Pengembangan Modul Pembelajaran Ipa Berbasis High

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

INKUIRI: Jurnal Pendidikan IPA P-ISSN: 2252-7893

Vol. 7, No. 2, 2018 (hal 285-296) E-ISSN: 2615-7489


https://jurnal.uns.ac.id/inkuiri DOI: 10.20961/inkuiri.v7i2.22992

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS HIGH


ORDER THINKING SKILL (HOTS) UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
KELAS VIII SMP/MTs

Emi Rofiah1, Nonoh Siti Aminah2, Widha Sunarno3


1
Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
[email protected]
2
Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
[email protected]
3
Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
[email protected]

Abstrak

Pembelajaran IPA masih belum banyak mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik modul pembelajaran IPA berbasis High
Order Thinking Skill (HOTS) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memperoleh modul
pembelajaran IPA berbasis HOTS yang telah memenuhi kriteria layak, dan mengetahui peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP N 2 Sragen setelah melakukan pembelajaran IPA
menggunakan modul pembelajaran IPA berbasis HOTS. Penelitian pengembangan modul pembelajaran
IPA berbasis HOTS ini menggunakan prosedur pengembangan 4D yang terdiri dari tahap pendefinisian
(define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (dessiminate). Tahap
pendefinisian terdiri dari proses analisis kebutuhan, analisis materi, serta perumusan pembelajaran pada
modul. Tahap perancangan modul sesuai dengan tahap pendekatan saintifik yang diintegrasikan ke dalam
modul. Tahap pengembangan terdiri dari proses validasi kelayakan modul, revisi, dan aplikasi modul
pembelajaran IPA berbasis HOTS di kelas VIIIE SMP N 2 Sragen. Tahap penyebaran merupakan proses
penyebaran modul ke empat SMP/MTS di Kabupaten Sragen. Analisis data pada tahap pendefinisian
dilakukan secara deskriptif kuantitatif berdasarkan presentase jawaban angket. Pada tahap
pengembangan, dilakukan analisis cut off score untuk menentukan kelayakan modul, analisis kriteria
penilaian berdasarkan angket penilaian, analisis quest terhadap hasil uji coba instrumen tes, serta analisis
gain score terhadap hasil pretest dan posttest. Pada tahap penyebaran dilakukan analisis kriteria penilaian
berdasarkan hasil angket penilaian. Hasil penelitian disimpulkan bahwa: 1) karakteristik khusus modul
pembelajaran IPA berbasis HOTS memiliki lima tahap pembelajaran sesuai dengan pendekatan saintifik
yang dituangkan pada rubrik dalam modul; 2) modul pembelajaran IPA berbasis HOTS yang
dikembangkan memenuhi kriteria kelayakan pada aspek isi dan penyajian, bahasa, kegrafikan, dan aspek
pembelajaran HOTS dengan nilai rata-rata 3,55 atau dalam kategori “sangat baik”; 3) modul
pembelajaran IPA berbasis HOTS dengan tema sistem penglihatan manusia dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dengan nilai gain 0,49 atau dalam kategori “sedang”.

Kata Kunci: modul IPA, high order thinking skill, kemampuan berpikir kritis

Pendahuluan menghadapi masalah-masalah di era


globalisasi. Namun, kualitas pendidikan di
Pendidikan menjadi aspek yang Indonesia ternyata masih termasuk dalam
paling berpengaruh dalam upaya kategori rendah. Hal ini terungkap melalui
membentuk generasi bangsa yang siap hasil survei Program for International

285
Student Assessment (PISA) yang diadakan sepenuhnya tercapai karena kemampuan
oleh Organization for Economic berpikir siswa pada tahap penerapan dan
Cooperation and Development (OECD) dan penalaran masih rendah.
Trends in Mathematics and Science Study Rendahnya kemampuan penalaran
(TIMSS) yang menunjukkan nilai mengindikasikan rendahnya keterampilan
kemampuan membaca sebesar 396, di berpikir tingkat tinggi (high order thinking
bawah nilai rata-rata sebesar 496. Perolehan skill - HOTS). HOTS merupakan proses
skor literasi sains sebesar 386, di bawah berpikir yang tidak sekedar menghafal dan
nilai rata-rata 501. Demikian pula hasil menyampaikan kembali informasi yang
TIMSS yang diperoleh siswa Indonesia diketahui. Kemampuan berpikir tingkat
dengan nilai 397, di bawah nilai rata-rata tinggi merupakan kemampuan
500. Rendahnya kemampuan membaca menghubungkan, memanipulasi, dan
siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, mentransformasi pengetahuan serta
misalnya kondisi bahan ajar. Seperti yang pengalaman yang sudah dimiliki untuk
disarikan dari penelitian Pratama (2011) berpikir secara kritis dan kreatif dalam
yang menyatakan bahwa kerumitan bahan upaya menentukan keputusan dan
ajar yang disampaikan semakin membuat memecahkan masalah pada situasi baru.
siswa lemah dan malas dalam membaca Dalam konteks pembelajaran, berpikir
pembelajaran IPA. tingkat tinggi terjadi ketika peserta didik
Salah satu bahan ajar yang dapat mampu menghubungkan dan
dikembangkan dengan penyampaian materi mentransformasi pengetahuan yang sudah
dan kegiatan belajar yang sederhana serta dimilikinya dengan hal-hal atau masalah-
menarik minat siswa untuk belajar adalah masalah yang belum pernah diajarkan
modul. Keunggulan modul sebagai bahan dalam pembelajaran. Keterampilan berpikir
ajar antara lain dapat dipelajari di berbagai pada tingkat yang lebih tinggi tidak dapat
tempat, mandiri atau tidak harus dipelajari diperoleh secara langsung sehingga perlu
secara berkelompok, serta dapat dipelajari dilatihkan melalui kegiatan pembelajaran.
secara fleksibel (Sungkono, 2003). Modul Salah satu kemampuan dalam
dapat dikembangkan sendiri oleh guru keterampilan berpikir tingkat tinggi yang
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik dapat ditingkatkan selama proses
siswa. Guru sebagai unsur pendidikan yang pembelajaran adalah kemampuan berpikir
terlibat langsung dalam pembelajaran di kritis. Astika, Suma & Suastra (2013:3)
kelas dituntut untuk memiliki kompetensi dalam penelitiannya menyebutkan
dalam menggunakan dan mengembangkan rendahnya berpikir kritis siswa terlihat
bahan ajar. dalam perilaku siswa yaitu rasa ingin tahu
Bahan ajar yang dikembangkan oleh dalam mencari informasi masih rendah,
guru tidak hanya mampu menarik minat siswa pasif dan hanya guru yang memberi
baca dalam pembelajaran IPA, melainkan informasi, siswa malu bertanya dan tidak
juga memuat kegiatan yang mampu berani mengungkapkan pendapat. Oleh
mengembangkan kemampuan berpikir karena itu, siswa perlu dilatih untuk
siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan mengembangkan kemampuan berpikir
pembelajaran IPA yang dituangkan dalam kritisnya melalui pembelajaran yang
standar isi SMP yang menyatakan bahwa berbasis keterampilan berpikir tingkat
pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan tinggi yang dimuat dalam bentuk modul.
secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) Berdasarkan studi pendahuluan yang
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, dilakukan di SMP N 2 Sragen melalui
bekerja dan bersikap ilmiah serta kegiatan analisis kebutuhan diperoleh data
mengkomunikasikannya sebagai aspek 77,8% tidak memiliki sumber belajar cetak
penting kecakapan hidup (BSNP, lain selain buku teks yang disediakan oleh
2006:149). Namun, tujuan ini belum sekolah. 100% guru membutuhkan bahan

