JDP Vol - 2 No - 1 2015 - Pengembangan Warisan Budaya Di Tenggarong Sebagai Daya Tarik Wisata Kalimantan Timur
JDP Vol - 2 No - 1 2015 - Pengembangan Warisan Budaya Di Tenggarong Sebagai Daya Tarik Wisata Kalimantan Timur
JDP Vol - 2 No - 1 2015 - Pengembangan Warisan Budaya Di Tenggarong Sebagai Daya Tarik Wisata Kalimantan Timur
ABSTRAK
Tenggarong sebagai salah satu destinasi pariwisata nasional (DPN) di
Kalimantan Timur memiliki berbagai jenis daya tarik wisata terutama
daya tarik wisata budaya dan buatan. Besarnya potensi warisan budaya
baik dari segi keunikan maupun keragamannya menjadi daya tarik
tersendiri bagi wisatawan. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana
mengembangkan warisan budaya Kutai Kartanegara agar Tenggarong
dapat menjadi salah satu Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) unggulan
di Kalimantan Timur. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan Tenggarong
sebagai DPN dengan daya tarik wisata budaya sehingga mampu
menggerakkan perekonomian masyarakat dan menjaga pelestarian
warisan budaya di destinasi wisata. Dari hasil analisis data yang
diperoleh diketahui bahwa warisan budaya menjadi daya tarik untuk
menjadikan Tenggarong sebagai salah satu DPN di Kalimantan Timur.
Mengembangkan warisan budaya untuk kepentingan ekonomi melalui
kepariwisataan mempunyai dampak positif dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pelestarian warisan budaya di destinasi
wisata ini.
Kata Kunci: warisan budaya, destinasi, wisata, pelestarian,daya tarik,
Tenggarong
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kalimantan Timur yang terletak antara 113◦44’ - 119◦00’ Bujur
Timur dan 4◦24’ - 2◦25’ Lintang Selatan memiliki luas wilayah daratan
198.441,17 km2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km2. Provinsi ini
telah mengalami beberapa kali perubahan administrasi karena terjadi
1
pemekaran wilayah termasuk wilayah yang ada disekitarnya. Dari hasil
pemekaran terakhir (tahun 2013) wilayah ini memiliki 7 kabupaten dan 3
kota. Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu kabupaten yang
ada di Provinsi Kalimantan Timur, dengan ibukota Tenggarong. Provinsi
ini merupakan salah satu Provinsi terluas di Indonesia yang memiliki
potensi sumberdaya alam sangat besar dan penghasil devisa utama bagi
negara, khususnya dari sektor Pertambangan. Pertambangan baik dari
sektor migas dan non migas juga merupakan potensi yang paling besar
dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sektor pariwisata saat ini, juga merupakan salah satu sektor
primadona dalam menghasilkan devisa negara selain dari sektor
pertambangan. Sektor ini dapat diperbaharui dan berbeda dengan sektor
pertambangan karena padat karya dan banyak menyerap tenaga kerja
sehingga diharapkan sangat berperan langsung dalam meningkatkan
pendapatan masyarakat. Sektor pariwisata di Kalimantan Timur juga
menjadi primadona yang diimplementasikan dalam visi daerah ini yaitu
terwujudnya Kalimantan Timur sebagai daerah tujuan pariwisata yang
berdaya saing menuju masyarakat sejahtera. Dalam mewujudkan visi
tersebut dituangkan dalam empat misi yaitu a). Mewujudkan daerah
tujuan pariwisata Kalimantan Timur yang berdaya saing; b)
Meningkatkan industri pariwisata Kalimantan Timur sebagai penopang
perekonomian daerah; c) Meningkatkan seni dan budaya sebagai karakter
jati diri dan pemersatu bangsa; dan d) Meningkatkan penyelenggaraan
kebudayaan dan pariwisata yang profesional dan akuntabel
(http://disbudpar.kaltimprov.go.id/hal-visi-dan-
misi.html#ixzz3fMI2G2uC).
