Kelompok Kepentingan Dan Partai Politik Gabriel A. Almond

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK KEPENTINGAN DAN PARTAI POLITIK

GABRIEL A. ALMOND

I. KELOMPOK KEPENTINGAN DAN ARTIKULASI KEPENTINGAN

Setiap sistem politik memiliki cara-cara tertentu merumuskan dan


menanggapi tuntutan. Bentuk artikulasi kepentingan yang paling umum di semua
sistem politik adalah pengajuan permohonan secara individual kepada anggota
dewan kota, parlemen, pejabat pemerintahan, atau dalam masyarakat tradisional
kepada kepala desa atau ketua suku. Suatu kelompok kepentingan adalah petik
dua "setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan sanaan
pemerintah tanpa pada waktu yang sama berkehendak memperoleh jabatan
publik". Sebaliknya, partai politik benar-benar bertujuan untuk menguasai jabatan
jabatan publik, yaitu jabatan politik maupun pemerintahan, walaupun - dalam hal
beberapa partai revolusioner - ini mungkin berwujud penghancuran pejabat-
pejabat dan jabatan-jabatan yang ada dan pembentukan jabatan "publik" yang
baru.

JENIS-JENIS KELOMPOK KEPENTINGAN

Kelompok Anomik

Kelompok-kelompok anomik ini terbentuk di antara unsur-unsur masyarakat


secara spontan dan hanya seketika, dan karena tidak memiliki nilai-nilai dan norma-
norma yang mengatur, kelompok ini sering bertumpang tindih (overlap) dengan
bentuk-bentuk partisipasi politik non-konvensional, yang dibahas seperti
demonstrasi, kerusuhan, tindak kekerasan politik dan sebagainya.

Kelompok Non-Assosiasional

Seperti kelompok anomik, kelompok kepentingan non-asosiasional ini jarang


yang terorganisir rapi dan kegiatannya bersifat kadangkala. Ini mungkin berwujud
kelompok kelompok keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status dan kelas
yang menyatakan kepentingan secara kadangkala melalui individu-individu, klik klik
kepala keluarga atau pemimpin agama, dan semacam itu. Secara teoritis, kegiatan
kelompok non asosiasional terutama sekali merupakan ciri masyarakat belum maju,
di mana kesetiaan kesukuan atau keluarga keluarga aristocrat mendominasi
kehidupan politik, dan dimana kelompok kepentingan yang terorganisir dan khusus
tidak ada atau masih lemah. Tetapi dalam negara-negara industri maju pun,
kelompok non asosiasional seperti keluarga keluarga berpengaruh, tokoh-tokoh lokal
atau regional, dan pemimpin-pemimpin agama sering kali menerapkan pengaruh
yang, walaupun kadang kala, lebih besar daripada pengaruh perkumpulan
profesional serikat buruh, dan sebagainya.

Kelompok Institusional

Kelompok-kelompok kepentingan institusional sangat berpengaruh, biasanya


akibat dari basis organisasinya yang kuat. Klik militer, kelompok kelompok birokrat,
dan pemimpin-pemimpin Partai sangat dominan di negara-negara yang belum maju,
di mana kelompok kepentingan asosiasional sangat terbatas jumlahnya atau tidak
efektif.

Kelompok Assosiasional

Kelompok asosiasional meliputi serikat buruh, Kamar Dagang atau perkumpulan


Usahawan dan industrialis, lagu etnik, persatuan persatuan yang diorganisir oleh
kelompok-kelompok agama, dan sebagainya. Studi studi menunjukkan bahwa
kelompok kepentingan asosiasional- bila diizinkan berkembang- cenderung untuk
menentukan perkembangan dari jenis-jenis kelompok kepentingan yang lain basis
organisasional nya menempatkannya diatas kelompok non- asosiasional; taktik dan
tujuan yang sering diakui sah dalam masyarakat; dan dengan mewakili kelompok
dan kepentingan yang luas, kelompok asosiasional dengan efektif bisa membatasi
pengaruh kelompok anomik; non-asosiasional; dan institusional.