286
ajar tambahan karena merasa buku teks dari angket dianalisis untuk mengetahui
yang disediakan sekolah memuat materi presentase jawaban. Selanjutnya, pada
yang kurang lengkap. Hasil wawancara tahap perancangan dilakukan kegiatan
dengan siswa menunjukkan kurangnya pemilihan format, modul, perancangan
kegiatan eksperimen dan diskusi karena pembelajaran dalam modul, dan desain
guru hanya menjelaskan dan memberi awal modul. Pemilihan format modul
pertanyaan yang bersifat matematis. Selain disesuaikan dengan format modul menurut
itu, berdasarkan angket sebanyak 33% Depdiknas yaitu modul terdiri dari bagian
siswa merasa kesulitan dalam melakukan pendahuluan, isi, dan penutup.
analisis data. Oleh karena itu, dibutuhkan Pembelajaran dalam modul dikemas dalam
solusi alternatif untuk mengatasi masalah 4 kegiatan belajar (KB). Masing-masing
kebutuhan siswa dan guru terhadap bahan KB terdiri dari tahap pembelajaran melalui
ajar salah satunya dengan pembuatan modul pendekatan saintifik.
pembelajaran berbasis HOTS. Pada tahap pengembangan dilakukan
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) kegiatan uji coba instrumen tes latihan soal
mendeskripsikan karakteristik modul dan soal evaluasi, validasi modul, revisi I,
pembelajaran IPA berbasis High Order uji coba skala kecil, uji coba instrumen tes
Thinking Skill (HOTS) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis revisi II, uji coba
kemampuan berpikir kritis; 2) memperoleh skala besar, dan revisi III. Validasi
modul pembelajaran IPA berbasis HOTS dilakukan oleh 1 orang ahli materi fisika, 1
yang telah memenuhi kriteria layak; dan 3) orang ahli materi biologi, 1 orang ahli
mengetahui peningkatan kemampuan media, 1 orang ahli bahasa, 2 orang guru
berpikir kritis siswa kelas VIII SMP N 2 IPA, dan 2 orang teman sejawat. Instrumen
Sragen setelah melakukan pembelajaran yang digunakan pada tahap ini yaitu lembar
IPA menggunakan modul pembelajaran validasi, lembar penilaian produk, dan
IPA berbasis HOTS instrumen tes kemampuan berpikir kritis.
hasil uji coba instrumen tes dianalisis
dengan program Quest untuk mengetahui
Metode Penelitian reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya
pembeda item. Data dari lembar validasi
Penelitian ini merupakan penelitian
dan penilaian uji coba skala besar dianalisis
pengembangan (research and development)
dengan menghitung skor rata-rata kemudian
yang bertujuan untuk mengembangkan
dikategorikan sesuai kriteria penilaian
modul pembelajaran IPA berbasis high
menurut Azwar (2007). Kelayakan modul
order thinking skill (HOTS) untuk
berdasarkan validasi dianalisis dengan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
metode natural cut off score. Peningkatan
siswa. Model penelitian dan pengembangan
kemampuan berpikir kritis diketahui dari
modul pembelajaran IPA berbasis HOTS
analisis N-gain terhadap nilai pretest dan
ini diadaptasi dari model 4-D (four-D
posttest siswa.
model) yang dikemukakan oleh Thiagarajan
Pada tahap penyebaran, modul dan
(1974:5). Model penelitian dan
RPP diserahkan kepada 4 orang guru IPA
pengembangan ini meliputi tahap
SMP/MTs di Kabupaten Sragen untuk
pendefinisian (define), perancangan
dinilai melalui instrumen berupa lembar
(design), pengembangan (develop), dan
respon dan penilaian produk. Analisis data
tahap penyebaran (disseminate).
dari lembar penilaian di tahap penyebaran
Pada tahap pendefinisian dilakukan
ini sama dengan analisis data pada tahap
analisis kebutuhan guru dan siswa, analisis
validasi.
materi, dan perumusan pembelajaran.
Instrumen pengumpulan data yang
digunakan pada tahap ini yaitu angket
analisis kebutuhan guru dan siswa. Data