Untuk pengembangan kepariwisataan secara nasional RIPPARNAS
mengamanatkan pembangunan kepariwisataan nasional, dan
pembentukan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN). Pada PP No. 50
tahun 2011 secara nasional dibagi dalam 50 DPN, 88 Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional (KSPN) yang ada di 50 DPN. RIPPARNAS sebagai
acuan secara nasional dalam pengembangan kepariwisataan juga di acu
oleh Provinsi Kalimantan Timur dengan daerah kabupaten/kota yang ada
di wilayahnya. Dalam RIPPARNAS di Kalimantan Timur ditetapkan ada
tiga Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) dan empat Kawasan Strategis
2
Pariwisata Nasional (KSPN) serta 12 (dua belas) Kawasan
Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN). Dalam Ripparda Provinsi
Kaltim (2013-2023) Tenggarong ditetapkan sebagai destinasi pariwisata
nasional (DPN) dan kawasan perkotaan (KPP 1). Tenggarong memiliki
beragam daya tarik wisata (DTW) yang unik dan menarik, baik itu daya
tarik wisata alam, budaya, maupun khusus atau buatan. DTW wisata
budaya paling banyak ditemukan di Tenggarong terutama berasal dari
warisan Kerajaan Kutai Kartanegara sejak abad XIII. Tenggarong sebagai
pusat kerajaan dan pemerintahan pada saat itu tentunya banyak
mewariskan sumber daya budaya. Lokasi Museum Mulawarman di
Tenggarong juga menambah daya tarik wisata ke daerah ini, karena
menyimpan koleksi jejak-jejak peradaban budaya di Kalimantan Timur
termasuk dari Kerajaan Mulawarman yang berdiri pada abad ke-4.
Pengembangan warisan budaya di Tenggarong sebagai destinasi wisata
nasional tentunya sangat sesuai dengan falsafah pengembangan
kepariwisataan Nasional, yakni harus tetap menjunjung ciri khas bangsa
Indonesia khususnya potensi budaya dan kearifan lokal masyarakat
setempat. Norma-norma agama dan nilai-nilai budaya dalam setiap segi
kehidupan akan mewarnai pengembangan kepariwisataan nasional dalam
rangka mewujudkan kehidupan yang kondusif terhadap ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Dalam UU No. 10
tahun 2009 tentang Kepariwisataan juga menyebutkan bahwa
pembangunan pariwisata dengan memanfaatkan potensi daerah secara
optimal sehingga berdaya guna dan berhasil guna, dengan
memperhatikan pelestarian budaya daerah sebagai daya tarik wisata. Data
kunjungan wisatawan tahun 2013, ke daya tarik wisata yang tersebar di
Kabupaten Kutai Kartanegara menunjukkan bahwa sebesar 82,45%
wisatawan nusantara mengunjungi daya tarik wisata budaya, khususnya
yang terkait dengan kegiatan ziarah, Museum Mulawarman dan event
budaya. Meningkatnya kunjungan wisatawan dari tahun 2011- 2013 di
Tenggarong untuk mengunjungi daya tarik wisata budaya menjadi modal
utama untuk menjadikan daerah ini sebagai kawasan destinasi pariwisata
nasional (DPN). Mengembangkan warisan budaya Kutai Kartanegara
agar Tenggarong dapat menjadi salah satu Destinasi Pariwisata Nasional
(DPN) unggulan di Kalimantan Timur sangat penting untuk dilakukan.
3
Tujuan
Tujuan tulisan dalam kajian ini adalah untuk mengoptimalkan
warisan budaya bentuk tangible sebagai daya tarik wisata budaya di
Tenggarong untuk mewujudkan kawasan ini sebagai Destinasi
Pariwisata Nasional (DPN) Kalimantan Timur. Hal ini sangat penting
dilakukan agar warisan budaya dapat memberikan manfaat secara
ekonomi melalui aktivitas pariwisata sekaligus melestarikan untuk
memperkuat jatidiri dan identitas daerah.
