Kompleksitas Algoritma Adit Bahan Buku Pak Nanda

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

KOMPLEKSITAS ALGORITMA

1. Pendahuluan
A. Defenisi Algpritma
Suatu masalah dapat mempunyai banyak
algoritma penyelesaian. Algoritma yang digunakan
tidak saja harus benar, namun juga harus efisien.
Efisiensi suatu algoritma dapat diukur dari waktu
eksekusi algoritma dan kebutuhan ruang memori.
Algoritma yang efisien adalah algoritma yang
meminimumkan kebutuhan waktu dan ruang.
Dengan menganalisis beberapa algoritma untuk
suatu masalah, dapat diidentifikasi satu algoritma
yang paling efisien. Besaran yang digunakan untuk
menjelaskan model pengukuran waktu dan ruang
ini adalah kompleksitas algoritma.
Kompleksitas dari suatu algoritma merupakan
ukuran seberapa banyak komputasi yang
dibutuhkan algoritma tersebut untuk
menyelesaikan masalah. Secara informal,
algoritma yang dapat menyelesaikan suatu
permasalahan dalam waktu yang singkat memiliki
kompleksitas yang rendah, sementara algoritma
yang membutuhkan waktu lama untuk
menyelesaikan masalahnya mempunyai
kompleksitas yang tinggi. Kompleksitas algoritma
terdiri dari dua macam yaitu Kompleksitas Waktu
dan Kompleksitas Ruang.
Kompleksitas waktu, dinyatakan oleh T(n),
diukur dari jumlah tahapan komputrasi yang
dibutuhkan untuk menjalankan algoritma sebagai
fungsi ukuran masukan n, dimana ukuran
masukan (n) merupakan jumlah data yang di
proses oleh sebuah algoritma. Sedangkan
kompleksitas ruang S(n), diukur dari memori yang
digunakan oleh struktur data yang terdapat di
dalam algoritma sebagai fungsi dari masukan n.
Dengan menggunakan kompleksitas waktu atau
kompleksitas ruang, dapat di tentukan laju
peningkatan waktu atau ruang yang diperlukan
algoritma, seiring dengan menigkatnya ukuran
masukan (n).
Kecenderungan saat ini, ruang (memori
utama) yang disediakan semakin besar yang
artinya kapasitas data yang diproses juga semakin
besar. Namun waktu yang diperlukan untuk
menjalankan suatu algoritma harus semakin
cepat. Karena kompleksitas waktu menjadi hal
yang sangat penting, maka analisis kompleksitas
algoritma deteksi tepi akan dilakukan terhadap
running time algoritma tersebut.

Sebuah masalah dapat mempunyai banyak


algoritma penyelesaian. Contoh:
a. masalah pengurutan (sort), ada puluhan
algoritma pengurutan.
b. Sebuah algoritma tidak saja harus benar,
tetapi juga harus mangkus (efisien).
c. Algoritma yang bagus adalah algoritma yang
mangkus (efficient).
d. Kemangkusan algoritma diukur dari waktu
(time) eksekusi algoritma dan kebutuhan
ruang (space) memori.
e. Algoritma yang mangkus ialah algoritma yang
meminimumkan kebutuhan waktu dan ruang.
f. Kebutuhan waktu dan ruang suatu algoritma
bergantung pada ukuran masukan (n), yang
menyatakan jumlah data yang diproses.
g. Kemangkusan algoritma dapat digunakan
untuk menilai algoritma yang bagus dari
sejumlah algoritma penyelesaian masalah.
h. Mengapa kita memerlukan algoritma yang
mangkus? Lihat grafik di bawah ini

B. Notasi Asimptotik
Untuk nilai n cuup besar, bahkan tidak
terbatas, dilakukan analisis efisiensi asimptotik
dari suatu algoritma untuk menentukan
kompleksitas waktu yang sesuai atau disebut juga
kompleksitas waktu asimptotik. Notasi yang
digunakan untuk menentukan kompleksitas waktu
asimptotik dengan melihat waktu tempuh
(running time) algoritma adalah notasi asimptotik
(asimptotic notation). Notasi asimptotik
didefinisikan sebagai fungsi dengan domain
himpunan bilangan asli N = {0,1,2,...} (Comment et
at., 2009:43).
Kompleksitas waktu asimptotik terdiri atas
tiga macam. Pertama, Keadaan terbaik (best case)
dinotasikan dengan Ω(g(n)) (Big-Omega), Keadaan
rata rata (average case) dilambangkan dengan
notasi Ὁ(g(n)) (Big-Theta) dan keadaan terburuk
(worst case) dilambangkan dengan O(g(n)) (Big-O).

Gambar 3.1 menunjukan notasi Ω menjadi batas


bawah dari suatu fungsi f(n) agar berada dalam
suatu faktor konstan. Dinyatakanf(n) = O(g(n))
jika terdapat konstanta positif no dan dikanan n0,
nilai f(n) selalu berada tepat pada cg(n) aau diatas
cg(n).