287
Hasil Penelitian dan Pembahasan dalam produk teknologi sehari-hari serta 2
Kompetensi Dasar mengenai sifat-sifat
Hasil Penelitian cahaya dan alat optik.
Pada tahap pendefinisian dilakukan Kebutuhan guru dan siswa terhadap
analisis kebutuhan guru untuk mengungkap bahan ajar cetak dalam pembelajaran IPA
kebutuhan guru terhadap ketersediaan menjadi dasar pengembangan dan
modul pembelajaran IPA. Selain itu, perancangan modul. Berdasarkan hasil
analisis kebutuhan guru mengungkap wawancara diperoleh fakta bahwa
pelaksanaan pembelajaran IPA khususnya penerapan HOTS belum maksimal sehingga
implementasi pembelajaran berbasis HOTS. modul pembelajaran dirancang
Hasil analisis kebutuhan guru disajikan menggunakan basis HOTS. Selain itu, baik
pada Tabel 1. guru, siswa, maupun sekolah juga belum
memiliki bahan ajar yang berbasis HOTS.
Tabel 1. Hasil Analisis Kebutuhan Guru Padahal, dalam pembelajaran IPA
Indikator Pertanyaan (%)
Kebutuhan bahan ajar cetak dalam 92 khususnya materi sistem penglihatan
pembelajaran manusia, siswa dapat mengamati,
Kebutuhan tampilan bahan ajar yang menarik 61 mengumpulkan informasi, dan
Penerapan pembelajaran berbasis high order 90
thinking skills menganalisis secara langsung karena materi
Terdapat kendala dalam penyampaian materi 75 yang dipelajari merupakan bagian dari
sistem penglihatan manusia tubuh manusia. Pembelajaran dalam modul
disampaikan melalui tahap-tahap
Analisis kebutuhan tidak hanya pendekatan saintifik yang memuat aspek-
dilakukan terhadap guru, melainkan juga aspek HOTS. Integrasi tahap saintifik
terhadap siswa. Sama seperti analisis dengan rubrik modul dapat dilihat pada
kebutuhan guru, siswa juga diberi angket Tabel 3
untuk mengungkap permasalahan yang
dialami oleh siswa selama mengikuti proses Tabel 3. Rubrik Modul
pembelajaran IPA. Selain itu, juga No Tahap Saintifik Rubrik dalam Modul
1 Mengamati Mari Mengamati !
dilakukan wawancara tidak terstruktur 2 Menanya Ayo Bertanya !
dengan beberapa siswa. Hasil analisis 3 Mengumpulkan Asyiknya
kebutuhan siswa disajikan dalam Tabel 2. Informasi Mengumpulkan
Informasi!
4 Menalar Coba Pikirkan !
Tabel 2. Hasil Analisis Kebutuhan Siswa 5 Mengomunikasikan Presentasi Yuk !
Indikator Pertanyaan (%)
Kepemilikan bahan/sumber belajar 22
Kebutuhan akan bahan ajar cetak dalam 94 Tahap ketiga yaitu tahap
pembelajaran pengembangan (develop) diawali dengan uji
Kebutuhan tampilan bahan ajar yang menarik 69
Penerapan pembelajaran berbasis high order 77 coba soal latihan yang terdapat dalam setiap
thinking skills akhir kegiatan pembelajaran serta uji coba
instrumen tes evaluasi. Uji coba dilakukan
Langkah selanjutnya yaitu analisis terhadap 35 siswa kelas IX SMP N 2
materi. Tema yang diangkat pada modul Sragen. Hasil jawaban siswa selanjutnya
pembelajaran IPA berbasis HOTS ini dianalisis menggunakan program Quest
adalah sistem penglihatan manusia. untuk mengetahui item yang diterima,
Pemilihan tema didasarkan pada rendahnya direvisi, dan ditolak yang ditinjau dari
hasil UN siswa di Kabupaten Sragen pada tingkat kesukaran serta daya pembeda item.
materi optik. Tema disajikan dalam modul Selanjutnya, dilakukan validasi draft
dengan model keterpaduan jaring laba-laba modul oleh ahli materi, ahli media, ahli
(webbed). Modul yang dikembangkan bahasa, guru (reviewer), serta teman
memuat 1 Standar kompetensi tentang sejawat (peer reviewer). Hasil skor validasi
penerapan getaran, gelombang, dan optika