METODE PENELITIAN
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan baik bersifat kualitatif maupun
kuantitatif terhadap aspek-aspek yang berhubungan dengan sumber daya
arkeologi dan event budaya sebagai daya tarik wisata budaya. Data yang
dikumpulkan meliputi data sekunder (studi pustaka) dan primer
(wawancara dan kuesioner), serta melakukan pengamatan langsung di
lapangan (survey dan observasi) sebagai dasar untuk memahami potensi
sumber daya tersebut sebagai daya tarik wisata budaya. Adapun langkah-
langkah dalam pengumpulan data adalah:
a. Persiapan survei meliputi
Studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran keadaan kawasan
daerah yang dikembangkan baik dari data sejarah maupun kondisi
saat ini, dan menyiapkan instrumen penelitian (pedoman wawancara,
daftar kuesioner).
b. Pelaksanaan survei meliputi
Survei dilakukan terhadap beberapa destinasi wisata di daerah ini dan
melakukan wawancara serta menyebarkan kuesioner kepada
pemerintah dan wisatawan.
c. Kompilasi data awal meliputi
Seleksi dan pengelompokkan data sesuai kebutuhan analisis,
mengubah bentuk data ke dalam tabel, diagram, grafik, gambar dan
uraian sesuai dengan tujuan analisis, yang dihimpun dalam suatu
dokumen kompilasi data.
4
Analisis Data
Analisis dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif untuk
mendapatkan strategi pengembangan warisan budaya tangible di
Tenggarong agar menjadi Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) unggulan
di Kalimantan Timur.
5
Sementara itu interval penilaian adalah 0,8 dengan nilai minimal 1 dan
maksimal 5.
6
Gambar 1. Grafik Persepsi Masyarakat/Wisatawan terhadap DTW Budaya
Unggulan
di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara.
7
baik nusantara maupun mancanegara. Persepsi masyarakat/wisatawan
terhadap DTW Event Budaya yang ada di Kutai Kartanegara setuju
menyatakan baik. Data dari jumlah kunjungan menunjukkan angka yang
signifikan dan tertinggi jika di bandinkan dengan DTW lainnya. Pesta
adat Erau menempatkan nilai tertinggi 4,116, hal ini terkait karena event
ini merupakan pesta adat masyarakat Kutai dengan melakukan napak tilas
sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara dari Kutai Lama. Pesta rakyat ini
diikuti oleh seluruh masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara dengan
tujuan utama untuk melestarikan budaya masyarakat Kutai.
Bobot
No. Daya Tarik Wisata (DTW) DTW Unggulan Keterangan
Rata-rata
Nilai:
4,116 Min = 1
1 Erau Adat Kutai (EIFAF) I
Max = 5
1-1,8 = STB
1,81-2,6 = TB
2 Kukar Rock'in Fest 3,850 II 2,61-3,4 = C
3,41-4,2 =B
4,21-5 = SB
8
Tabel 3. Daya Tarik Wisata Buatan (manmade) di Tenggarong,
Kabupaten Kutai Kartanegara
Bobot DTW
No. Daya Tarik Wisata (DTW) Keterangan
Rata-rata Unggulan
1 Planetarium 3,850 I
2 Waduk Sukarame 3,787 II Nilai:
3 Taman Monumen Pancasila 3,753 III Min = 1
Max = 5
4 Jam Bentong 3,742
1-1,8 = STB
5 Kolam Renang Putri Junjung Buih 3,725
1,81-2,6 = TB
6 Museum Kayu 3,683
2,61-3,4 = C
7 Pedestrian 3,671 3,41-4,2 =B
8 Pulau Kumala 3,571 4,21-5 = SB
9 Creative Park Tenggarong 3,489
9
Gambar 2. Grafik Persepsi Masyarakat/Wisatawan terhadap DTW Buatan
Unggulan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara
10
Tabel 4. Hasil Analisis SWOT: Faktor Internal berupa Kekuatan dan
Kelemahan Pengembangan Warisan Budaya di Tenggarong sebagai DPN di
Kalimantan Timur.
11
Tabel 5. Hasil Analisis SWOT: Faktor ekternal berupa peluang dan ancaman
dalam Pengembangan Warisan Budaya di Tenggarong sebagai DPN di
Kalimantan Timur.
