3 Pedoman Komite Etik-Hukum RS

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 34

PEDOMAN KOMITE ETIK DAN HUKUM

RUMAH SAKIT KRISTEN LINDIMARA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Untuk menjalankan roda organisasi rumah sakit dengan baik, diperlukan sumber daya
manusia yang berkualitas dan sarana serta prasarana yang memadai.
Oleh karena itu perilaku tenaga medis, paramedis, non medis harus baik, serta dapat menjaga
dan mempertahankan etik, baik etik rumah sakit, etik kedokteran maupun etik keperawatan,
serta mentaati hukum kesehatan pada khususnya dan hukum lain pada umumnya.
Semakin maraknya tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan memaksa rumah
sakit dengan seluruh tenaga kesehatan yang ada harus hati-hati dalam memberikan
pelayanan kesehatan, dan harus ditingkatkan baik kualitas profesi maupun ketaatan akan
etika dan hukum yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu komite yang
menangani dan menjaga etika dan hukum tenaga kesehatan rumah sakit. Komite tersebut
dinamakan Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit.
Persamaan etik dan hukum adalah sebagai berikut:
1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat.
2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia.
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat agar tidak saling
merugikan.
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.
5. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior.

Sedangkan perbedaan Etik dan hukum adalah sebagai berikut:


1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku untuk umum.
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum disusun oleh badan
pemerintah.
3. Etik tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-
undang dan lembaran/berita negara.
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan. Sanksi terhadap pelanggaran
hukum berupa tuntutan.
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK),
yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kalau perlu diteruskan
kepada Panitia Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK), yang dibentuk oleh
Departemen Kesehatan (DEPKES). Pelanggaran hukum diselesaikan melalui
pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik. Penyelesaian
pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.
2. Tujuan
Pedoman Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit disusun dengan tujuan:
1. Tujuan Umum
Menjadi pedoman bagi Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit serta bagi Manajemen
dalam menciptakan pelayanan yang sesuai dengan etik rumah sakit dan tidak melanggar
hukum yang berlaku.
2. Tujuan Khusus
a. Agar seluruh karyawan rumah sakit baik medis penunjang maupun non medis
bertindak sesuai dengan etika dan hukum.
b. Menjadi acuan bagi manajemen dan Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dalam
mengambil langkah penyelesaian jika terjadi pelanggaran etik dan atau hukum di
rumah sakit.
c. Menjadi acuan kinerja dan sikap organisasi rumah sakit yang selaras dengan visi,
misi dan pernyataan nilai-nilai Rumah Sakit, kebijakan sumber daya manusia,
laporan tahunan serta dokumen lainnya.
d. Membantu tenaga kesehatan, staf, serta pasien dan keluarga pasien ketika
menghadapi dilema etis dalam asuhan pasien, seperti perselisihan antar profesional
dan perselisihan antara pasien dan dokter mengenai keputusan dalam asuhan dan
pelayanan.

3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit RS Kristen Lindimara
adalah:
a. Etik dan hukum yang berhubungan dengan data Rekam Medik pasien di RS Kristen
Lindimara.
b. Etik dan hukum tentang Hak dan Kewajiban Dokter di RS Kristen Lindimara.
c. Etik dan hukum tentang Hak, Kewajiban dan Tanggung jawab Perawat di RS Kristen
Lindimara.
d. Etik dan hukum tentang Hak dan Kewajiban Petugas Administrasi di RS Kristen
Lindimara.
e. Kode Etik dan peraturan hukum Profesi Rekam Medik di RS Kristen Lindimara.
f. Etik dan hukum tentang Hak dan Kewajiban Pasien di RS Kristen Lindimara.
g. Etik rumah sakit yang berhubungan dengan Etika Kristen di RS Kristen Lindimara.
h. Masalah Etik Medis di RS Kristen Lindimara.
i. Penyelesaian Permasalahan Etik dan atau hukum di RS Kristen Lindimara.
j. Etik tentang Penelitian/ riset di RS Kristen Lindimara.
k. Penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan Pembayaran Pasien.

4. Batasan Operasional
a. Etik ialah suatu norma atau nilai (value) mengenai sikap batin dan perilaku manusia.
Oleh sebab itu, sifatnya masih abstrak, belum tertulis. Kalau sudah tertulis, maka disebut
Kode Etik.
b. Karena norma tergantung pada tempat, situasi dan kurun waktu tertentu, maka etik
sebagai suatu norma/ nilai dapat berubah-ubah. Jika tempatnya berlainan, maka etiknya
dapat pula berlainan, karena akibat pengaruh sejarah, kultur serta adat- istiadat setempat.
Demikian juga, walaupun tempatnya sama, tetapi kurun waktunya berlainan, dapat pula
berlainan norma/ etiknya.
c. Kode etik berarti: himpunan norma-norma yang disepakati dan ditetapkan oleh dan
untuk para pengemban profesi tertentu. Dalam hal ini profesi kesehatan, perumah
sakitan, kedokteran, perawatan, dan sebagainya.
d. Kode etik bersifat: apa yang kita cita-citakan. Bukan menguraikan akan apa adanya
sekarang, ini. Oleh karena sifatnya yang normatif, maka perumusan suatu Kode Etik
harus memakai istilah-istilah: harus, seharusnya, wajib, tidak boleh anjuran atau
larangan, sehingga diketahui apa yang dianggap baik atau buruk, sebagai kewajiban atau
tanggung jawab sifat-sifat kehidupan yang baik. Dalam bidang etik kesehatan,
masalahnya lebih serius, sehingga pilihannya bisa antara baik atau lebih baik" atau
antara "buruk atau lebih buruk".
e. Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan, dalam
mengatur pergaulan hidup masyarakat.
f. Etik dan hukum memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengatur tertib dan tentramnya
pergaulan hidup dalam masyarakat.

5. Landasan Hukum
Boleh dikatakan bahwa tidak ada bidang kehidupan masyarakat yang tidak tersentuh oleh
hukum, demikian juga halnya dengan rumah sakit. Pertambahan/ perpindahan penduduk
yang cepat, perkembangan IPTEK (terutama dibidang medis), masuknya kebudayaan asing,
memberikan dampak terhadap norma serta pandangan hidup masyarakat Indonesia, sehingga
masyarakat sudah mulai mengetahui hak dan kewajibannya. Akibatnya, pengelolaan rumah
sakit tidak boleh lagi hanya didasarkan atas norma-norma etis dan moral saja, tetapi harus
berpedoman pada peraturan yang lebih pasti, yaitu: Hukum yang berlaku.
Untuk mengatasi masalah etik dan atau hukum yang dihadapi oleh semua pihak yang ada di
rumah sakit, maka di setiap rumah sakit dibentuk: Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit,
yang akan berusaha untuk menyelesaikan masalah-masalah etik dan atau hukum yang timbul
di dalam rumah sakit.
Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara harus peka terhadap permasa1ahan etik
maupun hukum yang timbul di dalam rumah sakit, dan harus menyadari bahwa segala
informasi yang didapat dari pasien dan tentang pasien (dari Rekam Medis) merupakan
previledge information. Oleh sebab itu kerja Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara
haruslah dilandasi oleh kerangka kerja etis dan berdasarkan hukum yang berlaku.

