Rangkuman Wawasan Nusantara

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 30

WAWASAN NUSANTARA

(KELOMPOK 5)

Pengertian Wawasan Nusantara


Kata wawasan berasal dari kata “wawas” ( bahasa Jawa ) yang berarti melihat atau
memandang. Jika ditambah dengan akhiran –an maka secara harfiah berarti cara
penglihatan, cara tinjau, cara pandang.
Nusantara adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa
Kuno yakni nusa yang berarti pulau, dan antara artinya lain.Wawasan nasional
suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang
dianutnya. Beberapa teori paham kekuasaan dan teori geopolitik. Perumusan
wawasan nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan pemikiran mengenai
sejauh mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan
dipertanggungjawabkan.
Teori-teori yang dapat mendukung rumusan tersebut antara lain:

a. Paham Machiavelli (Abad XVII)

Dalam bukunya tentang politik yang diterjemahkan kedalam bahasa


dengan judul “The Prince”, Machiavelli memberikan pesan tentang cara
membentuk kekuatan politik yang besar agar sebuah negara dapat berdiri dengan
kokoh. Didalamnya terkandung beberapa postulat dan cara pandang tentang
bagaimana memelihara kekuasaan politik. Menurut Machiavelli, sebuah negara
akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil berikut: pertama, segala cara
dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan; kedua, untuk menjaga
kekuasaan rezim, politik adu domba (divide et impera) adalah sah; dan ketiga,
dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan binatang buas ), yang
kuat pasti dapat bertahan dan menang. Semasa Machiavelli hidup, buku “The
Prince” dilarang beredar oleh Sri Paus karena dianggap amoral. Tetapi setelah
Machiavelli meninggal, buku tersebut menjadi sangat dan banyak dipelajari oleh
orang-orang serta dijadikan pedoman oleh banyak kalangan politisi dan para
kalangan elite politik

1
b. Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (abad XVIII)

Kaisar Napoleon merupakan tokoh revolusioner di bidang cara pandang,


selain penganut baik dari Machiavelli. Napoleon berpendapat bahwa perang di
masa depan akan merupakan perang total yang mengerahkan segala upaya dan
kekuatan nasional. Kekuatan ini juga perlu didukung oleh kondisi sosial budaya
berupa ilmu pengetahuan teknologi demi terbentuknya kekuatan hankam untuk
menduduki dan menjajah negara-negara disekitar Prancis. Ketiga postulat
Machiavelli telah diimplementasikan dengan sempurna oleh Napoleon, namun
menjadi bumerang bagi dirinya sendiri sehingg akhir kariernya dibuang ke Pulau
Elba.
c. Paham Jendral Clausewitz (XVIII)

Pada era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat terusir oleh tentara


Napoleon dari negaranya sampai ke Rusia. Clausewitz akhirnya bergabung dan
menjadi penasihat militer Staf Umum Tentara Kekaisaran Rusia. Sebagaimana
kita ketahui, invasi tentara Napoleon pada akhirnya terhenti di Moskow dan diusir
kembali ke Perancis. Clausewitz, setelah Rusia bebas kembali, di angkat menjadi
kepala staf komando Rusia. Di sana dia menulis sebuah buku mengenai perang
berjudul Vom Kriege (Tentara Perang). Menurut Clausewitz, perang adalah
kelanjutan politik dengan cara lain. Baginya, peperangan adalah sah-sah saja
untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Pemikiran inilah yang
membenarkan Rusia berekspansi sehingga menimbulkan perang Dunia I dengan
kekalahan di pihak Rusia atau Kekaisaran Jerman.

d. Paham Feuerbach dan Hegel

Paham materialisme Feuerbach dan teori sintesis Hegel menimbulkan dua


aliran besar Barat yang berkembang didunia, yaitu kapitalisme di satu pihak dan
komunisme di pihak yang lain. Pada abad XVII paham perdagangan bebas yang
merupakan nenek moyang liberalisme sedang marak. Saat itu orang-orang
berpendapat bahwa ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa

2
besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan emas. Paham ini memicu
nafsu kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari emas ke tempat yang lain.
Inilah yang memotivasi Columbus untuk mencari daerah baru, kemudian
Magellan, dan lain-lainnya. Paham ini juga yang mendorong Belanda untuk
melakukan perdagangan (VOC) dan pada akhirnya menjajah Nusantara selama
3,5 abad.

e. Paham Lenin (XIX)

Lenin telah memodifikasi paham Clausewitz. Menurutnya, perang adalah


kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Bagi Leninisme/komunisme, perang
atau pertumpahan darah atau revolusi di seluruh dunia adalah sah dalam kerangka
mengkomuniskan seluruh bangsa di dunia. Karena itu, selama perang dingin, baik
Uni Soviet maupun RRC berlomba-lomba untuk mengekspor paham komunis ke
seluruh dunia. G.30.S/PKI adalah salah satu komoditi ekspor RRC pada tahun
1965. Sejarah selanjutnya menunjukkan bahwa paham komunisme ternyata
berakhir secara tragis seperti runtuhnya Uni Soviet.

f. Paham Lucian W.Pye dan Sidney

Dalam buku Political Culture and Political Development (Princeton


University Press, 1972 ), mereka mengatakan :”The political culture of society
consist of the system of empirical believe expressive symbol and values which
devidens the situation in political action can take place, it provides the subjective
orientation to politics.....The political culture of society is highly significant aspec
of the political system”. Para ahli tersebut menjelaskan adanya unsur-unsur
sebyektivitas dan psikologis dalam tatanan dinamika kehidupan politik suatu
bangsa, kemantapan suatu sistem politik dapat dicapai apabila sistem tersebut
berakar pada kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan.
samudera Hindia).