No. Kriteria Peluang (opportunities) Ancaman (Threats)
1. Kelembagaan a. Pelaku bisnis (swasta, a. Adanya banyak ke-
komunitas) mendorong dan pentingan dalam pem-
berperan aktif dengan me- bangunan kepariwisata-
lakukan investasi di sektor an
pariwisata. b. Adanya penilaian ne-
b. Masyarakat atau wisatawan gative terhadap pen-
mengapresiasi promosi pari- citraan destinasi
wisata. c. Belum optimalnya fung-
si dan peran asosiasi
usaha dan profesi
pariwisata
2. Industri a. Meningkatnya jumlah dan a. Tenaga kerja lebih
variasi kunjungan wisata- tertarik berkerja di luar
wan sektor pariwisata
b. Meningkatnya minat b. Pemanfaatan warisan bu-
masyarakat terhadap daya sebagai daya tarik
produk wisata wisata dapat mengancam
c. Meningkatnya daya saing pelestariannya
dan meluasnya pangsa c. Berkembangnya desti-
pasar pariwisata nasi wisata budaya ber-
dampak pada sosial bu-
daya masyarakat di-
sekitarnya
3. Pemasaran a. Tenggarong sebagai desti- a. Industri wisata yang
nasi wisata semakin di berkembang tidak me-
kenal masyarakat luas manfaatkan dan me-
b. Pelaku bisnis semakin nunjukan budaya lokal.
banyak berinvestasi di sek- b. Produk wisata yang ber-
tor pariwisata kembang belum sebagai
sarana promosi atau
diplomasi budaya
4. Destinasi a. Banyak destinasi wisata a. Adanya industri atau
budaya yang masih dapat pembangunan yang
dikembangkan. menghilangkan atau
b. Pembangunan infrastruktur merusak situs-situs
yang menghubungkan antar arkeologi yang berpotensi
destinasi wisata budaya sebagai destinasi.
masih sangat memung- b. Pembangunan infrastruk-
kinkan. tur belum semua men-
dukung pengembangan
destinasi wisata
12
Pembahasan
Tenggarong ditetapkan sebagai salah satu Destinasi Pariwisata yang
berskala nasional di Kalimantan Timur tentunya harus mendukung visi
dan misi pembangunan kepariwisataan secara nasional. Tenggarong
harus mampu menjadi daerah tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya
saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan
kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan ini dilakukan dengan
pengembangan destinasi, pemasaran, industri dan kelembagaan
kepariwisataan mendorong terwujudnya Pembangunan Kepariwisataan
yang berkelanjutan. Kepariwisataan merupakan fenomena yang
kompleks, yang melibatkan banyak komponen berupa sektor maupun
aktor-aktor dalam pembangunan. Komponen ini saling terkait satu
dengan yang lain membentuk sistem yang dinamakan sistem
kepariwisataan. Pengembangan Tenggarong sebagai destinasi pariwisata
nasional (DPN) di Kalimantan Timur tentunya harus menggunakan
model sistem kepariwisataan secara umum. Model sistem kepariwisataan
pertama kali dibahas oleh Gunn pada tahun 1972 (Gunn, 2002) yang
sangat sarat dengan aspek-aspek ekonomi. Gunn mengemukakan
keterkaitan antara sisi sediaan (supply) dengan permintaan (demand)
serta faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya. Pengembangan
Tenggarong sebagai kawasan DPN juga harus memuaskan permintaan
pasar khususnya wisatawan, pemerintah dan stakeholder lainnya harus
menyediakan beragam pembangunan dan pelayanan (sisi sediaan/supply).
Kesesuaian antara sisi sediaan dan sisi permintaan adalah kunci
keberhasilan dalam pengembangan Tenggarong sebagai DPN di
Kalimantan Timur. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh besar
dalam pengembangan Tenggarong sebagai DPN yaitu sumber daya alam,
sumber daya budaya, organisasi/kepemimpinan, keuangan, tenaga kerja
(SDM), kewirausahaan (industri pariwisata dan kreatif), masyarakat
(komunitas), kompetisi (daya saing), dan kebijakan pemerintah.
