Hubungan Genetika Lingkungan Dengan Evolusi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN GENETIKA, LINGKUNGAN, DENGAN EVOLUSI

Pengertian Genetika, Lingkungan, dan Evolusi

1. Genetika
Genetika berasal dari bahasa Latin GENOS yang berarti suku bangsa atau
asal-usul. Dengan demikian genetika berarti ilmu yang mempelajari bagaimana sifat
keturunan (hereditas) yang di wariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin
timbul di dalamnya.
Menurut sumber lainnya, genetika berasal dari bahasa Yunani GENNO yang
berarti melahirkan. Dengan demikian genetika adalah ilmu yang mempelajari
berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme
maupun suborganisme (seperti virus dan prion).
Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat atau karakter yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun-temurun. Penurunan
sifat dan karakter itu melalui gen yang terdapat dalam kromosom di dalam inti sel.
Bahan dasar inti sel (nukleus) adalah protein khas yang disebut protein inti atau
nucleoprotein. Nucleoprotein dibangun oleh senyawa protein dan asam inti atau asam
dioksiribo nukleat (DNA) dan Asam Ribo Nukleat (RNA).
2. Lingkungan
Lingkungan adalah istilah yang mencakup segala makhluk hidup dan tak
hidup di alam yang ada dibumi atau bagian dari bumi, yang berfungsi secara alami
tanpa campur tangan manusia yang berlebihan. Lingkungan adalah semua kondisi
didalam dan diluar organisme yang berpengaruh terhadap perilaku kita,
perkembangan atau proses hidup kecuali gen dan bahkan gen dapat dipertimbangkan
untuk menyediakan lingkungan untuk gen lain. Lingkungan terbagi menjadi dua,
yaitu :
a. Lingkungan internal, yang terdiri dari organ dan material dalam diri seseorang,
seperti gizi, vitamin, susu, system urat saraf, motivasi, kemauan, dsb.
b. Lingkungan luar adalah lingkungan alam (natural environment) dapat berupa
orang atau pribadi seseorang, sekumpulan orang seperti keluarga, masyarakat,
teman sepermainan, dan organisasi.
3. Evolusi
Evolusi merupakan kata yang umum dipakai orang untuk menunjuk adanya
perubahan, perkembangan, atau pertumbuhan secara berangsur-angsur. Perubahan
tersebut dapat terjadi karena pengaruh alam atau rekayasa manusia. Teori evolusi
sesungguhnya adalah sebuah hipotesis tentang asal-usul makhluk hidup. Fakta bahwa
banyak jenis makhluk hidup yang ada disaat sekarang, tidak dijumpai pada kehidupan
di masa jutaan bahkan milyaran tahun yang lalu.
Evolusi adalah suatu proses perubahan makhluk hidup secara bertahap dan
membutuhkan waktu yang lama dari bentuk yang sederhana, menjadi bentuk yang
lebih kompleks. Diperlukan waktu jutaan tahun agar perubahan tersebut nampak lebih
jelas.

Hubungan Genetika dengan Evolusi

Genetika merupakan sebuah ilmu tentang penurunan sifat yang diperkenalkan


pertama kali oleh Gregory Mendel yang membantu para ilmuwan untuk
mengidentifikasi tentang kebenaran terjadinya evolusi. Dalam genetika dibahas
variasi genetik sebagai salah satu faktor penyebab evolusi. Variasi genetik dalam
populasi yang merupakan gambaran dari adanya perbedaan respon individu-individu
terhadap lingkungan adalah bahan dasar dari perubahan adaptif. Suatu populasi terdiri
dari sejumlah individu. Dengan suatu kekecualian, maka tidak ada dua individu yang
serupa. Pada populasi manusia dapat kita lihat dengan mudah adanya perbedaan-
perbedaan individu semisal dipunyainya ciri-ciri anatomi, fisiologi, dan kelakuan
yang khusus. Dengan demikian, populasi terdiri dari sejumlah individu yang memiliki
sifat penting tetapi berbeda satu sama lain di dalam berbagai hal.