Berdasarkan teori-teori tentang wawasan, latar belakang falsafah


pancasila, latar belakang pemikiran aspek kewilayahan, aspek sosial budaya, dan
3
aspek kesejarahan, terbetuklah satu wawasan nasional indonesia yang disebut
wawasan nusantara dengan rumusan pengertian yang sampai ini berkembang
sebagai berikut:

1. Pengertian wawasan nusantara berdasarkan ketetapan majelis


permusyawarahan rakyat tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN

wawasan nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber


pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

2. Pengertian wawasan nusantara menurut prof. Dr. Wan usman (Ketua Program
S-2 PKN – UI )

“wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa indonesia mengenai diri


dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang
beragam.”. Hal tersebut disampaikannya saat lokakarya wawsan nusantara dan
ketahanan nasional di Lemhanas pada Januari 2000. Ia juga menjelaskan bahwa
wawasan nusantara merupakan geopolitik indonesia.

3. Pengertian wawasan nusantara, menurut kelompok kerja wawasan nusantara,


yang diusulkan menjadi ketetapan majelis permusyawaratan rakyat dan dibuat di
Lemhanas tahun 1999 .

“cara pandang dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan


lingkungannya yang berseragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan
nasional.”

4
Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang
diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu
sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau
cita – cita nasionalnya. Sedangkan arti dari wawasan nusantara adalah cara
pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai
kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita – cita nasionalnya. Dengan
demikian wawasan nusantara berperan untuk membimbing bangsa Indonesia
dalam penyelengaraan kehidupannya serta sebagai rambu – rambu dalam
perjuanagan mengisi kemerdekaan. Wawasan nusantara sebagai cara pandang
juga mengajarkan bagaimana pentingnya membina persatuan dan kesatuan dalam
segenap aspek kehidupan bangsa dan negara dalam mencapai tujuan dan cita –
citanya.

Berdasarkan teori-teori tentang wawasan, latar belakang falsafah


Pancasila, latar belakang pemikiran aspek kewilayahan, aspek sosial budaya dan
aspek kesejarahan, terbentuklah satu wawasan nasional Indonesia yang disebut
dengan Wawasan Nusantara.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

1.1. Konsepsi Wawasan Nusantara

Latar belakang yang mempengaruhi tumbuhnya konsespi wawasan nusanatara


adalah sebagai berikut :

1.1.1 Aspek Historis

Dari segi sejarah, bahwa bangsa Indonesia menginginkan menjadi bangsa yang
bersatu dengan wilayah yang utuh adalah karena dua hal yaitu :

1. Kita pernah mengalami kehidupan sebagai bangsa yang terjajah dan


terpecah, kehidupan sebagai bangsa yang terjajah adalah penederitaaan,
5
kesengsaraan, kemiskinan dan kebodohan. Penjajah juga menciptakan perpecahan
dalam diri bangsa Indonesia. Politik Devide et impera. Dengan adanya politik ini
orang-orang Indonesia justru melawan bangsanya sendiri. Dalam setiap
perjuangan melawan penjajah selalu ada pahlawan, tetapi juga ada pengkhianat
bangsa.

2. Kita pernah memiliki wilayah yang terpisah-pisah, secara historis


wilayah Indonesia adalah wialayah bekas jajahan Belanda . Wilayah Hindia
Belanda ini masih terpisah0pisah berdasarkan ketentuan Ordonansi 1939 dimana
laut territorial Hindia Belanda adalah sejauh 3 (tiga) mil. Dengan adanya
ordonansi tersebut , laut atau perairan yang ada diluar 3 mil tersebut merupakan
lautan bebas dan berlaku sebagai perairan internasional. Sebagai bangsa yang
terpecah-pecah dan terjajah, hal ini jelas merupakan kerugian besar bagi bangsa
Indonesia.Keadaan tersebut tidak mendudkung kita dalam mewujudkan bangsa
yang merdeka, bersatu dan berdaulat.Untuk bisa keluar dari keadaan tersebut kita
membutuhkan semangat kebangsaan yang melahirkan visi bangsa yang bersatu.
Upaya untuk mewujudkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang utuh tidak
lagi terpisah baru terjadi 12 tahun kemudian setelah Indonesia merdeka yaitu
ketika Perdana Menteri Djuanda mengeluarkan pernyataan yang selanjutnya
disebut sebagai Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Isi pokok dari
deklarasi tersebut menyatakan bahwa laut territorial Indonesia tidak lagi sejauh 3
mili melainkan selebar 12 mil dan secara resmi menggantikam Ordonansi 1939.
Dekrasi Djuanda juga dikukuhkan dalam UU No.4/Prp Tahun 1960 tenatang
perairan Indonesia yang berisi :

1. Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman


Indonesia

2. Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut 12 mil laut

3. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi
dalam dari garis dasar.

Keluarnya Deklarasi Djuanda melahirkan konsepsi wawasan Nusantara


dimana laut tidak lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai penghubung.UU mengenai
6
perairan Indonesia diperbaharui dengan UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia

Deklarasi Djuanda juga diperjuangkan dalam forum internasional. Melalui


perjuangan panjanag akhirnya Konferensi PBB tanggal 30 April menerima “ The
United Nation Convention On The Law Of the Sea”(UNCLOS) . Berdasarkan
Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut Indonesia diakui sebagai negara dengan asas
Negara Kepulauan (Archipelago State).

1.1.2 Aspek Geografis dan Sosial Budaya

Dari segi geografis dan Sosial Budaya, Indonesia meruapakan negara


bangsa dengan wialayah dan posisi yang unik serta bangsa yang heterogen.
Keunikan wilayah dan dan heterogenitas menjadikan bangsa Indonesia perlu
memilikui visi menjadi bangsa yang satu dan utuh. Keunikan wilayah dan
heterogenitas itu anatara lain sebagai berikut :

1. Indonesia bercirikam negara kepulauan atau maritim

Indonesia terletak anata dua benua dan dua sameudera(posisi silang) , Indonesia
terletak pada garis khatulistiwa , Indonesia berada pada iklim tropis dengan dua
musim, Indonesia menjadi pertemuan dua jalur pegunungan yaitu sirkumpasifik
dan Mediterania , Wilayah subur dan dapat dihuni , Kaya akan flora dan fauna dan
sumberdaya alam , Memiliki etnik yang banyak sehingga memiliki kebudayaan
yang beragam ,Memiliki jumlah penduduk dalam jumlah yang besar, sebanyak
218.868 juta jiwa (tahun 2005 – www.datastatistik-Indonesia.com )

Berdasarkan Ketetapan MPR Tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN,


Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada
Pancasila dan berdasarkan UUD 1945adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan
kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan
nasional.

