F15 Mwi
F15 Mwi
F15 Mwi
MULIA WITA
Mulia Wita
NIM F34100096
ABSTRAK
MULIA WITA. Perbaikan Proses Pemurnian Gliserol Hasil Samping Industri
Biodiesel Menggunakan Distilasi Vakum. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI
dan PUDJI PERMADI.
Gliserol dari hasil samping industri biodiesel minyak sawit setiap tahun
jumlahnya kian meningkat. Gliserol tersebut umumnya hanya memiliki kadar
gliserol 40-50% karena masih banyak mengandung pengotor berupa sisa metanol,
sisa katalis, asam lemak, air, maupun bahan pengotor lainnya sehingga perlu
ditingkatkan kemurniannya agar dapat digunakan di berbagai industri dan
meningkatkan nilai jualnya. Salah satu cara yang digunakan untuk
memurnikannya adalah dengan penambahan asam fosfat yang dapat
meningkatkan kadar gliserol dari 47% menjadi 83%. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan kondisi proses pemurnian gliserol (±80%) menggunakan
metode distilasi vakum untuk menghasilkan gliserol dengan kadar lebih tinggi
(±90%). Kondisi terbaik proses pemurnian gliserol melalui metode distilasi
vakum adalah pada suhu 90-95°C dan tekanan 15 InHg (0,51 Bar) dengan
kecepatan pengadukan 300 rpm selama 2 jam. Kondisi tersebut menghasilkan
gliserol dengan kadar gliserol 94,19%, kadar air 0,01%, kadar abu 2,96%, kadar
MONG 2,84%, densitas 1,261 gr/cm3, specific gravity 1,264, viskositas 214 cP,
viskositas kinematis (40°C) 106 cSt, warna kuning kecoklatan, pH 6,2, bilangan
asam 3,88 mg KOH/g sampel, titik didih 110°C, titik nyala >140°C, titik tuang -
30°C, dan titik awan -21°C. Hasil ini menunjukkan bahwa suhu yang digunakan
pada proses distilasi vakum telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
karakteristik gliserol murni yang dihasilkan.
ABSTRACT
MULIA WITA. Improvement of Purification Process of Glycerol from By-
product of Palm Oil Biodiesel Industry Using Vacuum Distillation. Supervised by
ERLIZA HAMBALI and PUDJI PERMADI.
MULIA WITA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah
gliserol, dengan judul Perbaikan Proses Pemurnian Gliserol Hasil Samping
Industri Biodiesel Menggunakan Distilasi Vakum.
Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Erliza Hambali dan Prof. Dr. Pudji Permadi selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian
dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Endang Warsiki S.Tp M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
arahan dan saran dalam perbaikan skripsi.
3. Mas Ari Imam dan Mbak Mira Rivai selaku staf ahli SBRC – LPPM IPB yang
turut membantu penulis sejak awal hingga akhir penelitian.
4. Mas Otto, Mas Saiful, Mbak Ainun, Gita, Devita, dan seluruh staf teknisi
SBRC – LPPM IPB lain yang telah banyak membantu kelancaran jalannya
penelitian.
5. Seluruh keluarga dan kerabat yang selalu memberikan dukungan, kasih
sayang, do’a, dan semangat kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat tercinta Yudha, Rina, Bang Ardhi, Ai Fani, para Ladies
Dignity, dan POB Member. Hai gengs, terima kasih atas quality time,
motivasi, dan bantuan kalian hingga akhir penelitian.
7. Seluruh teman-teman IPB angkatan 47 yang bersama-sama melakukan
penelitian di SBRC – LPPM IPB yang telah membantu dan menyemangati
penulis hingga akhir penelitian.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Mulia Wita
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Alat dan Bahan 3
Metodologi 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Persiapan Sampel 6
Perbaikan Proses Pemurnian Gliserol ±80% menjadi Gliserol ±90% 10
Analisis Gliserol Hasil Proses Pemurnian 12
SIMPULAN DAN SARAN 31
Simpulan 31
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 32
RIWAYAT HIDUP 56
LAMPIRAN 34
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil analisis sifat fisiko-kimia gliserol kasar hasil samping industri 7
biodiesel yang digunakan dalam penelitian
2 Hasil analisis sifat fisiko-kimia gliserol ±80% yang dihasilkan dari 9
proses pemurnian pendahuluan
3 Nilai titik didih gliserol, air, dan metanol dengan berbagai variasi 11
tekanan
4 Neraca massa gliserol murni hasil perbaikan proses pemurnian 12
menggunakan distilasi vakum
5 Spesifikasi beberapa senyawa yang terdapat dalam gliserol 13
6 Hasil analisis sifat fisiko-kimia gliserol 13
7 Standar mutu kadar gliserol 14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram alir persiapan dan analisis sampel 4
2 Diagram alir pemurnian gliserol ±80% 5
3 Sampel gliserol kasar 45-50% yang digunakan dalam penelitian 6
4 Pembentukan tiga lapisan: asam lemak, gliserol, dan garam 8
5 Sampel gliserol ±80% hasil proses pemurnian pendahuluan 8
6 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap kadar gliserol murni hasil 15
perbaikan proses pemurnian
7 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap warna gliserol murni hasil 16
perbaikan proses pemurnian
8 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap nilai pH gliserol murni 17
hasil perbaikan proses pemurnian
9 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap bilangan asam gliserol 18
murni hasil perbaikan proses pemurnian
10 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap kadar air murni gliserol 19
murni hasil perbaikan proses pemurnian
11 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap kadar abu gliserol murni 20
hasil perbaikan proses pemurnian
12 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap kadar MONG gliserol 22
murni hasil perbaikan proses pemurnian
13 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap densitas gliserol murni 23
hasil perbaikan proses pemurnian
14 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap specific gravity gliserol 24
murni hasil perbaikan proses pemurnian
15 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap viskositas gliserol murni 25
hasil perbaikan proses pemurnian
16 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap viskositas kinematis 26
gliserol murni hasil perbaikan proses pemurnian
17 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap titik nyala gliserol murni 27
hasil perbaikan proses pemurnian
18 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap titik tuang gliserol murni 29
hasil perbaikan proses pemurnian
19 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap titik didih gliserol murni 30
hasil perbaikan proses pemurnian
20 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap titik awan gliserol murni 31
hasil perbaikan proses pemurnian
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rangkaian alat pemurnian gliserol menggunakan distilasi vakum 34
yang dilakukan dalam penelitian
2 Sampel gliserol murni hasil perbaikan proses pemurnian 34
menggunakan distilasi vakum
3 Metode Analisis Gliserol 38
4 Data Hasil Analisis Sifat Fisiko-Kimia Gliserol 42
5 Data Hasil Analisis Sidik Ragam, dan Uji Lanjut Duncan 48
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi: (1) Pemurnian gliserol hasil samping
industri biodiesel minyak kelapa sawit menjadi gliserol 80%, (2) Analisis sifat
fisiko-kimia gliserol hasil samping industri biodiesel dan gliserol 80%, (3)
Perbaikan proses pemurnian gliserol 80% menggunakan distilasi vakum untuk
menghasilkan gliserol murni 90%, (4) Analisis sifat fisiko-kimia gliserol hasil
pemurnian yang dihasilkan.
