Pondasi Bendungan Teknik Bendungan & Bangunan Air

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

PONDASI BENDUNGAN Teknik

Bendungan & Bangunan Air

Dosen Pembimbing

Kelompok 5
PANDU
DARMA
GUSPI
GUSTINA GULTOM (1207121336)
NOVELIA MIRANDA H. (1207136346)

TEKNIK SIPIL S1 - FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS RIAU
2016

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya.
Sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak–
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini serta kepada
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyusunan makalah ini
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif demi hasil yang lebih baik. Harapan penyusun makalah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, Oktober 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ...........................................................................................................
ii BAB I PENDAHULUAN
...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Pondasi bendungan............................................................................................ 3
2.2 Jenis pondasi bendungan ...................................................................................
3
2.2.1 Pondasi batuan ........................................................................................ 3
2.2.2 Pondasi berbutir kasar............................................................................. 4
2.2.3 Pondasi material berbutir halus............................................................... 7
2.2.4 Pondasi yang merupakan gabungan antara 2 atau lebih jenis tanah ....... 8
2.3. Sifat-sifat batuan .............................................................................................. 8
2.3.1 Gaya pecah (crushing strength) .............................................................. 9
2.3.2. Gaya geser (shearing strength) .............................................................. 9
2.3.3 Elastisitas batuan (elasticity of rock) ................................................... 10
2.3.4 Kelulusaan air (permeability)................................................................ 10
2.4 Faktor-faktor yang diperhatikan dalam pembangunan pondasi bendungan ...
10
2.4.1 Kuat geser ............................................................................................. 11
2.4.2 Stabilitas pondasi .................................................................................. 11
2.4.3 Pencegahan rembesan dengan drainase ................................................ 11
2.5 Perbaikan pondasi bendungan .........................................................................
11
2.5.1. Perbaikam pondasi batuan ................................................................... 11
2.5.2 Perbaikan pondasi lulus air ................................................................... 14
2.5. 3 Perbaikan pondasi tanah lembek / lunak .............................................. 14
2.5.4 Perbaikan pondasi gabungan antara dua atau lebih jenis tanah ............ 15
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 19
ii
3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 19
3.2. Saran............................................................................................................... 19

ii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1
Air merupakan hal yang sngat penting dalam kehidupan makhluk hidup.
Meningkatnya perkembangan zaman dan pertumbuhan masyarakat menuntut
adanya persediaan air yang cukup. Karena apabila persediaan air tidak tercukupi
akan menyebabkan tergnggunya aktivitas dari masyarakat Hal tersebut dirsaakan
semua kalangan masyarakat, mulai dari masyarakat kalangan atas samapai
kalangan bawah. Misalnya: apabila persediaan air kurang akan menyebabkan
tidak tercukupinya persediaan daya listrik, kekeringan dimana-mana yang dapat
mengganggu persediaan air dan juga kekeringan di daerah pertanian.

Gambar 1.1 Bendungan


Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya pembangunan persediaan
air, untuk mengantisipasi kurangnya persediaan sair terutama di negara Indonesia
yang mengalami musim kemarau cukup panjang. Sehingga mulailah dibandung
bendungan-bendungan untuk mesnsuplai persediaan air. Bendungan dapat
digunakan untuk berbagai hal sebagai berikut:
1. Persediaan air dan irigasi, menampung air dalam waduk. Air ini kemudian
dialirkan ke kota – kota atau pertanian dengan menggunakan pipa atau saluran
besar.
2. Bendungan Hydropower, menggunakan air untuk menggerakkan turbin untuk
membangkitkan listrik. Setelah melewati turbin air kemudian dilepaskan
kembali ke sungai yang terletak di bawah bendungan.

2
3. Bendungan pengendali banjir, menampung air selama hujan deras untuk
mengurangi banjir pada hilir sungai.
4. Bendungan Navigasi, menampung air dan melepaskannya saat air dalam sungai
sedang rendah. Bendungan ini biasanya digunakan untuk memindahkan kapal –
kapal yang sedang berlayar yang melewati bendungan.
5. Bendungan pembagi aliran air, membagi air ke saluran – saluran lain.
6. Bendungan untuk rekreasi, bendungan dibuat sebagai tempat rekreasi untuk
menikmati keindahan alam.
Dalam pembangunan bendungan diperlukan pembangunan yang benar- benar
teliti baik pada permukaan bendungan., tubuh bendungan, dan sebagainya
terutama pada pondasi bendungan. Karena pondasi bandungan menjaga kokohnya
bendunga.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah jenis-jenis pondasi pada bendungan?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bendungan?
3. Jika terjadi kerusakan pada pondasi bendungan apakah yang dapat dilakukan
untuk mengatasinya?