Sebagai landasan Etik dan hukum Rumah Sakit di RS Kristen Lindimara ialah:
1. Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 dan Pancasila
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
informasi Publik
5. Undang-Undang Nomor Republik Indonesia 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
tentang Rekam Medis
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 tentang
Rahasia Kedokteran
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2013 tentang
penyelenggaraan pekerjaan dan praktik tenaga Gizi
15. Peraturan
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Radiografer
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014 Tentang
Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
18. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 370/MENKES/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan
19. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 377/MENKES/SKIII/2007
tentang Standar Profesi Perekem Medis dan Informasi Kesehatan
20. Keputusan Kongres Nasional XVIII/2009 Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia Nomor :
006/KONGRES XVIII/ISFI/2009 tentang Kode Etik Apoteker Indonesia
21. Keputusan PB IDI no 111/PB/A.4/02/2013 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran
Indonesia.
22. Keputusan Musyawarah Nasional Kedelapan Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium
Kesehatan Indonesia (MUNAS VIII PATELKI) nomor 09/MUNAS VIII/5/2017 tentang
Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Medik.
23.
BAB II
KOMITE ETIK DAN HUKUM

A. Direktur menetapkan tata kelola untuk manajemen etis dan etika karyawan agar menjamin
bahwa asuhan pasien diberikan didalam norma-norma bisnis, finansial, etis, dan hukum yang
melindungi pasien dan hak mereka. Tata kelola ini dalam bentuk Pedoman Komite Etik dan
Hukum RS Kristen Lindimara.
Direktur bertanggung jawab secara profesional dan hukum dalam menciptakan dan
mendukung lingkungan dan budaya kerja yang berpedoman pada etika dan perilaku etis
termasuk etika karyawan. Penerapan etika dengan bobot yang sama pada kegiatan
bisnis/manajemen maupun kegiatan klinis/pelayanan RS Kristen Lindimara.

B. Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara


a. Direktur RS Kristen Lindimara membentuk dan menetapkan Komite Etik dan Hukum
RS Kristen Lindimara.
b. Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara bertanggung jawab terhadap
peningkatan etika dan hukum yang mengkoordinasikan etika dan disiplin profesi yang
ada di RS Kristen Lindimara.
c. Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara merupakan komite yang dibentuk
oleh Direktur Rumah Sakit dengan anggota dari berbagai disiplin ilmu dalam rumah
sakit.
d. Tujuan pembentukan Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara adalah
membantu direktur RS Kristen Lindimara menjalankan kode etik dan hukum RS
Kristen Lindimara.
e. Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara dapat menjadi sarana efektif dalam
mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan di RS Kristen Lindimara seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan
masyarakat tentang berbagai masalah etika, hukum, dan kedokteran di rumah sakit.
f. Seluruh permasalahan yang berkaitan dengan etika dan hukum dirumah sakit
ditangani oleh Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit.
g. Komite etik dan hukum RS Kristen Lindimara dalam melaksanakan tugasnya dapat
berkoordinasi dengan sub komite etik dan disiplin profesi medis dan keperawatan
dibawah komite masing-masing.

C. Fungsi Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara


a. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit berfungsi sebagai sumber informasi yang relevan
untuk bahan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah etik dan hukum serta
penyelesaian masalah etik dan atau hukum di rumah sakit.
b. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit bertugas mengidentifikasi masalah etik dan hukum
di rumah sakit, sehingga Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dapat memberikan
gambaran tentang cara penyelesaiannya.
c. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit berperan memberikan rekomendasi dan penjelasan
kepada Direktur, apakah suatu pelanggaran etik dan atau hukum diteruskan ke pengadilan
atau tidak.
d. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit berperan dalam melakukan peningkatan
pengetahuan dan kemampuan anggotanya dan staf rumah sakit, melalui misalnya
pelatihan, seminar, diskusi dll.
e. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dapat melakukan diskusi dan pembahasan berbagai
kasus medis dengan kandungan aspek etika dan atau hukum rumah sakit.

f. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dapat berkonsultasi dengan konsulen hukum dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah etik dan hukum.
D. Kualifikasi sumber daya manusia
1. Kualifikasi SDM Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara:

Jenis
Pendidikan Sertifikasi Jumlah
Ketenagaan
Ketua Minimal D3 masa Pelatihan Handling 1
kerja minimal 3 tahun. Complain
Sekretaris Minimal D3, diutamakan Pelatihan handling 1
Sarjana Hukum, masa keja complain.
minimal 3 tahun.
Anggota Dokter Umum 1
Dokter Spesialis 1
Perawat, minima D3 2
Farmasi, minimal D3 1
Theologi, diutamakan Sarjana 1
Tenaga Kesehatan lainnya 1
Jumlah 9

2. Syarat SDM Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara:

Angota Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara dipilih dari orang-orang yang
memiliki syarat:
1. Jujur
2. Objektif
3. Dapat dipercaya
4. Bisa bersikap netral
5. Memiliki pengetahuan dibidang Etik rumah sakit
6. Bersedia meluangkan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas di Komite
Etik
Jika ada anggota Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit yang sudah tidak memiliki
syarat tersebut diatas maka wajib mengundurkan diri atau dikeluarkan dan diganti
orang lain yang memenuhi syarat.

E. Pengaturan Ketenagaan
Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara bukan merupakan unit pelayanan yang
madiri dengan SDM yang bekerja khusus fulltime disitu, namun personil Komite Etik dan
Hukum merupakan karyawan RS Kristen Lindimara yang berasal dari gugus tugas atau unit
kerja yang ada di RS Kristen Lindimara.
Oleh karena itu tidak ada pengaturan dinas khusus untuk Komite Etik dan Hukum RS
Kristen Lindimara. Dalam beberapa kasus ada beberapa hal yang perlu pengaturan untuk
menghindari konflik kepentingan, yaitu:
1. Jika ada kasus atau masalah etik maupun hukum di rumah sakit yang menyangkut pasien
dan atau tenaga kesehatan, dan jika pasien atau tenaga kesehatan tersebut memiliki
hubungan kekeluargaan dengan anggota Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit, maka
untuk menghindari konflik kepentingan dalam membahas dan memutuskan kasus
tersebut maka anggota Komite Etik dan Hukum yang memiliki hubungan kekeluargaan
dengan pasien atau petugas kesehatan yang terlibat tidak boleh mengikuti rapat Komite
Etik dan Hukum yang membahas kasus tersebut.
2. Jika anggota Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara terlibat dalam kasus atau
masalah etik ataupun hukum rumah sakit maka anggota Komite Etik dan Hukum RS
Kristen Lindimara tersebut tidak diperkenankan mengikuti rapat Komite Etik dan
Hukum RS Kristen Lindimara yang membahas kasus tersebut. Hal ini untuk
menghindari objektifitas pembahasan dan pengambilan keputusan, baik oleh anggota
Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara yang terlibat maupun oleh anggota
Komite Etik dan Hukum yang lain.
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG
Dalam melakukan aktivitas Pelayanannya, terutama untuk pertemuan/ rapat Komite Etik
dan Hukum Rumah Sakit, menggunakan ruang ruang rapat. Karena keterbatasan RS
Kristen Lindimara maka ruang rapat tersebut juga dipergunakan oleh Komite Medik dan
Hukum.

DENAH

B. STANDAR FASILITAS
Ruang Komite Etik dan Hukum rumah Sakit hanya berbentuk 1 (satu) ruang persegi
panjang dan sangat sederhana isinya, dilengkapi dengan peralatan/ perabotan sebagai
berikut:

Nama Peralatan/ Jumlah Keterangan


Perabot
Meja Besar 1

Kursi 15 Bisa ditambah jika diperlukan

Meja Telepon 1

Telepon 1 intercom

LCD 1 Digantung di atas

Komputer 1 PC

Layar - Langsung di menggunakan dinding

Almari Buku 1

Wastafel 1

Lampu neon 1 Untuk penerangan


AC 1
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. ETIK DAN HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN DATA REKAM MEDIK


