ROTI TAWAR Fix
ROTI TAWAR Fix
ROTI TAWAR Fix
“ROTI TAWAR”
KELOMPOK 4
Komposisi Jumlah
Protein (g) 8.0
Karbohidrat (g) 50.0
Lemak (g) 1.5
Air (g) 39.0
Vitamin dan mmineral 1.5
Sumber : Mantred Lange dan Bogasari Baking Center. (2006)
1. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil penepungan dari biji gandum sehingga sering
disebut tepung gandum, yang berasal dari proses penggilingan biji gandum (Jones
dan Amos, 1967). Menurut Charley (1970), terdapat 3 jenis gandum yang ditanam.
Dua diantaranya Triticum aesativum dan Triticum compactum digunakan untuk
membuat tepung, sedang yang ketiga yaitu gandum jenis durum digunakan untuk
membuat produk-produk macaroni.
Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan
untuk roti adalah tepung gandum, jagung, dan haver mouth. Pada tepung terigu
terkandung glutein didalamnya. Glutein inilah yang dapat membuat roti
mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk
menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali (Sufi,
1999).
Widyaningsih dan Murtini (2006) menyatakan bahwa tepung terigu yang
digunakan sebaiknya yang mengandung glutein 8 –12%.
Glutein adalah protein yang terdapat pada terigu. Glutein bersifat elastis
sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur roti yang dihasilkan.
Komposisi lemak dalam 100 gram tepung terigu adalah sebesar 1,3 gram
(Departemen Kesehatan RI, 1996).
a. Hard Flour, mempunyai kandungan protein 12-13%. Bersifat menyerap air dengan
baik untuk membentuk adonan dengan konsistensi yang tepat, memiliki
kekentalan, dan elastisitas yang baik. Adonan yang terbuat dari hard flour
memiliki viskositas yang tinggi dan cocok digunakan dalam pembuatan mie dan
roti yang berkualitas tinggi.
b. Medium Hard Flour, mengandung protein 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan
untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue serta biskuit.
c. Soft Flour, mengandung protein yang berkisar antara 7-8,5%. Tepung ini memiliki
daya serap air yang rendah sehingga sulit diaduk dan diragikan. Jenis tepung ini
tidak cocok dalam pembuatan roti tetapi lebih cocok untuk pembuatan cake,
pastel, biskuit dan kue kering.
2. Gula
Menurut Anonim (1983), gula merupakan salah satu bahan utama dalam
pembuatan roti karena dapat memenuhi beberapa fungsi antara lain: makanan yeast,
penambah gizi, gula dapat sebagai pengatur fermentasi adonan roti, memperpanjang
umur simpan. Pemakaian gula dalam roti yaitu untuk membuat remah roti lebih lunak
dan lebih basah.
Jenis gula yang biasa digunakan adalah gula tebu atau sukrosa yang
digunakan sebagai pemanis. Ragi memerlukan gula dalam proses fermentasi. Gula
yang tersisa selama proses fermentasi disebut sisa gula. Sisa gula dan garam akan
mempengaruhi pembentukan warna coklat pada kulit roti dan pembentukan rasa.
Pada umumnya gula dipakai untuk memberikan rasa manis pada produk, namun
mempengaruhi tekstur dan kenampakan (Sulistyo, 1999).
3. Mentega
Mentega dan lemak padat atau mentega putih (Shortening) adalah lemak yang
digunakan dalam adonan roti tawar, juga untuk pembuatan cake dan kue yang
dipanggang. Fungsinya adalah untuk memperbaiki citarasa, tekstur, keempukan, dan
memperbesar volume roti atau kue (Winarno, 1997). Shortening adalah campuran
lemak dengan pengemulsi agar bersifat plastis. Mentega putih adalah lemak, yang
umumnya berwarna putih dan mempunyai titik cair, sifat plastis dan kestabilan
tertentu. Menurut Winarno (1989), Shortening adalah lemak padat yang mempunyai
sifat plastis dan kestabilan tertentu, umumnya berwarna putih sehingga sering disebut
dengan nama mentega putih. Shortening diperoleh dari pencampuran dua atau lebih
lemak, atau dengan cara hidrogenasi. Shortening memiliki kadar lemak mencapai
99%. Lemak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan hewan (Buckle, 1987).
