Sejarah Gereja Mula Mula
Sejarah Gereja Mula Mula
Sejarah Gereja Mula Mula
4. Jemaat bertumbuh
Pada hari-hari pertama kehidupan jemaat di Yerusalem, persahabatan terbuka dan gaya hidup sederhana
dalam jemaat purba pasti terlihat sebagai menyingsingnya suatu zaman yang baru. Tetapi tidak perlu waktu lama
sebelum persoalan-persoalan lain yang lebih rumit muncul, untuk memperingatkan Petrus dan lain-lainnya bahwa
kerajaan Allah belum tiba dalam segala kepenuhannya. Persekutuan yang baru tergalang merupakan bukti bahwa
2
umat baru sudah ada. Tetapi seturut berlalunya waktu, ketegangan antara masa sekarang dan masa depan yang
begitu fundamental dalam pengajaran Yesus mempunyai dampak yang mengganggu kelanjutan hidup persekutuan
kristen yang sedang berkembang. Selama masa hidup Yesus, gerakan mesianik baru yang dibangun-Nya itu pada
umumnya hanyalah merupakan bidat setempat dalam agama Yahudi Palestina. Semua murid merupakan orang
Yahudi. Walaupun logika pemberitaan dan teladan perilaku Yesus sendiri menunjukkan bahwa orang-orang
bukan-Yahudi tidak dikecualikan dari keanggotaan persekutuan, hubungan orang-orang Yahudi dan bukan-Yahudi
tidaklah merupakan persoalan besar pada waktu itu. Orang-orang bukan-Yahudi yang bertemu dengan Yesus
adalah pribadi-pribadi tersendiri (Mrk. 7:24-30; Luk. 7:1-10). Jumlah mereka tidak besar, dan bagaimanapun juga
banyak dari mereka mungkin sekali menghadiri upacara-upacara agama di sinagoge, meskipun mereka belum
memeluk agama Yahudi.
Tetapi tidak lama kemudian, para pengikut Yesus dipaksa untuk mencurahkan perhatian besar terhadap
seluruh persoalan hubungan antara orang-orang percaya Yahudi dan bukan-Yahudi. Walaupun mereka tidak
menyadarinya, peristiwa-peristiwa pada hari Pentakosta yang direkam pada bagian Kisah Para Rasul merupakan
suatu peristiwa yang menentukan dalam kehidupan jemaat muda usia itu (Kis. 2). Sebab ketika banyak di Petrus
berdiri dan menerangkan ajaran Kristen kepada orang kosmolitan, Yerusalem, ia berhadapan dengan sidang
pendengar yang terdiri dari "orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit" (Kis. 2:5).
Tentu saja mereka semua menaruh perhatian terhadap agama Yahudi, kalau tidak mereka tidak akan mengadakan
perjalanan ke Yerusalem guna menghadiri perayaan keagamaan. Tetapi tidak semua orang bukan-Yahudi di antara
mereka sudah menjadi penganut penuh agama Yahudi yang menerima seluruh hukum Yahudi - sedangkan mereka
yang berasal dari keluarga Yahudi pun diberbagai tempat dari kekaisaran Roma, mempunyai latar belakang dan
pandangan yang agak berlainan dengan orang Yahudi yang dilahirkan dan dibesarkan di Palestina sendiri.
Mayoritas dari orang banyak yang mendengar khotbah Petrus pada hari Pentakosta mungkin sekali merupakan
orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, yang telah berziarah ke Yerusalem dalam rangka pesta agama Yahudi
yang besar itu. Banyak dari mereka yang baru untuk pertama kalinya mengunjungi Yerusalem. Walaupun tempat
tinggal mereka sangat jauh, mereka selalu menggandrungi Yerusalem serta Bait Allah. Yang merupakan tempat
suci pusat agama mereka, sama halnya bagi orang Yahudi yang tinggal di Palestina. Petrus dan murid-murid
lainnya tidak ragu-ragu bahwa kabar baik tentang Yesus harus disampaikan juga kepada orang-orang tersebut.
