SOP Pemeriksaan Fisik Saraf Kranial

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK II

MANADO

SOP : Pemeriksaan Fisik Saraf Kranial

1. Pengertian : Pemeriksaan Fisik Saraf Kranial adalah sebuah pemeriksaan


yang dilakukan dalam rangka menentukan diagnosis
keperawatan tepat dan melakukan tindakan perawatan yang
sesuai.
2. Tujuan : Untuk mengevaluasi keadaan fisik klien secara umum dan
juga menilai apakah ada indikasi penyakit lainnya selain
kelainan neurologis.
3. Prosedur
3.1 Persiapan pasien : a. Kondisi umum klien tenang.
b. Komunikasi verbal baik
c. Klien mampu berinteraksi dalam waktu yang cukup lama
(fokus)
3.2 Alat dan Bahan : Siapkan alat-alat yang meliputi:
1. Snellen card
2. Ishihara
3. Garputala
4. Kapas dan lidi
5. Penlight atau senter kecil
6. Spatel tongue
7. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
8. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang
receh
9. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau
parfum
10. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti
garam, gula, atau cuka
11. Baju periksa
12. Sarung tangan
3.3 Cara kerja : A. Tahap Preinteraksi
1. Siapkan alat-alat yang meliputi:
1. Snellen card
2. Ishihara
3. Garputala
4. Kapas dan lidi
5. Penlight atau senter kecil
6. Spatel tongue
7. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
8. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang
receh
9. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau
parfum
10. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti
garam, gula, atau cuka
11. Baju periksa
Sarung tangan
B. Orientasi
1. Memberikan salam
2. Menjelaskan Tujuan dan prosedur tindakan
3. Kontrak waktu
4. Menanyakan kesiapan pasien