4. Garam
Penggunaan garam bertujuan untuk menambah rasa gurih pada roti tawar.
Garam juga dapat membantu mengatur kegiatan ragi dalam adonan yang sedang
diragi dan dengan demikian mengatur bentuk dan pertumbuhan bakteri yang tidak
diinginkan dalam adonan yang diragi. Jumlah garam yang akan digunakan tergantung
jenis tepung yang akan dipakai (Anonim, 1983). Lebih lanjut Yayath (2009)
menjelaskan bahwa garam juga memiliki astringent effect, yakni memperkecil pori-
pori roti. Pemakaian garam dalam keadaan normal berkisar 1,5-2%. Pemakaian
garam lebih rendah dari 1,5% akan memberi rasa hambar, sedangkan pemakaian
lebih dari 2% akan menghambat laju fermentasi.
5. Yeast
c. Berperan dalam menciptakan cita rasa dalam roti tawar (Sulistyo, 1992).
6. Susu
Susu adalah suatu emulsi dari bagian-bagian lemak yang sangat kecil dalam
larutan protein cair, gula dan mineral-mineral. Emulsi dapat diartikan sebagai suatu
larutan yang stabil dari lemak, air, dan bahan-bahan lainnya yang tidak akan berpisah
dari himpunannya setelah didiamkan: susunan susu
agak berbeda dan tergantung dari beberapa faktor-faktor susu terdiri dari 80%
kasein dan 20% albumin (Anonim, 1983). Selain itu penggunaan susu juga berfungsi
untuk memperkuat gluten, memperbaiki serat roti, menambah daya serap air dan juga
memberikan rasa dan aroma pada roti. (Sultan, 1987).
7. Air
Air adalah bahan yang terpenting dalam proses pembuatan roti, air juga
merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air mempengaruhi
penampilan tekstur, cita rasa makanan (Winarno, 1991). Fingsi air dalam pembuatan
roti adalah mengikat protein membentuk gluten dan mengikat pati akan membentuk
gelatin dengan adanya panas. Air juga berfungsi sebagai pelarut dari bahan-bahan
lainnya seperti garam, gula, susu serta berfungsi sebagai pengontrol waktu
fermentasi.
8. Bread Improver
Bread Improver diaplikasikan saat awal proses mixing dengan komposisi
0,5% – 1% dari berat terigu. Dengan mematuhi komposisi berat yang disarankan
maka bread improver dapat bekerja dengan maksimal tanpa mengganggu fungsi kerja
ingredient yang lain. Jika kurang dari komposisi yang disarankan maka besar
kemungkinan roti akan bantat, dan jika melebihi batas atas pemakaian dikhawatirkan
rantai gluten akan rusak dan menyebabkan rapuhnya struktur adonan. Kriteria bread
improver yang baik adalah yang dapat menghasilkan roti dengan volume yang besar,
remah/crumb roti yang lembut, dan mampu mempertahankan freshness dan softness
roti yang lebih lama. Kualitas tepung terigu, metode pengolahan dan peralatan yang
digunakan selama proses produksi juga mempengaruhi maksimalnya fungsi dari
bread improver. Kualitas tepung terigu juga mempengaruhi hasil kerja berad
improver. Cara penyimpanan kemasan bread improver yang sudah dibukapun harus
diperhatikan, yaitu dengan menyimpannya dalam kemasan yang tertutup rapat dalam
suhu udara yang sejuk yaitu pada suhu 20° – 25°C.
4. Peragian
Tahap peragian sangat penting untuk pembentukan rasa dan volume. Pada
saat fermentasi berlangsung, selain suhu pembuatan roti sangat dipengaruhi oleh
kelembaban udara. Suhu ruangan 35 0C dan kelembaban udara 75% merupakan
kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu
ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya,
semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasinya (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004). Enzim ß-amilase secara normal terdapat dalam terigu
membantu pemecahan pati menjadi maltosa, senyawa yang akan digunakan oleh
ragi untuk membentuk gas karbon dioksida dan etanol (Winarno, 1995).