3
METODE
Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan, yaitu dari bulan Juli hingga
Oktober 2014. Perlakuan sintesis, pemurnian, serta analisis sifat fisiko-kimia
gliserol dilakukan di Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center
(SBRC – LPPM IPB), Kampus IPB Baranangsiang. Pengolahan data dilakukan di
SBRC – LPPM IPB maupun di Kampus IPB Dramaga Bogor.
Metodologi
Persiapan Sampel
Sampel yang digunakan untuk perbaikan proses pemurnian ini adalah
gliserol hasil samping industri biodiesel olein sawit yang diproduksi oleh
Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC – LPPM IPB). Pemurnian
awal gliserol ini mengacu pada penelitian Farobie (2009) dengan sedikit
modifikasi. Mulanya, gliserol kasar dengan kadar 45-50% dipanaskan hingga
suhu 60°C kemudian ditambahkan dengan larutan asam fosfat 85% (H3PO4)
sebanyak 5% (v/v) sedikit demi sedikit dalam keadaan terus teraduk. Campuran
tersebut diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan pengadukan 300
rpm yang dipanaskan hingga suhu 85-90°C selama 30 menit. Sehingga akan
terbentuk tiga lapisan: lapisan teratas adalah residu asam lemak bebas, lapisan
tengah adalah gliserol, dan lapisan paling bawah adalah garam potasium fosfat
(K3PO4). Lalu disettling selama 1 jam kemudian asam lemak dipisahkan.
Berikutnya disettling selama ½ hari untuk mengendapkan garam menjadi kristal.
4
Tahap terakhir yaitu pemisahan gliserol dengan alat filtrasi yang menghasilkan
gliserol dengan kadar ±80%.
Gliserol kasar maupun gliserol ±80% tersebut kemudian dianalisis sifat
fisiko-kimianya untuk mengetahui kondisi awal bahan sebelum ditingkatkan
kemurniannya menggunakan distilasi vakum. Analisis sifat fisiko-kimia sampel
gliserol meliputi kadar gliserol (SNI-06-1564-1995), kadar air (SNI-06-1564-
1995), kadar abu (SNI-06-1564-1995), kadar MONG (SNI-06-1564-1995),
densitas, specific gravity, viskositas, viskositas kinematis, warna, pH, bilangan
asam, titik didih, titik nyala, titik tuang, dan titik awan. Metode analisis yang
dilakukan disajikan pada Lampiran 1. Diagram alir persiapan dan analisis sampel
gliserol disajikan pada Gambar 1.
3 lapisan:
Asam lemak
Asam lemak
dipisahkan
Gliserol
Garam
Filtrasi
Gliserol
±80%
Analisis sifat
fisiko-kimia
Yij= μ + Ai + εk(ij)
6
Keterangan:
Yij : Pengaruh suhu distilasi vakum (faktor A), taraf ke-i (i=1,2,3), pada ulangan
ke-j (j=1,2)
μ : Rata-rata yang sebenarnya
Ai : Pengaruh suhu distilasi vakum taraf ke-i
εk(ij) : Pengaruh kesalahan percobaan
Persiapan Sampel
Tabel 1 Hasil analisis sifat fisiko-kimia gliserol kasar hasil samping industri
biodiesel yang digunakan dalam penelitian
Parameter Unit Gliserol kasar
Kadar gliserol % 46,74
Kadar air % 0,629
Kadar abu % 14,18
Kadar MONG % 38,45
3
Densitas g/cm 1,076
Specific gravity - 1,080
Viskositas cP 3957,29
Viskositas kinematis 40°C cSt 159,7
Warna visual - Coklat gelap
Warna Lovibond (5 ¼” cell) - R = 70,0 dan Y = 11,3
Nilai pH - 9,40
Bilangan asam mg KOH/g sampel 6,72
Titik didih °C 108
Titik nyala °C >90
Titik awan °C 18
Titik tuang °C 3
Oleh sebab kemurnian gliserol kasar yang didapat masih sangat rendah,
maka perlu dilakukan proses pemurnian untuk meningkatkan kadar kemurnian
gliserol serta menghilangkan impurities yang tidak diinginkan didalamnya. Salah
satu caranya adalah dengan penambahan asam fosfat yang dapat meningkatkan
kadar gliserol menjadi ±80%.
Persiapan sampel gliserol ±80% tersebut dilakukan dengan menambahkan
larutan asam fosfat 85% sebanyak 5% (v/v) untuk memisahkan gliserol dengan
pengotor berupa asam lemak dan garam. Asam fosfat akan bereaksi dengan sisa
katalis potassium hidroksida (KOH) membentuk kristal garam potassium fosfat
yang mengendap di lapisan paling bawah. Sedangkan pada lapisan atas, terbentuk
asam lemak bebas dari reaksi hidrolisis antara sisa trigliserida minyak dengan air.
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Reaksi I:
KOH + H3PO4 K3PO4 + H2O
Katalis As.Fosfat Garam Air
Reaksi II:
H2C ─ COOR1 H2C ─ OH
Gliserol (27%)
Garam (23%)
Adapun hasil analisis sifat fisiko-kimia sampel gliserol ±80% yang dihasilkan dari
proses pemurnian pendahuluan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil analisis sifat fisiko-kimia gliserol ±80% yang dihasilkan dari proses
pemurnian pendahuluan
Parameter Unit Gliserol ±80%
Kadar gliserol % 83,32
Kadar air % 6,767
Kadar abu % 2,08
Kadar MONG % 7,83
3
Densitas g/cm 1,231
Specific gravity - 1,235
Viskositas cP 120,63
Viskositas kinematis 40°C cSt 64,52
Warna visual - Coklat kekuningan
Warna Lovibond (5 ¼” cell) - R = 20,0
Y = 3,2
Nilai pH - 6,31
Bilangan asam mg KOH/ g sampel 5,67
Titik didih °C 168
Titik nyala °C >90
Titik awan °C -30
Titik tuang °C -42
gliserol dari 38,45% menjadi 7,83% yang artinya bahan-bahan pengotor dalam
gliserol kasar sudah banyak berkurang.