288
yang disajikan diagram batang pada belajar. Respon siswa terhadap modul yang
Gambar 1 dituangkan dalam angket diperoleh skor
rata-rata sebesar 75,64 sehingga modul
termasuk dalam kategori “Sangat baik”.
Selanjutnya dilakukan perbaikan akhir
terhadap modul berdasarkan saran yang
diberikan oleh siswa pada uji coba skala
besar.
Penilaian kemampuan berpikir kritis
siswa dilakukan melalui kegiatan pretest
dan posttest agar dapat diketahui nilai
peningkatannya. Pretest diberikan pada
Gambar 1. Hasil Validasi Modul siswa sebelum melaksanakan pembelajaran
dengan modul pembelajaran IPA berbasis
Secara keseluruhan, skor yang HOTS sedangkan posttest diberikan setelah
diberikan oleh validator menunjukkan siswa melaksanakan pembelajaran dengan
modul berada pada kategori sangat baik. modul. Peningkatan kemampuan berpikir
Skor yang diberikan oleh para validator kritis siswa dilihat dari nilai gain pada 12
selanjutnya dianalisis prosentase indikator kemampuan berpikir kritis
keidealannya kemudian digunakan untuk menurut Ennis. Skor gain masing-masing
menentukan kelayakan modul indikator disajikan pada Tabel 6.
menggunakan metode natural cut off score.
Modul dinyatakan memenuhi kriteria layak Tabel 6 N- gain Indikator Kemampuan Berpikir
karena nilai rata-ratanya sebesar 85 % lebih Kritis
tinggi dari nilai minimum presentase N-
No Indikator Kategori
keidealan modul yaitu 70%. gain
Selain memberi skor melalui lembar 1. Keterampilan
0,39
Rendah
kriteria, validator juga memberi komentar memfokuskan pertanyaan
2. Menganalisis argumen 0,59 Sedang
dan saran perbaikan terhadap draft modul. 3. Bertanya dan menjawab Rendah
0,39
Revisi yang dilakukan terhadap draft modul pertanyaan
berupa perbaikan gambar resolusinya 4. Menyesuaikan dengan Sedang
0,41
sumber
rendah sehingga terlihat pecah, kesalahan 5. Mengamati dan Sedang
pengetikan huruf, susunan kalimat yang melaporkan hasil 0,56
observasi
tidak efektif, serta penambahan keterangan 6. Keterampilan Sedang
gambar. mempertimbangkan 0,43
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan kesimpulan
7. Melakukan generalisasi Tinggi
uji coba skala kecil. Modul diterapkan 0,63
dalam pembelajaran oleh 16 siswa kelas IX. 8. Melakukan evaluasi 0,64 Tinggi
Setelah melaksanakan pembelajaran, siswa 9. Mengartikan istilah 0,25 Rendah
memberikan penilaian terhadap modul. 10. Membuat definisi 0,55 Sedang
Skor rata-rata yang diperoleh dari penilaian 11. Menentukan suatu Sedang
0,53
siswa terhadap keterbacaan modul pada uji tindakan
12. Berinteraksi dan Sedang
kecil ini adalah 73,93 dan termasuk dalam berkomunikasi dengan 0,46
kategori “Baik”. Saran dan komentar siswa orang lain
pada uji coba skala kecil digunakan sebagai Rata-rata N-gain 0.49 Sedang
bahan untuk melakukan revisi II.
Uji coba skala besar dilaksanakan Peningkatan tertinggi terjadi pada
terhadap 25 siswa kelas VIII SMP N 2 indikator melakukan evaluasi. Peningkatan
Sragen. Pembelajaran dilaksanakan terendah terjadi pada indikator mengartikan
sebanyak 4 kali pertemuan, Masing-masing istilah. Namun, rata-rata skor N-gain adalah
pertemuan melaksanakan 1 kegiatan 0,49 artinya terjadi peningkatan

289
kemampuan berpikir kritis siswa pada Tahap terakhir yaitu penyebaran
kategori sedang setelah melaksanakan (disseminate) yaitu menyebarkan modul
pembelajaran melalui modul pembelajaran kepada 4 orang guru yaitu guru SMP N 1
IPA berbasis HOTS. Sragen, SMP N 3 Sragen, SMP
Peningkatan kemampuan berpikir Muhammadiyah 1 Sragen, dan MTs
kritis siswa dapat dilihat pula dari Muhammadiyah 3 Masaran. Skor yang
perbandingan rata-rata nilai pretest dan diberikan oleh para guru pada tahap ini
posttest seperti yang ditunjukkan melalui disajikan dalam Tabel 9
diagram pada Gambar 2.
Tabel 9. Hasil Penilaian pada Tahap Penyebaran
Responden Skor Skor Skor Kriteria
maksi- konversi
mal
1 17 20 3,4 Sangat
Baik
2 18 20 3,6 Sangat
Baik
3 18 20 3,6 Sangat
Baik
Gambar 2. Perbandingan Nilai Rata-rata Skor Pretes 4 18 20 3,6 Sangat
dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis Baik
Rata-rata 17,75 20 3,55 Sangat
Hasil belajar siswa juga dinilai pada Baik
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pada ranah akognitif dinilai melalui tes Skor rata-rata sebesar 17,75 yang
evaluasi. Hasilnya, rata-rata nilai siswa diperoleh pada tahap penyebaran
adalah 77,1. Nilai ini lebih besar menempatkan modul pada kriteria sangat
dibandingkan dengan KKM yaitu 75. baik. Artinya, modul layak utuk digunakan
Ranah afektif yang dinilai yaitu rasa ingin dalam pembelajaran IPA.
tahu, ketelitian dan kehati-hatian, ketekunan
dan tanggung jawab, serta keterampilan Pembahasan
berkomunikasi. Hasilnya, terdapat Produk utama yang dihasilkan dari
peningkatan aspek afektif siswa dalam penelitian ini adalah modul pembelajaran
setiap pertemuan. Pada ranah psikomotor, IPA berbasis high order thinking skill
dilakukan penilaian terhadap keterampilan (HOTS). Penelitian dimulai dengan tahap
merangkai alat, keterampilan menyusun pendefinisian yang terdiri dari kegiatan
data dalam tabel, serta keterampilan analisis kebutuhan guru, analisis kebutuhan
melakukan presentasi. Sama seperti hasil siswa, analisis materi, dan perumusan
penilaian ranah afektif, aspek psikomotor kompetensi pembelajaran pada modul.
siswa juga mengalami peningkatan. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan untuk
Peningkatan hasil belajar siswa mengungkap permsalahan yang terdapat
setelah belajar menggunakan modul IPA dalam pembelajaran.
berbasis HOTS juga terlihat pada hasil Analisis kebutuhan guru dilakukan
penelitian oleh Winarno (2014). Dalam melalui angket serta melalui wawancara
penelitian tersebut, penggunaan modul tidak terstruktur secara langsung dengan
pembelajaran IPA berbasis HOTS dapat guru. Hasil analisis kebutuhan guru
meningkatkan hasil belajar siswa. Namun, mengungkap beberapa masalah yang
pembelajaran berbasis HOTS dalam terdapat dalam pelaksanaan pembelajaran
penelitian tersebut disampaikan melalui IPA. Bahan ajar yang disediakan oleh
model pembelajaran discovery learning sekolah kurang maksimal dalam memuat
serta tidak dikembangkan untuk kegiatan praktikum serta latihan-latihan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis soal. Guru sangat membutuhkan bahan ajar
siswa. cetak sebagai pelengkap dari bahan ajar
yang disediakan sekolah. Bahan ajar