MENCAPAI KAUM BERPENGARUH

Saluran-saluran untuk menyatakan pendapat dalam masyarakat berpengaruh


besar dalam menentukan luasnya dan efektifnya tuntutan kelompok kepentingan.
Saluran-saluran tersebut adalah sebagai berikut :

o Demonstrasi dan Tindakan Kekerasan


o Hubungan Pribadi
o Perwakilan Langsung
o Saluran Formal
EFEKTIVITAS KELOMPOK KEPENTINGAN

Faktor-faktor apa saja yang menentukan efektivitas kelompok kepentingan?


Kemampuan untuk mengarahkan dukungan, tenaga, dan sumber daya dari
anggotanya jelas merupakan faktor penting. Begitu juga luasnya sumber daya yang
dimilikinya, seperti kemampuan finansial, jumlah anggota, kecakapan, politik,
kesatuan organisasi dan prestise nya dimana masyarakat umum atau para pembuat
keputusan pemerintah tetapi disamping sifat internnya, efektivitas kelompok
kepentingan pada waktu tertentu. Otonomi dan kebebasan kelompok kepentingan
juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi efektivitas nya.

II. PARTAI POLITIK DAN SISTEM KEPARTAIAN

Partai-partai politik yang terorganisir timbul pada akhir abad ke-18 dan abad
ke-19 di Eropa Barat, sebagai buah dari usaha kelompok-kelompok di luar
lingkungan kekuasaan politik untuk bersaing memperebutkan jabatan
pemerintahan dan mengendalikan kebijaksanaan pemerintahan ketiga gerakan-
gerakan kelas menengah dan kelas buruh ini mulai mendesak kelas kelas atas
dan Aristokrat demi partisipasi dalam pembuatan keputusan, kelompok-kelompok
yang menjalankan pemerintahan terpaksa mencari dukungan publik dalam
rangka mempertahankan pengaruh dominan mereka.

BASIS SOSIAL DAN TUJUAN PARTAI POLITIK

Sifat-sifat partai politik saling berbeda besar satu sama lain. Misalnya partai
konservatif Inggris beranggota hampir 3 juta orang, mengorganisir lebih dari 600
cabang yang masing-masing bertanggung jawab untuk berusaha memilih satu
anggota Partai untuk menjadi anggota majelis rendah (House of commons).
Walaupun partai konservatif Inggris itu paling kuat berpengaruh di kalangan kelas
menengah dan atas, ia bukanlah partai "kelas". Seperti partai Republik atau
Demokrat nya Amerika Serikat, ia memperoleh dukungan dari segala jenis
masyarakat -kelas atas, menengah, ataupun buruh; bahasa Inggris,dan Wales; dan
yang beragama maupun tidak beragama.

FUNGSI-FUNGSI PARTAI POLITIK

Kegiatan yang dilaksanakan oleh partai politik bergantung pada kelompok-


kelompok yang terdapat di dalamnya dan tujuan-tujuan yang dikejar. Suatu partai
revolusioner mungkin berjuang untuk merubah sama sekali organisasi
pemerintahan, kebudayaan, masyarakat, dan ekonomi dari suatu negara; dan bila
berhasil, ia mungkin mengendalikan Setiap kegiatan penting dalam masyarakat itu
suatu partai konservatif dan tradisional, sebaliknya, tidak jauh berbeda dengan satu
klik aristokrat yang berusaha mempertahankan keadaan seperti apa adanya.

 Sosialisasi Politik
 Partisipasi Politik
 Rekrutmen politik
 Komunikasi Politik
 Artikulasi Kepentingan
 Agregasi Kepentingan
 Pembuatan Kebijaksanaan

ORGANISASI PARTAI POLITIK

Sentralisasi struktur partai, konsentrasi kekuasaannya, cara menghubungkan


unit-unit nya, dan kriteria keanggotaannya merupakan faktor-faktor yang
membedakan partai-partai politik. Suatu partai revolusioner cenderung untuk
memiliki kriteria keanggotaan yang jelas dan mengharuskan keutuhan dan kesetiaan
dari anggota-anggotanya; organisasi yang tersentralisasi; dan mengkonsentrasikan
kekuasaan ditangan pemimpin-pemimpin Puncak organisasinya. Sebaiknya, suatu
partai demokratik cenderung kurang tersentralisir dan terkonsentrasi, dan memiliki
kelonggaran yang jauh lebih besar dalam kriteria keanggotaannya.