1.3 Tujuan
Adapun yang mnjadi tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui jenis-jenis pondasi pada bendungan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bendungan
3. Untuk mengetahui perbaikan yang dapat dilakukan jika pondasui bendungan
mengalai kerusakan

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pondasi bendungan

4
Pondasi bendungan adalah bagian dari bendungan yang berfungsi untuk
menjaga kokohnya bendungan. Batuan pondasi bendungan pada prinsipnya harus
mampu mendukung dengan stabil terhadap segala kondisi pernbebanan dan
aman terhadap rembesan. Kondisi geologi pondasi bendungan sangat
mempengaruhi pemilihan tipe bendungan, oleh karena itu penelitian dan
penyelidikan geologi harus dilakukan dengan cukup memadai baik kualitas
maupun kuantitasnya.

Gambar 2.1 Pondasi bendungan


2.2 Jenis pondasi bendungan
Pondasi pada bendungan dapat dibangun dari berbagai jenis material. Pada
umumnya pondasi bendungan terdiri atas 4 tipe yaitu pondasi batuan, pondasi
material berbutir kasar, pondasi material berbutir halus, dan pondasi yang
merupakan gabungan antara lebih satu jenis.
2.2.1 Pondasi batuan
Pondasi bendungan yang berupa batuan kompak dan masif dapat dianggap
sebagai pondasi yang baik (ideal), namun kondisi tersebut jarang dijumpai. Pada
kenyataannya lapisan batuan pondasi tersebut sering mengandung sejumlah
rekahan, retakan, sesar lapukan, dan diskontinyuitas dengan batuan Iainnya,
sehingga diperlukan investigasi geologi untuk mempelajari sifat fisik, teknik
serta sifat kelulusan airnya.

5
Lapisan batuan yang berupa batu lempung, batu lanauan dan serpih
biasanya mempunyai sifat yang tidak menguntungkan ditinjau dari aspek
stabilitasnya. Adanya zona lemah, sisipan atau perlapisan harus diperhatikan
secara hati-hati dalam melakukan analisis stabilitas. Lapisan batuan pondasi
yang mengandung sesar, rekahan atau zona yang mudah terlarut dapat
mengakibatkan terjadinya masalah rembesan dan kebocoran. Potensi adanya
alur-alur rembesan yang berlebihan atau bocoran harus diantisipasi dengan
tindakan perbaikan yang memadai dan tekanan hidraulik pada pondasi harus
dapat dikontrol. Hal yang membahayakan bendungan yang harus diperhatikan
adalah rembesan berlebihan yang memacu terjadinya erosi buluh dan tekanan
angkat (up lift pressure).

2.2.2 Pondasi berbutir kasar


Bendungan urugan biasanya tidak mengalami masalah ditinjau dari segi
daya dukung tanah dan kuat geser karena tidak memerlukan daya dukung yang
tinggi. Pondasi ini biasanya berupa endapan aluvial yang lulus air, yaitu pasir
dan kerikil. Bervariasi mulai dari pasir halus sampai dengan kerikil, tapi sering
dijumpai berupa campuran berlapis-lapis yang heterogen.
Endapan pasir dan kerikil tersebut mempunyai kuat geser yang cukup
untuk mendukung beban bendungan, meskipun demikian keamanan bendungan
harus diverifikasi dengan eksplorasi yang cukup, pengujian dan analisis yang
memadai. Masalah utama yang dihadapi pada lapisan pondasi material berbutir
kasar adalah besarnya debit rembesan dan besarnya tekanan angkat yang
ditimbulkannya. Metoda dan jenis perbaikan pondasi harus mempertimbangkan
terhadap tujuan pembuatan bendungan seperti kebocoran air waduk apakah
mempengaruhi operasi waduk, dan juga tetap mempertimbangkan aspek
ekonomis. Kegagalan bendungan sebagai akibat erosi buluh dan tekanan angkat
yang berlebihan haruslah menjadi pertimbangan utama.
Masalah khusus dapat terjadi pada pondasi pasir dan kerikil yang
mempunyai kepadatan rendah. Lapisan pasir dan kerikil yang jenuh dapat runtuh
akibat beban dinamis. Meskipun lapisan pasir yang urai dapat mendukung beban
statis melalui kontak butiran-butirannya, getaran atau goncangan gempa dapat
menyebabkan butiran-butiran tersebut menjadi lebih padat. Namun drainase
tidak dapat berlangsung dengan segera, sehingga sebagian beban statis yang
6
semula