Memang, banyak persamaan di antara mereka. Para murid sendiri merupakan pendukung setia dari upacara-
upacara ibadah di sinagoge. Mereka juga memelihara pesta-pesta agama Yahudi Yang besar, dan kadang-kadang
mereka malahan berkhotbah di pelataran Bait Allah (Kis. 3:1-16). Hal ini merupakan sesuatu yang Yesus sendiri
tidak dapat lakukan tanpa kekhawatiran akan akibat-akibatnya, dan walaupun Petrus dan Yohanes kemudian
ditangkap dan dituduh di hadapan mahkamah agama Yahudi, mereka segera dibebaskan, dan satu-satunya
pembatasan yang dikenakan ke atas mereka adalah supaya "sama sekali jangan berbicara atau mengajar lagi dalam
nama Yesus" (Kis. 4:18). Terlepas dari iman mereka kepada Yesus yang terasa aneh, tindak-tanduk mereka pada
umumnya dapat diterima oleh para penguasa Yahudi.
5. Gereja Di Antiokhia
Kota Antiokhia dibangun oleh Seleukus Nicator dalam tahun 300 Sm. Di bawah pemerintahan raja-raja Seleuk
yang pertama ia berkembang dengan pesat. Pada mulanya kota ini sepenuhnya dihuni oleh orang-orang Yunani,
namun kemudian orang-orang Siria menetap di luar tembok kota dan akhirnya menyatu dengan kota sejalan
dengan perkembangan kota itu. Unsur penduduk yang ketiga adalah orang-orang Yahudi, banyak di antaranya
yang merupakan keturunan dari penghuni kota pertama yang didatangkan dari Babilon. Mereka mempunyai hak-
hak yang sama dengan orang Yunani dan tetap menjalankan ibadat mereka di sinagoge-sinagoge. Di bawah
pemerintahan Romawi, Antiokhia menjadi makmur. Karena merupakan pintu gerbang militer dan perniagaan ke
Timur, ia menjadi kota yang terbesar setelah Roma dan Aleksandria.
Tahun berdirinya gereja di Antiokhia tidak dinyatakan dengan jelas. Nampaknya ia berdiri tidak lama setelah
kematian Stefanus, mungkin sekitar tahun 33 hingga 40. Untuk mendapatkan ukuran dan reputasi yang cukup
berarti hingga dapat menarik perhatian gereja di Yerusalem (11:22) tentu dibutuhkan beberapa waktu. Gereja di
Yerusalem mengutus Barnabas untuk mengunjungi Antiokhia, di mana ia bekerja entah selama berapa lama, dan
kemudian pergi ke Tarsus untuk meminta Paulus agar menjadi pembantunya (11:22-26). Mereka bekerja
bersama-sama selama; sekurang-kurangnya satu tahun setelah itu (11:26) sebelum Agabus meramalkan bahaya
kelaparan yang akan menimpa dunia "pada zaman Claudius" (11:28). Makna yang tersirat dalam ayat ini adalah
bahwa; ramalan ini diberikan sebelum Claudius naik takhta pada tahun 41, dan bahwa bahaya kelaparan terjadi
sesudah itu. Data kronologis lainnya diperoleh dari penyebutan tentang Herodes Agripa I (12:1), yang meninggal
dunia pada tahun 44. Mungkin pelayanan di Antiokhia dimulai sekitar tahun 33 hingga 35. Bila dana bantuan
kelaparan dikumpulkan sekitar tahun 44, Barnabas pasti telah mulai menjalin hubungannya dengan Antiokhia
sekitar tahun 41, yang berarti bahwa Paulus mulai menjalankan tugasnya di sana pada tahun 42.
Meskipun kronologi ini tidak dapat dikatakan pasti, ia cukup sesuai dengan perkembangan kegiatan Paulus
yang diketahui. Bila ia menjadi percaya dalam tahun 31 atau katakanlah 32, dan menghabiskan waktu tiga tahun di
kawasan Damsyik (Galatia 1:18), ia akan tiba di Yerusalem sebelum tahun 35. Bila ia menghabiskan waktu selama
satu atau dua tahun di Yerusalem sebelum kembali ke Tarsus (Kisah 9:28-30), maka ketika Bamabas datang untuk
menyertainya dalam tugas barunya ia tentu sudah berkhotbah selama lima tahun di Tarsus dan Kilikia.
Nampaknya ada suatu kesenjangan waktu yang cukup besar di sini, tetapi banyak kesenjangan lain dalam
3
karangan Lukas mengenai perkara yang sama pentingnya hingga keadaan ini tidak menjadi sesuatu yang luar
biasa.