7
1.2. Isi Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara mencakup :

1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik, dalam arti :

a. Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya


merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan matra
seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.

b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam
berbagai bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan
bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.

c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib


sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, serta mempunyai tekad dalam
mencapai cita-cita bangsa.

d. Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara
yang melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.

e. Bahwa kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu


kesatuan politik yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.

f. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum


dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada
kepentingan nasional.

g. Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut
menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan pada
kepentingan nasional.

2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi, dalam arti :

8
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah
modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus
tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.

b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah,


tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam
pengembangankehidupanekonominya.

c. Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu


kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas
kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial dan Budaya,


dalam arti :

a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus


merupakan kehidupan bangsa yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan
masyarakat yang sama, merata dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan
yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa.

b. Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam
budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal
dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, dengan tidak menolak
nilai – nilai budaya lain yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa, yang
hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa.

4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan


Keamanan, dalam arti :

a. Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya
merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.

b. Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
rangka pembelaan negara dan bangsa.

9
1.3. Konsep geopolitik dan geostrategi
Bila diperhatikan lebih jauh kepulauan Indonesia yang duapertiga
wilayahnya adalah laut membentang ke utara dengan pusatnya di pulau Jawa
membentuk gambaran kipas. Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara
konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional
yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. , sedangkan
geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang
bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya
dan pertahanan keamanan. Dengan mengacu pada kondisi geografi bercirikan
maritim, maka diperlukan strategi besar (grand strategy) maritim sejalan dengan
doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang
harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah
mewujudkan kekuatan maritim (maritime power) yang dapat menjamin
kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ancaman.

1.3.1 Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia


Nusantara (archipelagic) dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional
dengan penekanan bahwa wilayah negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang
dihubungkan oleh laut. Laut yang menghubungkan dan mempersatukan pulau-
pulau yang tersebar di seantero khatulistiwa. Sedangkan Wawasan Nusantara
adalah konsep politik bangsa Indonesia yang memandang Indonesia sebagai satu
kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah
di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan
bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan
nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.

Wawasan Nusantara sebagai konsepsi politik dan kenegaraan yang


merupakan manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia telah ditegaskan dalam
GBHN dengan Tap. MPR No.IV tahun 1973. Penetapan ini merupakan tahapan
akhir perkembangan konsepsi negara kepulauan yang telah diperjuangkan sejak
Dekrarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957

10
Sebagai bangsa yang majemuk yang telah menegara, bangsa Indonesia
dalam membina dan membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya,
baik pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan rakyat
semestanya, selalu mengutamakanpersatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah. Untuk itu pembinaan dan dan penyelenmggaraan tata kehidupan bangsa
dan negaraIndonesia disususn atas dasara hubungan timbal balik antara falsafah,
cita-cita dan tujuan nasional, serta kondisi social budaya dan pengalaman sejarah
yang menumbuhkan kesadaran tentangkemajemukan dan kebhinekaannyadengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.

Gagasan untuk menjamin persatuan dan kesatuan dalam kebhinnekaan


tersebutdikenal dengan Wasantara, singkatan dari Wawasan Nusantara.

Bangsa Indonesia menyadari bahwa bumi, air, dan dirgantara di atasnya serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Karena itu, dengan
konsep wawasan nusantara bangsa Indonesia bertekad mendayagunakan seluruh
kekayan alam, sumber daya serta seluruh potensi nasionalnya berdasarkan
kebijaksanaan yang terpadu, seimbang, serasi dan selaras untuk mewujudkan
kesejahteraan dan keamanan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dengan
tetap memperhatikan kepentingan daerah penghasil secara proporsional dalam
keadilan.

Untuk itulah, mengapa Wawasan Nusantara perlu. Ini karena Wawasan Nusantara
mempunyai fungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu
dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi
penyelenggara Negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain
fungsi, Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di
segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan
nasional daripada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa atau
daerah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan
individu . kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah. Kepentingan-

11
kepentingan tersebut tetap dihormati, diakui dan dipenuhi, selama tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional.

Sebagai cara pandang dan visi nasional Indonesia, wawasan Nusantara harus
dijadikan arahan, pedoman, acuan dan tuntunan bagi setiap individu bangsa
Indonesia dalam membangun dan memelihara tuntutan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, implementasi atau penerapan Wawasan
Nusantara harus tercermin pada pola piker, pola sikap dan pola tindak yang
senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.daripada kepentingan pribadi atau kelompok sendiri.

Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan


iklim penyelenggaraan Negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut nampak
dalam wujud pemerintahan yang kuat, aspiratif dan terpercaya yang dibangun
sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.

Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan


tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil. Di samping itu,
mencerminkan tanggungjawab pengelolaan sumber daya alam yang
memperhatikan kebutuhan masyarakat antardaerah secara timbale balik serta
kelestarian sumber daya alam itu sendiri.

Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan social budaya akan


menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan
menghormati segala bentuk perbedaan atau kebhinekaan sebagai kenyataan hidup
sekaligus sebagai karunia Sang Pencipta. Implementasi ini juga akan menciptakan
kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membeda-
bedakan suku, asal-usul daerah, agama atau kepercayaan, serta golongan
berdasarkan status sosialnya.

Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan hankam akan menumbuh-


kembangkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan
membentuk sikap bela negara pada setiap warga negara Indonesia. Kesadaran dan
sikap cinta tanah air dan bangsa serta bela negara ini akan menjadi modal utama
12
yang akan menggerakkan partsisipasi setiap warga negara Indonesia dalam
menanggapi setiap bentuk ancaman, seberapapun kecilnya dan darimanapun
datangnya atau setiap gejala yang membahayakan keselamatan bangsa daqn
kedaulatan Negara.

Dalam pembinaan seluruh aspek kehidupan nasional, Wawasan Nusantara harus


menjadi nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku
pada setiap strata di seluruh wilayah negara. Di samping itu, Wawasan Nusantara
dapat diimplementasikan ke dalam segenap pranata sosial yang berlaku di
masyarakat dalam nuansa kebhinekaan sehingga mendinamiskan kehidupan social
yang akrab, peduli, toleran, hormat dan taat hukum. Semua itu menggambarkan
sikap, paham, dan semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi sebagai
identitas atau jati diri bangsa Indonesia.

1.4. Unsur-unsur Dalam Wawasan Nusantara.


1. Wadah
a. Wujud Wilayah

Batas ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya
terdapat gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh perairan. Oleh
karena itu Nusantara dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh
perairandidalamnya.
Setelah bernegara dalam negara kesatuan Republik Indonesia, bangsa indonesia
memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagi kegiatn
kenegaraan dalam wujud suprastruktur politik. Sementara itu, wadah dalam
kehidupan bermasyarakat adalah lembaga dalam wujud infrastruktur politik.

Letak geografis negara berada di posisi dunia antara dua samudra, yaitu Samudra
Pasifik dan Samudra Hindia, dan antara dua benua, yaitu banua Asia dan benua
Australia. Perwujudan wilayah Nusantara ini menyatu dalam kesatuan poliyik,
ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan.

13
b.Tata Inti Organisasi

Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang
menyangkut bentuk dan kedaulatan negara kekuasaaan pemerintah, sistem
pemerintahan, dan sistem perwakilan. Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk republik. Kedaulatan di tangan rakyat yang dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Sistem pemerintahan, menganut sistem presidensial. Presiden memegang
kekuasaan bersadarkan UUD 1945. Indonesia adalah Negara hukum ( Rechtsstaat
) bukan Negara kekuasaan ( Machtsstaat ).

c. Tata Kelengkapan Organisasi

Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran


bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik,
golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers seluruh aparatur negara. Yang
dapat diwujudkan demokrasi yang secara konstitusional berdasarkan UUD 1945
dan secara ideal berdasarkan dasar filsafat pancasila.

2. Isi Wawasan Nusantara

Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta
tujuan nasional yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai
aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional
seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan
dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua
hal yang essensial, yaitu:

a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-

14
cita dan tujuan nasional.

b. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek


kehidupan nasional.

Isi wawasan nusantara tercemin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia


meliputi :
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945
yang menyebutkan :

1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.


2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3) Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal,
utuh menyeluruh meliputi :

1. Satu kesatuan wilayah nusantara yang mencakup daratan perairan dan


dirgantara secara terpadu.

2. Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta
satu ideologi dan identitas nasional.

3. Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia


atas dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.

4. Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas
kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.

15
5. Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu system terpadu, yaitu
sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).

6. Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan


hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.

3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan


Lahiriah
Tata laku merupakan dasar interaksi antara wadah dengan isi, yang terdiri
dari tata laku tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan
jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa indonesia, sedang tata laku
lahiriah tercermin dalam tindakan , perbuatan, dan perilaku dari bangsa idonesia.
Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan.
Meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.
Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian
bangsa indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa
bangga dan cinta kepada bangga dan tanah air sehingga menimbulkan
nasionalisme yang tinggi dalm segala aspek kehidupan nasional.

1.5. Hakikat Wawasan Nusantara

Hakikat wawasan nusantara adalah keutuhan nusantara, dalam pengertian


cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi
kepentingan nasional. Hal tersebut berarti bahwa setiap warga bangsa dan aparatur
negar harus berpikir, bersikap, dan bertindak secara utuh menyeluruh demi
kepentingan bangsa dan negara indonesia. Demikian juga produk yang dihasilkan
oleh lembaga negara harus dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa dan
negara Indonesia, tanpa menghilangkan kepentingan lainnya, seperti kepentingan
daerah, golongan dan orang per orang.

16
1.6. Kedudukan Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara.

1. Kedudukan

a. Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan


ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi
penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai serta mewujudkan cita-cita
dan tujuan nasional.

b. Wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari


stratifikasinya sebagai berikut:

1. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan


sebagai landasan idiil.

2. Undang0undang dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan


sebagai landasan konstitusional.

3. Wawasan nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan


visional.

4. Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional atau sebagai kebijaksanaan


nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.

2. Fungsi
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta
rambu-rambu dalam menentukan segala jenis kebijaksanaan, keputusan, tindakan
dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi
seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
17
3. Tujuan

Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di


segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan
nasional dari pada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau
daerah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan
individu, kelompok, suku bangsa,atau daerah.

1.7. Implementasi dan Tantangan Yang dihadapi dari Wawasan Nusantara\

Indonesia, sebagai negara bangsa (nation state) kini sedang berada


dipersimpangan jalan. Di tengah himpitan upaya untuk keluar dari krisis ekonomi,
Indonesia harus menghadapi ragam tuntutan dari daerah yang entah kebetulan
atau tidak—muncul pada waktu yang hampir bersamaan. Tuntutan tersebut
jenisnya bermacam-macam; dari sekadar menuntut pembagian keuangan yang
lebih adil, tuntutan otonomi yang lebih luas, tuntutan federalisasi, sampai ke
tuntutan kemerdekaan. Akibatnya, eksistensi negara bangsa Indonesia sebagai
negara kesatuan dalam ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan
(sebagaimana dinyatakan dalam konsep yang selama ini disebut “wawasan
nusantara”), kemudian dipertanyakan kesahihannya dalam menjamin terwujudnya
keadilan dan kemakmuran yang merata. Menyadari hal yang disebutkan diatas,
perlu dipertanyakan secara kritis pada dua perspektif, yaitu:

1. Perspektif Pertama: Dari Sudut Konsep “Wawasan Nusantara”

Apakah konsep “wawasan nusantara” sebagaimana diyakini, diajarkan,


bahkan diindoktrinasikan selama ini, sejak di sekolah menengah, perguruan
tinggi, sampai ke pejabat tinggi pemerintahan, memang masih merupakan konsep
yang relevan dengan kondisi nyata negara bangsa Indonesia saat ini, dan
tantangannya di masa depan?