Bagaimana hubungan evolusi diantara spesies dapat diketahui? Hubungan


evolusi diantara spesies dicerminkan dalam DNA dan proteinnya. Jika dua spesies
memilki pustaka gen dan protein dengan urutan monomer yang sangat bersesuaian,
urutan itu pasti dari nenek moyang sama. Sama halnya jika diibaratkan sebagai dua
buah paragraf dengan yang sama meskipun ada penggantian satu atau huruf di
beberapa tempat, tentunya kita akan mengatakan bahwa paragraf itu berasal dari satu
sumber yang sama.

Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan dari genotipe dan pengaruh


lingkungan organisme tersebut. Variasi fenotipe yang substansial pada sebuah
populasi diakibatkan oleh perbedaan genotipenya. Sintesis evolusioner modern
mendefinisikan evolusi sebagai perubahan dari waktu ke waktu pada variasi genetika
ini. Frekuensi alel tertentu akan berfluktuasi, menjadi lebih umum atau kurang umum
relatif terhadap bentuk lain gen itu. Gaya dorong evolusioner bekerja dengan
mendorong perubahan pada frekuensi alel ini ke satu arah atau lainnya. Variasi
menghilang ketika sebuah alel mencapai titik fiksasi, yakni ketika ia menghilang dari
suatu populasi ataupun ia telah menggantikan keseluruhan alel leluhur.

Variasi berasal dari mutasi bahan genetika, migrasi antar populasi (aliran gen),
dan perubahan susunan gen melalui reproduksi seksual. Variasi juga datang dari tukar
ganti gen antara spesies yang berbeda: contohnya melalui transfer gen horizontal pada
bakteria dan hibridisasi pada tanaman. Walaupun terdapat variasi yang terjadi secara
terus menerus melalui proses-proses ini, kebanyakan genom spesies adalah identik
pada seluruh individu spesies tersebut. Namun, bahkan perubahan kecil pada genotipe
dapat mengakibatkan perubahan yang dramatis pada fenotipenya. Misalnya,
simpanse dan manusia hanya berbeda pada 5% genomnya.

Perbedaan-perbedaan diatas dapat kita lihat dengan nyata dan dapat pula
sangat samar-samar. Dengan demikian, jika terjadi suatu seleksi yang menentang
beberapa varian dan seleksi menguntungkan untuk varian lain didalam suatu populasi,
maka komposisi kesehatan dari populasi itu dapat berubah dengan berjalannya waktu,
sebab sifat dari populasi itu ditentukan oleh induvidu didalamnya. Secara umum
variasi genetik dapat dibedakan menjadi 5 penyebab (agensia evolutif), yakni mutasi
rekombinasi gen, genetic drift, gen flow dan seleksi alam

Pada zaman modern atau era reformasi, telah dikembangkan Teknologi


rekayasa genetika yang memungkinkan manusia dapat menciptakan tanaman, hewan,
dan mikro organisme baru. Para ilmuwan telah berhasil mengungkap kode genetis
yang menentukan sifat-sifat khusus semua makhluk hidup dan kini telah mampu
mengkombinasikan gen-gen yang secara alami tidak akan pernah berkombinasi.

Perubahan genetika dapat terjadi secara alami melalui proses seleksi. Proses
seleksi gen terjadi secara alami setiap kali gen bermutasi ketika diturunkan oleh induk
kepala keturunannya. Perubahan genetis pada tumbuhan, hewan dan mikroorganisme
di alam terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang.
Di alam, tumbuhan dan hewan serta mikroorganisme pada umumnya
berkembang biak disertai perubahan genetika secara alami terjadi dalam spesies yang
sama. Rekayasa genetik memungkinkan pemindahan gen dari satu spesies yang lain
dan proses pemindahan gen tersebut memerlukan waktu yang singkat. Perbaikan
tanaman melalui rekayasa genetik didasarkan pada manipulasi molekuler gen-gen
yang relevan dan tersedianya vektor untuk transformasi ke dalam sel tanaman.
Teknologi gen ini telah menawarkan berbagai metode untuk isolasi, manipulasi dan
ekspresi gen-gen tanaman dalam jaringan tertentu pada tingkat yang diinginkan.
Keberhasilan untuk mengintroduksi gen-gen asing ke dalam sel tanaman dan
meregenerasikannya menjadi tanaman hidup dan subur telah menyediakan
kesempatan dalam memodifikasi dan memperbaiki sifat-sifat tanaman. Melalui
teknologi ini memungkinkan manusia mendapatkan organisme yang diinginkan
dengan waktu yang lebih singkat bila dibandingkan dengan metode konvensional..