PASIEN DI RS KRISTEN LINDIMARA
1. Kepemilikan Data pasien/ Rekam Medik di RS Kristen Lindimara
Data pasien, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 749a/ Menkes/
Per/XII/ 1989, ialah: data pasien/ rekam medik yang terdiri dari berkas berbentuk
catatan, dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain kepada pasien, pada sarana pelayanan kesehatan. Fisik data pasien
yang berbentuk rekam medik, sebagaimana diuraikan diatas adalah milik RS Kristen
Lindimara, sedangkan isi dari data rekam medis tersebut adalah milik pasien.
2. Kebenaran data
Data rekam medik merupakan alat informasi dan komunikasi atas seorang pasien
kepada dokter/ perawat yang merawatnya atau pihak kepolisian, pihak peradilan
maupun terhadap pihak keluarga pasien.
Oleh sebab itu, semua pihak (dari RS Kristen Lindimara) yang bertugas untuk
mengisi membuat rekam medik tersebut, harus jujur dan benar mengisi data pasien,
hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, frekuensi konsultasi, pembiayaan dan
sebagainya, agar tidak menimbulkan kerugian baik kepada pihak rumah sakit (sebagai
penyelenggara) maupun kepada pasien/ keluarganya/ masyarakat (sebagai
konsumen).
3. Penyimpanan data
Karena data pasien/ rekam medik tersebut merupakan suatu hal yang sangat penting
bagi banyak pihak, maka data pasien/ rekam medik tersebut harus disimpan di tempat
yang aman dan baik, agar tidak disalahgunakan oleh pihak tertentu (pihak rumah
sakit/ dokter/ perawat/ maupun pihak pasien dan keluarganya) maupun pihak lainnya.
Untuk itu dibuat Standar Prosedur Operasional (SPO) cara pengisian, penyimpanan
dan pengambilan data pasien/ rekam medik tersebut.
4. Perilaku Tenaga Medik Rumah Sakit:
Sesuai dengan keahliannya, maka seorang dokter merupakan petugas rumah sakit
yang paling besar andilnya dalam mengisi data/ rekam medik, baik bagi pasien yang
sedang dirawat maupun bagi pasien yang sedang berkonsultasi. Oleh sebab itu maka
dokter dalam mengisi rekam medis harus benar-benar berpegang teguh pada hal-hal
yang diketahuinya, sesuai dengan ilmu pengetahuan yang didapatnya, jujur dan selalu
berpegang teguh pada sumpah jabatannya sebagai seorang dokter. Pengisian Rekam
Medik harus lengkap sesuai bidangnya dan tepat waktu.
5. Perilaku Tenaga Perawat dan Penunjang Rumah Sakit :
Selain dokter, maka perawat dan penunjang rumah sakit merupakan petugas rumah
sakit yang juga memiliki andil besar dalam mengisi data pasien/ rekam medik
tersebut. Oleh sebab itu mereka dalam mengisi data pasien/ rekam medik harus sesuai
dengan kewenangan yang diberikan kepada mereka, sesuai dengan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya. Juga dalam mengisi data-data tindakan/ perencanaan asuhan
keperawatan, harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Jika yang mengisi
data rekam medis itu seorang siswa perawat yang masih dalam pendidikan, maka
selain harus memenuhi kriteria tersebut diatas, seluruh data yang mereka cantumkan
harus diketahui/ dibawah pengawasan atasan perawat.
6. Perilaku Tenaga Administrasi Rumah Sakit
Salah satu petugas rumah sakit yang juga mempunyai andil dalam pengisian data
pasien/ rekam medik ialah tenaga administrasi rumah sakit, khususnya pengisian
data-data non-medis, sejak pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Khususnya
pencatatan data biaya yang harus dibayar oleh pasien, haruslah dicatat secara tepat
dan benar, sehingga tidak merugikan rumah sakit maupun pasien. Oleh sebab itu,
maka manajemen RS Kristen Lindimara mengharuskan mengkomunikasikan secara
terbuka tarif layanan RS Kristen Lindimara kepada pasien, keluarganya dan
masyarakat luas. Hal ini akan merupakan pengawasan yang efektif terhadap
kebenaran data pasien/ rekam medik, khususnya data biaya yang harus dibayar oleh
pasien.

B. ETIK DAN HUKUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER DI RS


KRISTEN LINDIMARA
1. KEWAJIBAN UMUM SEORANG DOKTER RS KRISTEN LINDIMARA
a. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah
Dokter.
b. Harus senantiasa melaksanakan tugas profesinya menurut ukuran yang tertinggi
(sesuai dengan standart profesi medik).
c. Dalam melakukan pekerjaan kedokteran, tidak boleh dipengaruhi oleh
pertimbangan keuntungan pribadi.
d. Dalam melakukan pekerjaan, harus mengutamakan kepentingan pasien, keluarga
dan masyarakat serta memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang
menyeluruh dan holistik (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif).
e. Setiap tindakan dan informasi yang mungkin menurunkan semangat hidup pasien
baik jasmani maupun rohani, hanya diberikan demi kepentingan pasien.
f. Tidak diperkenankan menerapkan setiap tehnik atau metode pengobatan baru
yang belum diuji kebenarannya.
g. Hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan.
h. Harus mampu memberikan edukasi dan pengabdian masyarakat.
i. Harus mampu bekerja sama dengan pihak lain di bidang kesehatan/ lainnya.
j. Harus selalu memperhatikan dan tidak melanggar Bioetik.
k. Tanpa alasan medis yang benar dan tepat, maka dilarang, untuk:
1) Memperpanjang lenght of stay pasien.
2) Menggunakan peralatan medis secara berlebihan (over utillization).
3) Melakukan tindakan yang mempunyai implikasi/ akibat kriminal, misalnya:
abortus provocatus criminalis.
4) Menahan pasien/ tidak merujuk sedangkan RS Kristen Lindimara tidak
mempunyai peralatan diagnostik/ terapi yang dibutuhkan.
5) Menolak pasien tidak mampu.
l. Tidak diperbolehkan untuk:
1) Melakukan perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri dan atau menjelekkan
teman sejawat lain.
2) Menerima imbalan lain diluar imbalan yang seharusnya.

2. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN:


a. Harus selalu berusaha melindungi dan mempertahankan hidup insani.
b. Harus bersikap tulus iklas mempergunakan ilmunya untuk kepentingan pasien.
Jika ia tidak mampu melaksanakan pemeriksaan dan pengobatan, ia wajib
merujuk pasien ke dokter/ rumah sakit lain yang mempunyai keahlian dalam
penyakit tersebut.
c. Wajib datang dan melakukan pertolongan darurat, sebagai suatu tugas
kemanusiaan.
d. Wajib merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia.
e. Memberikan kesempatan kepada pasien agar dapat berhubungan dengan
keluarganya dan untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya.
f. Dalam memberikan pengobatan harus memperhatikan kemampuan ekonomi
pasien.
g. Hubungan dokter dan pasien harus selaras secara empatis, tetapi jangan sampai
menimbulkan masalah diluar bidang medis, sebagai akibat hubungan yang tidak
proporsional.
h. Dokter wajib memberikan pelayanan medik sesuai dengan standar profesi, yang
diberlakukan di RS Kristen Lindimara.
i. Dokter wajib memberikan informasi dengan benar dan lengkap (inform consent)
kepada pasien/ keluarganya jika akan melakukan tindakan medik pada pasien
tersebut.
j. Dokter wajib membuat rekam medik tentang penyakit/ keadaan pasien dengan
baik, lengkap, benar, secara berkesinambungan.

3. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT


a. Teman sejawat hendaklah dianggap sebagai saudara sendiri dan diperlakukan
sebagaimana ia menghargai dan memperlakukan diri sendiri.
b. Tidak boleh mengambil pasien dari teman sejawatnya tanpa persetujuannya.
c. Melakukan kerjasama yang serasi secara profesional dengan sejawat lainnya, agar
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada pasien.

4. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI:


a. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya agar dapat bekerja dengan baik dan
menjadi teladan bagi pasien.
b. Harus senantiasa menambah dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dengan mengikuti Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (P2KB) dan
tetap setia kepada janji dan cita-citanya yang luhur sebagai dokter.

5. TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN SEORANG DOKTER


Di RS Kristen Lindimara terdapat dokter yang purna waktu yang merupakan
karyawan kontrak full time YUMERKRIS dan dokter paruh waktu yang bukan
karyawan tetap (part time) YUMERKRIS. Ada sedikit perbedaan dalam hak
kewajiban dan tanggungjawab antara dokter purna waktu dan dokter paruh waktu.
Tanggung jawab dokter paruh waktu adalah sebagai berikut:
a. Dokter paruh waktu (spesialis/ bukan spesialis) harus juga mentaati segala
kewajiban seperti yang tercantum pada Pedoman Etik dan Hukum RS Kristen
Lindimara seperti diatas.
b. Dokter paruh waktu sesuai dengan bidang keahliannya bertanggungjawab penuh
atas segala tindakan mediknya.
c. Harus bersedia datang jika pasien dalam keadaan gawat darurat.
d. Harus selalu teratur mengunjungi (visite) pasien yang menjadi tanggungjawabnya.
e. Jika terjadi Kejadian Tidak Diharapkan akibat kelalaian dokter yang menimbulkan
tuntutan dari pasien/ keluarga/ masyarakat, hal itu menjadi tanggung jawab dokter
yang bersangkutan.
f. Pihak RS Kristen Lindimara ikut bertanggung jawab, jika Kejadian Tidak
Diharapkan disebabkan karena ketidakmampuan RS Kristen Lindimara dalam
menyiapkan sarana/ prasarana yang memadai.

6. HAK DOKTER DI RS KRISTEN LINDIMARA


a. Dokter berhak mendapat jaminan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
b. Dokter berhak untuk bekerja sesuai standar profesinya.
c. Dokter berhak menolak permintaan pasien untuk melakukan tindakan medik yang
tidak sesuai dengan standar profesi dan hukum.
d. Dokter berhak untuk menghentikan jasa profesinya kepada pasien, apabila
(misalnya) hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk, sehingga
kerja sama yang baik tidak mungkin dapat diteruskan lagi. Kecuali untuk pasien
gawat darurat.
e. Dokter berhak atas privacy, beristirahat, mengambil cuti sesuai peraturan yang
berlaku.
f. Dokter berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan
ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan.
g. Dokter berhak diperlakukan adil dan jujur dan berhak mendapat informasi atau
pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas atas
pelayanannya.
h. Dokter berhak mendapatkan informasi lengkap sehubungan dengan penyakit
pasien yang dirawatnya, baik dari pasien sendiri atau dari keluarganya.
12
i. Dokter berhak mendapatkan imbalan atas jasa profesi yang diberikannya
berdasarkan perjanjian dengan pasien dan atau ketentuan/ peraturan yang berlaku
di RS Kristen Lindimara.
j. Dokter berhak menolak memberikan keterangan tentang pasien dipengadilan
(sesuai pasal 170 ayat 1 KUHP).

C. ETIK DAN HUKUM TENTANG HAK, KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB


PERAWAT/BIDAN DI RS KRISTEN LINDIMARA
1. HAK - HAK PERAWAT/BIDAN:
a. Mendapat perlindungan hukum.
b. Bekerja menurut standar profesi.
c. Menolak permintaan atau desakan pasien maupun keluarga untuk melaksanakan
tindakan yang bertentangan dengan standar profesi maupun hukum yang berlaku.
d. Atas privacy.
e. Mendapat informasi lengkap dari pasien yang dirawat untuk kepentingan
perawatannya.
f. Mendapat perlakuan yang adil dan jujur.
g. Mendapat imbalan jasa atas profesi yang diberikan, sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

2. KEWAJIBAN PERAWAT/BIDAN
a. Mematuhi undang-undang dan peraturan rumah sakit sesuai dengan
kepegawaiannya.
b. Mematuhi kode etik keperawatan yang berlaku.
c. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi mencakup
kebutuhan biopsiko sosio religius.
d. Memberikan informasi kepada pasien atas tindakan yang akan dilakukan.
e. Memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarganya.
f. Melindungi privacy pasien.
g. Merahasiakan rahasia jabatan.

3. TANGGUNG JAWAB TERHADAP TUGAS:


a. Setiap perawat harus senantiasa meningkatkan dan memelihara mutu pelayanan
keperawatan setinggi-tingginya, disertai sifat profesional sesuai dengan kebutuhan
pasien, keluarganya dan masyarakat.
b. Harus merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan dengan tugas
yang dipercayakan kepadanya.
c. Tidak boleh menggunakan pengetahuan dan ketrampilan keperawatannya untuk
tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan/ susila/ etik dan
hukum.
d. Dalam melaksanakan pekerjaannya tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan
kebangsaan kesukuan, ras, sosial, umur, jenis kelamin, aliran politik, agama, dan
kepercayaan pasien.
e. Setiap perawat harus mengisi data pasien/ rekam medis/ asuhan keperawatan
dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Setiap perawat harus mengutamakan perlindungan keselamatan pasien.

4. TANGGUNG JAWAB TERHADAP SESAMA PERAWAT/BIDAN DAN


PETUGAS LAINNYA:
a. Setiap perawat harus memelihara hubungan baik dengan sesama perawat dan
petugas lainnya, sehingga tercapai suasana harmonis didalam lingkungan kerja
maupun dalam mencapai tujuan pelayanan sesuai visi, misi dan falsafah RS
Kristen Lindimara.
b. Harus selalu bersedia untuk menyebarluaskan pengetahuan, ketrampilan dan
pengalaman profesionalnya kepada sesama perawat/ petugas lainnya, dalam
rangka meningkatkan kemampuan lain bidang keperawatan.
c. Bersedia selalu membimbing dan mendidik siswa perawat agar mereka dapat
berkembang menjadi perawat yang baik dan terampil.

5. TANGGUNG JAWAB TERHADAP PROFESI PERAWAT/BIDAN:


a. Setiap perawat harus selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya, baik secara perorangan maupun bersama-sama, dengan
menambah ilmu, ketrampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan keperawatan.
b. Harus selalu menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
menunjukkan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur dan bermartabat.
c. Harus selalu membina dan memelihara mutu organisasi profesi perawat sebagai
sarana pengabdiannya.
d. Berperan dalam pembakuan dan pembaruan pendidikan dan pelayanan perawatan.

6. TANGGUNG JAWAB PERAWAT/BIDAN TERHADAP PASIEN,


KELUARGA DAN MASYARAKAT:
a. Dalam melaksanakan kewajibannya, seorang perawat harus melaksanakan
pengabdiannya dengan senantiasa berpedoman dan bertanggung jawab akan
kebutuhan untuk individu, keluarga dan masyarakat.
b. Harus selalu memelihara suasana lingkungan yang serasi dengan menghormati
nilai-nilai budaya, adat istiadat, agama, kepercayaan pasien, keluarga dan
masyarakat.
c. Perawat harus selalu bersedia mengambil prakarsa dan menjalin hubungan yang
baik, ramah, jujur dan ikhlas, sesuai dengan martabat dan tradisi luhur
keperawatan.
d. Tidak menyalahgunakan kemampuannya untuk mengambil keuntungan bagi
dirinya sendiri.

D. ETIK DAN HUKUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PETUGAS


ADMINISTRASI DI RS KRISTEN LINDIMARA
1. Petugas administrasi harus selalu mengisi data pasien/ rekam medis dengan baik dan
benar sesuai ketentuan yang berlaku, khususnya mengenai masalah non medik
(keuangan dan sebagainya).
2. Petugas administrasi harus selalu memegang rahasia pasien.
3. Petugas Rekam Medik harus selalu menjaga rahasia pasien dan menjaga bahwa
semua dokumen rekam medik tidak diambil/ diberikan kepada orang yang tidak
berhak.
4. Petugas keuangan harus mengisi data biaya perawatan/ pengobatan dengan benar,
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5. Petugas keuangan tidak boleh mengganti jumlah biaya dalam kuitansi apapun
alasannya.
6. Petugas keuangan dilarang membuat rangkap kuitansi asli.
7. Jika pasien benar-benar terbukti tidak mampu, maka dilarang melakukan
penyanderaan pasien dan dilarang untuk menerima tanggungan/ jaminan.