5. Pengukuran atau penimbangan adonan (Deviding)
Roti agar sesuai dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentukyang
digunakan adonan perlu ditimbang, Sebelum ditimbang, adonandipotong-potong
dalam beberapa bagian. Proses penimbangan harusdilakukan dengan cepat karena
proses fermentasi tetap berjalan (Anomim3, 2007).
6. Pembulatan adonan (Rounding)
Tujuan membuat bulatan-bulatan adonan adalah untukmendapatkan
permukaan yang halus dan membentuk kembali strukturgluten.Setelah istirahat
singkat lagi, adonan dapat dibentuk menjadipanjang seperti yang dikehendaki.
Jika adonan terlalu ditekan maka kulitakan menjadi tidak seragam dan pecah
(Anomim 3, 2007).
7. Pengembangan singkat (Intermediate Proof)
8. Pengadonan
Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah
diistirahatkan kemudian digiling menggunakan roll pin, kemudian digiling atau
dibentuk sesuai dengan jenis roti yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas
yang ada di dalam adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang dinginkan
sehingga mudah untuk digulung atau dibentuk. Pengadonan yang berlebihan akan
merusak susunan glutein, adonan akan panas dan peragiannya akan lambat.
Adonan tersebut akan menghasilkan roti yang pertambahan volumenya sangat
buruk dan juga rotinya akan mempunyai remah pada bagian dalam. Pengadonan
yang kurang akan menyebabkan adonan menjadi kurang elastis (Mudjajanto dan
Yulianti, 2004).
9. Pencetakan
Agar roti sesuai dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang
diinginkan, adonan perlu ditimbang, adonan dibagi dalam beberapa bagian.
Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses fermentasi tetap
berjalan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
10. Pemanggangan
Roti dipanggang atau dibakar dalam oven pada suhu kira-kira 200 –230
0C. Setelah fermentasi cukup, adonan dimasukkan ke dalam oven dan dibakar
sampai kulit atas dari roti biasanya berwarna coklat, bahkan ada yang sedikit
gosong. Mikroglobule menggelembung karena gas CO2mengembang oleh suhu
oven yang tertinggi dan dinding glutein mempertahankan volume globula
tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons yang lunak dan empuk merata
(Sediaoetama, 1993). Proses pemanggangan roti merupakan langkah terakhir dan
sangat penting dalam memproduksi roti. Melalui suatu penghantar panas, suatu
massa adonan akan diubah menjadi produk yang mudah dicerna. Aktivitas
biologis yang terjadi dalam adonan dihentikan oleh pemanggangan disertai
dengan hancurnya mikrobia dan enzim yang ada (Desrosier, 1988).
BAB III
METODE
Baskom : 1 buah
Timbangan : 1 buah
Serbet : 2 lembar
Sendok : 1 buah
Cetakan/loyang : 2buah
Gelas ukur : 1 buah
Oven: 1 buah
3.1.2 Bahan
Campur tepung terigu, gula pasir halus, garam (disaring dengan ayakan)
Masukan margarine,kuning telur, uleni sambil masukan air sedikit demi sedikit
Taruh diatas loyang yang sudah diolesi margarine (tutup dengan kain lembab)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
2. Organoleptik
Warna = Kuning emas
Rasa = Gurih
Tekstur = Lembut
Aroma = Khas Roti
4.2 Pembahasan
Roti yang baik adalah roti yang memiliki struktur sel roti yang lembut,
teksturnya lembut, kulit halus, warna kuning keemasan, yang menghasilkan mutu roti
yang baik sedangkan roti yang tidak baik memiliki struktur sel roti kasar, teksturnya
keras, kulit tebal, warna pucat, yang kesemuanya menurunkan mutu roti (Desrosier,
N.W. 2007).
Hasil roti yang kami buat adalah roti yang baik karena :
1. Warna yang dihasilkan adalah kuning emas, warna ini merupakan hasil warna
yang baik karena pengolesan mentega pada permukaan roti dan pada saat
pemanggangan terjadi perubahan warna kulit roti menjadi kuning keemasan.
