Jurnal Waham

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

TUGAS REVIEW JURNAL

STASE KEPERAWATAN JIWA


“ WAHAM KEBESARAN ”
MINGGU KE-1

DI SUSUN OLEH:

NURDELLA ARTALIA UTAMI

I4051191002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
Review Literatur
Pada Pasien dengan Waham Kebesaran di Ruang Anggrek

A. Gambaran kondisi
Ny. B datang ke RSJ di anatar oleh suaminya,
Ny. B mengatakan dirinya seorang bintang terkenal
Ny. B mengatakan kalau ia diguna-guna,
Ny. B mengatakan suaranya paling bagus,

B. Review jurnal
JURNAL 1
PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN TERHADAP
KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL WAHAM DI RUMAH SAKIT KHUSUS
DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

Problem (Tujuan dan Populasi)


 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan asuhan
keperawatan terhadap kemampuan klien mengontrol waham Di Rumah Sakit
Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
 Populasi pada penelitian ini adalah 30 orang sesuai dengan criteria inklusi.

Intervention (teknik pengumpulan data sama caranya)


Bentuk penelitian yang digunakan penulis adalah dengan rancangan quasi ekperimental
design: Non equivalen control group desaign, yaitu sejumlah subjek yang diambil dari
populasi tertentu dikelompokkan dengan karakteristik yang hampir sama.

Comparison (perbandingan) -

Out Come
 Keperawatan jiwa dihadirkan sebagai upaya menuntaskan tujuan kesehatan
nasional yang merupakan bagian dari kesehatan jiwa, dan sebagai spesialisasi
praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya
dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya.
 Hasil analisis bivariat didapatkan ada pengaruh penerapan asuhan keperawatan
terhadap kemampuan klien mengontrol pengaruh yang bermakna penerapan
asuhan keperawatan terhadap Kemampuan mengontrol waham pada kelompok
perlakuan (p<0,00). Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang
bermakna penerapan asuhan keperawatan terhadap kemandirian.
JURNAL 2
PENGALAMAN SPIRITUAL PADA PENDERITA SKIZOFRENIA DI PONDOK
PESANTREN

Problem (Tujuan dan Populasi)

 Tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman orang dengan


skisofrenia yang tinggal di pondok pesantren
 Populasi dalam penelitian ini penderita skizofrenia yang tinggal di pondok
pesantren. Di pondok pesantren yang gangguan jiwa Waham berdasarkan
demografi informan ada 10 orang sebagai sumber dalam penelitian

Intervention (teknik pengumpulan data sama caranya)


Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan panduan wawancara dan
direkam dengan audio recorder. Inform consent diberikan pada informan untuk
mendapatkan informasi mengenai penelitian, hak untuk berpartisipasi dan juga
kerahasiaan yang dijamin oleh peneliti termasuk anonymity. Analisis data
dilakukan.berdasarkan metode Giorgi sebagai panduan.
Metode ini memiliki 6 tahapan (Giorgiascited in Oglesby, 2011) seperti mencari
makna secara keseluruhan, membuat arti dar isetiap unit, mentranformasikan setia parti
unit kedalam ekspresipsikologis, membuatstruktur, memvalidasi data, danmen dapatkan
deskripsi yang penting di mana peneliti menanyakan kembali makna keseluruhan
pengalaman hidup mereka.

Comparison (perbandingan) -

Out Come

Dari hasil penlitian tersebut didapatkan hasil Spiritual dilaporkan memiliki manfaat bagi
kesembuhan dan kualitas hidup bagipen derita gangguan jiwa termasuk penderita
skizofrenia. Spiritual juga dapat menjadi strategi koping bagi penderita skizofrenia
(waham).
JURNAL 3
Indikator yang Membedakan Gejala Psikotik dengan Pengalaman Spiritual dalam
Perspektif Neurosains (Neuro-Anatomi)

Problem (Tujuan dan Populasi)


 Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan antara gejala psikotik
dengan pengalaman spiritual dalam perspektif neurosains.
 Sampel dalam penelitian ini ialah jurnal-jurnal dari www.pubmed.gov dengan
kata kunci spiritual experiences, psychoticsymptom dan neuroimaging yang
dipublikasikan dari tahun 2010 sampai 2017 dan yang bukan merupakan review
article.

Intervention (teknik pengumpulan data sama caranya)


Jenis penelitian ini ialah deskriptif melalui pendekatan retrospektif dengan cara
mempelajari penelitian-penelitian yang telah dimuat dalam jurnal yang membahas
tentang gejala psikotik, pengalaman spiritual dan neurosains dan mencari indikator yang
dapat membedakan dengan teknik telaahsistematik.

