LP FRAKTUR ZYGOMA Fix
LP FRAKTUR ZYGOMA Fix
LP FRAKTUR ZYGOMA Fix
I. Anatomi Fisiologi
II. Pengertian
Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur
maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang
frontal, temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula. Fraktur
maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datangnya dari luar
seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kecelakaan akibat olah raga dan juga
sebagai akibat dari tindakan kekerasan.
Fraktur midfasial terdiri dari fraktur zigomatikomaksilar
(zygomaticomaxillary complex /ZMC) termasuk fraktur Le fort, dan fraktur
nasoorbitoethmoid (nasoorbitalethmoid /NOE). Fraktur midfasial cenderung terjadi
pada sisi benturan terjadi dan bagian yang lemah seperti sutura, foramen, dan
apertura. Fraktur zigoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering
terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian tengah
wajah, hal ini dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol pada daerah sekitarnya.
Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris
inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal,
dinding lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid yang terletak di
dinding lateral orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap utuh.
III. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan
bermotor. Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
Fraktur zigoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi,
umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian tengah wajah, hal ini
dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol pada daerah sekitarnya. Fraktur ZMC
biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris inferior,
sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal, dinding
lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid yang terletak di dinding
lateral orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap utuh.
IV. Klasifikasi
Manson et.al. ( tahun 1990), didasarkan pada pola segmentasi dan pergeseran
1. Low-energy zygoma fractures
Fraktur yang memperlihatkan sedikit atau tidak ada pergeseran
2. Middle-energy zygoma fractures
Fraktur complete pada seluruh artikulasi dengan pergeseran ringan hingga
moderat
3. High-energy zygoma fractures
Ditandai dengan serpihan pada orbita lateral dan pergeseran lateral dengan
segmentasi pada arcus zygomatik
V. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya
VI. Tanda dan Gejala
1. Pipi menjadi lebih rata (dibandingkan dengan sisi kontralateral atau sebelum
trauma)
2. Diplopia dan terbatasnya gerakan bola mata
3. Edema periorbita dan ekimosis
4. Perdarahan subkonjungtiva, ptosis
5. Enophtalmus (fraktur dasar orbita atau dinding orbita)
6. Terdapatnya hipestesia atau anestesia karena kerusakan saraf infra-orbitalis
7. Terbatasnya gerakan mandibula
8. Emfisema subkutis
9. Epistaksis karena perdarahan yang terjadi pada antrum
VIII. Penatalaksanaan
1. Reduksi tidak langsung (Keen dan Goldwaite)
Reduksi tidak langsung melalui sulkus gingivobukalis. Dibuat sayatan kecil pada
mukosa bukal di belakang tuberositas maksila. Elevator dimasukkan di belakang
tuberositas dan fraktur dikembalikan kepada tempatnya. Cara reduksi fraktur ini
mudah dikerjakan dan memberi hasil baik.
2. Reduksi terbuka
Tulang zygoma yang patah tidak bisa diikat dengan kawat baja dari Kirschner,
harus ditanggulangi dengan reduksi terbuka menggunakan kawat atau mini plate.
Laserasi yang timbul di atas zygoma dapat dipakai sebagai tanda untuk melakukan
insisi. Adanya fraktur pada rima orbita inferior, dasar orbita, dapat direkonstruksi
dengan melakukan insisi di bawah palpebra inferior untuk mencapai fraktur dis
ekitar tulang orbita tersebut. Tindakan ini harus dikerjakan hati-hati karena dapat
merusak bola mata.
KONSEP ASUHAN KEPERWATAN
I. Pengkajian
a. Data Subyektif
1. Pasien mengatakan nyeri di daerah pipi
2. Pasien mengatakan tulang pipi tidak menonjol
3. Pasien mengatakan bengkak pada daerah wajah
4. Pasien mengatakan sesak nafas
5. Pasien mengatakan susah menggerakkan rahang
6. Pasien mengatakan takut cemas akan kondisi nya
b. Data Obyektif
1. Muka pasien asimetris
2. Nafas pasien pendek
3. Pipi pasien terlihat rata
4. Terdapat edema periorbita
5. Perdarahan subkonjungtiva
6. Pasien tampak susah menggerakkan rahang
7. Enophtalmus (+)
8. pergerakan bola mata baik
9. Tidak ada diplopia
10. Ekspresi pasien cemas
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
stress/ansietas, luka operasi.
Kriteria Hasil :
Skala nyeri menurun
Ekspresi wajah tenang
Ungkapan verbal klien bahwa nyeri berkurang
Pasien mampu mengatasi nyeri dengan beberapa teknik nonfarmakologi
Tanda tanda vital dalam rentang normal
Rencana Intervensi :
Rasional
Kriteria hasil :
Frekuensi pernapasan menjadi normal
Irama pernapasan normal
Pernapasan cuping hidung tidak ada
Gangguan kesadaran tidak ada
Intervensi :
Kaji tingkat pernapasan, kedalaman, dan usaha, termasuk penggunaan otot
aksesori, sengatan hidung, dan pola pernapasan abnormal.
Pantau perubahan pada BP dan HR.
Pantau saturasi oksigen terus menerus, dengan menggunakan pulse oximeter.
Menilai sakit kepala, pusing, lesu, mengurangi kemampuan mengikuti
instruksi, disorientasi, dan koma.
Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui humidifier
Posisi pasien dengan kepala tempat tidur ditinggikan, dalam posisi semi-
Fowler (kepala tempat tidur pada 45 derajat saat terlentang) seperti yang
ditoleransi.
Rasional :
3. Risiko infeksi b.d Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
Kriteria Hasil :
Integritas kulit klien normal
Intervensi
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai tanda dan gejala dari
infeksi
Rasional
Normal salin merupakan cairan isotonis yang sesuai dengan cairan di tubuh
Agar tidak terjadi infeksi dan terpapar oleh kuman atau bakteri
FRAKTUR ZYGOMA
DISUSUN OLEH
P17211173016
FRAKTUR ZYGOMA
DISUSUN OLEH
P17211173016
DISUSUN OLEH
P17211173016