E. KODE ETIK DAN PERATURAN HUKUM PROFESI REKAM MEDIK DI RS


KRISTEN LINDIMARA
1. KEWAJIBAN UMUM:
a. Didalam melaksanakan tugas profesi, tiap pelaksana rekam medik harus selalu
bertindak demi kehormatan profesi dan organisasi.
b. Setiap pelaksana rekam medis harus selalu menjalankan tugas berdasarkan ukuran
profesi yang tertinggi.
c. Setiap pelaksana rekam medik lebih mengutamakan pelayanan daripada
keuntungan pribadi dan selalu berusaha memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan kesehatan yang bermutu bagi pasien.
d. Setiap pelaksana rekam medik selalu menyimpan dan menjaga berkas rekam
medik serta informasi yang terkandung didalamnya sesuai ketentuan prosedur dan
peraturan perundangan yang berlaku.
e. Setiap pelaksana rekam medik selalu menjunjung tinggi kerahasiaan pasien dalam
memberikan informasi.
f. Setiap pelaksana rekam medik selalu melaksanakan tugas yang dipercayakan
pimpinan kepadanya dengan penuh tanggung jawab, teliti dan akurat.
g. Berusaha untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan profesional
melalui upaya peningkatan diri secara berkelanjutan dan melalui penerapan ilmu
dan teknologi mutakhir rekam medik.
h. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik:
1) Menerima ajakan kerja sama seseorang untuk melakukan pekerjaan yang
menyimpang dari ketetapan/ peraturan yang berlaku.
2) Menyebarluaskan informasi yang terkandung dalam laporan rekam medik
yang dapat merusak citra profesi rekam medik, profesi lain dan institusi.
3) Menerima imbalan jasa yang melebihi ketentuan yang berlaku.

2. KEWAJIBAN HUBUNGAN ANTAR SESAMA ANGGOTA PROFESI:


a. Melindungi masyarakat dan profesi rekam medik dari penyimpangan Kode Etik
maupun pelanggaran profesi rekam medis dengan melaporkan setiap
penyimpangan kepada Majelis Kehormatan Etik Profesi Rekam Medis.
b. Selalu berusaha menciptakan suasana kerja sama tim antar anggota profesi rekam
medik untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
c. Berpartisipasi dalam upaya mengemban dan memperkuat anggota profesi untuk
mewakili penampilan profesi.
d. Menyerahkan jabatan/ kedudukan dalam suatu posisi dalam organisasi secara
terhormat kepada pejabat baru yang dipilih.

3. KEWAJIBAN DALAM BERHUBUNGAN DENGAN ORGANISASI PROFESI


DAN INSTANSI LAIN:
a. Secara jujur memberikan informasi tentang identitas diri, profesi, pendidikan dan
pengalaman dalam setiap pengadaan perjanjian kerja atau pemberitahuan yang
berkaitan dengan tugasnya.
b. Menjalin hubungan baik dengan organisasi pemerintah dan organisasi profesi
lainnya dalam rangka peningkatan mutu profesi rekam medik dan mutu pelayanan
kesehatan.

4. KEWAJIBAN TERHADAP DIRI SENDIRI:


a. Setiap pelaksana rekam medik selalu menjaga kesehatan dirinya agar dapat
bekerja dengan baik.
b. Setiap pelaksana rekam medik harus selalu mengikuti perkembangan rekam
medik khususnya dan praktek kesehatan pada umumnya.
c. Setiap pelaksana rekam medik wajib menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Profesi Rekam Medik dan mentaati peraturan perundangan yang berlaku demi
pengabdian yang tulus dalam pembangunan bangsa dan negara.

F. ETIK DAN HUKUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DI RS KRISTEN


LINDIMARA
1. HAK PASIEN:
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit.
b. Pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
c. Memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi
kedokteran/ kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
d. Memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan.
e. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit,
f. Dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat
etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
g. Meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit (second opinion)
terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.
h. Atas "privacy" dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya.
i. Mendapat informasi yang meliputi :
1) Penyakit yang diderita.
2) Tindakan medik apa yang hendak dilakukan.
3) Kemungkinan penyulit sebagai akibat tersebut dan tindakan untuk
mengatasinya.
4) Alternatif terapi lainnya.
5) Prognosanya.
6) Perkiraan biaya pengobatan.
j. Menyetujui/ memberikan ijin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
k. Menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya, dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh
informasi yang jelas tentang penyakitnya.
l. Didampingi keluarga dalam keadaan kritis.
m. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama/ kepercayaan yang dianutnya selama
hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit.
o. Mengajukan usul, saran perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.
p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana.
r. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana.

2. KEWAJIBAN PASIEN RS KRISTEN LINDIMARA.


a. Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
b. Menggunakan fasilitas Rumah Sakit secara bertanggung jawab.
c. Menghormati hak Pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan serta
petugas lainnya yang bekerja di Rumah Sakit.
d. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan kemampuan
dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya.
e. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan
yang dimilikinya.
f. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di
Rumah Sakit dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan
penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana
terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau tidak mematuhi
petunjuk yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan untuk penyembuhan penyakit
atau masalah kesehatannya.
h. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

3. TATA TERTIB PASIEN (TAMBAHAN BUKAN TERMASUK ETIK)


a. Pasien dan keluarganya dapat menggunakan fasilitas yang ada di RS Kristen
Lindimara, sesuai keperluan dan ketentuan di RS Kristen Lindimara (telepon,
mobil jenasah/ambulans, fasilitas lainnya).
b. Pasien dan keluarganya dimohon berperilaku, berbicara dan berpakaian yang
sopan selama berada di rumah sakit.
c. Disarankan tidak memakai/ membawa barang berharga. Kehilangan barang
tersebut bukan tanggung jawab pihak RS Kristen Lindimara.
d. Tidak membawa alat elektronik yang dapat mengganggu pasien lainnya.
e. Pasien Rawat Inap boleh ditunggu oleh pihak keluarga dengan jumlah yang
dibatasi.
f. Penderita/ keluarga/ pengunjung ikut menjaga kebersihan, ketenangan dan tidak
merokok.
g. Keluarga dan pengunjung diperkenankan berkunjung pada jam yang ditentukan.
h. Keluarga dan pengunjung disarankan tidak mencuci dan menjemur di lingkungan
RS Kristen Lindimara.
i. Pasien/ keluarga/ pengunjung mentaati segala peraturan dan ketentuan yang
berlaku di RS Kristen Lindimara.

G. ETIK RUMAH SAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN ETIKA KRISTEN DI RS


KRISTEN LINDIMARA
RS Kristen Lindimara sebagai Rumah Sakit Kristen, maka ajaran, pendidikan dan iman
Kristen harus menjadi dasar dalam mengambil keputusan dan melakukan suatu tindakan.
Oleh sebab itu, setiap karyawan yang bekerja di RS Kristen Lindimara, baik purna waktu/
paruh waktu harus menyadari dan tidak melakukan tindakan/ perbuatan yang melanggar
Etika Kristen, khususnya dalam pelayanan terhadap pasien.
Seluruh karyawan RS Kristen Lindimara perlu memperhatikan beberapa ketentuan Etik
Kristen, mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Abortus: tidak diperkenankan untuk melakukan Abortus Provocatus Criminalis,
kecuali untuk menyelamatkan jiwa si ibu (abortus provocatus medicinalis).
2. Eutanasia: tidak diperbolehkan dengan alasan apapun.
H. MASALAH ETIK MEDIS DI RS KRISTEN LINDIMARA
1. KETENTUAN MATI:
a. Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti dan
irreversibel atau telah terjadi kematian batang otak.
b. Pada penyakit akut atau khronik berat, dapat terjadi fungsi pernafasan dan jantung
berhenti. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti secara pasti, sehingga
upaya resusitasi tidak berguna.
c. Upaya resusitasi hanya dilakukan pada mati klinis, yaitu bila denyut nadi besar
dan nafas berhenti, tapi masih diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan
paru telah benar-benar berhenti secara irreversibel.
d. Upaya resusitasi darurat dapat diakhiri:
1) Bila ternyata pasien berada dalam stadium suatu penyakit yang tak dapat
disembuhkan kembali.
2) Bila dapat dipastikan, bahwa pasien tidak akan memperoleh kembali fungsi
serebralnya.
3) Terdapat tanda-tanda klinis mati otak (pupil tetap dilatasi setelah 15-30
menit, reflek gag/ muntah tidak ada, setelah resusitasi tidak timbul nafas
spontan dan tidak timbul reflek gag/ muntah). Kecuali pada keadaan
hipotermis atau pasien dibawah pengaruh barbiturat/ anestesia.
4) Terdapat tanda-tanda mati jantung (garis datar pada EKG), paling sedikit
setelah 30 menit dilakukan resusitasi.
5) Penolong terlalu lelah, sehingga tidak dapat melanjutkan upaya resusitasi.

