Apa Itu IBR
Apa Itu IBR
Apa Itu IBR
baik domestik maupun liar. IBR disebabkan oleh Bovine Herpes Virus Type 1 (BHV-1).
Penyakit ini tidak menyebabkan kematian pada sapi namun dapat terjadi jika infeksi telah
menyerang seluruh tubuh dan darah (Kahrs 2011). IBR menyerang saluran pernafasan bagian
atas dengan gejala klinis terdapat leleran di hidung, hiperemia dan kemerahan pada hidung
dan gejala umumnya yaitu demam, depresi, aborsi, dan penurunan produksi susu (OIE 2010).
Penularan IBR dapat melalui kontak langsung, kawin alami, inseminasi buatan, dan udara
sehingga penyakit ini bersifat sangat menular. Virus IBR bersifat laten dan dapat reaktivasi
dalam kondisi stres. Bibir dan semen untuk IB yang berasal dari Balai-nalai perbibitan
memiliki peran yang besar dalam penyebaran IBR karena penularan dapat terjadi melalui
semen dari hewan yang seropositif. Oleh karena itu apabila agen penyakit menginfeksi hewan
betina dapat menyebabkan keguguran yang diakibatkan oleh infeksi virus. Namun di
Indonesia kejadian IBR sering disalahtafsirkan dan menyebbakan kejadian abortus tidak
pernah didiagnosa sebagai penyakit IBR. Gejala penyakit ini tidak hanya terjadi di pernafasan
namun juga pada saliran pencernaan, saluran reproduksi dan syaraf.
Status IBR di dunia internasional yaitu termasuk ke dalam list B, yang merupakan
penyakit yang mempengaruhi sosioekonomi/kesehatan masyarakat, dan signifikan pada
perdagangan internasional (OIE 2000). Untuk menangani penyakit ini Eropa telah
menerapkan program eradikasi, vaksinasi, isolasi populasi, dan kontrol lalu lintas (Kahrs
2001). Sementara di Indonesia angka prevalensi IBR telah meningkat dibanding tahun 1982
terutama pada sapi perah. Uji yang digunakan untuk mengidentifikasi IBR yaitu dengan uji
serologi.
Pencegahan dilakukan dengan syarat dilakukan pemeriksaan pada saat kedatangan atau pada
lokasi pengeluaran diperiksa dahulu setelah setelah melengkapi dokumen yang
dipersyaratkan terutama sertifikat kesehatan hewan pemasukan maupun pengeluaran hewan
atau bahan asal hewan. Jika berasal dari negara yang dilarang maka pemasukan hewan atau
bahan asal hewan ditolak. Dan apabila berasal dari negara yang diperbolehkan maka
dilakukan pemeriksaan. Jika positif IBR maka dilakukan pembongkaran lalu dilakukan
karantina untuk dilakukan pengamatan, pengasingan, pemeriksaan atau perlakuan. Jika
hewan tidak bisa sehat atau tidak layak maka akan dimusnahkan atau jika sehat dibebaskan
(Kementan 2009).
Pengamanan
Saat ini belum ditetapkan kebijakan vasksinasi terhadap penyakit IBR di Indonesia
baik pada sapi lokal maupun impor. Pada sapi impor vaksinasi sangat mungkin dilakukan
sebelum pengiriman sehingga pada saat pengujian menyebabkan hasil seropositif. Vaksin
IBR yang beredar saat ini umumnya adalah vaksin aktif yang dilemahkan dan vaksin inaktif.
Aplikasi vaksin IBR aktif ini yaitu secara intranasal dan intramuskular. Virus inaktif
mengandung virus utuh atau bagian dari partikel virus yang sudah diinaktivasi dan kemudian
ditambahkan adjuvan. Apikasi vaksin inaktif yaitu melalui intramuskular dan subcutan.
Permasalahan dari pengendalian IBR sendiri yaitu belum adanya kebijakan vaksin dan
alokasi vaksin untuk penyakit IBR, belum tertampungnya seluruh biaya kebutuhan
operasional untuk penanganan dan pengendalian IBR di daerah, adanya otonomi daerah
menyebabkan belum optimalnya koordinasi pelaksanaan pengendalian penyakit dan lain-lain.
Pensucihamaan IBR
Di Switzerland (Swiss) kontrol penyakit IBR dilakukan secara ketat dan melarang
penggunaan vaksin. Selain itu hewan dilakukan identifikasi dan jika positif IBR maka akan
dimusnahkan. Alternatif lain dalam pemberantasan penyakit ini yaitu dengan mengontrol
terjadinya infeksi dengan mengembangkan pengebalan ternak akibat infeksi alam atau pun
vaksinasi (Nettleton 1987).
Identifikasi IBR dilakukan dengan melakukan uji serologi. Keberadaan IBR secara
serologis terdapat pada ternak impor maupun ternak indigenus (Noor et al. 1983). Selain itu
di BPPH wilayah I medan identifikasi kasus IBR berhasil dilakukan dengan mengisolasi agen
penyebabnya melalui uji IFAT (Indirect fluorescence technique Antibody) dan diketahui
bahwa penyebab penyakit IBR adalah BHV-1. Kemudian identifikasi IBR di wilayah kerja
BPPH III Lampung menggunakan uji serum netralisasi pada ternak-ternak dan hasilnya
terdapat beberapa ekor yang positif IBR (Marfiatiningsih 1982).
Jenis sampel yang digunakan untuk mengisolasi agen penyakit IBR yaitu organ atau
sel yang diambil dari hewan yang sakit berupa mukosa hidung, sinus, mulut, vagina, semen,
susu, otak/ganglia dan sel foetus dari hewan yang abortus. Secara serologi dapat dilakukan
beberapa uji di laboratorium namun yang paling utama adalah uji serum netralisasi. Selain itu
dapat juga dilakukan uji serologi berupa ELISA, RIA, IFAT, Tuberculin type skin test dan
passive haemagglutinasi, PCR dan hybridation techniue untuk mendeteksi DNA dari virus
BHV-1 (Sudarisman 1997). Selain itu dapat juga dilakukan uji swab hidung, mata ataupun
vagina dengan uji PCR ataupun restriction endonuklease.
Kahrs, R.F. 2001. Infectious bovine rhinotracheitis and infections pustular vulvovaginitis.
Chapter 18. In: Viral Diseases of Cattle, Eduition 2. Iowa State University Press, Ames. pp
159-17-.
Nettleton, P.F. 1985. The Diagnosis Of Infectious Bovine Rhinotracheitis. In Viral Diseases
Of Cattle. By Kahrs. Pp. 90−99.
Noor, M.A.R., S.I. Sitepu, M.Z. Zami, A. Suryadi Dan A. Peranginangin. 1983. Penyidikan
Serologi Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (Ibr) Pada Sapi Di Beberapa Kabupaten
Di Sumatera Utara. Laporan Tahunan 1981–1982. Direktorat Kesehatan Hewan, Departemen
Pertanian.