Hubungan lingkungan dengan evolusi

Dalam teori evolusi Darwin, hal yang sangat berpengaruh dalam evolusi
adalah seleksi alam yang secara tidak langsung berhubungan dengan lingkungan.
Lingkungan sebagai tempat hidup mempengaruhi frekuensi suatu sifat yang dapat
diturunkan dalam populasi.

Seleksi alam adalah keberhasilan yang berbeda dalam reproduksi (kemampuan


individu yang tidak sama untuk bertahan hidup dan bereproduksi). Seleksi alam
terjadi melalui suatu interaksi antara lingkungan dam keanekaragaman yang melekat
diantara individu organisme yang menyusun suatu reproduksi.

Produksi individu yang lebih banyak dibandingkan dengan yang dapat


didukung oleh lingkungan akan mengakibatkan adanya persaingan untuk
mempertahankan keberadaan individu di dalam populasi itu, sehingga hanya sebagian
keturunan yang dapat bertahan hidup pada setiap generasi. Selain itu, kelangsungan
hidup dalam perjuangan untuk mempertahankan hidup tidak terjadi secara acak, tetapi
bergantung sebagian pada susunan sifat yang terawarisi dari individu yang bertahan
hidup. Individu yang mewarisi sifat-sifat baik yang membuat individu-individu
tersebut cocok dengan lingkungannya, besar kemungkinan akan menghasilkan lebih
banyak keturunan dibandingkan dengan individu yang kurang cocok sifatnya terhadap
lingkungannya. Kemudian, kemampuan setiap individu untuk bertahan hidup dan
bereproduksi yang tidak sama ini akan mengakibatkan suatu perubahan secara
bertahap dalam suatu populasi dan sifat-sifat menguntungkan akan berakumulasi
sepanjang generasi, itulah evolusi.

Dalam setiap generasi, faktor lingkungan menyaring variasi yang dapat


diwariskan, yang lebih menguntungkan suatu variasi tertentu atas variasi yang lain.
Akan tetapi, dapatkah sesungguhnya seleksi menyebabkan perubahan besar dalam
suatu populasi?

Seleksi alam dapat mempengaruhi frekuensi suatu sifat yang dapat diturunkan
dalam suatu populasi dalam tiga cara berbeda, tergantung pada fenotipe mana yang
lebih disukai dalam suatu populasi yang beraneka ragam. Ketiga cara seleksi ini
disebut sebagai seleksi penstabilan, seleksi direksional dan seleksi pendifersifikasian.

1. Seleksi penstabilan bekerja terhadap fenotipe ekstrim dan menyukai varian antara
yang lebih umum. Cara seleksi ini mengurangi variasi dan mempertahankan
keadaan yang tetap (Status Quo) pada suatu waktu tertentu untuk suatu sifat
fenotipik khusus
2. Seleksi direksional paling umum ditemukan selama periode perubahan
lingkungan atau ketika anggota suatu populasi termigrasi ke beberapa habitat baru
dengan keadaan lingkungan yang berbeda.
3. Seleksi endiversifikasian terjadi ketika keadaan lingkungan bervariasi sehingga
individu pada kedua ekstrim suatu kisaran fenotipe antara lebih disukai.

Mengenai seleksi alam, yang harus diketahui adalah bahwa seleksi alam hanya
akan memperbesar atau memperkecil variasi yang dapat diwariskan. Seperti yang
telah kita lihat, suatu organisme bisa dimodifikasi melalui hal-hal yang dialaminya
sendiri selama masa hidupnya, dan ciri yang didapatkan seperti itu bahkan mungkin
lebih mengadaptasikan organisme tersebut dengan lingkungannya, tetapi tidak ada
bukti bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat yang didapat selama masa hidup itu dapat
diwariskan. Kita harus membedakan antara adaptasi yang didapatkan oleh organisme
melalui tindakannya sendiri dan adaptasi yang diwariskan yang berkembang dalam
suatu populasi selama beberapa generasi sebagai akibat dari seleksi alam.