290
berbentuk cetak dianggap lebih mampu mengikuti pembelajaran IPA berbasis
memuat materi secara luas serta mudah HOTS.
dipelajari di rumah. Tahap selanjutnya yaitu analisis
Guru telah merasa menerapkan materi. Tema yang diangkat pada modul
beberapa aspek HOTS dalam pembelajaran. pembelajaran IPA berbasis HOTS ini
Namun, penerapan tersebut masih belum adalah sistem penglihatan manusia. Materi
maksimal dan belum dapat disajikan secara terpadu dengan model
mengembangkan keterampilan berpkir keterpaduang jarring laba-laba (webbed).
tingkat tinggi siswa. Para guru menganggap Penyajian materi secara tematik melalui
siswa kurang kritis selama pembelajaran. model webbed diharapkan mampu
Siswa jarang bertanya, mengajukan meningkatkan ketertarikan siswa untuk
pertanyaan tingkat rendah, serta pasif ketika belajar. Model keterpaduan webbed juga
hasil praktikum tidak sesuai dengan teori. digunakan dalam penelitian oleh
Siswa juga kesulitan dalam melakukan Yannurdanti (2013) karena model
analisis data. Berdasarkan hasil wawancara keterpaduan webbed dapat dikembangkan
dengan siswa diketahui bahwa siswa jarang melalui suatu tema yang lebih luas yang
melakukan kegiatan eksperimen dan lebih menghubungkan jaringan dari berbagai
banyak diajarkan untuk menyelesaikan disiplin ilmu sehingga siswa memperoleh
soal-soal yang bersifat matematis. Hal ini pengalaman belajar.
dirasa kurang memaksimalkan kemampuan Tema yang diangkat dalam modul
berpikir siswa dalam memahami konsep pembelajaran IPA ini adalah sistem
IPA yang tidak selalu bersifat matematis. penglihatan manusia. Dalam UN, SKL yang
Padahal, salah satu tujuan pembelajaran memuat tema ini hampir selalu menempati
IPA di kelas menurut BSNP (2006) adalah peringkat bawah dari segi daya serap SKL
melakukan inkuiri ilmiah untuk pada hampir seluruh SMP di Kabupaten
menumbuhkan kemampuan berpikir, Sragen tahun ajaran 2013/2014. Tema ini
bersikap dan bertindak ilmiah serta mencakup dua materi dalam pembelajaran
berkomunikasi. IPA, yaitu sifat-sifat cahaya dan alat optik.
Upaya untuk mengembangkan Tema sistem penglihatan manusia juga
kemampuan siswa dalam bertindak ilmiah dirasa menarik berkaitan erat dengan indera
dapat ditunjang dengan melibatkan siswa yang setiap hari digunakan oleh manusia.
dalam kegiatan eksperimen. Pembelajaran Hal ini sesuai dengan yang disampaikan
dengan melibatkan kegiatan eksperimen oleh Pusat Kurikulum (2006) yang
akan memberi pengalaman langsung pada menyatakan bahwa tema yang familiar akan
siswa. Hal ini akan memberi dampak positif membuat motivasi belajar meningkat.
bagi siswa seperti yang dinyatakan dalam Namun, ternyata observasi di lapangan
penelitian oleh Listyawati (2012) bahwa menunjukkan banyak siswa yang belum
pengalaman belajar yang lebih memahami bagian-bagian serta cara kerja
menunjukkan kaitan unsur-unsur sistem penglihatan manusia.
konseptual akan menjadikan proses belajar Tahap kedua dalam penelitian ini
lebih efektif. Pemilihan basis HOTS adalah tahap perancangan (design). Pada
sebagai basis pembelajaran dalam modul ini tahap ini dilakukan kegiatan pemilihan
didasarkan pada teori perkembangan Piaget format yang terdiri dari 3 bagian antara lain
yang dikemukakan oleh Sulistyorini (2009) bagian pendahuluan, isi, dan penutup.
menyatakan bahwa siswa SMP dengan Modul terbagi dalam 4 KB yaitu KB 1
rentang usia antara 13-16 tahun telah masuk membahas bagian-bagian mata, KB 2
dalam tahap operasional formal dimana membahas proses melihat, KB 3 membahas
siswa sudah dapat menggunakan logikanya pembiasan pada lensa cembung, dan KB 4
sehingga diharapkan siswa mampu membahas kerusakan pada mata. Setiap KB
memuat tahap saintifik yang diintegrasikan