Apakah sesungguhnya hakekat dari “Persatuan Indonesia” yang tercantum


dalam Pancasila, memang berpadanan dan sehakekat dengan konsep “wawasan
nusantara”?

18
2. Perspektif Kedua: Dari Sudut “Semangat Kedaerahan”

`Apakah semangat kedaerahan yang timbul sekarang ini, adalah kondisi


nyata bangsa Indonesia dan masih merupakan tuntutan yang rasional, ataukah
hanya merupakah ungkapan emosional sebagai akibat akumulasi kekecewaan
perilaku politik penguasa Orde Baru selama ini yang dianggap tidak menghargai

aspirasi daerah? Apakah semangat kedaerahan memang berlawanan atau


berbanding terbalik dengan semangat kebangsaan dalam negara bangsa dan
negara kesatuan Republik Indonesia?

Apakah memang konsep federalisasi yang kini banyak digaungkan adalah


merupakan jawaban bagi permasalahan keadilan yang selama ini terjadi? Atau,
apakah konsep negara kesatuan, memang tidak relevan lagi?

Pertanyaan-pertanyaan diatas memang selayaknya diajukan untuk merenungkan


kembali dan menggali makna hakiki dari kehudupan berbangsa dan bernegara
Republik Indonesia. Dengan memandang berbagai persoalan negara bangsa
Indonesia secara obyektif dan jernih, maka upaya menjawab pertanyaan
pertanyaan diatas, niscaya akan memberikan pemahaman masalah yang
komprehensif dan general (tidak parsial), sehingga hasilnya diharapkan dapat
memberikan solusi yang tepat, proporsional dan rasional. Untuk itulah, maka
makalah ini disusun.

1. Krisis Multidimensional Indonesia

Krisis nilai tukar yang dialami Indonesia pada medio Juni 1998, telah membawa
akibat yang sungguh-sungguh diluar perkiraan siapapun, bahkan tak pula prediksi
para ahli. Krisis tersebut, pada kisah lanjutannya berkembang dan meluas
mencapai krisis multidimensional; ekonomi, politik, sosial, budaya dan kemudian:
identitas bangsa.

Adalah kemudian krisis ekonomi yang ditandai kesulitan memperoleh


bahan pokok dan kesempatan kerja (sebagai akibat banyaknya perusahaan yang
harus gulung tikar karena krisis hutang akibat depresiasi rupiah yang amat tajam
dan mendadak), yang kemudian menjadi pemicu timbulnya gerakan mahasiswa
19
yang muncul bagaikan bola salju. Gerakan mahasiswa itu, kemudian mampu
untuk menciptakan kesadaran kolektif komponen bangsa yang lain, untuk
menyadari

bahwa upaya mengatasi krisis ekonomi, haruslah diawali dengan reformasi di


bidang politik. Reformasi politik, yang semula diarahkan pada pembersihan
pemerintahan dari korupsi, kolusi dan nepotisme (yang kemudian diakronimkan
menjadi “KKN”), ternyata tidak mendapat sambutan yang positif dari
pemerintahan Soeharto yang ketika itu berkuasa. Akibatnya, kekecewaan akibat
ketidak-responsif-an pemerintah, malah membawa tuntutan yang sifatnya lebih
mendesak; yakni perlunya pergantian pucuk pimpinan pemerintahan dari Presiden
Soeharto. Gerakan mahasiswa, yang menggulirkan tuntutan pergantian pimpinan
nasional itu, akhirnya mampu untuk memaksa Soeharto untuk mengundurkan diri,
pada tanggal 21 Mei 1998. Ketika itu, ratusan ribu mahasiswa menduduki Gedung

MPR/DPR untuk menyatakan tuntutannya. Rupanya, pergantian pimpinan


nasional tersebut, melahirkan suasana politik yang hiruk pikuk. Tiba-tiba, semua
orang ingin bicara dan didengar suaranya. Termasuk dari mereka yang selama ini
dikenal sebagai pendukung setia rejim masa lalu. Akibatnya banyak “bunglon
politik” yang ikut bermain dalam kancah politik Indonesia. Bermacam isu pula
menjadi sasaran untuk dihembuskan pada masyarakat. Diantara sekian banyak isu
itu adalah tuntutan desentralisasi kekuasaan dan pembagian keuangan yang lebih
adil antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan berbagai cara tuntutan itu
dimunculkan. Dalam kasus terakhir di Aceh, bahkan sampai menggelar “SU
MPR” (Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum) Aceh, sebagai media
pengungkapan tuntutan masyarakat Aceh.

Khusus untuk hal itu, beragam ide yang ditawarkan sebagai solusi pun muncul;
dari sekadar menuntut pembagian keuangan yang lebih adil, tuntutan otonomi
yang lebih luas, tuntutan federalisasi, sampai ke tuntutan kemerdekaan.

2. Permasalahan Pusat dan Daerah

Pada dasarnya, permasalahan pusat dan daerah tersebut berdasar pada 3 pokok
masalah:
20
a. Permasalahan kekuasaan yang sentralistis.