JENIS-JENIS SISTEM KEPARTAIAN

Kurang lebih sepertiga dari bangsa-bangsa di dunia sekarang ini memiliki


sistem satu-partai dan kurang lebih dari dua-per limanya memiliki sistem banyak
partai./sistem satu partai bisa dibagi dalam tiga kelompok besar: (1) kelompok Partai
Komunis, yang menindas oposisi dan melakukan penetrasi terhadap masyarakat
untuk merubah masyarakat itu; (2) partai konservatif atau "fasis", yang menindas
gerakan gerakan liberal dan radikal, tetapi mengizinkan kepentingan-kepentingan
dunia usaha, gereja, dan pemilik tanah yang konservatif untuk ikut berpengaruh; (3)
kelompok partai "bangsa baru", yang sedang berusaha untuk menciptakan suatu
bangsa atau mencegah agar bangsa yang tidak terpecah pecah titik sentralisasi,
konsentrasi kekuasaan, dan kemampuan penetrasi dari suatu sistem partai
merupakan suatu ukuran kasar dari kemampuannya untuk merubah ekonomi,
masyarakat, dan kebudayaannya. Umumnya, sistem satu partai bisa membantu
kelompok-kelompok yang berkuasa dan elit-elit nya dalam mencapai tujuan dengan
mendominasi dan memanipulasi rakyatnya.

Dalam hal sistem banyak partai, kita membedakan antara sistem dua partai
dengan sistem banyak partai dan perbedaan itu didasarkan atas Pola antagonisme
atau polarisasi mereka. Jumlah partai mempengaruhi kegiatan legislatif dan usaha
membentuk pemerintahan. Tetapi jumlah partai yang besar belum menentukan
penyebab ketidakstabilan pemerintahan. Yang lebih menentukan adalah tingkat
kompetitif dan antagonisme di antara partai-partai yang ada.

MAKNA PERBEDAAN SISTEM KEPARTAIAN

Sistem kepartaian dari suatu negara merupakan faktor penting yang


menentukan apa yang dikerjakan oleh pemerintahnya terhadap rakyatnya. Faktor-
faktor yang paling menarik bagi kita tentang pemerintahan dan politik - yaitu
stabilitas, revolusi, kebebasan, persamaan, dan keadilan - sangat dipengaruhi oleh
partai politik. Suatu sistem satu partai yang radikal memberikan sejumlah besar
kekuasaan kepada sejumlah kecil pemimpin partai untuk merubah kekuasaan
masyarakat dan ekonomi serta kebudayaannya, dan memberi hukuman kepada
rakyat yang menentang dan memberi ganjaran kepada yang mendukung tujuan-
tujuan itu. Suatu sistem satu partai yang konservatif menindas tuntutan dari kelas-
kelas yang lebih rendah, dan memberikan keuntungan dari politik dan pemerintahan
kepada kelompok-kelompok kelas atas atau pada lembaga-lembaga tradisional
seperti gereja. Suatu sistem dua partai berdasarkan sensus seperti sistem Inggris
dan Amerika Serikat, cenderung untuk bersifat tanggap terhadap tuntutan tuntutan
dari sebagian besar penduduk, walaupun ia masih juga memiliki kelemahan. Karena
sebagian besar rakyat secara politik moderat dan bersikap tengah-tengah dan
karena kedua partai itu banyak memiliki memiliki landasan yang sama, sistem
kepercayaan ini cenderung untuk selalu menunda nunda isu-isu atau
mengkompromikan nya sedemikian rupa sehingga masalah masalah dan tantangan
tantangan penting yang timbul dalam masyarakat tidak dihadapi dan diselesaikan
secara langsung. Dan negara-negara dengan sistem dua partai dan banyak partai
berdasarkan sensus seringkali mengalami periode kemacetan yang panjang dan
diikuti dengan periode periode yang lebih kritis bila masalah-masalah yang
sebelumnya ditunda-tunda itu tiba-tiba muncul menjadi krisis politik.

