Laporan Pendahuluan Trauma Thorax
Laporan Pendahuluan Trauma Thorax
Laporan Pendahuluan Trauma Thorax
(TRAUMA THORAX)
Disusun Oleh
d. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel
flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
f. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda
berat.
3. Faktor Resiko
a. Cedera akibat olahraga
b. Aktivitas ekstrim yang menyebabkan kerusakan pada dada
c. Akibat kecelakaan lalu lintas
4. Manifestasi Klinik
5. Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Trauma Tajam
a) Pneumothoraks terbuka
b) Hemothoraks
c) Trauma tracheobronkial
d) Contusio Paru
e) Ruptur diafragma
f) Trauma Mediastinal
b. Trauma Tumpul
a) Tension pneumothoraks
b) Trauma tracheobronkhial
c) Flail Chest
d) Ruptur diafragma
e) Trauma mediastinal
f) Fraktur kosta
6. Komplikasi
a. tension penumototrax
b. penumotoraks bilateral
c. emfiema
7. Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk kompresi maupun
ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan memar / jejas trauma pada
bagian yang terkena. Jika mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan
kontusio miocard jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan
perubahan tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio
terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax juga seringkali
menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun terbuka. Kondisi fraktur
tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu suatu kondisi dimana segmen dada
tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut
terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih
garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai
dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan hipoksia yang serius.
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak lenih
buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam dapat langsung
menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan
menembus organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan
perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga
pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif
dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi paru,
gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan
foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari
pemeriksaan foto toraks.
c. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti
fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal
hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini.
Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas
dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
9. Algoritma Kasus
Trauma Thorax
Penyebab : kecelakaan
IGD
Hasil pengkajian : tampak jejas pada daerah thorax, auskultasi jantung menjauh, JVP
meningkat, tekanan darah 80/50 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit, dan frekuensi
napas 30x/menit
Pemeriksaan fisik
1. Airway, jalan napas tidak paten
2. Breathing, napas cepat dispnea
3. Circulation, terjadi hipotensi
4. Disability, terjadi penurunan kesadaran
10. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
b. Intervensi
1) Diagnosa Pertama
- Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
- Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
- Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
- Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
2) Diagnosa Ke Dua
- Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
- Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
- Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
- Lakukan pernapasan diafragma.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi.
3) Diagnosa Ke Tiga
- Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non invasif.
- Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
- Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
- Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
- Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2
jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
11. Daftar Pustaka/Referensi
1. Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian
keperawatan. Jakarta : EGC.
2. Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
3. Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.