Pemerintahan Orde Baru dianggap sangat sentralistis dalam menjalankan


kekuasaan. Banyak hal yang ditentukan oleh pemerintah pusat, sehingga
pemerintah daerah dipandang seakan-akan hanya sebagai “perpanjangan tangan”
pemerintah pusat. Akibatnya, aspirasi daerah ditutup dengan mengedepankan
justifikasi “stabilitas dan kepentingan nasional”. Hal ini menimbulkan perasaan
dehumanisasi pada masyarakat di daerah.

b. Permasalahan pembagian keuangan.

Dalam menjalankan kebijakan ekonomi,pemerintah pusat selama Orde


Baru juga sangat sentralistis. Sebagian besarhasil-hasil yang didapat daerah, harus
diserahkan kepada pemerintah pusat.Dalam kasus Aceh misalnya, pada tahun
anggaran 1998/999, 91,59% hasil-hasil daerah diserahkan kepada pusat. Dengan
demikian berarti daerah (Aceh) hanya mendapat “tetesan” 8,41% dari hasil
buminya sendiri. Fenomena itu, bukan hanya terjadi di Aceh, tetapi juga di
tempat-tempat lain Indonesia. Praktik pemerintahan seperti itu, menimbulkan
perasaan bahwa daerah seakan hanyalah “sapi perahan” dari pemerintah pusat.
Meskipun kenyataannya pemerintah pusat memberikan “subsidi daerah otonom”
(SDO) pada setiap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi
paradigma yang berlaku bahwa SDO tersebut adalah “kebaikan hati” pemerintah
pusat kepada daerah. Padahal, dana untuk SDO tersebut, sebagian didapatkan dari
daerah juga.

c. Permasalahan budaya. Pemerintah Orde Baru mengedepankan wawasan


“budaya nasional”.

Meskipun dipropagandakan bahwa budaya daerah adalah kekayaan budaya


nasional, namun dalam praktiknya sering terjadi marjinalisasi terhadap budaya
daerah. Padahal, kendati sebagai negara kesatuan, Indonesia terdiri dari ribuan
budaya dari bermacam suku-suku bangsa. Bahkan, dari satu suku bangsa, terdapat
sub-sub kultur yang berbeda. Perbedaan budaya tersebut membawa konsekuensi
pada perbedaan atau keragamam paradigma dalam menjalankan kekuasaan dan
implementasi kebijakan. Kondisi itu, seakan diabaikan dan dianggap tidak begitu
21
penting. Bahkan dalam banyak kasus,terjadi penyeragaman praktik budaya. Hal
itu, menimbulkan resistensi yang mendasar, karena budaya sesungguhnya tetap
hidup dalam bawah sadar manusia, tidak dapat dihilangkan dengan upaya
penyeragaman.

3. Tuntutan Daerah.

Permasalahan Pusat dan Daerah seperti diuraikan diatas, terjadi


selamapuluhan tahun. Pada kurun waktu tersebut, perasaan kecewa atas
permasalahan itu, dapat ditekan dan ditutup-tutupi dengan perilaku represif dari
penguasa waktu itu. Bahkan, pada daerah-daerah dengan tingkat resistensi yang
tinggi, pemerintah pusat harus pula melakukan operasi-operasi militer yang
mengakibatkan banyak tindakan-tindakan kekerasan yang dianggap melanggar
hak asasi manusia (HAM). Sehingga, permasalahan pusat dan daerah seperti
disebutkan diatas, semakin bertambah rumit dan membawa luka-luka yang cukup
mendalam pada daerah. Akibatnya, ketika terjadi pucuk pimpinan kekuasaan,
luka-luka dan kekecewaan yang dipendam dan ditutup-tutupi selama puluhan
tahun itupun meluap. Bahkan, kemudian meledak dan melahirkan konflik-konflik
horizontal (seperti yang terjadi di Maluku) dan vertikal (seperti terjadi di Aceh,
Riau dan Irian Jaya). Tuntutan daerah itu muncul secara bersamaan karena
dianggap bahwa setelah puluhan tahun mengalami represi, maka kinilah saatnya
harus bersuara. Sejarah hitam pergumulan pusat dan daerah itu, telah terjadi pada
kasus Timor-Timur, propinsi ke-27 Republik Indonesia, yang harus berpisah
karena kalahnya tawaran otonomi pemerintah pusat dalam jajak pendapat. Hal itu,
adalah satu contoh kasus yang nyata, bagaimana perilaku sentralistis dan upaya-
upaya represif yang menyertainya, ternyata dalam jangka Panjang tidak
membuahkan hasil apa-apa, dan bahkan menambah rumit persoalan yang
sebenarnya sederhana. Akibatnya, solusi permasalahannya pun semakin
kompleks.

Pemahaman “Wawasan Nusantara”: Konsep, Permasalahan dan


Kontradiksi Praktik.

1. Konsepsi “Wawasan Nusantara”

22
“Wawasan Nusantara” adalah sebuah konsep yang diperkenalkan
olehpemerintahan Orde Baru sebagai identifikasi bangsa Indonesia. Dalam buku

“Kewiraan untuk Mahasiswa” disebutkan bahwa wawasan nusantara adalah “cara


pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide
nasionalnya, yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang
merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat,
serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaannya dalam menjapai tujuan
perjuangan nasional”.

Wawasan nusantara, juga merupakan wujud dari kesatuan bangsa


Indonesia dalam hal ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan.

Sifat dan ciri-ciri wawasan nusantara disebutkan sebagai “manunggal” dan “utuh
menyeluruh” di bidang wilayah, bangsa, ideologi, politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, pertahanan dan keamanan, psikologi, dan berkeseimbangan. Bahkan,
dalam pemahaman selanjutnya, ditanamkan pula bahwa “ajaran wawasan
nusantara” adalah wujud dan isi kepribadian bangsa, yang hendak mewujudkan
diri dan lingkungan alam Indonesia yang sarwa nusantara menurut cara-cara
Indonesia di dalam ruang lingkup hidup yang sarwa nusantara. Jadi, wawasan
nusantara adalah “ajaran” dan merupakan “wujud” dan “isi kepribadian bangsa”
Dengan pemahaman singkat itu, dapat dilihat bahwa “wawasan nusantara”
sebagai suatu konsep, sangat menekankan kesatuan. Meskipun dalam banyak hal,
disebutkan pula bahwa ciri-ciri khas daerah diperhatikan, namun esensinya tetap
ditujukan dan dibingkaikan dalam “kesatuan” wawasan nusantara.