7
didukung oleh butiran-butiran pasir dipindahkan sementara ke air, sehingga kuat
geser efektif lapisan pondasi jauh berkurang yang dapat mengakibatkan
keruntuhan bendungan. Penyelidikan terhadap lapisan pondasi pasir kerikil yang
mempunyai kepadatan rendah tersebut harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menentukan jenis perbaikan pondasi yang tepat.
Lapisan pasir yang sangat urai, juga mempunyai potensi runtuh pada beban
statis. Pada waktu konstruksi, lapisan tersebut mungkin telah mempunyai daya
dukung yang cukup, namun saat waduk diisi air terjadi proses pembasahan
sehingga lapisan menjadi jenuh, akibatnya dapat terjadi penurunan dengan cepat
diikuti keruntuhan. Hal tersebut harus dipertimbangkan secara hati-hati dalam
desain.
Rembesan bawah pada pondasi berbutir kasar dengan parameter koefisien
kelulusan air (permeabilitas) yang tergantung pada ukuran butiran dan
gradasinya, kandungan material halus (lempung) dan kepadatannya. Koefisien
kelulusan air tersebut dapat diperoleh dari uji kelulusan air, diantaranya adalah :
1) Pump-out test; yaitu air dipompa dari sebuah sumur pengujian dengan
kecepatan tertentu dan penurunan air diukur melalui lubanglubang
pengamatan pada jarak tertentu. Pengujian dilakukan dengan mengamati
kecepatan aliran dari bahan cairan atau elektrolit tertentu yang dimasukkan
ketempat tertentu ke sumur atau lubang-lubang pengamatan.
2) Pumping-in test; air dimasukkan dengan pompa kedalam lubang bor atau test-
pit dan kecepatan aliran air diukur pada beda tinggi tekanan (head) tertentu
Untuk mengendalikan berbagai cara pengendalian rembesan dapat digunakan,
tergantung keperluan pencegahan kehilangan air dan pertimbangan keamanan
terhadap erosi buluh dan tekanan angkat berlebihan (blowout). Beberapa cara
pengendalian tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
3) Parit halang yang diisi kembali dengan lempung yang dipadatkan.
4) Dinding halang (diafragma) campuran lempung dengan bentonite.
5) Dinding halang beton.
6) Selimut lempung kedap air di bagian hulu.
7) Horisontal drain di bagian hilir.
8) Toe-drain.

8
9) Sumur pelepas tekanan (relief well)
10) Kombinasi antara 1) sampai dengan 7) tersebut di atas.

Gambar 2.2 Metode pengendalian rembesan air pada bendungan urugan


Keterangan .
1. Zona penahan air 6. Drainase selimut
IA. Saluran parit haling 7. Drainase tumit
2. Zona stabilitas hulu dan 8. Saluran drainase (terbuka atau
Drainase tertutup)
2A. Zona transisi 9. Sumur pelepas tekan
3. Drainase corong 10. Selimut hulu
11 . Dinding parit halang
4. Zona sekat 12. Grout tirai
5. Zona stabilitas hilir 13. Berem rembesan
Tujuan dari sistem drainase ini adalah untuk mengalirkan disipasi tekanan
air pori tanpa mengganggu lapisan pondasi dan mencegah bahaya erosi buluh.
Biasanya drain horisontal, toe-drain dan saluran drainase tersebut menjadi suatu
sistem pengeluaran dengan disipasi tekanan air pori, sehingga air rembesan dapat
diukur melalui alat pengukur yang dipasang pada saluran drainase yang juga
berfungsi sebagai saluran pembuang. Sedangkan sumur pelepas tekanan (Relief
well). Sumur pelepas ini berguna untuk mengurangi tekanan air dari pondasi
yang lebih dalam dengan cara memotong alur rembesan. Biasanya cara ini cukup
efektif untuk mencegah terjadinya "blow out" dari lapisan yang kedap air
diatasnya, dan

9
juga dapat mengurangi tekanan pisometrik pada lapisan lulus air yang mudah
tererosi.
Parit halang biasanya ditempatkan tidak terlalu jauh ke hulu as bendungan,
dan juga tidak terlalu jauh ke hilir, untuk memudahkan mengantisipasi
kemungkinan pemboran investigasi, pemasangan instrumen atau pekerjaan
grouting nantinya. Parit halang dapat dibuat sedalam lapisan pondasi yang lulus
air atau sebagian, tergantung dari properti dari material pondasi dan debit
rembesan yang diijinkan keluar, dan digali dengan kemiringan minimal 45 0 dan
diisi kembali dengan lempung yang dipadatkan. Parit halang yang lebih tipis dan
lebih dalam (dinding membran) yang diisi dengan beton plastik atau bentonit
sehingga memerlukan teknik khusus didalam pelaksanaannya.