291
dengan rubrik-rubrik dalam modul sehingga saintifik yang memuat aspek HOTS,
dapat menunjukkan karakteristik modul memiliki desain kulit dan isi modul yang
pembelajaran IPA yang dikembangkan. menarik, serta bahasa yang digunakan
Implementasi HOTS dalam pembelajaran dalam modul bersifat komunikatif dan
tidak memiliki sintaks tertentu sehingga sesuai denga kaidah bahasa Indonesia.
dituangkan melalui tahapan pendekatan Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai
saintifik. Hal ini sesuai dengan pendapat natural cut off score sebesar 83 yang
Winarno (2014) yang menyatakan bahwa artinya modul layak untuk digunakan dalam
proses belajar menganalisis, mengevaluasi, pembelajaran karena nilai tersebut lebih
dan mencipta yang merupakan komponen tinggi dari skor batas bawah yaitu 70. Saran
HOTS boleh dilaksanakan secara acak dan komentar yang diperoleh pada tahap
dalam proses pembelajaran. validasi digunakan sebagai bahan untuk
Pembelajaran dalam modul melakukan revisi I.
disampaikan melalui tahap-tahap Selanjutnya dilakukan uji coba skala
pendekatan saintifik yang memuat aspek- kecil. Skor rata-rata yang diperoleh dari
aspek HOTS. Penerapan pendekatan penilaian siswa terhadap keterbacaan modul
saintifik diharapkan dapat mengembangkan pada uji kecil ini adalah 73,93 dan termasuk
kemampuan berpikir kritis siswa serta dalam kategori “Baik”. Artinya, menurut
meningkatkan hasil belajarnya. Penerapan siswa modul pembelajaran IPA berbasis
pendekatan saintifik pada pembelajaran HOTS yang dikembangkan telah memiliki
melalui modul sejalan dengan penelitian penyampaian materi yang lengkap dan
oleh Lestari (2015) yang menghasilkan sesuai aspek HOTS, bahasa yang mudah
kesimpulan modul IPA terpadu dengan dimengerti, serta tampilan yang menarik.
pendekatan saintifik dapat meningkatkan Selain memberi penilaian, siswa yang
kemampuan siswa pada aspek pengetahuan, mengikuti uji coba skala kecil juga
sikap, dan keterampilan. memberi saran dan komentar terhadap
Kelayakan modul pembelajaran IPA modul yang telah digunakan sebagai bahan
yang dikembangkan dalam penelitian ini untuk revisi guna meningkatkan kualitas
diuji melalui serangkaian proses pada tahap modul.
ketiga penelitian, yaitu tahap Penilaian yang diberikan oleh siswa
pengembangan (develop). Pada tahap ini pada uji coba skala besar dengan skor rata-
dilakukan uji coba latihan soal dan uji coba rata sebesar 75,64 menempatkan siswa
instrumen tes dalam modul yang dalam kategori “sangat baik”. Artinya,
dikembangkan berdasarkan indikator- siswa menganggap modul pembelajaran
indikator pembelajaran dalam setiap KB. IPA berbasis HOTS dianggap mampu
Selanjutnya, dilakukan proses validasi ahli, menyajikan materi yang mudah dipahami,
guru, dan teman sejawat untuk mengetahui disampaikan dengan bahasa yang mudah
kelayakan modul. Thiagarajan (1974) dipahami, serta menyajikan tampilan layout
mengemukakan bahwa pada tahap dan gambar yang menarik. Beberapa siswa
pengembangan, terdapat kegiatan penilaian memberi saran untuk melakukan revisi pada
ahli yang dilakukan untuk memperoleh kolom “Tugas” pada KB 1 yang dianggap
saran serta perbaikan materi dalam produk terlalu sulit untuk dijawab. Setelah
yang dikembangkan. dilakukan revisi terakhir, diperoleh produk
Secara keseluruhan, skor yang akhir berupa modul pembelajaran IPA
diberikan oleh validator menunjukkan berbasis HOTS dengan tema sistem
modul berada pada kategori “sangat baik”. penglihatan manusia.
Artinya, modul IPA berbasis HOTS yang Tahap terakhir dari penelitian ini
dikembangkan telah memenuhi aspek adalah tahap penyebaran (disseminate).
kedalaman materi yang baik, pembelajaran Penyebaran dilakukan terhadap 4
di dalam modul sesuai dengan pendekatan SMP/MTs di Kabupaten Sragen. Skor yang