Comparison (perbandingan) -

Out Come
Secara umum terapi music ialah hasil Spiritual dilaporkan memiliki manfaat bagi
kesembuhan dan kualitas hidup bagi penderita gangguan jiwa termasuk penderita
skizofrenia. Spiritual juga dapat menjadi strategi koping bagi penderita skizofrenia
(waham). Dari hasil penlitian tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan
aktivitas otak pada orang yang sedang mengalami pengalaman spiritual dengan yang
mengalami gejala psikotik yaitu terjadi peningkatan aktivitas pada gyruscingulatus, lobus
temporalis dan lobus oksipitalis pada orang yang sedang mengalami pengalaman
spiritual sedangkan pada orang yang mengalami gejala psikotik terjadi peningkatan
aktivitas pada cortex prefrontalis dan amygdala dan terdapat kesmbuhan pada pasien
waham untuk melakukan spiritual
JURNAL 4
ELECTRO CONVULSIVE THERAPY (ECT)

Problem (Tujuan dan Populasi)


Terapi Electroconvulsive (ECT) adalah prosedur medis terapeutik untuk
pengobatan gangguan kejiwaan yang parah. Ini memiliki khasiat dalam mengobati
depresi klinis, mania dan psikosis, dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati
kondisi neuropsikiatrik lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk meringankan gejala
psikiatri dengan cepat dan signifikan (Board, 2014).
Dibandingkan dengan negara barat, ECT lebih sering digunakan di negara-negara
berkembang seperti India dan Cina dengan tren yang meningkat dalam beberapa dekade
terakhir (Xiang et al., dalam Grover, Satapathy, Chakrabarti dan Avasthi, 2018).
Mempertimbangkan data yang jarang tersedia tentang penggunaan ECT di antara pasien
lanjut usia dari negara berkembang, ada kebutuhan untuk memperluas literatur. Penelitian
retrospektif saat ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan ECT di
kalangan lansia (Grover, Satapathy, Chakrabarti dan Avasthi, 2018).
Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang
berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk
jangka panjang (Patricia dalam Iswanti, Lestari, Sukasmi, 2018).Studi pendahuluan yang
dilakukan pada bulan Pebruari 2017 melalui wawancara dengan kepala ruang ECT RSJD
Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa ruang ECT setiap
hari melakukan tindakan ECT Non Premedikasi 15 pasien / hari dan ECT Premedikasi 5
pasien / hari. Berdasarkan hal tersebut Iswanti, Lestari, Sukasmi (2018) melakukan studi
eksplorasi pemahaman keluarga tentang tindakan ECT non premedikasi di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
Semakin banyak ditemukan bukti tentang efektivitas ECT dalam membantu
mengatasi gejala skizofrenia yang tidak respon terhadap psikoterapi atau antidepresan,
namun ECT juga mengundang banyak kontroversi karena efek samping yang
ditimbulkannya. Efek samping yang sering berhubungan dengan ECT adalah konvusi,
delirium, gangguan daya ingat, dan aritmia jantung ringan. Kehilangan daya ingat adalah
masalahan utama yang berhubungan dengan ECT. Gangguan daya ingat akibat efek
samping ECT pada pasien skizofrenia ditemukan sebanyak 75%.7 Jumlah pasien
skizofrenia yang mendapat ECT di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang pada tahun 2010
adalah 256 orang dan pada tahun 2011 adalah 321 orang (Nandinanti, Yaunin dan
Nurhajjah, 2015). Tujuan penelitian Nandinanti, Yaunin dan Nurhajjah (2015) adalah
mengetahui efek ECT terhadap daya ingat pasien skizofrenia.
Menurut Stergiopoulou (2016), selain dari beberapa manfaat positif dari ECT,
ECT juga memiliki dampak negatif. Tujuan dari tinjauan yang dilakukan Stergiopoulou
(2016) adalah evaluasi efek electroconvulsive sebagai pengobatan psikiatri pilihan
pertama dan kedua yang terkait dengan efek gangguan memori.

Intervention (teknik pengumpulan data sama caranya)