Pada gambar 3.2, n0 merupakan nilai n minimum


yang mungkin. Gambar 3.1 menunjukan notasi 0
membatasi suatu fungsi f(n) agar berada dalam
faktor konstan. Dinyatakan f(n) = 0(g(n)) jika
terdapat konstanta positif n0, c1, dan c2
sedemikian sehingga pada n0 dan di kanan n0 nilai
f(n) selalu brada tepat pada c 1g(n), tepat pada
c2g(n), atau di antara c1g(n) dan c2g(n).
Gambar 3.3 menunjukkan notasi O menjadi batas
atas dari suatu fungsi f(n) agar berada dalam
suatu faktor konstan. Dinyatakan f(n) = O(g(n))
jika terdapat konstanta positif n0 dan c sedemikian
sehingga pada n0 dan dikanan no, nilai f(n) selalu
berada tepat pada cg(n) atau dibawah cg(n).
Kompleksitas waktu algoritma biasanya dihitung
dengan menggunakan notasi O(g(n)), dibaca “big-
O dari g(n)”

C. Notasi O (Big-O)
Notasi asimpotik O digunakan ketika hanya
diketahui batas atas asimpotik. O(g(n))
didefinisikan:
O(g(n)) = {f(n): terdapat konstanta positif c
dan n0 sehingga 0 ≤ f(n) ≤ cg(n) untuk setiap n ≥
n0 } (Cermen et al., 2009:47).
Pada gambar 3.3 ditunjukan bahwa untuk
semua nilai n pada tepat dan di sebelah kanan n0,
nilai fungsi f(n) berada tepat atau di bawah cg(n).
F(n) = O(g(n)) mengindikasikan bahwa f(n) adalah
anggota himpumam O(gn)).
Notasi O menyatakan running time dari suatu
algoritma untuk kemungkinan kasus terburuk. Notasi
O memiliki dari beberapa bentuk. Notasi 0 dapat
berupa salah satu bentuk maupun kombinasi dari
bentuk bentuk tersebut.
Bentuk O(1) memiliki arti bahwa algoritma
yang sedang dianalisi merupakan algoritma konstan.
Hal ini mengindikasikan bahwa running time
algoritma tersebut tetap, tidak bergantung pada n.
O(n) berarti bahwa algoritma tersebut
merupakan algoritma liniear, Artinya, bila n menjadi
2n maka running time algoritma akan menjadi dua
kali running time semula.
O(n2) berarti bahwa algoritma tersebut
merupakan algoritma kuadratik.Algoritma kuadratik
biasanya hanya digunakan untuk kasus dengan n
yang berukuran kecil. Sebab, bila n dinaikkan
menjadi dua kali semula, maka running time
algoritma akan menjadi empat kali semula.
O(n3) berarti bahwa algoritma tersebut
merupakan algoritma kubik. Pada algoritma kubik,
bila n dinaikkan menjadi dua kali semula, maka
running time algoritma akan menjadi delapan kali
semula.
Bentuk O(2n) berarti bahwa algoritma tersebut
merupakam algoritma eksponensial. Pada kasus ini,
bila n dinaikkan menjadi dua kali semula, maka
running time algoritma akan menjadi kuadrat kali
semula.
O(log n) berarti algoritma tersebut merupakan
algoritma logaritmik. Pada kasus ini, laju
pertumbuhan waktu lebih lambat dari pada
pertumbuhan n. Algoritma yang termasuk algoritma
lpgaritmik adalah algoritma yang memecahkan
persoalan besar dengan mentransformasikannya
menjadi beberapa persoalan yang elbih kecil dengan
ukuran sama. Basis algoritma tidak terlalu penting,
sebab bila misalkan n dinaikkan menjadi dua kali
semula,log n meningkat sebesar jumlah tatapan.
Bentuk O(n log n), terdapat pada algoritma
yang membagi persoalan menjadi beberapa
persoalan yang lebih kecil, menyelesaikan setiap
persoalan secara independen, kemudian
menggabungkan solusi masing masing persoalan.
Sedangkan O(n!) berarti bahwa algoritma
tersebut merupakan algoritma faktorial. Algoritma
jenis ini akan memproses setiap masukan dan
menggabungkannya dengan n-1 masukan lainnya.
Bila n menjadi dua kai semula, maka running time
algoritma akan menjadi faktorial dari 2n.

D. Model Perhitungan Kebutuhan Waktu


Menghitung kebutuhan waktu algoritma
dengan mengukur waktu sesungguhnya (dalam
satuan detik) ketika algoritma dieksekusi oleh
komputer bukan cara yang tepat.
Alasan:
1. Setiap komputer dengan arsitektur berbeda
mempunyai bahasa mesin yang berbeda →
waktu setiap operasi antara satu komputer
dengan komputer lain tidak sama.
2. Compiler bahasa pemrograman yang berbeda
menghasilkan kode mesin yang berbeda →
waktu setiap operasi antara compiler dengan
compiler lain tidak sama.
Model abstrak pengukuran waktu/ruang
harus independen dari pertimbangan mesin dan
compiler apapun. Dengan menggunakan besaran
kompleksitas waktu/ruang algoritma, kita dapat
menentukan laju peningkatan waktu (ruang) yang
diperlukan algoritma dengan meningkatnya
ukuran masukan n.