2.2.3 Pondasi material berbutir halus


Lapisan jenis tanah ini mempunyai sifat yang kedap air, sehingga
rembesan air tidak menimbulkan masalah. Masalah yang biasanya dihadapi
adalah daya dukung tanah yang rendah, sehingga memerlukan investigasi
geoteknik yang lebih mendalam dan memadai. Pondasi jenis ini sering disebut
pondasi lunak (soft foundation). Lapisan pada pondasi lunak biasanya berupa
lanau dan lempung yang cukup kedap air untuk mencegah terjadinya rembesan
bawah. Masalah utama lapisan ini adalah daya dukung dan kuat geser yang
rendah. Perlu perhatian dalam menganilisis stabilitas bendungan berkenaan
dengan perubahan kuat geser akibat pembasahan dan penjenuhan setelah waduk
diisi air. Pondasi berbutir halus dapat dibagi 2 yaitu:
1) Pondasi Jenuh Air
Apabila lapisan pondasi terdiri dari tanah berbutir halus yang jenuh,
penentuan kuat geser dalam analisis stabilitas harus berdasarkan dari prosedur
pengujian yang baku untuk kondisi tersebut.
2) Pondasi Relatif Kering
Pengaruh pembasahan pada lapisan pondasi tanah berbutir halus yang
tidak jenuh pada pengisian waduk dapat menyebabkan berkurangnya kuat geser
tanah. Kuat geser efektif akan berubah akibat proses konsolidasi. Pada jenis
tanah yang mempunyai kepadatan rendah dapat mengalami penurunan yang
besar atau runtuh, apabila menjadi jenuh oleh air waduk, meskipun pondasi
jenis tanah
10
tersebut mempunyai kuat geser yang tinggi. Apabila tidak dilakukan perbaikan
yang tepat dan efektif, pondasi bendungan akan mengalami keruntuhan sebagai
akibat :
1. perbedaan penurunan yang besar.
2. pengurangan tinggi jagaan sebagai akibat penurunan yang dapat
mengakibatkan limpasan lewat puncak bendungan.
3. tendensi "bridging" akibat adanya daerah yang lunak di pondasi yang
menyebabkan kebocoran yang membawa butiran tanah (piping) melalui
daerah yang mempunyai tegangan rendah tersebut.
Apabila terkena goncangan gempa, lapisan pondasi berupa lanau yang
mempunyai kepadatan rendah juga dapat kehilangan daya dukungnya sehingga
menyebabkan longsornya bendungan (Likuifaksi). Untuk itu harus dilakukan
analisis dinamis sesuai prosedur dan standar yang berlaku. Meskipun lapisan
pondasi berupa lanau mempunyai koefisien kelulusan air rendah, namun karena
lanau tersebut juga bersifat non-kohesif dan bersifat mudah tererosi, maka pada
tekanan pisometrik yang rendah dapat menyebabkan terjadinya erosi buluh dan
keruntuhan.
Untuk mencegah hal tersebut, bagian kaki bendungan harus dilengkapi
dengan lapisan filter dan drainase yang baik serta memenuhi syarat. Bila terdapat
zona lunak yang cukup luas di lapisan pondasi, maka lapisan lunak tersebut perlu
digali dan diganti dengan tanah yang lebih baik (cara penggantian tanah) atau
dengan cara perbaikan tanah lainya.

2.2.4 Pondasi yang merupakan gabungan antara 2 atau lebih jenis tanah
Jenis tanah pondasi ini sering dijumpai dilapangan sehingga banyak
menimbulkan permasalahan yang kadang — kadang sulit diatasi. Untuk
mengatasinya harus dilakukan penelitian dan penyelidikan yang lebih mendalam.
2.3. Sifat-sifat batuan
Ada 3 sifat-sifat batuan yang sangat penting untuk merencanakan pondasi
dengan baik yaitu: gaya pecah, gaya geser, dan elastisitas
batuan.

11
2.3.1 Gaya pecah (crushing strength)
Gaya pecah (crushing strength) sangat mempengaruhi daya dukung yang
dapat ditahan oleh batuan. Daya dukung batuan sebagai pondasi bendungan
tergantung pada:
1. Kualitas batuan (quality) yaitu ada tidaknya atau banyak sedikitnya rctakan,
celah, rekahan, patahan / sesar dan bahan pengisi yang terdapat di antara
lubang- lubang.
2. Derajat pelapukan (degree of weathering).
3. Persentase retakan yang sangat kecil (percentage of micro cracks) yang
terdapat di daerah tersebut.
Tabel 2.1 Unconfined compressive strength dari berbagai jenis batuan
No Jenis batuan Dr. Varshney kg/cm2 Henry Thomas Kg/cm2
1. Silt stone 240-1200 240-1200
2. Shale 350-1100 350-1100
3. Limestone 500-2400 500-2400
4. Granite 900-2500 900-2300
5. Dolorite 2400-3200 2400-3200
6. Greywake 500 200-300
7. Sandstone 400-1200 400-2000
8. Dolomite 500-1200 500-1500
9. Basalt 2000-3500 2000-3500
10. Gneiss 500 800-3300