Dari hasil pengukuran kadar air (Lampiran 4) diketahui bahwa terjadi
peningkatan nilai kadar air dari 0,629% menjadi 6,767% setelah pemurnian. Hal
ini disebabkan karena pada saat pemurnian dengan asam terjadi pembentukan air
dari reaksi asam fosfat dengan katalis menjadi garam fosfat dengan air. Selain itu,
pada suhu ruang gliserol kasar berbentuk padat yang artinya kadar air dalam
gliserol kasar tersebut hampir tidak ada. Kemudian, dari hasil pengukuran nilai
bilangan asam (Lampiran 4) diketahui bahwa terjadi penurunan nilai bilangan
asam seiring dengan peningkatan kemurnian. Nilai bilangan asam gliserol yang
didapat yaitu 6,72 mg KOH/g sampel sebelum dimurnikan kemudian turun
menjadi 5,67 mg KOH/g sampel setelah dimurnikan. Bilangan asam menunjukkan
sisa asam lemak bebas yang masih terdapat dalam gliserol yang berpengaruh
terhadap kualitas gliserol.
Dari hasil pengukuran nilai densitas (Lampiran 4) diketahui bahwa terjadi
peningkatan densitas dari 1,076 g/cm3 menjadi 1,231 g/cm3. Nilai densitas
tersebut menunjukkan berat jenis dari masing-masing sampel gliserol. Sedangkan
nilai viskositas gliserol mengalami penurunan dari viskositas gliserol kasar yang
sangat tinggi yaitu 3957 cP menjadi 120 cP setelah pemurnian akibat
berkurangnya bahan pengotor yang terdapat dalam gliserol. Begitu pun nilai
viskositas kinematis (40°) gliserol yang mengalami penurunan dari 160 cSt
menjadi 65 cSt setelah pemurnian. Viskositas kinematis menunjukkan ketahanan
gliserol untuk tetap mengalir terhadap perubahan temperature dan gaya gravitasi.
Dari hasil pengukuran titik nyala (Lampiran 4) diketahui bahwa gliserol
kasar dan gliserol ±80% memiliki titik nyala >90°C. Titik nyala menunjukkan
suhu dimana bahan tersebut dapat terbakar dengan sendirinya. Kemudian, dari
hasil pengukuran titik tuang (Lampiran 4) diketahui bahwa terjadi penurunan nilai
titik tuang gliserol dari 3°C menjadi -42°C setelah pemurnian. Titik tuang
menunjukkan suhu dimana gliserol masih dapat mengalir walaupun dalam bentuk
setengah padat (semi solid). Hasil ini menunjukkan bahwa gliserol hasil
pemurnian kualitasnya tinggi karena masih dapat mengalir hingga suhu -42°C.
Dari hasil pengukuran titik didih (Lampiran 4) diketahui bahwa terjadi
peningkatan titik didih gliserol dari 108°C menjadi 168°C setelah pemurnian.
Titik didih tersebut menunjukkan suhu dimana gliserol dapat menguap yang juga
menunjukkan kemurnian dari gliserol. Adapun dari hasil analisis pengukuran titik
awan gliserol (Lampiran 4) diketahui bahwa terjadi penurunan titik awan dari
18°C menjadi -30°C setelah pemurnian. Gliserol mulai tampak berawan (cloudy)
karena munculnya kristal-kristal, gel, atau lilin pada suhu 18°C sebagai titik awan
gliserol kasar dan suhu -30°C sebagai titik awan gliserol ±80%. Hasil ini
menunjukkan bahwa gliserol ±80% kualitasnya tinggi karena belum mengeruh
dan masih berbentuk cairan hingga suhu -30°C.
atau saat mendekati titik didihnya serta terhadap larutan yang memiliki titik didih
di atas 150°C. Metode distilasi vakum tidak dapat digunakan pada pelarut dengan
titik didih yang rendah jika kondensornya menggunakan air dingin, karena
komponen yang menguap tidak dapat dikondensasi oleh air. Sistem distilasi ini
menggunakan aspirator atau pompa vakum yang bertujuan untuk mengurangi
tekanan (Bacher 2007).
Pemurnian dengan distilasi didasarkan pada perbedaan titik didih sehingga
akan memisahkan gliserol murni dengan pengotor berupa metanol dan air yang
titik didihnya lebih rendah. Sedangkan penggunaan vakum ditujukan untuk
menurunkan titik didih gliserol yang sangat tinggi yaitu 290°C pada tekanan 1 atm
(760 mmHg) dan menghisap zat-zat pengotor yang menguap karena adanya
perbedaan tekanan. Nilai titik didih gliserol, air, dan metanol dengan berbagai
variasi tekanan ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai titik didih gliserol, air, dan metanol dengan berbagai variasi tekanan
Tekanan (mmHg/ InHg/ Bar)
Nama 60/ 100/ 200/ 400/ 760/
Rumus molekul
senyawa 2,4/ 0,1 3,9/ 0,1 7,9/ 0,3 15,7/ 0,5 29,9/ 1,0
Suhu (°C)
Gliserol C3H8O3 208,0 220,1 240,0 263,0 290,0
Air H2O 41,5 51,6 66,5 83,0 100,0
Metanol CH3OH 12,1 21,2 34,8 49,9 64,7
Sumber: Speight (2005)
Dari Tabel 3 diketahui bahwa tekanan dan titik didih suatu senyawa nilainya
berbanding lurus, semakin tinggi tekanan maka semakin tinggi pula titik didih
senyawa tersebut. Gliserol dan bahan-bahan volatil akan mendidih dan menguap
pada suhu yang lebih rendah di bawah tekanan normal atmosfer (760 mmHg = 1
atm = 1 Bar) atau pada kondisi proses hampa udara (kondisi vakum). Penggunaan
tekanan vakum 15 InHg (0,51 Bar = 0,5 atm) atau sekitar 400 mmHg akan
menguapkan metanol dan air sebelum mencapai titik didihnya pada tekanan
normal atmosfer. Metanol akan menguap pada suhu 49,9°C sedangkan air akan
menguap pada suhu 83°C.
Oleh sebab itu, kondisi distilasi vakum pada penelitian ini dilakukan
menggunakan tekanan vakum 15 InHg dengan tiga perlakuan suhu berbeda yaitu
90-95°C, 120-125°C, dan 145-150°C, selama 2 jam dan kecepatan pengadukan
300 rpm. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kondisi proses pemurnian
gliserol ±80% menjadi gliserol ±90% menggunakan distilasi vakum.