STUDI PERBANDINGAN ELITE POLITIK

ROBERT. D. PUTNAM

TEORI-TEORI KLASIK TENTANG ELITE

Sejak berabad-abad sudah menjadi dalil pemikiran politik bahwa kekuasaan


dalam masyarakat didistribusikan dengan tidak merata. Tapi di Eropa pada abad ke-
18 muncul pandangan sebaliknya: bahwa seluruh warga negara atau paling tidak
semua laki-laki dewasa ikut memiliki kekuasaan secara merata. Ini merupakan awal
abad revolusi demokrasi. Tetapi pada Penghujung abad ke-19 optimisme demokratis
ini mulai dipertanyakan kembali oleh para pengkaji masyarakat yang berpandangan
pesimistik, yang menyatakan bahwa dibalik berbagai bentuk pemerintahan
kekuasaan selalu dipegang oleh sekelompok penguasa yang jumlah anggotanya
hanya beberapa anggota saja. Seperti dikatakan oleh Gaetano Mosca.

Kaum demokrasi liberal menyatakan bahwa kekuasaan seharusnya dibagi


merata dan ini mungkin untuk dilakukan. Dalam menjawab ini kaum elitis
menyatakan bahwa bukan saja karena kenyataannya kekuasaan ini di monopoli oleh
sekelompok kecil orang, tetapi Mengapa secara praktis tidak mungkin dan tidak
seharusnya terjadi yang sebaliknya. Jadi secara ideologis kaum elit itu nampak
semata-mata sebagai pembela konservatif dari tertib politik yang sudah mapan.
Sekalipun begitu tulisan-tulisan mereka mengandung beberapa pemikiran jernih
yang patut mendapat perhatian, bahkan juga dari kaum penentangnya. Kaum elitis
terkemuka pada pergantian abad ini selain Mosca adalah vilfredo pareto dan Robert
michels. Azas-azas umum yang sama-sama mereka anut adalah :

1. Kekuatan politik, seperti halnya barang-barang sosial lainnya


didistribusikan dengan tidak merata. Pareto menjelaskan hal ini dengan sangat
bagus

2. Pada hakekatnya, orang hanya dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu


mereka yang memiliki kekuasaan politik "penting" dan mereka yang tidak
memilikinya. Kaum elitis klasik umumnya berpendapat bahwa distribusi kekuasaan,
hampir dalam segala hal, dapat dipandang dalam artian dikotomis itu.

3. Secara internal, elite itu bersifat homogen, bersatu, dan memiliki kesadaran
kelompok. Itu bukan merupakan suatu kumpulan individu individu yang saling
terpisah, atau sekedar merupakan penjumlahan orang-orang saja. Tetapi
sebaliknya, seperti halnya anggota anggota klub khusus dan terbatas. Individu-
individu yang ada dalam kelompok elit itu saling mengenal dengan baik, memiliki
latar belakang yang mirip, dan Walaupun mungkin kadang-kadang memiliki
pandangan yang berbeda memiliki nilai-nilai, kesetiaan dan kepentingan yang sama.
Untuk ini ada yang mengatakan kelompok elite itu memiliki "tiga K" yaitu kesadaran
keutuhan dan kebulatan tujuan kelompok.

4. Elite itu mengatur sendiri kelangsungan hidupnya atau Self perpetuating


dan keanggotaannya berasal dari suatu lapisan masyarakat yang sangat terbatas
(exclusive). Pemimpin-pemimpin selalu memilih sendiri penggantinya dari kalangan
istimewa yang hanya terdiri dari beberapa orang

5. Terakhir, dan karena keempat Hal di atas kelompok elite itu pada
hakekatnya bersifat otonom, kebal akan gugatan dari siapapun di luar kelompoknya
mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya. Semua persoalan politik penting
diselesaikan menurut kepentingan atau tindakan kelompok ini.