2.3.2. Gaya geser (shearing strength)


Gaya geser (shearing strength) tergantung pada sudut gesekan dalam (angle
of internal friction) yang merupakan angka dari tangens sudut batuan.
f = tg 𝜃
Dengan:
F = Koefisien gaya geser

𝜃 = Sudut gesekan dalam

12
Tabel 2.2 Daftar koefisien gaya geser beberapa jenis batuan
No. Jenis batuan Koefisien
1 Tuff 0,9
2 Schist Biotie 0,5
3 Limestone 0,6
4 Granite 0,8

2.3.3 Elastisitas batuan (elasticity of rock)


Elastisitas batuan (elasticity of rock) merupakan angka yang diperoleh
berdasar pengujian di laboratorium, jadi hanya dipakai untuk perkiraan
sementara.
Tabel 2.3 Modulus elastisitas beberapa batuan
No Jenis batuan Modulus elastisitas batuan (kg/cm2)
1. Limestone 30000-270000
2. Sandstone 100000-200000
3. Siltstone 30000-140000
4. Basalt 500000

2.3.4 Kelulusaan air (permeability)


Setelah bendungan selesai dibangun maka mulai dioperasikan dengan
demikian akan selalu terisi air permukaan air penuh dengan air permukaan
terendah untuk operasi. Air akan menekn bendungan dan ada kecenderungan
mencari lubang-lubang biar bagaimana kecilnya untuk dilewati. Hal ini dapat
meyebabkan terjadinya erosi pembuluh. Untuk pencegahan maka harus
disediakan filter halus dan filter kasar yang memenuhi gradasi tertentu.

2.4 Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan


pondasi bendungan
Pembangunan pondasi sangat menentukan kualitas bendungan. Adapun
faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan pondasi bendungan
adalah sebagai berikut:

13
2.4.1 Kuat geser
Bendungan harus didesain sedemikian rupa agar kuat geser batuan
pondasinya cukup kuat mendukung berbagai kondisi pernbebanan, baik pada
tahap pelaksanaan konstruksi, pengisian pertama maupun pada tahap operasi dan
pemeliharaan waduk.
2.4.2 Stabilitas pondasi
Untuk memperoleh pondasi yang memenuhi syarat, tanah / batuan harus
digali sampai kedalaman tertentu dan dilakukan perbaikan pondasi, sehingga
pondasi mempunyai daya dukung, ketahanan terhadap rembesan dan deformasi
yang diizinkan sesuai dengan persyaratan pada berbagai kondisi pernbebanan.
2.4.3 Pencegahan rembesan dengan drainase
Apabila pondasi berupa lapisan batuan yang mempunyai kualitas kurang
baik, maka harus dilakukan perbaikan pondasi, misalnya dengan grouting tirai
atau metoda Iain untuk mengurangi pengaruh rembesan yang merugikan. Air
rembesan yang keluar dari kaki bendungan harus dialirkan dengan membuat
sistem drainase yang baik. Air rembesan tersebut harus dikendalikan baik
kualitas maupun kuantitasnya, mulai tahap konstruksi, pengisian pertama sampai
dengan tahap operasi dan pemeliharaan waduk.

2.5 Perbaikan pondasi bendungan


Perbaikan pondasi bendungan bertujuan agar tegangan tanah yang timbul
sebagai akibat berat sendiri dari bendungan, tekanan air, gaya gempa, dan
muatan- muatan yang bekerja tidak melebihi daya dukung tanah pondasi
bendungan di bagian bawah maupun di tebing kiri dan kanan bendungan. Selain
itu perbaikan pondasi bendungan bertujuan juga agar rembesan air yang
timbul di bawah pondasi bendungan dan di abutmen bendungan tidak
melampaui bats yang telah ditetapkan.
2.5.1. Perbaikam pondasi batuan
Untuk perbaikan pondasi batuan dapat dilakukan dengan grouting, parit
halang atau drainase, setelah dilakukan perbaikan permukaan terlebih dahulu.
a. Grouting
Tipe grouting yang sering digunakan .
1) Grouting tirai