Neraca massa gliserol murni hasil perbaikan proses pemurnian
menggunakan distilasi vakum ditunjukkan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 diketahui
bahwa input sebanyak 140 ml (±170 g) gliserol ±80% yang digunakan untuk
sekali pemurnian menggunakan distilasi vakum akan diperoleh rata-rata rendemen
yang berbeda.
12
Keterangan:
G1: Sampel gliserol ±50%
G2: Sampel gliserol ±80%
G3: Sampel gliserol hasil pemurnian gliserol ±80% menggunakan distilasi
vakum suhu 90-95°C
G4: Sampel gliserol hasil pemurnian gliserol ±80% menggunakan distilasi
vakum suhu 120-125°C
G5: Sampel gliserol hasil pemurnian gliserol ±80% menggunakan distilasi
vakum suhu 145-150°C
95,00 94,19
94,00
92,27
Kadar gliserol %
93,00
92,00
90,51
91,00
90,00
89,00
88,00
87,00
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 6 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap kadar gliserol murni hasil
perbaikan proses pemurnian
80,00 R = 72.50
Warna Lovibond 5,25" Cell
70,00
R = 54.00
60,00
50,00 R = 43.00
40,00
30,00 Y = 18.30
20,00
Y = 5.60 Y = 6.85
10,00
0,00
90-95 120-125 145-150°C
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 7 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap warna gliserol murni hasil
perbaikan proses pemurnian
kondisi suhu distilasi vakum yang baik untuk mendapatkan gliserol dengan warna
lebih jernih adalah pada suhu 90-95°C dan 120-125°C.
Nilai Lovibond meningkat seiring dengan peningkatan suhu ditilasi vakum
(Gambar 7). Nilai Lovibond merah (R) dan kuning (Y) yang tinggi artinya gliserol
tersebut berwarna coklat sampai coklat gelap. Begitu pula hasil analisis warna
gliserol secara visual (Lampiran 4), menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
distilasi vakum maka warna gliserol semakin coklat. Hal ini disebabkan terjadinya
degradasi zat warna alami dan suhu pemanasan yang tinggi sehingga gliserol
mengalami kegosongan.
Pengujian Nilai pH
Pengujian nilai pH gliserol dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
keasaman gliserol tersebut. Dari hasil pengukuran nilai pH gliserol hasil perbaikan
proses pemurnian (Lampiran 4), diketahui bahwa semakin tinggi suhu distilasi
vakum maka nilai pH juga semakin tinggi. Hasil pengukuran nilai pH terhadap
gliserol hasil perbaikan proses pemurnian menggunakan distilasi vakum pada
suhu 90-95°C adalah 6,20, pada suhu 120-125°C adalah 6,29, dan pada suhu 145-
150°C adalah 6,39. Hasil pengukuran nilai pH gliserol tersebut ditunjukkan pada
Gambar 8.
6,45 6.39
6,40 6,29
6,35
6,19
6,30
Nilai pH
6,25
6,20
6,15
6,10
6,05
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 8 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap nilai pH gliserol murni hasil
perbaikan proses pemurnian
6,00
5,41
Bilangan asam (mg KOH/g sampel)
4,94
5,00
3,88
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 9 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap bilangan asam gliserol murni
hasil perbaikan proses pemurnian
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam bilangan asam gliserol pada tingkat
kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu (90-95°C;
120-125°C; dan 145-150°C) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai
bilangan asam gliserol yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan yang dilakukan
menunjukkan hasil bahwa ketiga taraf suhu saling berbeda nyata dengan yang lain
(Lampiran 5). Perbedaan pengaruh tersebut menunjukkan bahwa kondisi suhu
distilasi vakum yang paling optimal untuk mendapatkan gliserol dengan sisa asam
lemak paling rendah adalah pada suhu 90-95°C.
19
Nilai bilangan asam terendah yaitu 3,88 mg KOH/g sampel didapat dari
kondisi distilasi vakum dengan suhu 90-95°C. Sedangkan nilai bilangan asam
tertinggi yaitu 5,41 mg KOH/g sampel didapat dari kondisi distilasi vakum
dengan suhu 145-150°C. Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi gliserol
pada suhu semakin tinggi sehingga bilangan asam semakin naik. Reaksi oksidasi
tersebut terjadi saat penanganan dan penyimpanan gliserol setelah dilakukan
proses distilasi vakum. Gliserol murni yang bersuhu tinggi akan mengalami
kontak dengan udara sekitar setelah tekanan atmosfer kembali normal saat
distilasi vakum dihentikan.
0,011
0,0099
0,0097 0,0095
0,010
Kadar air %
0,009
0,009
0,008
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 10 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap kadar air gliserol murni hasil
perbaikan proses pemurnian
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap kadar air gliserol pada
tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu (90-
95°C; 120-125°C; dan 145-150°C) memberikan pengaruh yang signifikan
20
terhadap nilai kadar air gliserol yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan yang
dilakukan menunjukkan hasil bahwa ketiga taraf suhu tidak saling berbeda nyata
dengan yang lain (Lampiran 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi
suhu distilasi vakum terendah yaitu suhu 90-95°C sudah mampu menghasilkan
kadar air yang sama dengan suhu distilasi vakum yang lain.
Nilai kadar air yang dihasilkan dari pemurnian gliserol dengan tiga
tingkatan suhu distilasi vakum adalah sama yakni sebesar 0,010% ± 0,0003%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa perlakuan suhu distilasi vakum yang lebih tinggi
sudah tidak diperlukan untuk menghilangkan air. Sebaliknya, penggunaan suhu
distilasi vakum yang lebih tinggi menyebabkan rendemen gliserol berkurang
karena diduga sampel gliserol ±80% yang memiliki titik didih 168°C sudah ikut
menguap pada kondisi distilasi vakum suhu 120-125°C, tekanan 15 InHg, selama
2 jam, dan kecepatan pengadukan 300 rpm.
4,50
3,95
4,00 3,67
3,50 2,96
Kadar abu %
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 11 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap kadar abu gliserol murni hasil
perbaikan proses pemurnian
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap kadar abu gliserol pada
tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu (90-
21
7,00
6,00 5,53
Kadar MONG %
5,00 4,05
4,00
2,84
3,00
2,00
1,00
0,00
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 12 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap kadar MONG gliserol murni
hasil perbaikan proses pemurnian
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap kadar MONG gliserol pada
tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu (90-
95°C; 120-125°C; dan 145-150°C) memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai kadar MONG gliserol yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan yang
dilakukan menunjukkan hasil bahwa ketiga taraf suhu saling berbeda nyata
dengan yang lain (Lampiran 5). Perbedaan pengaruh tersebut menunjukkan bahwa
kondisi suhu distilasi vakum yang optimal untuk mendapatkan kadar MONG
gliserol terendah yaitu suhu 90-95°C.