292
diberikan oleh masing-masing guru dari 4 minus” yang sulit dikaitkan dengan konsep
sekolah tersebut memberikan hasil rata-rata mata miopi dan lensa cekung sehingga item
sebesar 17,75 yang berarti modul termasuk ini mendapat nilai yang rendah.
dalam kriteria “sangat baik”. Dengan Skor rata-rata N-gain sebesar 0,49
demikian, modul pembelajaran IPA yang berarti peningkatan kemampuan
berbasis HOTS yang dikembangkan dalam berpikir kritis siswa termasuk dalam
penelitian ini telah layak dan sesuai untuk kategori “sedang”. Peningkatan ini sejalan
digunakan dalam pembelajaran. dengan hasil penelitian oleh Adi (2015)
Tujuan ketiga dari penelitian ini yang menujukkan bahwa pembelajaran
adalah untuk mengetahui besarnya dengan menggunakan modul dapat
peningkatan kemampuan berpikir kritis meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa setelah mengikuti pembelajaran siswa.
menggunakan modul pembelajaran IPA Selain kemampuan berpikir kritis,
berbasis HOTS. Kemampuan berpikir kritis ternyata modul pembelajaran IPA berbasis
siswa diukur melalui tes tertulis pada HOTS yang dikembangkan juga
kegiatan pretest dan posttest. Pretest meningkatkan hasil belajar siswa pada tiga
dilakukan sebelum siswa mengikuti ranah yaitu kognitif, afektif, dan
pembelajaran menggunakan modul, psikomotor. Pada ranah kognitif, rata-rata
sedangkan posttest dilakukan setelah siswa nilai siswa yang diperoleh dari tes evaluasi
selesai mengikuti pembelajaran adalah sebesar 77,1. Nilai ini lebih tinggi
menggunakan modul. dibandingkan dengan KKM yang
Instrumen tes berupa soal pilihan ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran
ganda dengan empat pilihan jawaban. Item- IPA yaitu 75. Hal ini berarti, modul
item soal dikembangkan berdasarkan 12 pembelajaran IPA berbasis HOTS telah
indikator kemampuan berpikir kritis cukup efektif dalam meningkatkan
menurut Ennis (1985). Jumlah soal yang kemampuan berpikir siswa. Meskipun
terdapat pada instrumen tes kemampuan demikian, masih terdapat 8 siswa dengan
berpikir kritis yang digunakan adalah 22. nilai dibawah KKM sehingga perlu
Hampir semua indikator diwakili oleh 2 mengikuti kegiatan remidi.
item tes, kecuali untuk indikator Pada ranah afektif, penilaian
kemampuan memfokuskan pertanyaan dan dilakukan pada aspek rasa ingin tahu,
indikator mengartikan istilah. Peningkatan ketelitian dan kehati-hatian, ketekunan dan
kemampuan berpikir kritis dilihat dari nilai tanggung jawab, serta keterampilan
N-gain. Semakin besar nilai N-gain, artinya berkomunikasi. Hasilnya, ada peningkatan
semakin besar pula peningkatan aspek afektif siswa dalam setiap pertemuan.
kemampuan berpikir kritis siswa. Meskipun demikian, terdapat penurunan
Peningkatan tertinggi terjadi pada skor pada pertemuan ke empat yiatu pada
indikator melakukan evaluasi yaitu sebesar aspek rasa ingin tahu dan aspek ketelitian
0,64. Item soal yang mewakili indikator ini dan kehati-hatian. Pertemuan ke empat
berupa pertanyaan mengenai pembiasan membahas tentang kerusakan mata yang
cahaya jika melewati dua medium yang berisi kegiatan wawancara terhadap
berbeda dan pembiasan pada lensa penderita kerusakan mata. terbatasnya
cembung. Kedua materi tersebut dipelajari jumlah narasumber menyebabkan tidak
siswa secara langsung dengan melakukan semua siswa antusias untuk bertanya atau
percobaan yang terdapat dalam modul, menggali informasi karena merasa sudah
sehingga siswa lebih paham. Sedangkan diwakili oleh pertanyaan teman satu
peningkatan terendah terjadi pada indikator kelompoknya. Pada ranah psikomotor,
mengartikan istilah yaitu sebesar 0,25. Item dilakukan penilaian terhadap keterampilan
soal yang mewakili indikator tersebut merangkai alat, keterampilan menyusun
berupa pertanyaan mengenai istilah “mata data dalam tabel, serta keterampilan

293
melakukan presentasi. Peningkatan kategori “baik” dengan skor rata-rata
terendah terjadi pada aspek keterampilan 3,21. Hasil respon siswa pada uji coba
merangkai alat yaitu sebesar 0,20. Tidak skala besar menempatkan modul dalam
setiap kegiatan pembelajaran dalam modul kategori “sangat baik” dengan skor 3,28.
melibatkan kegiatan praktikum. Hal ini Hasil respon dan keterbacaan oleh guru
yang menyebabkan keterampilan siswa dalam tahap penyebaran menempatkan
dalam merangkai alat tidak mengalami modul pada kategori “sangat baik”
banyak peningkatan dibanding aspek dengan skor 3,55. Kriteria layak
keterampilan menyusun data dalam tabel menurut uji coba skala kecil, uji coba
serta melakukan presentasi. skala besar, serta penyebaran sama
dengan kriteria layak menurut reviewer
dan peer reviewer. Hasil tersebut
Kesimpulan dan Rekomendasi menujukkan bahwa modul pembelajaran
IPA berbasis HOTS dengan tema sistem
Kesimpulan
penglihatan manusia layak digunakan
Kesimpulan yang diperoleh dari
untuk digunakan dalam pembelajaran.
penelitian pengembangan ini antara lain:
3. Modul pembelajaran IPA berbasis
1. Karakteristik khusus pengembangan
HOTS dengan tema sistem penglihatan
modul pembelajaran IPA berbasis high
manusia dapat meningkatkan
order thinking skill (HOTS) dengan
kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini
tema sistem penglihatan manusia yang
dapat dilihat dari peningkatan skor rata-
dikembangkan oleh peneliti memiliki
rata yang meningkat dari sbelum
lima tahap pembelajaran sesuai dengan
menggunakan modul (pretest) dengan
pendekatan saintifik yang dituangkan
setelah menggunakan modul (posttest)
pada rubrik dalam modul. Rubrik
dengan nilai gain 0,49 yang termasuk
tersebut antara lain: (1) Rubrik “Mari
dalam kategori sedang.
Mengamati!” yang memuat tahap
mengamati; (2) Rubrik “Ayo Bertanya!” Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan dan
yang memuat tahap menanya; (3) rubrik
pembahasan, maka terdapat saran sebagai
“Asyiknya Mengumpulkan Informasi!”
pertimbangan perbaikan produk pada
yang memuat tahap mengumpulkan
penelitian selanjutnya
informasi; (4) rubrik “Coba Pikirkan!”
1. Perlu adanya persiapan (terutama dari
yang memuat tahap menalar; dan (5)
segi alokasi waktu) sebelum dilakukan
rubrik “Presentasi Yuk!” yang memuat
pembelajaran menggunakan modul
tahap mengomunikasikan
pembelajaran IPA berbasis HOTS agar
2. Modul pembelajaran IPA berbasis
pembelajaran terlaksana sesuai dengan
HOTS divalidasi oleh validator ahli
RPP.
materi, ahli media, ahli bahasa, guru,
2. Modul yang dihasilkan dapat digunakan
dan teman sejawat. Aspek kelayakan isi
sebagai bahan ajar dalam pembelajaran.
dan penyajian termasuk kategori “sangat
Namun, keterampilan guru dalam
baik” dengan skor 4,55. Aspek
mengembangkan modul sesuai
kelayakan kegrafikan termasuk kategori
kebutuhan lapangan yang beragam
“sangat baik” dengan skor 3,60. Aspek
sangat dibutuhkan agar diperoleh modul
kelayakan bahasa termasuk dalam
dengan kualitas yang baik.
kategori “sangat baik” dengan skor 3,75.
3. Guru diharapkan dapat membuat
Aspek materi, bahasa, tampilan, dan
menerapkan model pembelajaran yang
gambar termasuk dalam kategori “sangat
bervariasi karena HOTS tidak hanya
baik” dengan skor 3,15 dari guru dan
dapat dilatihkan melalui pendekatan
3,65 dari teman sejawat. Hasil respon
saintifik.
dan keterbacaan modul pada uji coba
skala kecil menempatkan modul pada