14
Grouting pada pondasi adalah proses injeksi cairan penutup dengan
tekanan tertentu kedalam lapisan batuan melalui lubang bor dengan tujuan untuk
menutup atau mengisi retakan sisipan (bedding seam) atau bukaan lainnya.
Grouting biasanya dilaksanakan dengan injeksi semen, dan sering disebut
sementasi. Grouting biasanya digunakan untuk mengurangi rembesan atau gaya
tekan keatas serta kehilangan air yang berlebihan melalui kekar, retakan, lapisan
lulus air atau bidang sesar pada pondasi batuan. Penentuan pola grouting
dilakukan berdasarkan investigasi geologi dan pengujian kelulusan air melalui
lubang-lubang bor.
Satu baris grouting biasanya tidak cukup untuk mengurangi rembesan,
namun hasil analisis terhadap satu baris tersebut dapat membantu untuk
menentukan pola grouting berikutnya (multiple-line curtain grouting). Untuk
mendapatkan hasil yang baik biasanya digunakan 3 baris grouting. Apabila
rekahan dan bukaan terisi oleh pasir halus, lanau atau lempung (material berbutir
halus), maka material tersebut tidak dapat tersementasi dengan baik oleh
grouting. Material halus tersebut dapat terbawa oleh rembesan dengan tekanan
yang tinggi. Hal yang harus diperhatikan adalah terjadinya pemisahan dari
partikel semen akibat gravitasi atau berkurangnya campuran grouting saat
pelaksanaan injeksi pada kondisi air tanah yang mengalir.
2) Grouting selimut dan grouting konsolidasi
Grouting selimut dan grouting konsolidasi adalah grouting dangkal,
dilakukan sampai kedalaman antara 6-9 m dengan sistem grid. Pada zona
rekahan, diantara 2 lubang grout dapat ditambah satu lubang (split spacing).
Tujuan dari grouting selimut adalah membuat lapisan kedap air di zona
permukaan atas pondasi, untuk mencegah rembesan (yang dapat membawa
butiran tanah) atau aliran melalui rekahan batuan dekat bidang kontak zona
kedap air timbunan dan dengan grouting tirai. Sedangkan grouting konsolidasi
bertujuan untuk meningkatkan daya dukung pondasi.
3) Grouting dental
Setelah dilakukan penggalian pondasi bendungan sering dijumpai berbagai
celah, rekahan, retakan, tonjolan, cekungan dll yang tidak teratur. Celah,
rekahan, retakan yang relatif kecil / tipis dan tidak dalam harus dilakukan slush
grouting dengan spesi beton pagar tidak terjadi rongga. Sedang untuk cekungan

15
yang cukup

16
dalam dan atau besar harus dilakukan penggalian untuk membuang tanah yang
lunak dan diganti beton yang disebut grouting dental.
b. Parit halang
Pada batuan Pondasi seperti batu pasir yang lulus air atau mengandung
material yang mudah larut, misalnya batu kapur atau gipsum, harus dilengkapi
dengan parit halang yang memotong zona hilir untuk mengkontrol rembesan dan
mengurangi pelarutan. Parit halang dapat dibuat melalui zona atas dari lapisan
batuan pondasi yang terlapuk kuat. Galian parit halang biasanya diisi kembali
dengan tanah lempungan yang dipadatkan dengan kemiringan galian parit halang
dangkal tidak boleh kurang dari 450. Apabila parit halang cukup dalam, dapat
dipertimbangkan penggunaan dinding membran yang lebih tipis dan ekonomis.
c. Drainase
Lapisan filter dan drainase tetap diperlukan untuk mengalirkan dan
mengontrol rembesan baik melalui tubuh maupun pondasi bendungan, meskipun
pondasi tidak dilengkapi dengan grouting atau parit halang. Hal tersebut harus
dipertimbangkan di dalam desain untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak
terlihat misalnya diskontinyuitas dan rekahan akibat gempa atau kekurang
sempurnaan pelaksanaan perbaikan pondasi. Untuk mengontrol rembesan harus
dibuatkan lapisan drain horisontal, toe-drain dan paritan kaki guna dipilih salah
satu atau kombinasi diantaranya.
d. Dinding penyekat beton dangkal
Dinding penyekat beton dangkal (shallow concrete cut off walls)
digunakan untuk memperpanjang aliran air yang merembes di bawah pondasi
sehingga dapat mengurangi rembesan air.

Gambar 2.3 Dinding penyekat beton

17
Untuk bendungan urugan dapat diletakkan di bawah kaki kiri sebelah hulu
atau di bawah lapisan kedap air. Untuk bendungan urugan batu dapat diletakkan di
bawah kaki sebelah hulu atau di bawah lapisan kedap air. Untuk bendungan
urugan batu dengan lapisan ke dan air di muka, diletakkan di bawah kaki sebelah
hulu Untuk bendungan beton dapat diletakkan di bawah kaki sebelah hulu atau
dengan membuat lapisan beton bertulang di sebelah hulu lalu dinding penyekat
diletakkan di bawahnya.