Penggunaan suhu distilasi vakum yang semakin tinggi diketahui dapat
meningkatkan kadar MONG gliserol murni. Hal ini dipengaruhi oleh titik didih
gliserol murni yang dihasilkan. Semakin tinggi titik didih gliserol menandakan
bahan organik bukan gliserol (MONG) semakin banyak. Kandungan MONG
dalam gliserol murni tersebut berupa sisa asam lemak (asam palmitat) dalam
gliserol yang memiliki titik didih sangat tinggi yaitu 351°C pada 1 atm.
Peningkatan kadar MONG dapat dilakukan dengan penambahan absorber seperti
karbon aktif yang akan menyerap bahan-bahan pengotor dalam gliserol.
Nilai kadar MONG gliserol yang dihasilkan cukup rendah yakni berkisar
2,8-5,5%. Namun hasil ini masih belum sesuai standar mutu SNI 06-1564-1995
yang mensyaratkan kadar MONG maksimum adalah 2,5%. Sedangkan menurut
standar EN ISO 9001:2009 untuk gliserol dengan kadar minimum 82%, nilai
kadar MONG tersebut sudah sesuai. Menurut Hui (1996), jika nilai kadar MONG
sekitar 3-5% akan meningkatkan masalah seperti bau, warna, dan rasa pada
gliserol. Trimetilen glikol yang termasuk MONG akan mempengaruhi warna pada
gliserol dan menyebabkan masalah selama penyimpanan.
dengan densitas air pada suhu 15°C (1 g/cm3). Densitas dan specific gravity dapat
digunakan untuk menunjukkan kemurnian suatu bahan.
Dari hasil analisis nilai densitas gliserol (Lampiran 4), diketahui bahwa nilai
densitas gliserol murni mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan suhu
distilasi vakum yang digunakan. Begitu pun hasil pengukuran nilai specific
gravity yang berbanding lurus dengan nilai densitas gliserol juga mengalami
kenaikan. Nilai densitas dari gliserol hasil perbaikan proses pemurnian
menggunakan distilasi vakum pada suhu 90-95°C, 120-125°C, dan 145-150°C
secara berturut-turut yaitu 1,261 gr/cm3, 1,265 gr/cm3, dan 1,268 gr/cm3. Hasil
pengukuran nilai densitas gliserol tersebut ditunjukkan pada Gambar 13.
1,272 1,268
1,270
1,265
Densitas 20°C (gr/cm3)
1,268
1,266
1,264 1,261
1,262
1,260
1,258
1,256
1,254
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 13 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap nilai densitas gliserol murni
hasil perbaikan proses pemurnian
Adapun nilai specific gravity dari gliserol hasil perbaikan proses pemurnian
menggunakan distilasi vakum pada suhu 90-95°C, 120-125°C, dan 145-150°C
secara berturut-turut yaitu 1,264, 1,268, dan 1,272. Nilai densitas dan specific
gravity dari gliserol murni hasil distilasi vakum sudah memenuhi standar mutu
yang berlaku. Dengan standar mutu densitas gliserol menurut OECD (2002)
adalah 1,260-1,261 g/cm3. Sedangkan standar mutu specific gravity gliserol
minimum menurut MSDS pada suhu 25°C adalah 1,249. Hasil pengukuran nilai
specific gravity gliserol tersebut ditunjukkan pada Gambar 14.
24
1,276 1,272
1,274
1,267
Specific gravity 25°C
1,272
1,270
1,268
1,263
1,266
1,264
1,262
1,260
1,258
1,256
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 14 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap nilai specific gravity gliserol
murni hasil perbaikan proses pemurnian
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap nilai densitas gliserol pada
tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu (90-
95°C; 120-125°C; dan 145-150°C) memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai densitas gliserol yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan yang dilakukan
menunjukkan hasil bahwa taraf suhu 120-125°C tidak saling berbeda nyata
dengan yang lain, namun taraf suhu 90-95°C berbeda nyata dengan taraf suhu
145-150°C (Lampiran 5).
Adapun hasil analisis sidik ragam terhadap nilai specific gravity gliserol
pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu
(90-95°C; 120-125°C; dan 145-150°C) memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai specific gravity gliserol yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan yang
dilakukan menunjukkan hasil bahwa ketiga taraf suhu saling berbeda nyata
dengan yang lain (Lampiran 5). Perbedaan pengaruh tersebut menunjukkan bahwa
kondisi suhu distilasi vakum yang optimal untuk mendapatkan densitas maupun
specific gravity gliserol terstandar yaitu suhu 90-95°C.
Penggunaan suhu distilasi vakum yang semakin tinggi membuat nilai
densitas dan specific gravity gliserol murni juga semakin tinggi. Peningkatan ini
disebabkan oleh kandungan bahan lain selain gliserol seperti MONG dan
poligliserol yang lebih banyak pada penggunaan suhu distilasi vakum yang
semakin tinggi. Semakin banyak komponen poligliserol (bobot molekul sekitar
250) maka fraksi berat semakin tinggi sehingga densitas dan specific gravity
gliserol semakin besar.
Penentuan Viskositas
Viskositas (kekentalan) merupakan karakteristik penting dari suatu bahan
cair yang sering disebut sebagai kekuatan tahan ataupun hambatan aliran.
Viskositas gliserol berhubungan erat dengan hambatan gliserol untuk mengalir
pada suhu ruang. Semakin tinggi nilai viskositas gliserol maka semakin besar
hambatan gliserol untuk mengalir (gliserol sulit mengalir karena semakin kental).
25
300,00
242 249
250,00 214
Viskositas (cP)
200,00
150,00
100,00
50,00
0,00
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 15 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap nilai viskositas gliserol murni
hasil perbaikan proses pemurnian
(25°C), 152 cP (50°C), dan 39,8 cP (75°C). Viskositas gliserol murni terbaik dari
hasil pemurnian menggunakan distilasi vakum adalah pada suhu 90-95°C yaitu
214 cP sebab menunjukkan hambatan aliran gliserol terendah. Nilai viskositas
gliserol murni dari tiga perlakuan suhu distilasi vakum sudah memenuhi standar
mutu OECD (2002) yaitu maksimum 1500 cP (1,5 Pa.s).
