampunan, rekonsiliasi dan mengatasinya dapat menjadi
subjek dalam diskusi spiritual dan religius. Banyak orang percaya
bahwa hanya orang yang religius memiliki kebutuhan spiritual.
mulai berurusan dengan pertanyaan tentang makna kehidupan
sendiri selama sakit mereka dan ketika mereka menderita. Semua
orang perlu mengetahui, bahwa kehidupan telah punya dan masih
memiliki beberapa makna. Semua orang perlu berurusan dengan
hal-hal yang sulit baginya dan yang tidak berubah. Kadang –
kadang penderitaan secara radikal merubah kehidupan aktual dan
kadang – kadang berpengaruh terhadap nilai moral seseorang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang
menyerang sistem imun manusia. Infeksi HIV dapat menyebabkan
kondisi yang disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS). Penyebab HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus
(HIV) itu sendiri yang merupakan virus sitopatik yang diklasifikasikan
dalam family retroviridae, subfamili lentiviridae, genus lentivirus.
Berdasarkan strukturnya HIV termasuk family retrovirus yang
merupakan kelompok virus RNA yang mempunyai berat molekul 0,7 kb
(kilobase). Perjalanan HIV melalui 3 fase yaitu fase infeksi akut, fase
infeksi laten, dan fase infeksi kronis. Tanda dan gejala yang muncul
diantaranya berat badan turun lebih dari 10%, demam lebih dari 38
derajat Celcius dan berkeringat di malam hari tanpa sebab. Cara
penularannya yaitu melalui Hubungan seksual, baik melalui vagina,
oral, maupun dengan seseorang pengidap HIV/AIDS; Kontak langsung
dengan darah atau produk darah/jarum suntik; dan dari ibu hamil
pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat melahirkan,
atau setelah melahirkan. Obat yang dapat digunakan bagi penderita
HIV/AIDS adalah ARV. Antiretroviral (ARV) adalah suatu obat yang
dapat digunakan untuk mencegah reproduksi retrovirus yaitu virus
yang terdapat pada HIV. Perubahan psikologis yang akan terjadi pada
penderita HIV/ AIDS yaitu Takut dan kehilangan; kesedihan, sindrom
kehilangan harapan dan ketidakberdayaan; kesedihan dan harga diri;
gangguan kecemasan dan depresi; penolakan, marah, agresi dan
percobaan bunuh diri; serta aspek spiritual terganggu.
B. Saran
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini. Saya banyak berharap kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan
bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., & Fitria, A. (2019). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP
REMAJA TENTANG HIV/AIDS DENGAN PENCEGAHAN HIV/AIDS
DI SMA NEGERI 1 MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR Siti, I(1).

Ekartika, R., & Candra, P. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Perilaku Remaja Terhadap Pencegahan HIV / AIDS iI SMA Negeri 2
Sleman Tahun 2018.

Junita, S., & Dewi, L. (2010). Pandangan Masyarakat Terhadap Penyakit


Hiv/Aids Di Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau Kalimantan
Utara. Journal of Holistic Nursing Science. Retrieved from
http://journal.ummgl.ac.id/index.php/nursing/article/view/862

Mia, A. (2017). Strategi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dalam


Pencegahan HIV/AIDS di Kota Samarinda. EJournal Administrasi
Negara, 5(1), 5293–5306.

Naully, P. G., & Romlah, S. (2018). Prevalensi HIV dan HBV pada
Kalangan Remaja, 9, 280–288.

Nasronudin. 2020. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis &
Sosial Ed 2. Surabaya: Airlangga University Press

Rahakbauw, N. (2016). DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP


KELANGSUNGAN HIDUP ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS).
Insani, 3(2), 64–82. Retrieved from stisipwiduri.ac.id

Ukhibul Mukhsinin, J. I. K. M. F. I. K. 2016. (2016). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Praktik Penggunaan Kondom Pada Pria
Pekerja Seks Untuk Pria Sebagai Upaya Pencegahan Hiv/Aids Di
Kota Semarang Tahun 2015 Skripsi.

Wahyuny, R., & Susanti, D. (2019). Gambaran Pengetahuan Mahasiswa


Tentang Hiv / Aids Di Universitas Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan
Hulu. Jurnal Maternal Dan Neonatal, 2(6), 341–349.
Wulandari, Ning etiyorini, E. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ODHA ( ORANG DENGAN HIV / AIDS ).

Yuliyanasari, N. (2017). Global Burden Desease – Human


Immunodeficiency Virus – Acquired Immune Deficiency Syndrome (
Hiv-Aids ), 01, 65–77. Retrieved from http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/qanunmedika/article/download/385/294

Anda mungkin juga menyukai