2. Wawasan Nusantara: Permasalahan dan Kontradiksi Praktik

Sebagaimana diuraikan diatas, konsepsi wawasan nusantara sangat kental

dengan perspektif kesatuan. Permasalahannya adalah bahwa wawasan nusantara

mengandung konsepsi yang lebih banyak mengedepankan ide kesatuan (ke-ika-


an)

23
daripada ide kepelbagian (ke-bhineka-an). Hal itu tampak misalnya dalam butir
kesatuan sosial budaya, “Bahwa Budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu;
sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan Budaya
Bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan Budaya Bangsa
Seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa”. Padahal, fakta
aktual dan historis, bahwa di daerah nusantara terdapat banyak sekali ragam
budaya yang memang nyata-nyata berbeda. Apa yang disebut sebagai “Budaya
Indonesia” pada kenyataannya tidak ada dan tidak memiliki bentuk yang pasti.
Dalam hal ini, konsep yang seharusnya diakui adalah kepelbagaian daripada
konsep kesamaan. Sehingga, akan lebih cocok bila seandainya disebutkan;
“Indonesia memiliki corak budaya yang begitu beraneka dan masing-masing
memiliki identitas dan ciri khas yang diakui serta diberikan ruang lingkup untuk
berkembang dan saling memperkaya dalam membangun budaya Indonesia”.
Dengan demikian, pengakuan atas kepelbagaian diberikan penekanan dalam
bingkai kesatuan budaya Indonesia.

Dalam praktiknya, kontradiksi itu lebih memprihatinkan. Misalnya dalam


bidang ekonomi, wawasan nusantara menyebutkan, “Tingkat perkembangan
ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-
ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam pengembangan kehidupan

ekonominya”. Namun praktiknya seperti disebutkan diatas, ternyata memiliki


ketimpangan pembagian keuangan pusat dan daerah.

Permasalahan dan kontradiksi seperti disebutkan diatas, tentunya dapat


ditilik lebih banyak lagi. Namun, contoh kasus pada bidang sosial-budaya dan
ekonomi, kiranya dapat memberikan gambaran bahwa memang permasalahan
dankontradiksi itu ada.

3. Relevansi Konsepsi Wawasan Nusantara Terhadap Permasalahan


Negara Bangsa Indonesia Saat Ini.

Seperti disebutkan diatas, konsepsi wawasan nusantara memang


mengandung permasalahan dan kontradiksi antara ke-ika-an dan ke-bhineka-an.
Apalagi, di tengah tuntutan daerah untuk lebih berperan (bahkan, untuk
24
“merdeka”), maka wawasan nusantara memang seharusnya layak untuk
direnungkan dan dikaji ulang dengan mengedepankan pengakuan ke-bhineka-an
sebagai hakekat dan kondisi nyata (baik pada masa sekarang, maupun masa
lampau, juga di masa datang) bangsa Indonesia. Tidaklah tepat dan bijaksana bila
memandang bahwa wawasan nusantara adalah konsep yang senantiasa relevan
dan tidak bisa diganggu gugat. Sebab, Undang-Undang Dasar (UUD 1945),
sebagai landasannya pun telah mengalami perubahan (dimandemen) dalam Sidang
Umum MPR 1999.

Berkaitan dengan permasalahan di atas, pada diskusi publik kini muncul beberapa
alternatif pemecahan, antara lain: perimbangan keuangan pusat dan daerah,
otonomi daerah yang seluas-luasnya, federalisasi Indonesia dan bahkan tuntutan
merdeka. Terhadap alternatif-alternatif tersebut, haruslah diberikan komentar yang
kritis yang sama bobot kekritisannya dengan komentar terhadap konsepsi
wawasan nusantara.

1. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Alternatif ini ditawarkan sebagai jawaban atas ketimpangan anggaran pusatan


daerah. Pada periode kepemimpinan Soeharto, anggaran di daerah dibuat sangat
tergantung terhadap pemerintah pusat. Hampir 80% anggaran daerah harus
menunggu didatangkan dari pusat, padahal di sisi lain hasil-hasil daerah, 90%
diserahkan pada pemerintahan pusat.

Karena itu diberikan solusi bahwa pembagian keuangan pusat dan daerah
ditata dengan lebih adil, dengan keluarnya Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Pada UU tersebut
pembagian keuangan yang semula ditekankan pada pemerintah pusat diubah
menjadi; (1) Hasil Pajak Bumi dan Bangunan, 10% untuk pemerintah pusat dan
90% untuk daerah, (2) Hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunanl 20%
untuk pusat, 80% untuk daerah, (3) Hasil kehutanan, pertambangan umum dan
perikanan; 20% untuk pusat dan 80% untuk daerah; (4) Hasil minyak bumi, 85%
untuk pusat 15% untuk daerah dan gas alam; 70% untuk pusat dan 30% untuk
25
daerah. Bahkan, porsi daerah ditambah lagi dengan adanya “Dana Alokasi
Umum” yang dialokasikan untuk daerah-daerah dengan perimbangan tertentu,
yang jumlah totalnya adalah 25% dari penerimaan dalam negeri APBN,
sebagaiperimbangan (balancing).Namun, upaya itu saja tidak cukup. Sebab,
permasalahan negara bangsa Indonesia bukan hanya pada persoalan ekonomi.
Seperti disebutkan diatas, permasalahannya mencakup tiga pokok; kekuasaan,
ekonomi dan budaya. Jadi, diperlukan pemecahan masalah yang lebih
komprehensif.