Contoh kerja seleksi alam dapat dilihat dalam adaptasi evolusioner burung
finch Galapagos terhadap sumber makanan yang berbeda. Selama lebih dari 20 tahun,
Peter dan Rosemary Grant dari Princeton University telah mempelajari populasi
burung frinch darat berukuran sedang di Daphne Major (sebuah pulau kecil di
Galapagos). Burung-burung tersebut menggunakan paruhnya yang kuat untuk
menghancurkan biji-bijian. Burung-burung tersebut lebih senang memakan biji kecil,
yang dihasilkan secara berlimpah oleh spesies tumbuhan tertentu selama tahun-tahun
yang banyak curah hujannya. Pada tahun-tahun kering, biji-bijian itu berkurang
produksinya dan burung finch terpaksa memakan biji-bijian kecil dan yang lebih besar
yang jauh lebih sulit untuk dihancurkan. Ternyata keluarga Grant menemukan bahwa
ketebalan rata-rata paruh (atas dan bawah) pada populasi burung finch berubah seiring
dengan perubahan tahun.

Saat musim kering, ketebalan rata-rata paruh meningkat, kemudian mengecil


kembali selama musim hujan. Keluarga Grant mengaitkan perubahan itu dengan
ketersediaan relatif biji-bijian kecil dari tahun ke tahun. Burung-burung dengan paruh
yang lebih kuat mungkin memiliki keuntungan lebih selama musim kering, ketika
kelangsungan hidup dan reproduksi bergantung pada kemampuan untuk memecah
biji-bijian besar. Sebaliknya, paruh yang lebih kecil tampaknya merupakan perkakas
yang lebih efisien untuk memakan biji-bijian yang lebih kecil yang produksinya
berlimpah selama musim hujan.

Dari penelitian keluarga Grant mengenai evolusi paruh, memperkuat pendapat


yang mengatakan bahwa seleksi alam tergantung pada situasi: Apa yang bekerja
paling baik pada konteks lingkungan tertentu bisa jadi kurang sesuai dalam situasi
yang berbeda. Juga penting untuk dipahami bahwa evolusi paruh di Daphne Major
tidak dihasilkan oleh pewarisan sifat-sifat yang didarat. Lingkungan tidak
menciptakan paruh yang memiliki spesialisasi untuk memakan biji-bijian yang lebih
besar atau yang lebih kecil, bergantung pada curah hujan tahunan. Lingkungan hanya
bekerja pada variasi yang didapatkan dalam populasi, yang lebih menguntungkan
kelangsungan hidup dan keberhasilan reproduksi beberapa individu dibandingkan
dengan individu yang lain.

Manfaat untuk manusia

Tanaman transgenik adalah tanaman hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau
sejumlah gen (transgene) yang merupakan salah satu kemajuan bioteknologi yaitu
Genetically modified Organism (GMO), untuk mengatasi masalah pangan, kesehatan
dan kualitas hidup. Tanaman transgenik dihasilkan dengan cara mengintroduksikan
gen tertentu ke dalam tubuh tanaman, sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Jenis-
jenis tanaman transgenik yang telah dikenal diantaranya tanaman tahan hama, toleran
herbisida, tahan antibiotik, tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik, serta tanaman
dengan produktivitas yang lebih tinggi

Teori Neo Darwinisme

Dalam perkembangannya, teori evolusi juga mengalami evolusi. Setelah para


ahli mengkaji evolusi dari data morfologi dan anatomi, pada masa selanjutnya
bertumpu pada bidang genetika dan molekuler. Sejak berkembangnya ilmu genetika
dan biologi molekuler, pemahaman tentang sebab-sebab yang mengakibatkan
perubahan bentuk pada mahluk hidup menjadi semakin jelas. Ditambah dengan
adanya kajian pendekatan secara matematik dan juga fisiologi perkembangan.

Kajian evolusi secara genetika dan biologi melekuler dinilai sangat perlu
dalam menerangkan proses evolusi. Selain itu semua sifat yang dimiliki oleh suatu
organisme dapat digunakan untuk menunjang teori evolusi. Dengan demikian semua
bidang ilmu biologi digunakan dalam menerangkan evolusi suatu organisme.