350,00
273
Viskositas kinematis (cSt)
300,00
234
250,00
200,00
150,00
106
100,00
50,00
0,00
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa hasil bahwa taraf suhu 120-125°C dan
145-150°C tidak saling berbeda nyata, namun taraf suhu 90-95°C berbeda nyata
dengan yang lain (Lampiran 5). Perbedaan pengaruh tersebut menunjukkan bahwa
kondisi suhu distilasi vakum yang optimal untuk mendapatkan viskositas
kinematis gliserol terendah yaitu suhu 90-95°C.
Nilai viskositas kinematis gliserol murni yang paling rendah adalah 106 cSt
dihasilkan dari proses pemurnian menggunakan distilasi vakum pada suhu 90-
95°C. Sedangkan nilai viskositas kinematis gliserol murni paling tinggi adalah
273°C yang menggunakan suhu distilasi vakum 145-150°C. Peningkatan nilai
viskositas kinematis tersebut berbanding lurus dengan nilai viskositas gliserol
murni yang dihasilkan. Gliserol hasil proses pemurnian pada suhu distilasi vakum
yang lebih tinggi diketahui memiliki nilai viskositas yang semakin meningkat
sehingga nilai viskositas kinematis gliserol murni juga semakin naik.
250
200 188
>170
Titik nyala (°C)
>140
150
100
50
0
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 17 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap nilai titik nyala gliserol murni
hasil perbaikan proses pemurnian
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap titik nyala gliserol pada
tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu (90-
28
0
90-95 120-125 145-150
-5
-10
Titi tuang (°C)
-15
-20
-25
-30
-30 -30 -30
-35
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 18 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap nilai titik tuang gliserol murni
hasil perbaikan proses pemurnian
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap titik tuang gliserol pada
tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu (90-
95°C; 120-125°C; dan 145-150°C) tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai titik tuang gliserol yang dihasilkan (Lampiran 5). Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada kondisi suhu distilasi vakum terendah yaitu suhu 90-
95°C sudah optimal untuk mendapatkan titik tuang gliserol sesuai standar.
Semua gliserol hasil pemurnian menggunakan distilasi vakum sudah
menunjukkan kualitas yang sangat baik karena masih dapat mengalir sampai suhu
-30°C. Nilai titik tuang tersebut jauh dibawah 0°C dan jauh dibawah titik beku
gliserol yaitu 18°C. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun gliserol sudah
berbentuk setengah padat (semi solid) dan kehilangan karakteristik alirannya
(loses its flow characteristics) namun masih memungkinkan terjadinya aliran
gliserol pada suhu -30°C. Sedangkan pada suhu di bawah titik tuang, gliserol
sudah tidak dapat mengalir karena terbentuknya kristal atau gel yang menyumbat
alirannya.
125
120 118
Titik didih (°C) 115
115
110
110
105
100
95
90-95 120-125 145-150
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 19 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap nilai titik didih gliserol murni
hasil perbaikan proses pemurnian
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap titik didih gliserol pada
tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu (90-
95°C; 120-125°C; dan 145-150°C) memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai titik didih gliserol yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan yang
dilakukan menunjukkan hasil bahwa ketiga taraf suhu tidak saling berbeda nyata
dengan yang lain (Lampiran 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi
suhu distilasi vakum terendah yaitu suhu 90-95°C sudah mampu menghasilkan
titik didih gliserol yang setara dengan gliserol hasil pemurnian suhu distilasi
vakum lebih tinggi.
Nilai titik didih gliserol murni paling rendah yaitu 110°C yang dihasilkan
pada penggunaan kondisi distilasi vakum suhu 90-95°C. Sementara nilai titik
didih gliserol murni tertinggi adalah 118°C yang dihasilkan pada penggunaan
kondisi distilasi vakum suhu 145-150°C. Peningkatan titik didih gliserol tersebut
berhubungan dengan nilai densitas gliserol murni yang didapat. Semakin tinggi
suhu distilasi vakum yang digunakan, nilai densitas juga semakin tinggi karena
adanya polimerisasi gliserol. Menurut Sailah dan Fahma (2007), proses
polimerisasi menyebabkan bobot molekul dan densitas meningkat. Semakin berat
molekul gliserol maka semakin tinggi titik didihnya dan menyebabkan gliserol
semakin sulit menguap.
0
90-95 120-125 145-150
-5
Titik awan (°C)
-10
-15
-20
-21 -21 -21
-25
Suhu distilasi vakum (°C)
Gambar 20 Pengaruh suhu distilasi vakum terhadap nilai titik awan gliserol murni
hasil perbaikan proses pemurnian
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap titik awan gliserol pada
tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan suhu (90-
95°C; 120-125°C; dan 145-150°C) tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai titik awan gliserol yang dihasilkan (Lampiran 5). Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada kondisi suhu distilasi vakum terendah yaitu suhu 90-
95°C sudah optimal untuk mendapatkan titik awan gliserol yang rendah.
Titik awan gliserol yang lebih rendah menguntungkan untuk digunakan
pada berbagai aplikasi khususnya lumpur pemboran karena suhu gliserol hasil
pemurnian mulai mengeruh adalah -20°C dan suhu terendah gliserol mulai
memadat yaitu pada suhu -30°C. Menurut OECD (2002), gliserol berguna sebagai
senyawa anti beku dan senyawa yang higroskopis, sehingga banyak digunakan
untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan tinta, parfum pada obat-
obatan, kosmetik, makanan dan minuman serta penggunaan lainnya.
Simpulan
gliserol dari 83,3% menjadi 94,2% dengan rendemen sebesar 89,29%. Pemurnian
ini sangat efektif karena hanya terdiri dari dua tahap pemurnian, alat distilasi
vakum yang digunakan sederhana, dan waktu proses yang relatif singkat. Proses
pemurnian ini juga dapat diaplikasikan pada pemurnian gliserol skala besar.
Berdasarkan hasil analisis sifat fisiko-kimia, gliserol kemurnian tertinggi
memiliki sifat fisiko-kimia sebagai berikut: kadar gliserol 94,19%, kadar air
0,01%, kadar abu 2,96%, kadar MONG 2,83%, densitas 1,261 gr/cm3, specific
gravity 1,264, viskositas 214 cP, viskositas kinematis (40°C) 106 cSt, warna
kuning kecoklatan, pH 6,2, bilangan asam 3,88 mg KOH/g sampel, titik didih
110°C, titik nyala >140°C, titik tuang -30°C, dan titik awan -21°C. Gliserol
tersebut sudah memenuhi standar gliserol yang berlaku antara lain yaitu SNI 06-
1564-1995, British Standard, EN-ISO 9001:2009, EO, dan OECD-SIDS.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing and Material. 2005. Standard Test Method
for Pour Point of Petroleum Products. Washington DC: American Society
for Testing and Material.