2. DIAGNOSIS MATI BATANG OTAK:


a. Pada fungsi batang otak yang menghilang, terdapat tanda-tanda
1) Koma.
2) Tidak ada sikap abnormal (dekortikasi, deserebrasi).
3) Tidak ada sentakan epileptik.
4) Tidak ada reflek batang otak.
5) Tidak ada nafas spontan.
b. Bila memang tanda-tanda fungsi batang otak yang hilang ada semua, maka perlu
dilanjutkan untuk memeriksa 5 reflek batang otak, yaitu
1) Tidak ada respons terhadap cahaya.
2) Tidak ada reflek kornea.
3) Tidak ada reflek vestibulo-okular.
4) Tidak ada respons motorik terhadap rangsangan adekuat pada area somatik.
5) Tidak ada reflek muntah (gag) atau reflek batuk jika kateter dimasukkan
dalam trakhea.
c. Jangan dibuat diagnose mati batang otak, jika dokter ragu-ragu tentang diagnosis
primer dan kausa disfungsi batang otak yang reversibel. Sebaiknya obati
gangguan metabolik dan lengkapi tes klinis.

3. EUTANASIA:
a. Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kematian yang harus
diakhiri, yang sekarang banyak diartikan sebagai pengakhiran kehidupan karena
kasihan atas penderitaannya.
b. Ada 2 macam Eutanasia, yaitu :

1) Eutanasia Aktif: mempercepat kematian melalui tindakan medis yang


direncanakan. Eutanasia ini merupakan tindakan yang dapat dihukum,
karena melanggar KUHP pasal 304, 344, dan 345.
2) Eutanasia pasif: Penghentian segala upaya dan pengobatan yang tidak
berguna lagi, baik atas permintaan maupun tidak. Hal ini dapat dikenai
sangsi sesuai Fatwa IDI dengan memakai Triase Gawat Darurat (Critical
Care Triage) yang dikeluarkan oleh IDI.

I. PENYELESAIAN PERMASALAHAN ETIK DAN HUKUM DI RS KRISTEN


LINDIMARA

1. Jika terjadi pelanggaran etik dan atau hukum di RS Kristen Lindimara maka harus
ditangai secara tepat, cepat dan bijaksana.
2. RS Kristen Lindimara harus membentuk Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit untuk
menangani kasus pelanggaran Etik maupun hukum di RS Kristen Lindimara.
3. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit diberi kewenangan untuk menerima laporan
pengaduan, menyidik, membahas dan menyampaikan saran tindakan pemecahan
masalah etik maupun hukum kepada Direktur.
4. Semaksimal mungkin setiap masalah yang timbul diselesaikan secara musyawarah
kekeluargaan dan menghindari jangan sampai dibawa ke ranah pengadilan.
5. Laporan pengaduan pelanggaran etik maupun hukum bisa berasal dari karyawan,
pasien maupun pihak lain ataupun ditemukan sendiri oleh Komite Etik dan Hukum
Rumah Sakit.
6. Hanya pengaduan yang dapat dipertanggungjawabkan yang perlu ditindaklanjuti,
sedang surat kaleng atau pengaduan yang tidak jelas sumbernya bisa menjadi bahan
masukan rapat Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit, dan jika Rapat Komite Etik
dan Hukum Rumah Sakit memutuskan tidak perlu ditindaklanjuti maka pengaduan
tersebut tidak perlu ditindaklanjuti.
7. Bila ada laporan pengaduan kepada Direktur, tentang terjadinya pelanggaran etik dan
atau hukum yang disampaikan baik secara lisan/ tertulis, baik dari pasien, keluarga,
masyarakat atau dari karyawan RS Kristen Lindimara, maka Direktur akan meminta
Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit untuk menyelesaikan masalah itu.
8. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit segera menindaklanjuti dengan mencatat
pelanggaran yang terjadi, saran, kritik tersebut dalam buku khusus, dengan dilengkapi
data yang lengkap: waktu, tempat kejadian, masalah yang timbul, nama karyawan
yang terlibat, saksi serta nama, alamat, pekerjaan pelapor/ pengirim surat.
9. Jika identitas si pelapor jelas, maka Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit
memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangan/ penjelasan yang lebih
lengkap.
10. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit kemudian memanggil karyawan RS Kristen
Lindimara yang terlibat untuk dimintai keterangan.
11. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit memanggil saksi/ pihak lain yang mengetahui
peristiwa tersebut untuk mendapatkan keterangan yang lengkap.
12. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit mengadakan rapat untuk membahas
pengaduan tersebut dan mencari penyelesaian yang sebaik-baiknya.

13. Jika dipandang perlu maka hasil rapat disampaikan kepada Komite Medik, Komite
Keperawatan dan atau komite lain untuk dimintakan pendapat dan saran.
14. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit memberikan rekomendasi kepada Direktur RS
Kristen Lindimara berserta saran penyelesaiannya.
15. Jika karyawan RS Kristen Lindimara tidak terbukti bersalah melakukan pelanggaran
seperti yang diadukan, maka Direktur RS Kristen Lindimara akan memanggil pihak
pelapor untuk menyampaikan hasil penyelidikan yang telah dilakukan Komite Etik
dan Hukum Rumah Sakit.
16. Jika kesalahan ada dipihak karyawan RS Kristen Lindimara, maka Direktur akan
memberikan sanksi kepada mereka sesuai dengan Peraturan. Direktur juga
memberitahukan sanksi tersebut kepada pihak pelapor/ pengadu.
17. Jika pihak pelapor/ pengadu sudah puas dan menerima keputusan Direktur, maka
persoalan dianggap selesai.
18. Jika pihak pelapor/ pengadu walaupun sudah dilakukan musyawarah masih tidak
puas dengan keputusan Direktur RS Kristen Lindimara, maka masalah ini oleh
Direktur diteruskan ke Pengurus Ikatan Profesi yang bersangkutan, dan jika perlu
melaporkan masalah ini kepada Pengurus YUMERKRIS.