Peningkatan konsentrasi senyawa gula sederhana akan mempengaruhi intensitas
warna kulit roti. Pengerasan dapat pula terjadi karena adanya ikatan silang antara
pati dan protein.
2. Rasa yang dihasilkan adalah gurih karena penambahan garam, garam dalam
pembuatan roti berfungsi sebagai pembuat rasa gurih, membangkitkan rasa dan
aroma, meningkatkan ekstensibilitas adonan, mengontrol aktifitas ragi dalam
proses fermentasi, jika tidak ada garam fermentasi akan berjalan lebih cepat dan
gula akan habis dimakan oleh ragi, akibatnya warna kulit roti akan menjadi pucat
dan berkerut karena tidak ada gula. Selain itu, garam juga berfungsi sebagai
pengawet karena garam memiliki astringent effect, yakni memperkecil pori-pori
roti.
3. Aroma, pemakaian ragi dalam adonan sangat berguna untuk mengembangkan
adonan karena terjadi proses peragian terhadap gula, memberi aroma (alkohol)
(Dwijoseputro, 1990).
4. Tekstur pada roti lembut dan empuk hal ini terjadi karena penambahan butter
atau lemak berfungsi sebagai pelumas adonan, disamping itu, dapat menjadi
pengempuk, membangkitkan rasa lezat, membantu menahan gas karena gluten
lebih mengikat udara dan membuat volume roti menjadi lebih baik serta
membantu/mempermudah sifat pemotongan (slicing) dan juga penambahan bread
improver, tekstur roti lebih empuk dan lembut, serat lebih halus, volume yang
besar serta roti lebih tahan lama.
5. Pada proses fermentasi awal adonan yang kami buat tidak mengembang, dan
terjadi pori-pori didalam adonan tersebut, namun pori-porinya kurang seragam,
pori-pori yang kurang seragam disebabkan karena waktu pengembangan terlalu
minimal sehingga sel khamir belum berkembang total. Namun setelah fermentasi
yang kedua terjadi perkembangan roti yang signifikan, hal ini karena adanya
aktifitas peragian dimana gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi akan
terperangkap di dalam lapisan gluten yang impermiabel, dan sel kamir telah
berkembang total.
Daya kembang roti dapat diukur dengan mengukur volume adonan roti dan
membandingkan volume sebelumnya dengan volume roti yang telah di oven.
Berdasarkan besar kecilnya air yang diserap dalam granula pati, akan menentukan
daya kembang pada saat pemasakan. Semakin tinggi air terikat, semakin besar pula
daya kembangnya. Hasil praktikum kami menunjukan daya kembang roti yang baik.
Pada roti jua terdapat pori-pori hal ini karena adanya ragi yang ditambahkan ke
dalam campuran adonan roti untuk menghasilkan gas yang akan mengembangkan
adonan, agar bentuk roti menjadi mengembang dan berpori, dan dapat menghasilkan
falvor dalam waktu yang bersamaan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Anonim 3,
2006) Bahwa Produk roti mempunyai struktur berongga-ronga dan dikembangkan
dengan ragi roti dan produk akhirnya bersifat plastis, elastis karena kadar air tinggi.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
http://resepmakansedap.com/cara-membuat-roti-tawar-empuk-dan-lembut/
http://digilib.unila.ac.id/1307/7/BAB%20II.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/1279/2/1BL00689.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/2695/3/2BL00941.pdf
Pereira, Isaac. 2013. PROPORSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DAN TERIGU
DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR SERTA ANALISA FINANSIALNYA.
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI. MALANG.
http://tauw.blogspot.co.id/2013/06/proporsi-tepung-jagung-zea-mays-l-
dan.html Diakses pada 21 Maret 2016.
Nurhastari, Elfinta. Eka Maria Sirait. Pista Suci Asmarani. 2011. PENGARUH
KONSENTRASI RAGI PADA MUTU ROTI ISI. JURUSAN TEKNOLOGI
PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTNIAN UNIVERSITAS SAHID
JAKARTA. http://ichaicchi.blogspot.co.id/2011/06/pengaruh-konsentrasi-ragi-
pada-mutu_7773.html Diakses pada 25 Maret 2016