C. Tahap Pemeriksaan
5. Saraf I (N. Olfaktorius)
Cara Pemeriksaan
- Kedua mata ditutup
- Lubang hidung ditutup
- Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara
- Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang
hidung yang terbuka dan penderita diminta menarik
nafas panjang, kemudian diminta mengidentifikasi
bahan tersebut.
6. Saraf II (N. Opticus)
Pemeriksaan meliputi
a. Penglihatan sentral
Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi
dengan retina digunakan PIN HOLE (apabila
penglihatan menjadi lebih jelas maka berarti gangguan
visus akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan
optotype Snellen. Yang lebih sederhana lagi memakai
jari-jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada
jarak 60 m dan gerakan tangan dimana secara normal
dapat dilihat pada jarak 300 m.
b. Penglihatan Perifer
Cara pemeriksaan
Tes Konfrontasi.
1) Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian
menatap mata pemeriksa sisi lain.
2) Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain,
agar sesuai dengan lapang pandang pasien.
3) Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil
pada lapang pandang pasien dari 8 arah.
4) Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat
benda tersebut. Bandingkan lapang pandang pasien
dengan lapang pandang pemeriksa.
5) Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang
pemeriksa harus normal.
c. Melihat warna
Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk
mengetahui adanya polineuropati pada N II.
7. Saraf III (N. Oculo-Motorius
Pemeriksaan meliputi
a. Retraksi kelopak mata atas
Bisa didapatkan pada keadaan :
- Hidrosefalus (tanda matahari terbit)
- Dilatasi ventrikel III/aquaductus Sylvii
- Hipertiroidisme
b. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka
batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang
sama secara bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas
memotong iris lebih rendah daripada mata yang lain, atau
bila pasien mendongakkan kepala ke belakang/ ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis
mata secara kronik dapat dicurigai sebagai ptosis. Penyebab
Ptosis adalah:
- False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi),
pembengkakan kelopak mata (chalazion).
- Disfungsi simpatis (sindroma horner).
- Kelumpuhan N. III
- Pseudo-ptosis (Bell’s palsy, blepharospasm)
- Miopati (miastenia gravis).
c. Pupil bola mata
Pemeriksaan pupil meliputi :
- Bentuk dan ukuran pupil. Bentuk yang normal adalah
bulat, jika tidak maka ada kemungkinan bekas operasi
mata. Pada sifilis bentuknya menjadi tidak teratur atau
lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang normal kira-kira 2-
3 mm (garis tengah). Pupil yang mengecil disebut
Meiosis, yang biasanya terdapat pada Sindroma Horner,
pupil Argyl Robertson( sifilis, DM, multiple sclerosis).
Sedangkan pupil yang melebar disebut mydriasis, yang
biasanya terdapat pada parese/ paralisa m. sphincter dan
kelainan psikis yaitu histeris
- Perbandingan pupil kanan dengan kiri Perbedaan
diameter pupil sebesar 1 mm masih dianggal normal.
Bila antara pupil kanan dengan kiri sama besarnya
maka disebut isokor. Bila tidak sama besar disebut
anisokor. Pada penderita tidak sadar maka harus
dibedakanapakah anisokor akibat lesi non neurologis
(kelainan iris, penurunan visus) ataukah neurologis
(akibat lesi batang otak, saraf perifer N. III, herniasi
tentorium.
- Refleks pupil
Terdiri atas
- Reflek cahaya Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-
sendiri. Satu mata ditutup dan penderita disuruh melihat
jauh supaya tidak ada akomodasi dan supaya otot
sphincter relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari
samping mata. Pemeriksa tidak boleh berada ditempat
yang cahayanya langsung mengenai mata. Dalam
keadaan normal maka pupil akan kontriksi. Kalau tidak
maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata---N.
Opticus---pusat---N. Oculomotorius)
- Reflek akomodasi Penderita disuruh melihat benda
yang dipegang pemeriksa dan disuruh mengikuti gerak
benda tersebut dimana benda tersebut digerakkan
pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata
penderita. Maka reflektoris pupil akan kontriksi. Reflek
cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil
Argyl Robetson dimana reflek cahayanya negatif
namun reflek akomodasi positif.