19. Jika ternyata dengan prosedur musyawarah kekeluargaan masalah belum


terselesaikan, maka sebagai langkah terakhir diselesaikan dengan menempuh jalur
hukum/ pengadilan.
J. ETIK TENTANG PENELITIAN (RISET) DAN PRAKTEK KERJA DI RS KRISTEN
LINDIMARA
1. RS Kristen Lindimara selain berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien dan masyarakat juga menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkagan kemampuan dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
2. RS Kristen Lindimara juga menjadi tempat penyelenggaraan penelitian (riset) dan
pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan
bidang kesehatan.
3. RS Kristen Lindimara dapat menjadi tempat penelitian dan praktek kerja bagi pihak
lain yang memerlukan misalnya mahasiswa yang ingin penelitian (riset) dan praktek
kerja di RS Kristen Lindimara.
4. Penelitian (Riset) dan praktek kerja yang bisa diterima dilakukan di RS Kristen
Lindimara harus memenuhi persyaratan:
a.Ada surat permohonan dari pemohon riset atau praktek kerja atau institusinya
yang menugaskan riset.
b. Untuk permohonan riset harus disertai dengan proposal penelitian/ riset.
c.Ada permintaan resmi atau surat keterangan dari institusi tempat mahasiswa
belajar atau tempat pemohon berasal.
d.Riset dan praktek belajar tidak melanggar norma agama, etik dan hukum.
e. Riset dan praktek kerja tidak mengganggu proses pelayanan di RS Kristen
Lindimara yang berakibat merugikan pasien.
f. Riset dan praktek kerja tidak boleh memperlakukan pasien sebagai bahan/
obyek percobaan.
5. Peserta riset atau praktek kerja harus mematuhi segala ketentuan peraturan RS
Kristen Lindimara dan peraturan perundangan lainnya yang berlaku.
6. Jika terjadi pelaggaran norma Agama, etik atau hukum, maka peserta riset atau
praktek kerja dan institusi asalnya harus ikut bertanggungjawab menyelesaikan
masalah tersebut termasuk menanggung kerugian yang ditimbulkan.

K. KEBIJAKAN DALAM MENGHADAPI DILEMA ETIKA

Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku
yang layak harus di buat. (Arens dan Loebbecke, 1991: 77). Untuk itu diperlukan
pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema etika tersebut. Enam pendekatan dapat
dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu:
1. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
2. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
3. Menentukan sikap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi dilema
4. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema
5. Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative
6. Menetapkan tindakan yang tepat.

Dengan menerapkan 6 (enam) pendekatan tersebut maka dapat meminimalisasi atau


menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi:

1. semua orang melakukannya,


2. jika legal maka disana terdapat keetisan dan
3. kemungkinan ketahuan dan konsekwensinya.

Memang diakui, bahwa pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah
dan dapat menimbulkan stress pada tenaga kesehatan, khususnya dokter dan perawat karena
dia tahu apa yang harus dilakukan, sementara banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema
etik biasa timbul akibat nilai-nilai dokter/ perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi
kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan.

Dalam menghadapi dilema etik, maka RS Kristen Lindimara dapat mengambil salah satu
metode yang dianggap sesuai atau pas dengan situasi dan kondisinya, yang seminimal
mungkin menimbulkan dampak yang tidak baik. Beberapa pendapat para ahli atau pakar
dapat dipakai sebagai referensi.

Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan
sebanding. Dari beberapa sumber, kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh
para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses pemecahan masalah secara
ilmiah, antara lain:

1. Model Pemecahan masalah (Megan, 1989)


Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )
a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukannya, dokter/ perawat memerlukan pengumpulan informasi
sebanyak mungkin meliputi :
1) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
2) Apa tindakan yang diusulkan
3) Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
4) Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang
diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban petugas kesehatan
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat/ dokter
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan
falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan
informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.
4. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
5. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson (1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

Dalam hal terjadi kebuntuan dalam memutuskan masalah etik, maka direktur dapat
mengambil keputusan. Direktur dapat melakukan konsultasi kepada ahli etika dan para
Rohaniwan.

L. PENYELESAIAN PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN


PEMBAYARAN PASIEN DI RS KRISTEN LINDIMARA
1. RS Kristen Lindimara menggunakan sistem billing terkomputerisasi untuk
penghitungan biaya pasien.
2. RS Kristen Lindimara mengutamakan transparansi, kejujuran dan validitas data
penghitungan biaya pasien.
3. Pasien wajib membayar semua biaya yang diperlukan untuk perawatan dan
pengobatan di RS Kristen Lindimara.
4. Pasien dan keluarganya bisa mengadukan ke pihak RS Kristen Lindimara jika
mengalami ketidaknyamanan atau ketidakpuasan terkait pembayaran biaya perawatan
dan pengobatannya di RS Kristen Lindimara.
5. Pengaduan pasien/ keluarga terkait pembayaran dapat melalui: Kasir, perawat, dokter,
manajemen dan petugas lain di RS Kristen Lindimara.
6. Pengaduan bisa berupa surat, sms, telpon, lisan, email atau cara lain yang wajar.
7. Pengaduan yang jelas sumbernya dan dapat dipertangungjawabkan akan
ditindaklanjuti manajemen dan hasilnya akan disampaikan kepada pelapor.
8. Pengaduan lewat surat kaleng atau cara lain yang tidak jelas sumbernya dapat
menjadi bahan masukan bagi manajemen namun tidak harus ditindaklajuti.
9. Jika karyawan dinyatakan bersalah dalam masalah pembayaran, maka karyawan
dikenai sangsi sesuai peraturan yang berlaku, dan hal tersebut disampaikan kepada
pengadu/ pelapor.
10. Jika pasien/ keluarganya dirugikan atas biaya pembayaran maka RS Kristen
Lindimara mengembalikan senilai kerugian tersebut kepada pasien/ keluarga.
11. Jika pelapor bisa menerima penjelasan dan penggantian kerugian (jika ada), maka
permasalahan dianggap selesai.
12. Penyelesaian permasalahan pembayaran semaksimal mungkin diupayakan dengan
jalan musyawarah mufakat dan tidak merugikan kedua belah pihak.
13. Jika ternyata pasien/ keluarga yang salah maka RS Kristen Lindimara akan
memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada Pasien/ keluarga.
14. Jika musyawarah mufakat tidak tercapai dan pasien/ keluarga bersikeras
menyelesaikan lewat jalur hukum, maka penyelesaiannya dilaksanakan di Pengadilan
Negeri Purwodadi.
15. Jika pasien tidak mampu membayar karena dari keluarga tidak mampu maka RS
Kristen Lindimara bisa memberikan keringanan bahkan kalau perlu pembebasan
seluruh biaya.

16. Direktur berwenang memberikan keringanan biaya pasien yang meminta keringanan
biaya, berdasarkan pertimbangan tertentu.
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan logistik Komite Etik dan Hukum RS Kristen Lindimara adalah sebagai berikut:
Buku referensi, alat tulis (kertas, ballpoint, pensil, tipex/ penghapus, spidol), tinta printer.
1. Perencanaan
Dilakukan oleh Sekretaris Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit, dengan cara
menghitung perkiraan kebutuhan barang logistic tersebut untuk 1 bulan kedepan.
Rencana kebutuhan barang logistic Komite Etik dan Hukum tersebut harus
ditandatangani oleh Ketua Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit.
2. Permintaan/ Penyediaan
Rencana kebutuhan barang logistic yang sudah ditandatangi oleh Ketua Komite Etik dan
Hukum Rumah Sakit, selanjutnya diserahkan ke Seksi Logistik RS Kristen Lindimara.
Seksi Logistik mengadakan dan menyerahkan barang logistic tersebut ke Komite Etik
dan Hukum Rumah Sakit dan diterima oleh Sekretaris Komite Etik dan Hukum Rumah
Sakit.
3. Penyimpanan
Barang Logistik yang sudah diterima dari Seksi Logistik selanjutnya dipergunakan untuk
kegiatan operasional, dan sisanya disimpan untuk keperluan 1 (satu) bulan. Penyimpanan
dilakukan dengan cara dimasukkan dalam almari dokumen.
4. Pengendalian barang logistic
Sekretaris Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit wajib mengupayakan pengendalian
pemakaian barang logistic Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit, diupayakan hemat dan
tidak terjadi pemborosan.
BAB VI
KESELAMATAN/ KEAMANAN KOMITE ETIK DAN HUKUM RUMAH SAKIT

Sasaran Keselamatan Pasien yang berlaku di RS Kristen Lindimara adalah:


1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien jatuh.