Teori evolusi Darwin mengalami kebuntuan karena berkembangnya hukum-


hukum genetika pada awal abad ke-20. Tetapi para ahli yang menjunjung teori
Darwin mencari solusi agar teori tersebut tetap diterima. Teori tersebut dikenal
dengan istilah Neo Darwinisme, mereka yang mengemukakan disebut Neo Darwinis.

Menurut para penganut Neo Darwinisme, saat ini permasalahan mutasi masih
menjadi kebuntuan besar bagi Darwinisme. Meskipun teori seleksi alam menganggap
mutasi sebagai satu-satunya sumber dari perubahan menguntungkan, tidak ada mutasi
dalam bentuk apapun yang teramati dan benar-benar menguntungkan yang
memperbaiki informasi genetik.

Satu kebuntuan lain bagi Neo Darwinisme adalah catatan fosil. Bahkan pada
masa Darwin, fosil telah menjadi hambatan bagi teorinya. Darwin sendiri mengakui
tidak adanya fosil spesies peralihan. Darwin juga meramalkan bahwa penelitian
selanjutnya akan menyediakan bukti atas bentuk peralihan yang hilang ini.
ISI

Saat buku yang ditulis oleh Darwin berjudul The Origin of Spesies meluap di
penjuru dunia, seorang ahli botani Austria bernama Gregor Mendel menemukan
hukum penurunan sifat pada tahun 1865. Meskipun tidak banyak dikenal orang
hingga akhir abad ke-19, penemuan Mendel mendapat perhatian besar di awal tahun
1900-an. Inilah awal kelahiran ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen
dan kromosom ditemukan. Pada tahun 1950-an, penemuan struktur molekul DNA
yang berisi informasi genetis menghempaskan teori evolusi ke dalam krisis.
Alasannya adalah kerumitan luar biasa dari kehidupan dan ketidakabsahan
mekanisme evolusi yang diajukan Darwin.

Perkembangan ini seharusnya membuat teori Darwin terbuang dalam


keranjang sampah sejarah. Namun ini tidak terjadi, karena ada kelompok-kelompok
tertentu yang bersikeras merevisi, memperbarui dan mengangkat kembali teori ini
pada kedudukan ilmiah.

Teori Darwin terpuruk dalam krisis karena hukum-hukum genetika yang


ditemukan pada perempat pertama abad ke-20. Kelompok yang setuju akan teori
Darwin mengadakan sebuah pertemuan yang diadakan oleh Geological Society of
America pada tahun 1941. Ahli genetika G. Ledyard Stebbins dan Theodosius
Dobzhansky, ahli zoologi Ernst Mayr dan Julian Huxley, ahli paleontologi George
Gaylord Simpson dan Glenn L. Jepsen, dan ahli genetika matematis Ronald Fisher
dan Sewall Right hadir dalam pertemuan tersebut. Setelah pembicaraan panjang
akhirnya mereka menyetujui untuk menambahkan teori Darwin menjadi Neo
Darwinisme.

Untuk menghadapi fakta “stabilitas genetic” kelompok ilmuwan ini


menggunakan konsep “mutasi” yang diperkenalkan oleh ahli botani asal Belanda,
Hugo de Vries pada awal abad ke-20. Mutasi adalah kerusakan yang terjadi untuk alas
an yang tidak diketahui dalam mekanisme penurunan sifat pada makhluk hidup.

Beberapa dekade berikutnya menjadi era perjuangan berat untuk membuktikan


kebenaran Neo Darwinisme. Telah diketahui bahwa mutasi yang terjadi pada gen-gen
makhluk hidup selalu membahayakan. Neo Darwinis berupaya memberikan contoh
“mutasi yang menguntungkan” dengan melakukan ribuan eksperimen mutasi. Selama
beberapa dasawarsa mereka melakukan percobaan mutasi pada lalat buah dan
berbagai jenis lainnya. Namun tak satupun dari percobaan ini yang memperlihatkan
mutasi yang memperbaiki informasi genetik pada makhluk hidup. Semua upaya
mereka berakhir dengan kegagalan total.