2. Kompleksitas Waktu Algoritma


Untuk menentukan kompleksitas waktu suatu
algoritma, diperlukan ukuran masukan n serta
running time algoritma tersebut. Pada umumnya,
running time algoritma meningkat seiring dengan
bertambahnya ukuran n. Sehingga, running time
suatu algoritma dapat dinyatakan sebagai fungsi dari
n.
Ukuran masukan n untuk suatu algoritma
bergantung pada masalah yang diselesaikan oleh
algoritma tersebut. Pada banyak kasus, seperti
pengurutan ukuran yang paling alami adalah item
dalam masukan. Dalam kasus lain, seperti
mengalikan dua bilangan bulat, ukuran input terbaik
adalah jumlah yang diperlukan untuk mewakili
masukan dalam notasi biner biasa.
Running time algoritma pada masukan n
tertentu merupakan jumlah operasi atau langkah
yang dieksekusi. Selanjutnya, jumlah waktu yang
konstan diperlukan untuk mengeksekusi setiap baris
pseudocode (kode semu). Satu baris dapat mewakili
jumlah waktu yang berbeda dari baris lain. Namun
asumsikan bahwa setiap pelaksanaan baris ke-I
membutuhkan waktu sebesar ci, dimana ci adalah
konstanta.
Dalam menentukan running time suatu baris
pada pseudocode (kode semu), kalikan konstanta ci,
dengan jumlah waktu yang diperlukan untuk
mengeksekusi baris tersebut. Untuk kasus dimana
terdapat perintah loop while atau for dengan
panjang n, maka perintah tersebut dieksekusi
dengan waktu n+
1. Sedangkan untuk baris berisi komentar,
dinyatakan sebagi baris yang tidak
dieksekusi, sehingga jumlah waktu untuk
baris tersebut adalah nol.
Selanjutnya, running time dari algoritma
adalah jumlah dari running time setiap perintah yang
dieksekusi. Sebuah perintah yang membutuhkan ci
langkah n waktu untuk dieksekusi akan memiliki
pengaruh sebesar cin pada running time total (T(n)).
Contohnya, untuk suatu prosedur algoritma
pengurutan A berikut, dimulai dengan menghitung
nilai waktu yang di gunakan oleh suatu perintah dan
jumlah pengulangan perintah tersebut dieksekusi.
Untuk setiap j = 2,3, ... , n, dimana n adalah panjang
dari A(A, length). tj Merupakan notasi dari jumlah
banyaknya loop while yang dieksekusi untuk nilai j
pada baris 5.

Untuk menghitung T(n), running time dari


algoritma pengurutan dengan nilai masukan n,
jumlahkan hasil kali nilai dengan waktu. Diperoleh
Kasus terbaik untuk algoritma ini adalah jika
array sudah berurutan. Untuk setiap j = 2,3, ... , n,
diperoleh A[i] ≤ key pada baris ke 5 ketika i menjadi
nilai awal dari j – 1. Maka tj = 1 untuk j = 2,3, ... , n,
dan running time untuk kasus pengurutan terbaik
adalah

Running time ini dapat dinyatakan sebagai an


+ b untuk a dan b konstanta yang bergantung pada
nilai ci, artinya running time ini merupakan fungsi
linear dan n, atau dinyatakan sebagai.
Jika array berada pada kondisi susunan yang
terbalik, maka algoritma tersebut melakukan
pengurutan untuk kasus terburuk. Setiap elemen A[j]
harus dibandingkan dengan semua elemen lain yang
sudah tersusun dalam a[1..j – 1], dan tj’ untuk setiap j
= 2,3, ... , n. Perhatikan bahwa.

Dan
Pada kasus terburuk diperoleh running time
untuk algoritma pengurutan adalah :

Running time untuk kasus terburuk ini dapat


dinyatakan sebagai an2 + bn + c untuk a,b dan c
konstanta yang bergantung pada nilai ci. Sehingga,
running time tersebut merupakan fungsi kuadratik
dari n.
Kompleksitas waktu yang dinyatakan dalam
notasi asimptotik O menyatakan kemungkinan waktu
terburuk yang dapat dicapai. Maka, kompleksitas
waktu untuk algoritma pengurut ini berbentuk O(n2)
atau kuadratik.

Kompleksitas Waktu dibedakan atas 3 macam


yaitu :

 Tmax(n) : Kompleksitas waktu untuk kasus


terburuk (worst case), kebutuhan waktu
maksimum.

 Tmin(n) : Kompleksitas waktu untuk kasus


terbaik (best case), kebutuhan waktu minimum.

 Tavg(n) : Kompleksitas waktu untuk kasus rata-


rata (average case), kebutuhan waktu secara
rata-rata.

Anda mungkin juga menyukai