Cerita ini menceritakan tentang persahabatan antara narator dengan sahabatnya Icha sejak SMP. Mereka kemudian bersekolah di SMA yang sama. Narator jatuh cinta pada ketua OSIS, Radit, yang ternyata lebih memilih Icha sebagai kekasihnya. Hubungan persahabatan mereka pun renggang. Kemudian Icha didiagnosa menderita tumor perut dan diputuskan oleh Radit. Akhirnya kondisi Icha semakin memb
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
286 tayangan1 halaman
Cerita ini menceritakan tentang persahabatan antara narator dengan sahabatnya Icha sejak SMP. Mereka kemudian bersekolah di SMA yang sama. Narator jatuh cinta pada ketua OSIS, Radit, yang ternyata lebih memilih Icha sebagai kekasihnya. Hubungan persahabatan mereka pun renggang. Kemudian Icha didiagnosa menderita tumor perut dan diputuskan oleh Radit. Akhirnya kondisi Icha semakin memb
Cerita ini menceritakan tentang persahabatan antara narator dengan sahabatnya Icha sejak SMP. Mereka kemudian bersekolah di SMA yang sama. Narator jatuh cinta pada ketua OSIS, Radit, yang ternyata lebih memilih Icha sebagai kekasihnya. Hubungan persahabatan mereka pun renggang. Kemudian Icha didiagnosa menderita tumor perut dan diputuskan oleh Radit. Akhirnya kondisi Icha semakin memb
Cerita ini menceritakan tentang persahabatan antara narator dengan sahabatnya Icha sejak SMP. Mereka kemudian bersekolah di SMA yang sama. Narator jatuh cinta pada ketua OSIS, Radit, yang ternyata lebih memilih Icha sebagai kekasihnya. Hubungan persahabatan mereka pun renggang. Kemudian Icha didiagnosa menderita tumor perut dan diputuskan oleh Radit. Akhirnya kondisi Icha semakin memb
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 1
“SAHABAT SEJATI”
KARYA : NANA TEDJA
Dulu, waktu usiaku beranjak 17 tahun, aku mempunyai beberapa sahabat
salah satunya Icha. Aku bersahabat dengan Icha sudah cukup lama. Kami berkenalan sewaktu kami sama-sama mendaftar di salah satu SMP favorit di Jakarta. Persahabatan kami berlanjut hingga kami menamatkan study kami di SMP. Setelah itu, aku dan Icha memutuskan untuk melanjutkan SMA di sekolah yang sama. Pada hari pertama ospek, aku melihat seorang cowok yang sangat perfeck saat aku dan Icha sedang di kantin. Semenjak aku melihat cowok itu, rasanya aku mulai jatuh cinta. Aku mulai mencari tau siapa sebenarnya cowok itu. Dari beberapa orang yang aku tanya mengatakan bahwa dia adalah Radit, ketua osis di sini. Seiring berjalannya waktu, aku dan kak Radit semakin akrab. Tak pernah ku duga bahwa kak Radit naksir dengan Icha. Dan yang lebih membuatku kecewa adalah Icha menerima kak Radit sebagai kekasihnya. Padahal dia tahu, kalau aku suka dengan kak Radit. Semenjak itu juga persahabatan ku dan Icha semakin renggang. Tak terasa tahun pun berganti. Akhir-akhir ini aku melihat Icha tampak murung, tak seperti biasnya yang selalu nampak ceria. Dari berita yang beredar bahwa Icha mengidap penyakit tumor di perutnya. Sejak itu, Icha menjadi anak yang pemurung dan pendiam. Aku mendengar berita bahwa Icha diputus oleh kak Radit karna perutnya semakin membesar. Aku sedih sekali, namun gimana lagi dia pernah menghianati persahabatan yang telah lama kita bangun. Kondisi Icha semakin menurun, akhirnya Icha dirawat di Rumah sakit Haji Pondok Gede. Aku dan teman-teman menjenguknya untuk memberikan semangat dan dukungan padanya. Hanya sampai disitu saja kabar yang aku dengar tentang Icha, karna aku juga harus mempersiapkan untuk Ujian Nasional. Pada suatu pagi, aku sedang melamun memikirkan bagaimana keadaan Icha sekarang. Tiba-tiba mama Icha menelfonku, memberitahukan bahwa Icha telah tiada. Aku menangis dan menyesal atas semua yang telah terjadi. Aku segera datang ke rumah Icha untuk melihat dia yang terakhir kalinya dan mengucapkan bela sungkawa pada keluarga Icha. Setibanya di sana, mama Icha memberikanku sebuah surat yang dibuat Icha khusus untukku. Keesokan harinya aku baru sadar bahwa Icha hari ini berulang tahun yang ke- 17. Aku mengikuti pemakaman Icha. Setelah pemakaman selesai dan semua orang pulang, aku sendiri di makam itu. Aku menangis disamping nisan Icha, walau tersendat-sendat dan terbata saat aku menyanyikan lagu happy birthday buat Icha, dan memandangi nisan yang ada dihadapanku saat ini, makam yang sunyi, aku masih menangis sendiri di makam itu, sebelum pulang aku meninggalkan secarik kertas balasan surat Icha, walau mungkin tak akan pernah dibaca olehnya, tapi itulah kenangan terakhirku buat Icha