2. Otonomi Vs. Federalisme

Saat ini terjadi polemik yang cukup ramai dalam tataran publik. Apakah
untukmengatasi permasalahan daerah, memang perlu mengubah bentuk negara
menjadi negara federal ataukah dapat diatasi dengan memberikan otonomi daerah
yang seluas-luasnya dalam bingkai negara kesatuan? Terhadap masalah ini,
haruslah dicermati bahwa bentuk negara adalah permasalahan mendasar dan
sifatnya jangka panjang, sehingga tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa.
Bentuk negara mencakup pertimbangan sejarah, kesepakatan bersama dan tujuan
didirikannya negara.

Dalam banyak kasus, negara federal ternyata bisa berperilaku lebih


sentralistis daripada negara kesatuan. Misalnya saja Uni Sovyet yang merupakan
negara federal tetapi sangat sentralistik, sehingga akhirnya bubar. Sebaliknya
Belanda dan Perancis adalah negara kesatuan yang tidak sentralistis. Hendaknya
diingat bahwa penguatan peran daerah tidak harus dengan perubahan bentuk
negara.

3. Tuntutan Merdeka dan Kemerdekaan Yang Dicita-citakan

Umumnya, tuntutan merdeka sebagai letupan akumulasi kekecewaan terhadap


perilaku pemerintah pusat selama rejim Orde Baru. Tuntutan itu diantaranya
terjadi di Aceh, Irian Jaya dan Riau. Tetapi patut dicatat bahwa tuntutan
26
merdeka secara kewilayahan tidak serta merta menjamin kemerdekaan yang
sesungguhnya bagi masyarakat di daerah tersebut. Karena itu, kajian yang realistis
dan jernih hendaknya senantiasa dikedepankan, agar diperoleh pemecahan
masalah yang obyektif.

Permasalahan daerah memang permasalahan yang multidimensional.


Karena itu,pemecahan masalah yang harus ditempuh haruslah komprehensif dan
mencakup cetak biru pembangunan institusi (institutional development). Paling
tidak dibutuhkan semacam assessment menyeluruh terlebih dulu atas
penyelenggaraan negara serta kerangka umum pembangunan kelembagaan. Tanpa
hal itu, pemecahan yang ditempuh tidak akan menghasilkan landasan yagn kokoh
untuk menopang keberadaan Indonesia sebagai negara bangsa.

Negara bangsa Indonesia dihadapkan pada dua pilihan; pertama, tetap


bertahan dan eksis sebagai negara bangsa, atau kedua, harus bubar dan tinggal
kenangan. Pilihan itu akan sangat bergantung pada cara pandang terhadap
permasalahan yang kini timbul di daerah. Jika cara pandang sentralistis tetap
dipertahankan, niscaya hanya akan menghasilkan tindakan represi dan
menimbulkan luka-luka baru. Karena itu, perspektif kebinekaan sudah saatnya
dikedepankan, justru untuk mempertahankan kesatuan Republik Indonesia.

Karena itu, konsepsi wawasan nusantara sebagai ide yang dikedepankan


sebagai kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, juga patut dikaji ulang; manakah yang relevan dengan tantangan dan
kondisi nyata bangsa Indonesia dan mana yang tidak relevan lagi. Apalagi,
kemauan politik (political will) yang kuat dari pemerintahan baru yang dipimpin
duet Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri,
untuk mengimplementasikan peran daerah yang lebih besar telah dinyatakan
dengan tegas.

Sesuai dengan kenyataan, bahwa permasalahan di daerah tidak dapat


disimplifikasi dengan memfokuskan permasalahan pada bidang ekonomi.
Pemakaian terminologi lama, seperti “separatisme” dan “gerakan pengacau
keamanan (GPK)”, sudah selayaknya ditinggalkan. Permasalahan di daerah

27
merupakan permasalahan yang nyata dan sebagai konsekuensi logis dari perilaku
sentralistis kekuasaan pemerintahan lama. Sebaliknya di sisi daerah, juga haruslah
berpikir logis, realistis dan jernih. Akumulasi kekecewaan memang wajar, namun
tuntutan yang sifatnya emosional patutlah direnungkan ulang. Di sisi pemerinta
pusat pelaksanaan otonomi daerah haruslah disegerakan.

Hendaknya diingat bahwa hakekat otonomi adalah mengembangkan


manusia-manusia Indonesia yang otonom, memberikan keleluasaan bagi
berkembangnya potensi-potensi terbaik yang dimiliki individu secara optimal.
Individu-individu yang otonom menjadi modal dasar bagi perwujudan otonomi
daerah yang hakiki. Karena itu, pembangunan institusi menjadi penting sebagai
bagian dari solusi yang komprehensif. Krisis multi-dimensional Indonesia telah
menyadarkan kita bahwa memang ada kekurangan di masa lalu yang harus
dikoreksi dan diperbarui. Dan, pembaruan adalah sesuatu yang abadi; terjadi
sekarang, dan di setiap waktu, ia tak dapat dielakkan.

1.8. Arah Pandang Wawasan Nusatara

1. Arah Pandang Ke Dalam

Arah pandang ke dalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan


kesatuan segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek alamiah maupun sosial.
Arah pandang ke dalam mengandung arti bahwa bangasa indonesia harus peka
dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor-faktor
penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan harus mengupayakan tetap terbina
dan terpeliharanya persatua dan kesatuan dalam kebhinekaan.

2. Arah Pandang Ke Luar

Arah pandang ke luar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional


dalam duna serba berubah maupun kehidupan dalam negeri serta dalam
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
28
dan keadilan sosial, serta kerja sama dan sikap saling menghormati. Arah pandang
ke luar mengandung arti bahwa kehidupan internasionalnya, bangsa Idonesia
harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek
kehidupan demi tercapainya tujuan nasional sesuai tertera pada Pembukaan
UUD1945.

29
30

Anda mungkin juga menyukai