KONSEP-KONSEP TENTANG “ELITE” DAN “KEKUASAAN”

Memang sedikit sekali kesepakatan yang ada di antara ahli-ahli ilmu sosial
mengenai definisi elite, tetapi ada dua konsepsi berbeda tentang kekuasaan yang
dianut dalam ilmu sosial maupun dalam bahasa Awam: (1) kekuasaan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi individu-individu lain, dan (2) kekuasaan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan kolektif.

Dalam studi tentang elit politik, yang paling tepat adalah mendefinisikan kekuasaan
dalam artian kekuasaan atas hasil. Presiden general Motors, sekretaris jenderal
Partai Komunis Uni Soviet, atau perdana menteri Tanzania, masing-masing menjadi
anggota elit politik bukan karena kemampuannya untuk memerintah bawahannya,
Tetapi lebih banyak karena pengaruhnya terhadap kebijaksanaan nasional. Karena
itu kekuasaan saya Artikan sebagai probabilitas untuk mempengaruhi kebijaksanaan
dan kegiatan negara, (dalam istilah teori sistem) probabilitas untuk mempengaruhi
alokasi nilai-nilai secara otoritatif.

Pertama, kita harus dengan teliti menetapkan ruang lingkup dari kekuasaan,
yaitu Meliputi kegiatan-kegiatan apa dan Berapa luasnya. Kedua, bahkan di
kalangan kelompok yang sangat berkuasa pun, Hanya beberapa saja yang secara
langsung memutuskan kebijaksanaan pemerintah sehingga kita harus membedakan
antara pengaruh yang langsung dan tidak langsung dan yang semu. Ketiga berpuluh
tahun yang lalu Carl J. Friedrich telah menunjukkan segi yang rumit dari hubungan
kekuasaan. Seringkali seorang pembuat keputusan yang paling berkuasa sekalipun
harus memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan reaksi dari aktor aktor lain.

Aktor aktor paling penting dalam suatu sistem politik bisa segera mengetahui
reaksi-reaksi siapa yang harus diperkirakan atau di ketahui lebih dahulu; yang tidak
bisa berbuat secepat itu akan cepat merosot peranannya dalam sistem politik itu.
Karena itu, seringkali kita bisa mengetahui distribusi kekuasaan implisit itu. Dengan
memperhatikan orang-orang mana yang diperhitungkan orang-orang mana yang
diperhitungkan oleh para pembuat keputusan kekuasaan implisit ini jangan
dikerjakan dengan kekuasaan potensial. Kadang-kadang seorang aktor yang
nampak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan tidak
menggunakan pengaruhnya itu.

STRATIFIKASI POLITIK

Dan memang tidak ada sistem politik nasional yang menunjukkan suatu
distribusi kekuasaan yang merata, atau bahkan mendekati pernyataan. Dalam
semua masyarakat yang telah diteliti selama ini terdapat suatu korelasi yang tinggi
diantara variabel variabel berikut ini: minat terhadap politik, pengetahuan dan
pengalaman politik, kecakapan dan sumber daya politik terutama pendidikan,
partisipasi politik, kedudukan politik, dan yang terakhir ini buktinya kurang langsung
kekuasaan politik tanda. Warga negara yang berminat besar terhadap politik
cenderung lebih banyak memiliki pengetahuan tentang masalah-masalah
pemerintahan; mereka yang memiliki lebih banyak sumber-sumber politik, seperti
pendidikan, kekayaan, dan prestise sosial, cenderung lebih berminat dan lebih
berpengetahuan tentang politik, dan mereka yang berminat, berpengetahuan, dan
memiliki sumber-sumber politik lebih mungkin untuk berpartisipasi dengan aktif
dalam kehidupan politik. Dengan demikian kita dapat memandang sistem sistem
politik sebagai terdiri dari lapisan-lapisan, atau dengan kata lain berstratifikasi politik,
seperti kalau para ahli sosiologi berbicara tentang stratifikasi sosial.