294
4. Diharapkan adanya rancangan Diunduh dari
pembelajaran yang dapat mengajak http://www.ascd.org/ASCD/pdf/journal
siswa untuk berinteraksi langsung s/ed_lead/el_198510_ennis.pdf pada
dengan penderita kerusakan mata agar tanggal 16 Septembr 2015
siswa memperoleh lebih banyak Lestari. (2015). Pengembangan Modul IPA
informasi dari sumber yang Terpadu dengan Pendekatan Saintifik
berpengalaman. Tema Sampah untuk Siswa Kelas VII
5. Hasil penelitian ini dapat digunakan SMP/MTs. Tesis. Universitas Sebelas
Maret Surakarta
sebagai acuan untuk mengembangkan
penelitian sejenis, terutama penelitian Listyawati, M. (2012). Pengembangan
pengembangan modul pembelajaran Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu
berbasis high order thinking skill yang di SMP. Journal of Innovative Science
masih sedikit dilakukan. Peneliti dapat Education (1) (2012) ISSN 2252-6412.
Diunduh dari
mengembangkan modul dengan
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php
pendekatan dan materi atau tema yang /jise/article/download/46/35 pada 6
berbeda. Agustus 2016
Martin, M. O., .Mullis, V.S.I., Foy, P., Stanco,
Daftar Pustaka G. M. (2012). TIMSS 2011
International Results in Science.
Adi, D. W. (2015). Pengembangan Modul United States: TIMSS & PIRLS
Fisika Berbasis Discovery Learning International Study Center
dengan Pendekatan Problem based
OECD. (2014). PISA 2012 Result: What
Learning untuk Meningkatkan
Students Know and Can Do – Student
Kemampuan Berpikir Kritis dan
Performance inMathematics, Reading
Kreatif Siswa Kelas XI SMA/MA di
and Science (Volume I, Revised
Surakarta. Tesis, Universitas Sebelas
Edition, February 2014). OECD
Maret
Publishing
Astika I. Kd. U, Suma I. K, & Suastra I. W.
Pratama, H. (2014). Pengembangan Modul
(2013). Pengaruh Model pembelajaran
Pembelajaran IPA Fisika SMP Kelas
Berbasis masalah terhadap Sikap
IX Berbasis Pendekatan Jelajah Alam
Ilmiah dan Keterampilan berpikir
Sekitar (JAS) pada Materi Gerakan
Kritis. e-Journal Program
Bumi dan Bulan yang Terintegrasi
Pascasarjana Universitas Pendidikan
Budaya Jawa. Tesis. Universitas
Ganesha, vol 3 tahun 2013. Diakses
Sebelas Maret Surakarta
pada 16 Sepetember 2015 dari
http://pasca.undiksha.ac.id/e- Pusat Kurikulum. (2006). Panduan
journal/index.php/jurnal_ipa/article/do pengembangan pembelajaran IPA
wnload/851/606 Terpadu. Jakarta: Balitbang Depdiknas
Azwar, S. (2007). Penyusunan Skala Psikologi. Sulistyorini. (2009). Evaluasi Pendidikan dalam
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Meningkatkan Mutu Pendidikan.
Yogyakarta: Penerbit TERAS
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006).
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Thiagarajan, S., Semmel, D. S., & Semmel, M.
Dasar dan Menengah: Standar I. (1974). Instructional Development
Kompetensi dan Kompetensi Dasar for Training Teachers of Exceptional
SMP/MTs. Jakarta: BSNP Children. Minnesota: Center for
Innovation in Teaching the
Departemen Pendidikan Nasional. (2008).
Handicapped
Panduan Pengembangan Bahan Ajar.
Jakarta: Depdiknas Winarno. (2014). Pengembangan Modul IPA
Terpadu Berbasis High Order Thinking
Ennis, R. H. (1985). A Logical Basis for
Skill (HOTS) pada Tema Energi. Tesis,
Measuring Critical Thinking Skill.
Universitas Sebelas Maret

295
Yannurdanti, P. (2013). Peningkatan Efektifitas
Pembelajaran IPA Terpadu melalui
Penggunaan Modul Berbasis
Salingtemas Materi Cahaya dan Mata
dengan Tema Cahaya dan Manfaatnya.
Tesis. Universitas Sebelas Maret
Surakarta

296

Anda mungkin juga menyukai