Teori Neo Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah
ditemukan di belahan dunia mana pun “bentuk-bentuk transisi” yang diasumsikan
teori Neo Darwinis sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies
primitif ke spesies lebih maju. Begitu pula perbandingan anatomi menunjukkan
bahwa spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki ciri-
ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek
moyang dan keturunannya.

Sebagian besar ilmuwan yang mempercayai evolusi menerima teori Neo


Darwinis bahwa evolusi terjadi secara perlahan dan bertahap. Pada beberapa dekade
terakhir ini, telah dikemukakan sebuah model lain yang dinamakan “punctuated
equilibrium”. Model ini menolak gagasan Darwin tentang evolusi yang terjadi secara
kumulatif dan sedikit demi sedikit. Sebaliknya, model ini menyatakan evolusi terjadi
dalam “loncatan” besar yang diskontinu.

Pembela fanatik pendapat ini pertama kali muncul pada awal tahun 1970-an.
Awalnya, dua orang ahli paleontologi Amerika, Niles Eldredge dan Stephen Jay
Gould, sangat sadar bahwa pernyataan Neo Darwinis telah diruntuhkan oleh catatan
fosil. Fosil-fosil telah membuktikan bahwa makhluk hidup tidak berasal dari evolusi
bertahap, tetapi muncul tiba-tiba dan sudah terbentuk sepenuhnya. Hingga sekarang
Neo Darwinis senantiasa berharap bahwa bentuk peralihan yang hilang suatu hari
akan ditemukan. Eldredge dan Gould menyadari bahwa harapan ini tidak berdasar,
namun di sisi lain mereka tetap tidak mampu meninggalkan dogma evolusi. Karena
itulah akhirnya mereka mengemukakan sebuah model baru yang disebut punctuated
equilibrium. Inilah model yang menyatakan bahwa evolusi tidak terjadi sebagai hasil
dari variasi minor, namun dalam perubahan besar dan tiba-tiba.

Model ini hanya sebuah khayalan. Sebagai contoh, O.H. Shindewolf, seorang
ahli paleontologi dari Eropa yang merintis jalan bagi Eldredge dan Gould,
menyatakan bahwa burung pertama muncul dari sebutir telur reptil, sebagai “mutasi
besar-besaran” (gross mutation). Menurut teori tersebut, seekor binatang darat dapat
menjadi paus raksasa setelah mengalami perubahan menyeluruh secara tiba-tiba.
Pernyataan yang sama sekali bertentangan dengan hukum-hukum genetika, biofisika
dan biokimia. Dalam ketidakberdayaan karena pandangan Neo Darwinis terpuruk
dalam krisis, sejumlah ahli paleontologi pro-evolusi mempercayai teori ini, teori baru
yang bahkan lebih ganjil daripada Neo Darwinisme itu sendiri.

Satu-satunya tujuan model ini adalah memberikan penjelasan untuk mengisi


celah dalam catatan fosil yang tidak dapat dijelaskan model Neo Darwinis. Namun,
usaha menjelaskan kekosongan fosil dalam evolusi burung dengan pernyataan bahwa
“seekor burung muncul tiba-tiba dari sebutir telur reptil” sama sekali tidak rasional.
Sebagaimana diakui oleh evolusionis sendiri, evolusi dari satu spesies ke spesies lain
membutuhkan perubahan besar informasi genetis yang menguntungkan. Akan tetapi,
tidak ada mutasi yang memperbaiki informasi genetis atau menambahkan informasi
baru padanya. Mutasi hanya merusak informasi genetis. Dengan demikian, “mutasi
besar-besaran” yang digambarkan oleh model punctuated equilibrium hanya akan
menyebabkan pengurangan atau perusakan “besar-besaran” pada informasi genetis.

Lebih jauh lagi, model punctuated equilibrium runtuh sejak pertama kali
muncul karena ketidakmampuannya menjawab pertanyaan tentang asal usul
kehidupan, pertanyaan serupa yang menggugurkan model Neo Darwinis sejak awal.
Karena tidak satu protein pun yang muncul secara kebetulan, perdebatan mengenai
apakah organisme yang terdiri dari milyaran protein mengalami proses evolusi secara
“tiba-tiba” atau “bertahap” tidak masuk akal.

Anda mungkin juga menyukai