Gambar 2.4 Bendungan urugan bantu


a. Untuk bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air miring`
b. Untuk bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka
c. Untuk bendungan beton berdasar berat sendiri.
2.5.2 Perbaikan pondasi lulus air
Untuk mengatasi rembesan air baik di bawah pondasi maupun di abutmen
bendungan baik di kiri ataupun kanan bendungan. Cara yang dapat dilakukan
untuk mengatatasi rembesan pada pondasi lulus air adalah sebagai berikut:
1. Dengan injeksi (grouting)
2. Dengan dinding penyekat beton
3. Dengan dinding penyekat dari baja dipancang
2.5. 3 Perbaikan pondasi tanah lembek / lunak
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk perbaikan pondasi pada
tanah lembek yaitu dengan:
1. Memperlebar pondasi bendungan
Dengan cara ini luas pindasi menjadi bertambah besar sehingga tegangan
tanah yang timbul mengecil dan masih lebih kecil dibandingkan dengan daya
dukung tanah yang ada.

18
a. Di tanah yang daya dukungnya besar b. Di tanah yang daya dukungnya rendah
Gambar 2.5 Pelebaran pondasi

2. Membuat sumur pengering di dalam terowongan pengering.


3. Membuat beban pelawan.
4. Membuat sumur pelepas tekanan.

2.5.4 Perbaikan pondasi yang nmerupakan gabungan antara dua atau lebih jenis
tanah
Karena keadaan geologi kebanyakan sifat batuan agak kompleks yaitu
terdapat bermacam-macam batuan yang tidak sama. Misalnya sebagian pondasi
bendungan terletak di antara batuan basal yang keras, sedangkan sebagian terletak
di batuan breksi yang sebgian besar tanhanya lunak. Pada batuan keras kadang-
kadang terdapat celah-celah yang mudah dilewati air, hal ini dapat diperbaiki
dengan cara sementasi, demikian pula untuk bantuan yang lunak dapat diperbaiki
pondasi bangunannya dengan cara sementasi. Sementasi berdasarkan
penggunaannya dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Sementasi konsolidasi (consolidation grouting)
Sementasi konsolidasi dapat digunakan untuk menutup lubang, celah,
rekahan yang ada di bawah pondasi bendungan. Sehingga pondasi bendungan
menjadi lebih kuat dan menambahn deformasi batuan. Untuk bendungan beton
aakan terjadi kesatuan yang utuh antara kontruksi beton dengan pondasi dan
abutmennya.

19
Gambar 2. 6 Pola sementasi
2. Sedimentasi penutup (sementasi selimut)
Sedimentasi penutup digunakan untuk mengurangi gaya tekan ke atas pada
beton maka dilaksanakan di sebelah huliu bendungan di dalam waduk. Pelaksaaan
dan polanya seperti pada sementasi konsolidasi.
3. Sementasi berbentuk seperti gigi
Apabila ada retakan, celah dan rekahan yang terletak tidak begitu dalam,
maka lapisan dapat digali untuk diganti dengan beton yang tebalnya tidak perlu
sama. Cara ini dilaksanakan terutama untuk bendungan beton yang memerlukan
syarat pondasi yang lebih kuat dibandingkan dengan bendungan urugan. Kadang-
kadang di bagia depan dari bendungan beton dibuat penyekat yang merupakan
satu kesatuan dengan bendungan sndiri. Kontruksi ini sangat efektif untuk
memperbaiki sesar yang terletak di bawah pondasi yang tidak terlalu dalam.

Gambar 2.7 Penyekat pada bendungan beton

20
4. Sementasi hubungan antara batuan dengan beton
Sementasi hubungan antara batuan dengan beton digunakan untuk mengisi
celah, lubang dan retakan di antara batuan yang berdekatan dengan bendungan
atau kontruksi beton sehingga terjadi kesatuan yang utuh. Dengan demikian
dapat dicegah lubang yang terjadi sebagai akibat dari penyusutan beton untuk
menghindari rembesan.
5. Sementasi sambungan beton
Sementsi sambungan beton digunakan untuk meyatukan beton antara hasil
pengecoran yang berbatasan agar terjadi kesatuan yang utuh. Ukuran beton yang
besar menyebabkan beton tidak mungkin dicor sekaligus. Walaupun dicor
sekaligus temperaturnya akan sangat tinggi yang dapat menyebabkan retakan
pada beton. Sehinga diperlukn pengecoran secara bertahap.
6. Sedimentasi tirai
Digunakan untuk menahan atau mengurangi rembesan air lewat bawah
pondasi dan abutmen bendungan serta mengurangi gaya tekan ke atas.
Sedangkan berdasarkan cara pelaksaannya sementasi dapat dibedakan
sebagai menjadi dua yaitu sementasi dari bawah ke atas dan sementasi dari atas ke
bawah.
1. Sementasi dari bawah ke atas
Lubang sementasi dibor sampai mencapai kedalaman yang telah ditetapkan.
Kemudian dipasang alat packer di dalam lubang bor.