- Reflek konsensual Adalah reflek cahaya disalah satu
mata, dimana reaksi juga akan terjadi pada mata yang
lain. Mata tidak boleh langsung terkena cahaya,
diantara kedua mata diletakkan selembar kertas. Mata
sebelah diberi cahaya, maka normal mata yang lain
akan kontriksi juga.
d. Gerakan bola mata
Gerakan bola mata yang diperiksa adalah yang diinervasi
oleh nervus III, IV dan VI. Dimana N III menginervasi m.
Obliq inferior (yang menarik bala mata keatas), m. rectus
superior, m. rectus media, m. rectus inferior. N IV
menginervasi m. Obliq Superior dan N VI menginervasi m.
rectus lateralis. N III selain menginervasi otot-otot mata luar
diatas juga menginervasi otot sphincter pupil. Pemeriksaan
dimulai dari otot-otot luar yaitu penderita disuruh mengikuti
suatu benda kedelapan jurusan. Yang harus diperhatikan
ialah melihat apakah ada salah satu otot yang lumpuh. Bila
pada 1 atau 2 gerakan mata ke segala jurusan dari otot-otot
yang disarafi N III berkurang atau tidak bisa sama sekali,
maka disebut opthalmoplegic externa. Kalau yang parese
otot bagian dalam (otot sphincter pupil) maka disebut
opthalmoplegic interna. Jika hanya ada salah satu gangguan
maka disebut opthalmoplegic partialis, sedangkan kalau ada
gangguan kedua macam otot luar dan dalam disebut
opthalmoplegic totalis.
e. Sikap bola mata
Sikap bola mata yaitu kedudukan mata pada waktu istirahat.
Kelainan-kelaian yang tampak diantaranya adalah :
- Exopthalmus, dimana mata terdorong kemuka karena
proses mekanis retroorbital
- Strabismus yang dapat divergen atau convergen.Secara
subyektif ditanyakan apakah ada diplopia. Pemeriksaan
subyektif ini penting karena kadang-kadang strabismus
yang ringan tak kelihatan pada pemeriksaan obyektif.
- Nystagmus atau gerakan bola mata yang spontan.
Dalam hal ini tidak hanya memeriksa otot-otot yang
menggerakkan bola mata sja, tetapi sekaligus melihat
adanya kelainan dalam keseimbangan atau N VIII.
- Deviasi conjugae, adalah sikap bola mata yang dalam
keadaan istirahat menuju kesatu jurusan tanpa dapat
dipengaruhi oleh kesadaran, dengan sumbu kedua mata
tetap sejajar secara terusmenerus. Lesi penyebab bisa di
lobus frontalis atau di batang otak, bisa lesi destruktif
(infark) atau irirtatif (jaringan sikatriks post trauma/
epilepsi fokal & perdarahan)
8. Saraf V (N. Trigeminus)
Pemeriksaan meliputi :
a. Sensibilitas
Sensibilitas N V ini dapat dibagi 3 yaitu :
- Bagian dahi, cabang keluar dari foramen supraorbitalis
- Bagian pipi, keluar dari foramen infraorbitalis
- Bagian dagu, keluar dari foramen mentale.
Pemeriksaan dilakukan pada tiap cabang dan dibandingkan
kanan dengan kiri.
b. Motorik
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan
pemeriksa ditruh kira-kira didaerah otot maseter. Jika kedua
otot masseter berkontraksi maka akan terasa pada tangan
pemeriksa. Kalau ada parese maka dirasakan salah satu otot
lebih keras.
c. Reflek
Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, kemudian
dari arah lain tepi kornea disentuhkan dengan kapas agak
basah. Bila reflek kornea mata positif, maka mata akan
ditutupkan
9. Saraf VII (N. Facialis)
Dalam keadaan diam, perhatikan :
- Asimetri muka (lipatan nasolabial)
- Gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing,
kejang tetanus/rhesus sardonicus, tremor, dsb)
Atas perintah pemeriksa
- Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri.
- Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri),
kemudian pemeriksa mencoba membuka kedua mata
tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri).
- Memperlihatkan gigi (asimetri).
- Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir).
- Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari
pipi masingmasing).
- Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi
otot platisma kanan dan kiri). Pada kelemahan ringan,
kadang-kadang tes ini dapat untuk mendeteksi
kelemahan saraf fasialis pada stadium dini.
Sensorik khusus (pengecapan 2/3 depan lidah)
Melalui chorda tympani. Pemeriksaan ini membutuhkan zat-
zat yang mempunyai rasa :
- Manis, dipakai gula
- Pahit, dipakai kinine
- Asin, dipakai garam
- Asam, dipakai cuka
Paling sedikit menggunakan 3 macam. Penderita tidak
boleh menutup mulut dan mengatakan perasaannya dengan
menggunakan kode-kode yang telah disetujui bersama
antara pemeriksa dan penderita. Penderita diminta
membuka mulut dan lidah dikeluarkan. Zat-zat diletakkan