Sesungguhnya, model stratifikasi politik itu menekankan pentingnya


hubungan antara lapisan-lapisan itu. Pendapat Frederick tentang azas
memperkirakan lebih dahulu reaksi-reaksi yang mungkin timbul itu menunjukkan
kemungkinan saling mempengaruhi di antara lapisan-lapisan politik itu. Keputusan
akhir memang diambil oleh kelompok pembuat keputusan, tetapi pada kelanjutan
penerapannya keputusan itu bisa menjadi sasaran pengaruh tidak langsung maupun
pengaruh dari lapisan-lapisan politik itu.

Elite elite strategis yang paling penting adalah politisi-politisi profesional


seperti anggota parlemen, menteri-menteri kabinet, pejabat-pejabat partai dan
penasehat penasehat dekat mereka. dua kelemahan analisa posisi adalah yang
pertama dengan menggunakan analisa posisi ini mungkin kita memasukkan ke
dalam kategori elite tokoh-tokoh boneka atau figurehead yang sebenarnya hanya
sekedar mengesahkan keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh orang lain, dan
yang kedua mungkin kita tidak memasukkan pencipta pencipta opini informal yang
mempengaruhi kelompok pembuat keputusan. Analisa posisi ini cenderung
membesar-besarkan pengaruh "semu" dan meremehkan pengaruh tidak langsung.
Analisa reputasi tidak mendasar pada bagan organisasi formal, tetapi pada reputasi
kekuasaan secara informal.

Beberapa peneliti berusaha mengetahui siapa yang memiliki kekuasaan


dengan menanyai informan informan yang dianggap mengetahui mekanisme politik
dari dekat. Teknik ini didasarkan pada anggapan bahwa partisipan partisipan dalam
suatu sistem mengetahui siapa yang berpengaruh kuat dan yang tidak. Ini
memungkinkan peneliti untuk menemukan tokoh tokoh berkuasa yang pengaruhnya
mungkin ternyata hanya tidak langsung atau implisit. Tetapi analisis reputasi ini juga
memiliki kelemahan besar, karena seorang peneliti yang menggunakan metode ini
harus menentukan siapa yang harus ditanya i dan apa yang akan ditanyakan.
Kesalahan dalam memilih informan dan informan bisa berakibat para-para hasil
penelitiannya, yang mungkin saja penuh dengan prasangka pribadi atau bias.
EFEKTIVITAS DAN TANGGUNG JAWAB PADA MASYARAKAT : DILEMA
BIROKRASI ?

MOCHTAR MAS’OED

Menurut Max Weber fungsi-fungsi itu bisa dijalankan oleh serangkaian struktur-
struktur yang disebutnya "birokrasi", yang memiliki karakteristik "ideal" sebagai
berikut:

1.Pembagian kerja. Dalam melaksanakan kerjanya birokrasi membagi-bagi


kegiatan-kegiatan pemerintahan menjadi bagian bagian yang masing-masing
terpisah dan memiliki fungsi yang berbeda.

2 Hierarki wewenang. Ciri khas birokrasi adalah wewenang yang hierarki atau
jenjang. Hierarki itu berbentuk piramid, semakin tinggi suatu jenjang, artinya semakin
besar wewenang, semakin sedikit penghuninya.

3. Pengaturan perilaku pemegang jabatan birokrasi. Kegiatan pemerintahan diatur


oleh suatu sistem aturan-aturan main yang abstrak. Aturan main itu mendefinisikan
tanggung jawab pejabat-pejabat berbagai kedudukan dan hubungan-hubungan di
antara mereka. Aturan-aturan itu juga menjamin koordinasi tugas tugas yang
berbeda, di samping menjamin keseragaman pelaksanaan berbagai kegiatan.

4 impersonalitas hubungan. pejabat-pejabat birokrasi harus memiliki orientasi


impersonal, yaitu harus menghindarkan pertimbangan-pertimbangan pribadi dalam
hubungannya dengan bawahannya maupun dengan anggota masyarakat yang
dilayaninya.

5. kemampuan teknis. Pada prinsipnya, jabatan-jabatan birokratik harus diisi oleh


orang-orang yang memiliki kemampuan teknis yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas-tugas dalam jabatan itu. Biasanya kualifikasi atas para calon dilakukan
dengan ujian atau berdasar sertifikat yang menunjukkan kemampuan mereka.