Penyaringan dan pemilihan pasien yang tepat sangat penting dan harus dilakukan
oleh psikiater spesialis dengan pelatihan dan keahlian yang tepat dalam ECT. Terapi
elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik
digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis (Board, 2014).
Menurut Grover, Satapathy, Chakrabarti dan Avasthi (2018), ECT biasanya
disarankan berdasarkan status klinis pasien, keparahan gejala, respons terhadap
pengobatan lain dan riwayat masa lalu. Setelah ECT dianggap sebagai pengobatan,
pasien dan anggota keluarga didekati dan dijelaskan tentang perlunya ECT dan prosedur
ECT.
Pelaksanaan penelitian yang dilakukan Iswanti, Lestari, Sukasmi (2018),
dilaksanakan di Ruang ECT RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Penelitian
kualitatif dipilih karena peneliti ingin mengetahui pemahaman keluarga tentang ECT non
premedikasi. Partisipan dalam penelitian ini adalah Keluarga Pasien yang anggota
keluarganya yang dilakukan ECT non premeikasi dan telah dilakukan ECT non
premedikasi ≥ 2 kali. Jumlah partisipan sebanyak 3 orang ditentukan dengan teknik
purposive sampling. Data dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam (in depth
interview), yaitu peneliti mengumpulkan data secara mendalam dengan cara langsung
tatap muka dengan keluarga pasien.
Penelitian dilakukan yang dilakukan oleh Nandinanti, Yaunin dan Nurhajjah
(2015) yaitu dengan desain penelitian analitik. Sampel penelitian ini adalah penderita
skizofrenia di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang dari bulan Juni 2012 sampai bulan Maret
2013. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah berdasarkan metode
Consecutive Sampling dengan jumlah sampel 15 orang. Pemeriksaan daya ingat
menggunakan Tes Memori Indonesia, dilakukan sehari sebelum ECT dan 2 jam sesudah
ECT. Analisis data dengan uji T berpasangan.
ECT diberikan dengan anastesi umum dan penempatan elektroda dibagi terutama
dalam dua katogori: bilateral dan unilateral. di bilateral, patch elektroda ditempatkan di
kedua belahan kepala pasien sementara stimulus listrik antara 25-50 mc hingga 750-800
mc. di unilateral, patch ditempatkan di satu belahan bumi dan dalam banyak kasus lebih
disukai, karena efek yang tidak diinginkan dari ETC seperti gangguan memori
(Stergiopoulou, 2016).

Comparison (perbandingan)
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut menyatakan bahwa ECT dapat
digunakan untuk depresi klinis, mania dan psikosis, dan kadang-kadang digunakan untuk
mengobati kondisi neuropsikiatrik. Pada penelitian Grover, Satapathy, Chakrabarti dan
Avasthi (2018), melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas serta keamanan ECT
untuk lansia. Sedangkan pada penelitian Iswanti, Lestari, Sukasmi (2018), dimaksudkan
untuk menhetahui tentang pemahaman keluarga tentang tindakan ECT. Penelitian yang
dilakukan Nandinanti, Yaunin dan Nurhajjah (2015) dan Stergiopoulou (2016) untuk
mengetahui dampak dari pelaksanaan ECT.

OUT COME
Berdasarkan penelitian Grover, Satapathy, Chakrabarti dan Avasthi (2018),
menunjukkan bahwa ECT dapat digunakan secara aman di antara pasien usia lanjut,
terutama mereka yang mengalami gangguan depresi, tidak menanggapi obat-obatan.
Penelitian lebih lanjut ini menunjukkan bahwa tingkat respons dengan ECT serupa di
antara pasien dengan dan tanpa hipertensi. Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan
bahwa ECT juga dapat diberikan dengan aman sebagai pengobatan rawat jalan untuk
lansia, jika tindakan pencegahan yang tepat dilakukan. ECT dikaitkan dengan efek
samping sementara yang meningkat seiring dengan waktu. Dengan demikian, ECT harus
dianggap sebagai pilihan pengobatan yang layak untuk pasien usia lanjut dengan depresi,
tidak menanggapi berbagai agen farmakologis. Namun, semua lansia harus menjalani
evaluasi menyeluruh sebelum menggunakan ECT.
Berdasarkan penelitian Iswanti, Lestari, Sukasmi (2018), pemahaman keluarga
tentang tindakan ECT non premedikasi merupakan terapi non farmakologi dengan
menggunakan aliran listrik untuk menimbulkan kejang, atau disebut terapi kejang listrik
yang tidak menggunakan obat anestesi sebelumnya, puasa 4 jam sebelum tindakan, dan
dilakukan di ruang ECT. Indikasi ECT non premedikasi adalah pasien dengan resisten
dengan obat antidepresan, depresi kronis, kataton yang ditandai dengan sulit makan sulit
minum obat dan berdiam diri, pasien kecenderungan bunuh diri, serta pasien agresif atau
amuk. Manfaat ECT Non Premedikasi menurunkan depresi, mengatasi kecenderungan
bunuh diri, menurunkan perilaku amuk, serta hari rawat menjadi lebih pendek dibanding
terapi farmakologi saja, sehingga biaya perawatan lebih murah. Dampak ECT Non
Premedikasi terjadi mual muntah, amnesia sementara, gigi goyang.
Berdasarkan hasil penelitian Nandinanti, Yaunin dan Nurhajjah (2015) dapat
disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan daya ingat immediate dan recent memory
pada pasien skizofrenia sebelum dan sesudah ECT, sedangkan kemampuan remote
memory tidak mengalami perubahan. Pada penelitian tersebut didapatkan perbedaan
kemampuan daya ingat sebelum dan sesudah ECT. Terlihat bahwa terjadi penurunan
daya ingat sesudah ECT sebanyak 60% yaitu pada jenis immediate dan recent memory.
Sesudah ECT dapat terjadi penurunan daya ingat sebanyak 75% terutama pada kejadian
yang baru terjadi, sedangkan ingatan jangka panjang tetap utuh.
Menurut hasil penelitian Stergiopoulou (2016), pasien yang akan menjalani ECT
harus diperingatkan tentang risiko signifikan amnesia permanen dan kemungkinan
memori permanen dan ketidakmampuan kognitif.
A. Pembahasan

Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta
dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya ”saya adalah nabi yang menciptakan
biji mata manusia”) atau bias pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin, contoh
masyarakat di surge selalu menyertai saya kemanapun saya pergi”) dan tetap
dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya
(Purba dkk, 2008).

Penanganan pasien dengan waham bertujuan agar pasien mampu mengontrol


keyakianannya yang tidak fakta. Penanganan pada pasien ini meliputi pemberian obat,
tindakan keperawatan sesuai dengan standar asuhan keperawatan serta tindakan
nonfarmakologis lainnya. Nonfarmakologis juga disarankan unutk membantu dalam
proses penyembuhan, lain sesuai dengan yang disampaikan oleh Lelono (2011) bahwa
salah satu tindakan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu dengan tindakan
nonfarmakologis.

Terapi yang digunakan untuk mengurangi proses pikir yang tidak sesuai dengan
kenyataan dengan menggunakan terapi spritual, spiritualitas sangat penting bagi penderita
skizofrenia terutama untuk memberikan dampak yang positif bagi kualitas hidupnya.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa agama memiliki hubungan dengan
peningkatan kesejahteraan. Penelitian di Swiss terhadap 115 pasien dengan skizofrenia
menemukan bahwa 45% dari pasien menganggap bahwa agama merupakan elemen yang
paling penting dalam kehidupan mereka, dan agama dapat member efekpositif (misalnya,
harapan, makna dan tujuan) dan juga negative efek (misalnya, keputusasaan dan
penderitaan) (Huguelet et al., 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Shah, Kulhara,
Grover, Kumar, Malhotra, &Tyagi (2011) menunjukkanbahwa "religious practices" dan
kepercayaan personal merupakan predictor dari kualitas hidup penderita skizofrenia.
DaftarPustaka

Board. (2014). Electroconvulsive Therapy (ECT). The Royal Australian & New Zealand College
of Psychiatrists, hlm.1-4.

Grover, S., Satapathy, A., Chakrabarti, S., Avasthi, A. (2018). Electroconvulsive Therapy among
Elderly patients: A study from Tertiary care centre in north India. Asian Journal of
Psychiatry, 31, hlm.43-48.

Huguelet, P., Mohr, S., Betrisey, C., Borras, L., Gillieron, C., Marie, A. M., Brandt, P.Y., 2011.
A Randomized Trial of Spiritual Assessment of Outpatients With Schizophrenia:
Patients' and Clinicians'Experience. Psychiatric Services, 62(1), 79–86.

Iswanti, D.I., Lestari, P.S., Sukasmi. (2018). Pemahaman Keluarga Tentang Tindakan Ect Non
Premedikasi Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
SMART, Vol.5 (1). hlm. 20-29.

Lelono, S. K. (2011). Efektifitas cognitive behaviour therapy dan rational emotivehaviour


therapy terhadapklienperilakukekerasan, halusinasi dan harga diri rendah di RSMM
Bogor

Nandinanti, I.N., Yaunin, Y., Nurhajjah, S. (2015).Efek Electro Convulsive Therapy (ECT)
terhadap Daya Ingat Pasien Skizofrenia di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2015; 4(3), hlm. 883-888.

Purba,dkk, (2008). Asuhan Keperwatan Pada Klien Dengan Masalah Psikologi Dan Gangguan
Jiwa.Medan: USU Press.

Shah R, Kulhara P, Grover S, Kumar S,Malhotra R, Tyagi S., 2011. Relationship between
spirituality/religiousness and coping in patients with residual schizophrenia.
Qual Life Res.20(7),1053- 60. doi: 10.1007/s11136-010-9839-6.

Stergiopoulou, A. (2016). Electroconvulsive Therapy Effects On Cognition And Memory and


Nurse's Role. Perioperative Nursing, Vol. 5, hlm.103-112.

Anda mungkin juga menyukai