Gambar 2.8 Urut-urutan sementasi

21
Alat packer digunakan untuk menutup lubang agar campuran semen tidak
kembali ke atas dan dapat masuk ke tanah samping. Sesudah alat packer dipasang
maka sementsi dapat dimulai dengan tekanan cukup tinggi (bagian 1). Sesudah
selesai bagian 1, alat packer ditarik ke atas kemudian sementasi dilaksanakan lagi
sehingga bagian 2 penuh dengan bubur campuran semen. Kemudian packer ditarik
ke atas lagi dan diadakan sementasi sehingga seluruh bagiab penuh dengn semen
(bagian 1, 2, 3 dan seterusnya). Dengan demikisn selesai sudahlah pekerjaan
sementasi ubtuk satu lubang bor.
2. Sementasi dari atas ke bawah
Lubang sementasi dibor lebih dulu setiap 5m, kemudian diadakan
pembersihan lubang dengan air sampai bersih. Lalu diadakan sementasi sepanjang
5 m tadi sampai selesai.

Gambar 2.8 Proses sementasi


Dengan sendirinya selama diadakan sementasi, mesin pengeboran harus
dipindah dahulu agar tidak menyulitkan pelaksanaannya. Sesudah bagian 1 selesai
disementasi, mesin pengeboran harus diletakkan di tempat semula, lalu diada
kan pengeboran lagi sampai kedalaman 10 m. Prosedur diulang kembali,
dibersihkan dengan air dan disementasi dari kedalaman 5m sampai 10m. Agar
hasilnya baik, beda waktu setiap tahap sementasi pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya sekurang- kurangnya 12 jam sehing csmpurnnya dapat mengeras
dengan baik. Demikianlah seterusnya disdkan sementasi setiap 5m samapi selesai
seluruhnya.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pondasi merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan kontruksi
bangunan, karena jika pondasi tidak terpasang dengan baik maka bendungan
tidak akan bertahan lama. Pondasi bendungan berdasarkan dari material yang
digunakan dibedakan menjadi 4 jenis yaitu: pondasi batuan, pondasi berbutir
kasar, pondasi berbutir halus dan pondasi gabungan dua jenis tanah. Sedangkan
untuk perbaikan pondasi bendungaan bertujuan untuk mengrurangi rembesan
sekecil mungkin, mencegah terjadinya erosi buluh, mencegah terjadinya
perbedaan penurunan antara tubuh bendungan dengan bukit tumpuan sekecil
mungkin serta menghasilkan tahanan geser yang lebih besar antara tubuh
bendungan, bukit tumpuan dan pondasi untuk menjamin stabilitas.

3.2. Saran
Untuk menjaga kualitas pondasi bendungan tetap baik, sebaiknya lebih
memperhatikan hal sebagai berikut:
1. Sebaiknya penelitian dan penyelidikan geologi harus dilakukan secara teliti
pada saat pembangunan bendungan. Untuk mencegah dari keruntuhan
bendungan.
2. Jika terjadi kerusakan pada pondasi bendungan sebaiknya segera langsung
melakukan perbaikan pondasi bendungan.
3. Sebaiknya dalam memilih material untuk pembangunan bendungan lebih
disesuaikan dengan kondisi dan jenis tanah di lokasi pembangunan
bendungan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Apriyanti, S. (2010, Oktober). TGBC. Retrieved from Jenis-


Jenis Pondasi dan Kegunaannya :www.bendunganT.GB.CJenis-
JenisPondasi dan kegunaan.html
2. Direktorat Sumber Daya Air. (2003). Pedoman kriteria Umum Desain
Bendungan. Jakarta: Direktorat Sumber Daya Air.
3. Febrianda. (2012, Desember). Blog. Retrieved from Jenis-jenis bendungan:
file:///E:/bahan%20bendungan/Kumpulan%20Makalah%20Pilihan%20%2
0TIPE-TIPE%20BENDUNGAN.htm
4.Miqtha, B. (2016, April 11). Blog. Retrieved from Tugas Bangunan Air:
file:///E:/bahan%20bendungan/Tugas%20Bangunan%20Air%20(Bendung
an).htm
5.Nasution, M. R. (2012, Desember). Blog. Retrieved from Jenis-jenis pondasi:
www.bendunganFightForTheBESTFutureJenis-JenisPondasi.html
6.Soedibyo. (1998). Teknik Bendungan. Jakarta: PT Pradnya Paramitha.
7. Surya, R. (n.d.). Web site. Retrieved from Bendungan mahabrata:
www.BendunganMahabrata_RianSurya -Academia.edu.htm

24

Anda mungkin juga menyukai