6. karier. Pekerjaan dalam birokrasi pemerintahan adalah pekerjaan karier.

II
Pada umumnya ada empat macam sumber kekuasaan birokrasi: 1)
peranannya sebagai personifikasi negara; 2) penguasaan informasi; 3) pemilikan
keahlian teknis; dan 4) status sosial yang tinggi.

ANALISIS SITEM DAN STRUKTUR – FUNGSIONAL : SEBUAH PENILAIAN

MOHTAR MAS’OED

ANALISIS SISTEM

Pada umumnya tujuan Easton adalah mencari jawaban atas pertanyaan:


mengapa suatu pemerintahan mampu bertahan dan bagaimana pemerintahan itu
menanggapi pengaruh pengaruh atau tekanan-tekanan yang datang dari
lingkungannya? Untuk menjawab ini ia mengusulkan sebuah metafora yang
kemudian menjadi sangat terkenal. Ia menggambarkan kehidupan masyarakat politik
sebagai suatu sistem. Konsep sistem yang diambil dari biologi itu dipakainya untuk
menunjukkan bahwa proses politik yang terjadi dalam semua masyarakat mengikuti
pola yang seragam dan bersifat sistem.

ANALISIS STRUKTURAL FUNGSIONAL

Sebagai ganti untuk konsep "negara" dan, almond mengajukan konsep


"sistem politik", yang didefinisikan sebagai: "sistem Interaksi yang terdapat dalam
semua masyarakat Merdeka yang menjalankan fungsi fungsi integrasi dan adaptasi
baik dalam masyarakatnya sendiri maupun menghadapi masyarakat lain melalui
penerapan atau ancaman penerapan daya paksa yang lebih kurang sah" enter
seperti Easton, almond memandang sistem politik pada hakekatnya sebagai suatu
mekanisme untuk merubah tuntutan dari masyarakat input menjadi kebijaksanaan
output yang melalui saluran "umpan balik" akan menjadi calon input baru. Sebelum
tuntutan bisa menjadi isu politik yang relevan ia harus di "artikulasi" dan. Karena
jumlah tuntutan selalu tak terbatas dan jenisnya beraneka ragam, tuntutan-tuntutan
itu harus dia gresikan menjadi sejumlah kecil alternatif kebijaksanaan sebelum bisa
diproses dalam sistem politik. Kunci dalam proses perkembangan ini adalah
"kemampuan sistem politik untuk menanggapi lingkungannya. Berdasarkan ini
almond mengajukan kriteria terakhir tentang perkembangan sistem politik:
"kemampuan sistem politik". Semakin mampu sebuah sistem politik menanggapi
input yang datang dari lingkungannya, semakin berkembang atau semakin "maju"
sistem politik itu.

Menurut Almond, ada 6 jenis kemampuan, 1) kemampuan ekstraktif, yaitu


kemampuan untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber-sumber material dan
manusiawi dari lingkungan domestik maupun internasional nya 2) kemampuan
regulatif, yaitu kemampuan sistem politik untuk mengendalikan perilaku anggota
masyarakat secara individu maupun kelompok.3) kemampuan distributif, yaitu
kemampuan untuk mengalokasikan barang, jasa, koma, status dan berbagai macam
kesempatan menguntungkan kepada individu-individu dan kelompok-kelompok yang
ada dalam masyarakat. 4) kemampuan simbolik, yaitu kemampuan untuk secara
simbolik menunjukkan kekuatan atau kekuasaan. 5) kemampuan responsif, yaitu
kemampuan untuk menanggapi input yang masuk dan memprosesnya menjadi
output. 6) kemampuan domestik dan internasional.

Jadi, secara singkat almond melihat perkembangan politik atau yang sering
disebut dengan pembangunan politik sebagai proses dengan mana suatu sistem
politik memperoleh atau mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi melalui
proses diferensiasi struktural dan sekularisasi kultural.

Anda mungkin juga menyukai