Secara umum dari gambar 2.3 diketahui bahwa jumlah kunjungan
wisatawan ke Kabupaten Kutai Kartanegara dari tiga jenis daya tarik
wisata didominasi oleh daya tarik wisata budaya, meskipun masih di
dominasi oleh wisatawan nusantara. Sementara itu, wisatawan
mancanegara lebih banyak memilih daya tarik wisata alam. Daya tarik
13
wisata tersebut sebagian besar berada di Kota Tenggarong baik yang
menjadi koleksi museum maupun cagar budaya dan situs-situs arkeologi.
Di Tenggarong warisan budaya yang menjadi daya tarik wisata yaitu dari
masa Kerajaan Mulawarman (abad ke-4 M) sampai Kesultanan Kutai
Kartanegara (abad XIII). Dari hasil survei (tabel 2.1) diketahui bahwa
Makam Raja-Raja Kutai Kartanegara dan Museum Mulawarman yang
letaknya berdekatan dan berada di tengah-tengah Kota Tenggarong
paling banyak dikunjungi wisatawan. Masjid Jami Hasanuddin yang juga
merupakan komponen kota pada masa lalu menjadi jejak-jejak warisan
budaya dari Kesultanan Kutai Kartanegara yang banyak dikunjungi
wisatawan. Sementara itu, event budaya berupa upacara adat Erau yang
dilaksanakan setiap satu tahun sekali dan kegiatan dipusatkan di Kota
14
Tenggarong juga menjadi daya tarik wisatawan baik nusantara maupun
mancanegera. Event budaya ini merupakan pesta rakyat yang
menampilkan semua kesenian dan tradisi masyarakat yang ada pada
masing-masing suku baik tradisi masyarakat pedalaman, pesisir maupun
tradisi keraton. Kegiatan ini lebih banyak menekankan pada pelestarian
budaya yang sudah ada secara turun menurun sejak pusat Kerajaan Kutai
Kartanegara ada di Kutai Lama.
Tenggarong sebagai pusat kota dan pemerintahan Kerajaan Kutai
Kartanegara sejak abad XVII tidak dapat dipungkiri lagi banyak
menyimpan warisan budaya dengan keunikan tersendiri yang tidak
ditemukan di daerah lain. Jejak-jejak awal sejarah Nusantara yang
dibuktikan dengan temuan tujuh buah yupa (prasasti) dan artefak-artefak
lainnya juga banyak disimpan di museum yang terletak di kota ini.
Peradaban budaya terus berkembang sampai pada munculnya Kesultanan
Kutai Kartanegera juga ditemukan di kota ini. Pada saat Indonesia belum
merdeka, Kalimantan Timur juga menjadi daerah kekuasaan Eropa.
Tenggarong sebagai pusat kota pada saat itu juga banyak menyimpan
jejak-jejak pemukiman seperti istana dan gedung bioskop. Jejak-jejak
budaya ini menjadi warisan budaya terutama budaya tangible (tinggalan
arkeologi). Menurut Undang-undang tentang Cagar Budaya No. 11 tahun
2010 warisan budaya ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi
melalui kepariwisataan dengan tetap menjaga pelestariannya. Jejak
budaya masa lalu dari masa kerajaan sampai masa kolonial sebagian
sudah ada yang ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
Tenggarong sebagai salah satu destinasi pariwisata nasional
(DPN) di Kalimantan Timur, selain warisan budaya tangible dalam
bentuk tinggalan arkeologi juga banyak ditemukan warisan budaya
bentuk intangible berupa tradisi dan adat istiadat. Warisan budaya ini
baik yang berkembang di desa-desa yang di kemas dalam bentuk desa
budaya maupun tradisi masyarakat juga menjadi daya tarik wisatawan.
Dari gambar 2.4 diketahui bahwa warisan budaya tangible dalam bentuk
situs cagar budaya masih mendominasi daya tarik wisata di daerah ini.