Aziz I, Siti N, Fira L. 2009. Pemurnian Gliserol dari Hasil Samping Pembuatan
Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas [Skripsi].
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Bacher AD. 2007. Distillation [Internet]. [diunduh 2014 Sep 8]. Tersedia pada:
http://www.wikipidia.com/distillation.html.
Djatmiko B, Widjaja AP. 1973. Minyak dan Lemak. Bogor (ID): Departemen
THP IPB.
Fanani. 2010. Kajian Pemurnian Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar
Menggunakan Asam Nitrat, Sulfat, dan Fosfat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Fardiaz D. 1991. Kimia Lipida Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
33
LAMPIRAN
Jadi, sebanyak 3,15 gram asam oksalat dihidrat diencerkan dalam 100 ml
akuades yang kemudian dipipetkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 10 ml dan
ditambah dengan 3-5 tetes indikator PP. Setelah itu dilakukan titrasi NaOH untuk
mengetahui normalitas NaOH sebenarnya.
- Perhitungan normalitas NaOH terstandarisasi:
V1 × N1 = V2 × N2
10 ml × N1 = 10 ml × 0,5 N
N1 = 0,5 N
Dimana:
V1= Volume titrasi NaOH V2= Volume asam oksalat
N1= Normalitas NaOH yang sebenarnya N2= Normalitas asam oksalat
Keterangan:
T1 = ml NaOH untuk titrasi sampel W = bobot contoh (g)
T2 = ml NaOH untuk titrasi blanko 9,209 = faktor gliserol
N = normalitas NaOH untuk titrasi (0,5)
Keterangan:
V = ml pereaksi untuk titrasi sampel W = bobot contoh (g)
F = faktor air
Metode :
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan platina yang sudah
diketahui bobotnya. Cawan diuapkan di atas pembakar Bunsen dengan nyala kecil,
selanjutnya nyala diperbesar hingga sampel menjadi arang. Kemudian cawan
dipindahkan dalam tanur listrik pada suhu 750°C selama 10 menit. Cawan
didinginkan dalam eksikator dan timbang. Ulangi ke eksikator dan timbang
hingga bobot tetap. Kadar abu kemudian ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut.
Dimana:
W1 = bobot gliserol setelah pembakaran (g)
W2 = bobot gliserol sebelum pembakaran (g)
Dimana:
A = volume (ml) KOH untuk titrasi B = berat molekul larutan KOH (56,1 g/mol)
N = normalitas larutan KOH (0,1 N) G = berat sampel (g)
Densitas dan Specific Gravity dengan densitymeter DMA 4500M Anton Paar
(ISO 12185)
Densitas gliserol akan berpengaruh terhadap densitas lumpur pemboran
yang akan dibuat. Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan
densitymeter DMA 4500M Anton Paar. Prosedur pemakaian alat adalah sebagai
berikut: alat dihidupkan dengan tombol di bagian belakang alat, selanjutnya pilih
metode yang diinginkan. Selang pompa disambungkan ke adapter dan pompa
diaktifkan. Setelah itu suhu pengukuran diatur dan alat dapat digunakan dengan
penyuntikan syringe yang mengandung sampel. Bila hasil pengukuran telah
didapatkan, u-tube dibilas dengan pelarut yang dapat melarutkan sampel.
Pembilasan dilakukan minimal 5 kali sampai benar-benar bersih. Setelah itu,
selang pompa dimasukkan lagi ke dalam adapter dan pompa diaktifkan. Pompa
dapat dimatikan setelah u-tube diyakini sudah bersih dan kering. Setelah pompa
dimatikan, suhu ditunggu hingga mencapai 25°C dan nilai densitas udara
didapatkan nilai 0,00121 g/cm3. Alat pun siap untuk digunakan untuk sampel
selanjutnya.
P1 : 60ºC
P2 : 70ºC
P3 : Bebas (0-90ºC)
Setelah itu biarkan hingga waterbath mencapai suhu tersebut.
2) Hidupkan Rheometer dengan menekan tombol ON/OFF yang terletak dibagian
belakang alat, kemudian pada layar pilih o. , yaitu “ xternal Control”
dengan menekan tombol 1 pada keyboard Rheometer.
3) Hidupkan komputer dengan menekan tombol ON/OFF, kemudian pada layar
desktop pilih ikon “Rheocalc 32” untuk memulai program.
4) Pada halaman antamuka bagian “Custom” pilih tombol “Zero Rheometer”
sebelum memulai pengukuran.
5) Pada bagian “Test” pilih “Load Program” kemudian “Uji Harian.RCP” untuk
memanggil kembali program rutin harian atau “Test Wizard” untuk memulai
kembali program yang akan dijalankan sesuai dengan kebutuhan.
6) Masukkan sampel dalam “Small Sampler Adapter” kemudian dipasangkan
pada pemanas. Setelah itu spindle SC4-18 LV dimasukkan dan dipasangkan
pada alat Rheometer berikut dengan kabel pengukur suhunya. Tunggu hingga
suhu sampel mencapai suhu pengukuran.
7) Setelah sampel mencapai suhu pengukuran, program yang sebelumnya sudah
diatur dijalankan dengan menekan tombol “Start Program” kemudian letakan
data pengukuran di folder “Uji Harian” dan disimpan pada bulan dan minggu
yang sesuai setelah itu biarkan program berjalan hingga selesai.
8) Data yang diperoleh kemudian disimpan dalam bentuk excel dengan memilih
ikon “ xport Data” dan disimpan pada folder yang sama dengan data
program.
9) Data yang telah berbentuk excel kemudian dipanggil untuk diolah dengan
cara:
- Lima data pertama dibuang karena rotasi spindle belum sempurna.
- Ubah angka-angka pada data Viskositas, Torque, Shear rate, dan Shear
stress menjadi 2 angka desimal sedangkan untuk temperatur cukup 1 angka
desimal.
- Ambil rata-rata dari data-data tersebut untuk pelaporan hasil dengan
menyertakan Viskositas, Shear rate (1/s)/speed (rpm), Torque (%) dan
temperatur sedangkan Shear Stress boleh dicantumkan.
10) Setelah pengukuran wadah sampel beserta spindle dicuci dengan pelarut yang
sesuai. Larutan polimer atau surfaktan dan air injeksi serta air formasi
menggunakan air, sedangkan biodiesel dan bahan non polar lainnya
menggunakan heksana atau toluene. Bagian dalam wadah sampel kemudian
dilap menggunakan tissue lalu dipasangkan kembali pada mantel pemanas dan
biarkan hingga kering setelah itu dapat dipakai kembali.