Keselamatan dan keamanan dibidang Komite Etik dan Hukum rumah sakit dilakukan
dengan cara:
1. Ketepatan identifikasi pasien
Identitas pasien yang mengalami masalah etik dan atau hokum ditetapkan menggunakan
2 identitas, yaitu nama dan tanggal lahir. Jika tanggal lahir tidak diketahui maka
alternatifnya menggunakan Nama dan nomor RM atau alamat.

2. Peningkatan Komunikasi efektif


Komite etik dan Hukum Rumah Sakit dalam menangani maslah etik maupun hokum
yang melibatkan tenaga kesehatan harus terampil menggali informasi dari tenaga
kesehatan yang terlibat. Gunakan teknik komunikasi yang baik dan jelas. Hindari
terjadinya salah maupun deviasi informasi sedikitpun, karena hal ini akan mempengaruhi
rekomendasi yang akan dikeluarkan.

3. Rahasiakan identitas pasien


Jika ada kasus atau masalah etika maupun hukum yang mengenai pasien, maka seluruh
anggota Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit wajib menjaga rahasia identitas pasien
tersebut. Identitas pasien bisa diungkap saat dilakukan rapat membahas kasus tersebut,
tetapi jika diluar rapat apalagi di tempat pelayanan dilarang membicarakan kasus tersebut
dengan menunjukkan Identitas pasien dan atau keluarganya. Apabila sampai di
pengadilan dan pengadilan mengharuskan membuka identitas pasien dan atau keluarga
maka barulah Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit diperkenankan menyebutkan
identitas pasien dan keluarga atas nama perintah pengadilan.

4. Rahasiakan identitas petugas kesehatan


Jika terjadi kasus atau masalah etik maupun hukum yang melibatkan petugas rumah
sakit, maka seluruh anggota Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit harus merahasiakan
identitas tenaga kesehatan yang terlibat. Hal ini untuk menghidari terjadinya pencemaran
nama baik atau hal lain yang tidak diinginkan atas tenaga kesehatan yang diduga terlibat
kasus etik maupun hokum rumah sakit tersebut. Dalam rapat Komite Etik dan Hukum
Rumah Sakit diperkenankan menyebutkan identitas tenaga kesehatan yang diduga
terlibat kasus etik dan atau hukum rumah sakit tersebut dalam rangkan memperjelas
permasalahannya, namun jika di luar rapat maka Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit
dilarang membicarakan dengan menyebut identitas tenaga kesehatan yang diduga
terlibat.
Jika sampai masuk pengadilan maka jika pengadilan mengharuskan Komite Etik dan
Hukum Rumah Sakit membeberkan identitas tenaga kesehatan yang diduga terlibat maka
Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit diperkenankan menyebutkan identitas tenaga
kesehatan yang diduga terlibat atas nama pengadilan.
5. Rahasiakan Dokumen Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit
Dokumen Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit terutama dokumen yang menyangkut
kasus etik maupun hukum rumah sakit baik yang berupa soft copy maupun hardcopy
pada dasarnya bersifat rahasia. Notula rapat juga termasuk rahasia, tidak boleh semua
orang yang tidak berhak membuka atau membacanya tanpa seijin Ketua Komite Etik dan
Hukum rumah sakit.
Oleh karena itu maka seluruh dokumen yang dimiliki oleh Komite Etik dan Hukum
Rumah Sakit wajib disimpan dengan rapi, aman dan rahasia, namun tetap mudah dicari
jika sewaktu-waktu diperlukan. Dokumen Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit yang
berupa hardcopy harus disimpan dalam almari dokumen yang trekunci sehingga hanya
Ketua atau Sekretaris Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit saja yang bisa
mengambilnya.
Penempatan Almari harus ditempat yang aman dari terkena air, jauh dari sumber api,
jauh dari bahan bakar.
Dokumen soft copy yang ada di computer harus diamankan dari akses oleh orang yang
tidak berhak. Harus ada password khusus yang hanya bisa dibuka oleh Ketua atau
Sekretasis Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit.
Dokumen softcopy dalam flasdisk hanya dibawa oleh Sekretaris Komite Etik dan Hukum
Rumah Sakit. Sekretaris Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit harus bertangungjawab
atas kerahasiaan dokumen dalam flasdisk tersebut. Kalau perlu harus ada password
khusus untuk membuka file dokumen dalam flasdisk yang dibawa Sekretaris Komite
Etik dan Hukum Rumah Sakit.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU KOMITE ETIK DAN HUKUM RUMAH SAKIT

Pengendalian mutu di Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dilakukan melalui:
1. Peningkatan pengetahuan etik dan hukum rumah sakit.
2. Respontime terhadap laporan kasus.
Pengendalian mutu tersebut dilaksanakan oleh Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dan
didukung oleh manajemen rumah sakit. Penjelasan atas pengendalian mutu tersebut di atas
adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pengetahuan etik dan hukum rumah sakit.
Belum semua tenaga rumah sakit terutama dokter dan paramedic memahami masalah etik
maupun hukum. Hal ini berakibat pasien dilayani dengan pelayanan yang melanggar atau
tidak sesuai etik maupun hukum yang berlaku. Kondisi ini bisa berbahaya, jika terjadi
tuntutan pasien atas pelayanan yang melanggar etik dan atau hukum akan sangat
merepotkan pihak rumah sakit. Angota Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit wajib
selalu meningkatkan pengetahuan tentang etik dan hukum rumah sakit. Demikian juga
Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit wajib mengupayakan agar ada peningkatan
pengetahuan etik maupun hukum rumah sakit bagi seluruh tenaga kerja di rumah sakit.
Minimal setahun sekali perlu diadakan seminar atau refresing tentang masalah etik
maupun hukum di rumah sakit. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit bisa menjadi
narasumber untuk acara tersebut.
2. Respontime terhadap laporan kasus.
Suatu kasus yang dilaporkan tentu si pelapor mengharapkan kasusnya segera
ditindaklanjuti terlepas dari apapun hasilnya. Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit harus
menindaklanjti kasus yang dilaporkan kepadanya. Paling tidak dalam 1 (satu) minggu
sejak laporan masuk harus sudah mulai dibicarakan oleh Komite Etik dan Hukum Rumah
Sakit. Penyelesaiannya tentu tergantung rumit tidaknya kompleks tidaknya kasus. Dalam
waktu 1 (satu) bulan sejak laporan masuk harus sudah ada hasil yang disampaikan dalam
bentuk rekomendasi kepada Direktur.
BAB VIII
PENUTUP

Pedoman Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit ini merupakan dokumen yang dinamis
mengikuti perkembangan etik maupun hukum rumah sakit. Minimal 1 (satu) kali dalam 3 (tga)
tahun Pedoman Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit ini perlu ditinjau ulang, diperbarui dan
kalau perlu direvisi.
Dengan diterbitkannya Pedoman Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit ini, diharapkan dapat
mendukung penerapan etik dan ketaatan hokum di rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan
yang berfokus pada pelanggan.
Sejalan dengan perkembangan pelayanan Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit di berbagai
daerah, baik swasta maupun pemerintah, tentunya Komite Etik dan Hukum RS Kristen
Lindimara terus memperbaiki dan mengembangkan Pedoman ini sesuai dengan kebutuhan
perkembangan perumahsakitan.
Semoga Pedoman Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit ini memberikan kontribusi dan hasil
nyata terhadap pelayanan Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit yang profesional dan
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik,


Pedoman Pengelolaan Laboratoriuym Klinik Rumah Sakit, 1998
2. Departemen Kesehatan RI, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Pasien
Safety), Edisi-2, Jakarta, 2008.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Rumah Sakit, 2008.
4. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik, Pedoman Praktik Laboratorium Kesehatan Yang Benar
(Good Laboratory Practice), 2008.
5. Departeman Kesehatan RI, Pusat Laboratorium Kesehatan, Pedoman Keamanan
Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis, 1997
6. Departemen Kesehatan RI, Pusat laboratorium Kesehatan, Petunjuk Pelaksanaan
Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Kesehatan, 1997

Anda mungkin juga menyukai