Gereja di Antiokhia cukup penting, karena ia memiliki beberapa segi yang menonjol. Pertama, ia adalah induk
dari gereja bagi bangsa-bangsa lain. Rumah di keluarga Kornelius tidak dapat disebut gereja dalam arti yang sama
dengan kelompok umat di Antiokhia, karena ia adalah suatu kelompok keluarga pribadi bukan suatu jemaat umum.
Dari gereja Antiokhia berangkatlah misi resmi yang pertama ke dunia yang belum tersentuh Injil. Di Antiokhia
dimulailah perdebatan yang pertama tentang status umat Kristen dari bangsa-bangsa lain. Ia merupakan pusat
tempat berkumpulnya para pemimpin gereja. Secara bergantian, Petrus, Barnabas, Titus, Yohanes Markus, Yudas
Barsabas, Silas, dan bila naskah Barat benar, penulis dari buku ini sendiri, semuanya dihubungkan dengan gereja di
Antiokhia. Patut untuk diperhatikan bahwa dapat dikatakan mereka semuanya terlibat dalam misi kepada bangsa-
bangsa lain dan disebut-sebut dalam Surat Kiriman Paulus maupun di dalam Kisah Para Rasul.
Kitab-kitab Injil mungkin berasal dari Antiokhia. Kemungkinan hubungan di antara Markus dan Lukas maupun
kenyataan pertemuan mereka di Roma barangkali dapat menjawab beberapa masalah yang sering diperdebatkan
dalam masalah Sinoptis. Ignatius, uskup di Antiokhia pada akhir abad yang pertama, nampaknya nyaris hanya
mengutip dari Matius, ketika ia berbicara mengenai Injil, seolah-olah Injil Matius adalah satu-satunya Injil Sinoptis
yang diketahuinya. Streeter mempertahankan pendapatnya secara panjang lebar bahwa Injil Matius berasal dari
Antiokhia, karena ia digunakan oleh Ignatius dan di dalam Didakhe (Ajaran Dua Belas Rasul, keduanya menurutnya
adalah dokumen-dokumen orang Siria. Bila ketiga Injil Sinoptis menanamkan dasarnya pada suasana yang hidup
dalam khotbah lisan gereja di Antiokhia, pelayanan firman mereka kepada dunia dapat dikatakan merupakan
warisan dari gereja ini kepada bangsa-bangsa lain yang percaya dari masa yang lalu maupun masa sekarang.
Gereja di Antiokhia juga tersohor karena guru-gurunya. Di antara mereka yang disebut di dalam Kisah Para
Rasul 13:1, hanya Barnabas dan Paulus yang baru dikenal dalam beberapa penyebutan belakangan, tetapi
pelayanan mereka pasti telah membuat gereja ini terkenal sebagai pusat pengajaran. Jelas sekali bahwa Antiokhia
telah mengalahkan Yerusalem sebagai pusat pengajaran Kristen dan sebagai markas misi penginjilan.
Mungkin perkembangan Antiokhia makin dipercepat oleh penindasan Herodes dalam tahun 44. Gereja di
Yerusalem selalu dalam keadaan kekurangan dana, karena banyak anggota jemaat yang miskin yang harus selalu
ditunjang oleh sumbangan-sumbangan. Bahaya kelaparan itu pasti makin melemahkan mereka, meskipun ada
dana sumbangan dari Antiokhia (11:28-30). Penindasan di bawah Herodes mengakibatkan kematian Yakobus,
anak Zebedeus (12:2), dan Petrus juga nyaris kehilangan nyawanya (12:17). Kisah selingan dalam 12:1-24 hanya
memberikan gambaran sekilas tentang keadaan di Yerusalem, tetapi ia menunjukkan gereja yang tetap setia
bertahan meskipun tekanan begitu berat, yang terus berusaha mempertahankan keberadaannya sampai saat yang
terakhir.
Fakta yang paling kuat tentang gereja di Antiokhia adalah kesaksian ini. "Di Antiokhialah murid-murid itu
untuk pertama kalinya disebut Kristen" (11:26). Sebelum itu orang-orang yang percaya kepada Kristus dianggap
sebagai suatu sekte agama Yahudi, tetapi dengan masuknya bangsa-bangsa lain ke dalam kelompok mereka dan
dengan makin berkembangnya sistem pengajaran yang sangat berbeda dengan hukum Musa, dunia mulai melihat
perbedaan itu dan menyebut mereka dengan julukan yang lebih tepat. "Kristen" berarti "milik Kristus".