di 2/3 bagian depan lidah. Kanan dan kiri diperiksa sendiri-
sendiri, mula-mula diperiksa yang normal.
10. Saraf VIII (N. Acusticus/vestibulocochlearis)
Pemeriksaan pendengaran
- Arloji ditempelkan ditelinga, kemudian dijauhkan
sedikit demi sedikit, sampai tak mendengar lagi,
dibandingkan kanan dan kiri.
- Gesekan jari
- Tes Weber, Garpu tala yang bergetar ditempelkan
dipertengahan dahi. Dibandingkan mana yang lebih
keras, kanan/ kiri.
- Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada Processus
mastoideus. Sesudah tak mendengar lagi dipindahkan
ke telinga maka terdengar lagi. Ini karena penghantaran
udara lebih baik daripada tulang.
Pemeriksaan dengan garpu tala penting dalam
menentukan nervus deafness atau tranmission deafness.
Pemeriksaan pendengaran lebih baik kalau penderita
ditutup matanya untuk menghindari kebohongan.
11. Saraf IX-X (N. Glossopharyngeus-N. Vagus)
Pemeriksaan saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian
belakang rongga mulut atau 1/3 belakang lidah dan faring,
otot-otot faring dan pita suara serta reflek
muntah/menelan/batuk.
- Gerakan Palatum Penderita diminta mengucapkan huruf
a atau ah dengan panjang, sementara itu pemeriksa
melihat gerakan uvula dan arcus pharyngeus. Uvula
akan berdeviasi kearah yang normal (berlawanan
dengan gerakan menjulurkan lidah pada waktu
pemeriksaan N XII).
- Reflek Muntah dan pemeriksaan sensorik Pemeriksa
meraba dinding belakang pharynx dan bandingkan
refleks muntah kanan dengan kiri. Refleks ini mungkin
menhilang oada pasien lanjut usia.
- Kecepatan menelan dan kekuatan batuk
12. Saraf XI (N. Accesssorius)
Hanya mempunyai komponen motorik.
Pemeriksaan :
- Kekuatan otot sternocleidomastoideus diperiksa dengan
menahan gerakan fleksi lateral dari kepala/leher
penderita atau sebaliknya (pemeriksa yang melawan/
mendorong sedangkan penderita yang menahan pada
posisi lateral fleksi).
- Kekuatan m. Trapezius bagian atas diperiksa dengan
menekan kedua bahu penderita kebawah, sementara itu
penderita berusaha mempertahankan posisi kedua bahu
terangkat (sebaliknya posisi penderita duduk dan
pemeriksa berada dibelakang penderita)
13. Saraf XII (N. Hypoglossus)
Pada lesi LMN, maka akan tamapk adanya atrofi lidah dan
fasikulasi (tanda dini berupa perubahan pada pinggiran
lidah dan hilangnya papil lidah) Pemeriksaan :
- Menjulurkan lidah Pada lesi unilateral, lidah akan
berdeviasi kearah lesi. Pada Bell,s palsy (kelumpuhan
saraf VII) bisa menimbulkan positif palsu.
- Menggerakkan lidah kelateral Pada kelumpuhan
bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerkkan kearah
samping kanan dan kiri.
- Tremor lidah Diperhatikan apakah ada tremor lidah dan
atropi. Pada lesi perifer maka tremor dan atropi papil
positip
- Articulasi Diperhatikan bicara dari penderita. Bila
terdapat parese maka didapatkan dysarthria
a. Sikap perawat : a) Posisi tubuh tegak, kontak mata positif, tersenyum
b) Sapa klien dengan ramah baik verbal dan non verbal.
c) Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat
berkenalan.
d) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
klien.
e) Buat kontrak yang jelas.
f) Tunjukkan sikap jujur. dan menepati janji setiap kali
interaksi.
g) Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya.
h) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
i) Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
j) Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
k) Membantu klien mengenal halusinasinya (jenis, isi, waktu,
frekuensi, situasi, dan respons klien)
l) Mengajarkan klien cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, yaitu minta klien:
- tutup telingan dan mengatakan kepada diri
sendiri bahwa ini tidak nyata (“saya tidak mau dengar”)
- menemui orang lain (perawat, teman, atau
keluarga) untuk bercerita tentang halusinasinya
- membuat dan melaksanakan jadwal dan
kegiatan sehari-hari yang telah disusun
- meminta keluarga atau perawat, teman untuk
menegurnya jika ia sedang berhalusinasi
b. Hal-hal yang : 1 Sikap terbuka
perlu diperhatikan 2 Tersenyum
3 Posisi tubuh tegak
4 Ada kontak mata
5 Berjabat tangan saat berkenalan
6 Menunjukkan empati

D. Dokumen terkait : Catatan keperawatan


E. Sumber : Juwono, Pemeriksaan klinik neurologik dalam praktek,
Jakarta, EGC, 2000

http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/cranials.html

Anda mungkin juga menyukai