11) Setelah pengukuran selesai, semua peralatan dicuci dan dikeringkan kemudian
disimpan kembali pada tempatnya. Pastikan meja dalam keadaan bersih dan
rapi.
12) Tutup program pada komputer, kemudian matikan komputer disusul dengan
mematikan Rheometer lalu waterbath. Cabut semua sakelar sebelum
meninggalkan ruangan.
40
Keterangan :
η = viskositas kinematik
dV = laju alir fluida melalui kapiler
dt
r = diameter kapiler
L = panjang kapiler
P1-P2 = beda tekanan pada kedua ujung kapiler
Bila viskositas air suling dapat diketahui, maka viskosias fluida (gliserol)
dapat dihitung melalui persamaan:
Keterangan :
μ = viskositas dinamis (cP)
θ = waktu yang dibutuhkan fluida untuk batas atas hingga batas bawah
ρ = densitas
Keterangan :
C = titik nyala yang diamati (dalam °C)
K = tekanan barometrik ambien (dalam kPa)
rendah dari 27°C, maka wadah dipindahkan ke dalam water bath dengan suhu
lebih rendah sesuai dengan jadwal berikut.
Ketika sampel sudah tidak bergerak lagi, wadah uji ditahan selama 5 sekon
dalam posisi horizontal. Bila terjadi gerakan, maka wadah uji dimasukkan
kembali ke dalam water bath. Bila sudah tidak ada gerakan, pencatatan temperatur
dilakukan. Perhitungan titik tuang dapat dilakukan sebagai berikut.
Sampel G1, G2, G31, dan G51 ulangan ke-1 menggunakan Blanko A sedangkan
sampel yang lain menggunakan Blanko B sesuai dengan aquades yang
digunakannya.
Pengukuran nilai pH
Nilai pH
Sampel
Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± Std
G1 9,38 9,42 9,40 ± 0,028
G2 6,30 6,32 6,31 ± 0,014
G31 6,20 6,20 6,20 ± 0,000
G32 6,19 6,19 6,19 ± 0,000
G41 6,27 6,28 6,28 ± 0,007
G42 6,28 6,29 6,29 ± 0,007
G51 6,37 6,38 6,38 ± 0,007
G52 6,39 6,39 6,39 ± 0,000
Penentuan kadar air gliserol metode Karl Fischer ASTM D 6304-04 (Max.
10%, SNI 06-1564-1995)
Sampel Kadar air (ppm) Kadar air (%) Rata-rata ± Std
G1 6287,8 0,6288 0,6288 ± 0,0000
G2 67674 6,7674 6,7674 ± 0,0000
G31 101 0,0101
0,0099 ± 0,0003
G32 97 0,0097
G41 99 0,0099
0,0097 ± 0,0003
G42 95 0,0095
G51 97 0,0097
0,0095 ± 0,0003
G52 93 0,0093
Misal,
a = Bobot cawan kosong
b = Bobot cawan kosong + isi sebelum pengabuan (g)
c = Bobot cawan kosong + isi setelah pengabuan (g)
Perhitungan bahan organik bukan gliserol/ MONG (Max. 2,5%, SNI 06-
1564-1995)
MONG (%)
Kadar gliserol Kadar air Kadar abu
Sampel = 100% - (A Rata-rata ± Std
(%) = A (%) = B (%) = C
+ B + C)
G1 46,739 0,629 14,180 38,452 38,452 ± 0,000
G2 83,321 6,767 2,080 7,832 7,832 ± 0,000
G31 94,509 0,010 2,750 2,715
2,835 ± 0,167
G32 93,867 0,010 3,160 2,955
G41 92,074 0,010 3,560 4,346
4,045 ± 0,426
G42 92,473 0,010 3,770 3,743
G51 90,762 0,010 3,870 5,347
5,527 ± 0,255
G52 90,252 0,009 4,020 5,707
46
2 24,04 240,29
G42 1 24,32 243,23 243,39 ± 0,2192
2 24,36 243,54
G51 1 24,92 249,04 249,15 ± 0,1485
2 24,93 249,25
G52 1 24,98 249,78 249,70 ± 0,1202
2 24,96 249,61
Kesimpulan: - G3 ≠ G ≠ G5
- Tingkat kadar gliserol masing-masing sampel berbeda.
- Sampel G5 memiliki tingkat kadar gliserol yang paling
rendah, sedangkan yang memiliki tingkat kadar gliserol
paling tinggi adalah sampel G3.
Kesimpulan: - G3 = G , G3 ≠ G5, G ≠ G5
- Tingkat warna kuning sampel G3 adalah sama dengan
G4, sedangkan tingkat warna kuning G5 berbeda
dengan yang lain.
- Sampel G3 memiliki tingkat warna kuning yang paling
rendah, sedangkan yang memiliki tingkat warna kuning
paling tinggi adalah sampel G5.
G5 2 3,945
Signifikan 1,000 0,252
Kesimpulan: - G = G5, G3 ≠ G , G3 ≠ G5
- Tingkat kadar abu sampel G4 adalah sama dengan G5,
sedangkan tingkat kadar abu G3 berbeda dengan yang
lain.
- Sampel G3 memiliki tingkat kadar abu yang paling
rendah, sedangkan yang memiliki tingkat kadar abu
paling tinggi adalah sampel G5.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 20 November 1992.
Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara.
Pendidikan formal penulis diawali tahun 1998 di SDN
Percontohan Tebet Timur 15 Pagi, Jakarta. Kemudian pada
tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri
115 Jakarta. Pada tahun 2007, penulis diterima di SMA Negeri
26 Jakarta dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama,
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Departemen
Teknologi Industri Pertanian melalui Undangan Seleksi
Masuk IPB. Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan dan keorganisasian.
Pada tahun 2011 penulis mengikuti unit kegiatan mahasiswa Gentra Kaheman
sebagai staf divisi tari dan menjadi panitia dalam kegiatan tahunan di Gentra.
Kemudian pada tahun berikutnya penulis menjadi anggota Klub Tari Elodea
Fateta terpilih sebagai Sekretaris II dan sering mengikuti berbagai acara seni.
Kecintaan penulis terhadap seni juga disalurkan dengan ikut berkontribusi pada
berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa sebagai
staf divisi event organizer ataupun divisi tim kreatif. Selain aktif dalam organisasi,
pada tahun 2014 penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Bioproses.
Penulis melaksanakan Praktik Lapang pada tahun 2013 di PT. Wilmar Nabati
Indonesia, Gresik – Jawa Timur untuk mempelajari penerapan Analisis Water Use
and Water Use Efficiency pada Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) di Refinery
and Fractination Plant 3000.