15
Gambar 4. Jenis Daya Tarik Wisata Budaya Kabupaten Kutai
Kartanegara Tahun 2013
sumber: Dinas Budpar Kukar, 2014.
16
Tabel 6. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun
2011– 2013
Sumber : Disbudpar Tahun 2014
Wisatawan Wisatawan
No. TAHUN Jumlah
Nusantara Mancanegara
17
mencapai keberhasilan. Ada dua strategi yang digunakan dalam
pengembangan warisan budaya di Tenggarong yaitu:
1. Strategi S–O dimana strategi ini sangat menguntungkan dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan dan peluang secara maksimal
(growth oriented strategy)
2. Strategi S–T dimana strategi ini mempunyai ancaman tetapi juga
memiliki kekuatan. Menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman dan memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
strategi diversifikasi produk.
18
meningkat. bangkan warisan
budaya sebagai industri
b. Manfaatkan besarnya potensi
pariwisata.
warisan budaya agar semakin
banyak pelaku bisnis ber-
investasi di sektor wisata
budaya.
c. Promosikan keunikan warisan
budaya agar lebih dikenal di
masyarakat.
4. Destinasi a. Gunakan destinasi wisata a. Gunakan destinasi wisata
budaya sebagai lokus program budaya sebagai lokus
pembangunan infrastruktur dan pembangunan
fasilitas pariwisata infrastruktur.
b. Lestarikan warisan bu-
b. Berdayakan ketersediaan
daya dengan men-
lahan di sekitar destinasi
jadikan sebagai des-
untuk pengembangan wilayah
tinasi wisata.
PENUTUP
Simpulan
Tenggarong di tetapkan sebagai salah satu destinasi pariwisata
nasional (DPN) di wilayah Kalimantan Timur dengan berbagai daya tarik
wisata yang dimiliki. Warisan budaya baik dalam bentuk tangible
maupun intangible menjadi daya tarik wisata di kawasan ini. Besarnya
potensi warisan budaya dengan keunikan dan kekhasan sebagai daya tarik
wisata di Tenggarong merupakan jejak-jejak pemukiman masa lalu di
daerah ini. Tenggarong sebelum menjadi ibukota Kabupaten Kutai
Kartanegara merupakan pusat kota dan pemerintahan Kerajaan Kutai
Kartanegara sejak abad XVII setelah dipindahkan dari pusat
pemerintahan di Jembayan. Pada masa penjajahan Belanda, Kalimantan
19
Timur merupakan salah satu pusat industri pertambangan dan
Tenggarong merupakan salah satu pusat pemukiman. Komponen-
komponen kota pada masa Kesultanan Kutai Kartanegara sampai saat ini
menjadi warisan budaya tangible baik dalam bentuk situs arkeologi
maupun cagar budaya. Sementara itu, warisan budaya intangible dalam
bentuk kesenian, tradisi dan adat istiadat masyarakat di kemas dalam
bentuk event budaya (upacara adat erau) yang dilaksanakan satu tahun
sekali dan dipusatkan di Tenggarong.
Dari hasil survei dan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Kutai Kartanegara diketahui bahwa warisan budaya yang ada
di Tenggarong yaitu kompleks makam Raja-raja Kutai, Museum
Mulawarman (keraton), Masjid Jami, dan event budaya (upacara adat
erau) mempunyai daya tarik wisata paling tinggi jika dibandingkan
dengan jenis daya tarik wisata buatan yang ada di daerah ini. Warisan
budaya ini mempunyai sifat terbatas dan sangat rapuh karena usia,
sehingga pengembangan untuk kepentingan pariwisata memberikan
dampak positif bagi pelestariannya. Pengembangan warisan budaya di
Tenggarong untuk kepentingan pariwisata harus memperhatika sisi
sediaan (supply) dengan permintaan (demand) serta faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhinya. Pengembangan Tenggarong sebagai
kawasan DPN juga harus meningkatkan keragaman jenis daya tarik
warisan budaya untuk mendorong akselerasi perkembangannya serta
meningkatkan revitalisasi struktur, elemen dan aktivitas yang menjadi
penggerak kegiatan pariwisata pada daya tarik wisata budaya di daerah
ini. Meningkatkan koordinasi dan melibatkan semua stakeholder dengan
menguatkan mata rantai penciptaan nilai tambah pelaku usaha pariwisata
juga sangat penting dilakukan. Kunjungan wisatawan yang tinggi pada
daya tarik wisata budaya di Tenggarong dapat dimanfaatkan sebagai
sarana untuk memperkenalkan dan melestarikan warisan budaya di
daerah ini. Situs-situs arkeologi termasuk museum yang menjadi
destinasi wisata budaya di Tenggarong dapat dijadikan sebagai lokus
untuk program pembangunan infrastruktur dan fasilitas pariwisata.
Ketersediaan lahan yang ada di sekitar situs-situs dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan kawasan dengan menggunakan prinsip-prinsip
pelestarian sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
20
Pengembangan warisan budaya sebagai destinasi wisata di tenggarong
merupakan salah satu strategi pelayanan untuk memuaskan permintaan
pasar.
Tenggarong sebagai salah satu destinasi pariwisata nasional (DPN)
di Kalimantan Timur dengan jenis daya tarik wisata budaya sebagai
unggulan memberikan dampak positif baik bagi warisan budaya itu
sendiri maupun masyarakat yang ada disekitarnya. Pariwisata secara
ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan terlibat
baik langsung maupun tidak dalam industry pariwisata. Sementara itu,
untuk warisan budaya itu sendiri akan lebih terjaga kelestariannya baik
langsung maupun tidak serta lebih dikenal oleh banyak masyarakat.
Saran
Tenggarong sebagai destinasi pariwisata nasional (DPN) di
Kalimantan Timur harus mampu mengembangkan potensi lokal sebagai
daya dukung daya tarik wisata budaya yang ada di daerah ini. Untuk
dapat menjadi destinasi yang bersekala nasional maka harus ada
kesesuaian antara sisi sediaan (supply) dan sisi permintaan (demand).
Meningkatkan dan melibatkan semua stakeholder yang terkait dengan
kepariwisataan sangat penting untuk meningkatkan pelayanan dan daya
saing warisan budaya sebagai daya tarik destinasi wisata.
REFERENSI
21
6. Bemmelem, R.W.van, (1949). The Geology of Indonesia, General
Geology. The Hague.
7. Bondan K.. (1953/3). Suluh Sejarah Kalimantan. Banjarmasin: Fajar.
8. Dahlan, Ahmad. (2003). Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai.
Tenggarong: Museum Negeri Mulawarman.
9. Damanik, J. (2013). Pariwisata Indonesia Antara Peluang dan
Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
10. Deetz, James. (1967). Invitation to Archaeology. New York:The
National History Press
11. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, (2014). Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Sektor Pariwisata 2015 -
2019. Jakarta: Kemenparekraf RI.
12. Marwati, Djoened, dkk. (1984). Sejarah Nasional Indonesia II,
Jakarta: PN Balai Pustaka
13. Mess, C.A. (1935). De Kroniek van Koetai. Leiden: Santpoort
14. N.J.Krom (l931), Hindoe-Javaansche Geschiedenis, 2e druk,
S’Gravenhage. Martinus Nijhoff
15. Sani Yamin, M. (2006). Pernik Budaya Pariwisata dan
Pembangunan:Derap Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai
(Gerbang Dayaku). Tenggarong: Bagian Humas Pemkab Kutai
Kartanegara.
16. Saleh, Idwar. t.t. Banjarmasin. K.P.P.K.. Bandung: Balai Pendidikan
Guru.
17. Sedyawati, Edi. (1992). Arkeologi dan Jatidiri Bangsa. PIA VI.
Batu, Malang 21-30 Juli 1992
16. ___________(1997). Konsep dan Strategi Pelestarian Warisan
Budaya. Makalah disampaikan pada International Workshop on
Balinese Cultural Heritage. Denpasar: 29 Juli 1997.
22