Berdirinya Giri Kedaton

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

37

BAB III
SEJARAH KERAJAAN GIRI KEDATON
DAN KABUPATEN TANDES

A. Kerajaan Giri Kedaton

Giri Kedaton merupakan tempat berupa bangunan masjid untuk

mengembangkan agama Islam. Berdirinya Giri Kedaton tidak terlepas dari peran

Raden Paku (Sunan Giri), sebagai salah satu dari Walisongo yang ikut berperan

menyebarkan Islam di Jawa. Raden Paku Muhammad Ainul putera Ishaq Ibrahim

A Ghozi dan ibu beliau bernama Dewi Sekardadu.1 Awalnya, pada saat itu Sunan

Giri berniat merealisasikan pesan yang pernah diberikan oleh ayahnya, yakni

Maulana Ishaq untuk menyebarkan agama Islam di Jawa Timur. Banyak pihak

yang mendukung niat Raden Paku untuk menyebarkan agama Islam, di antaranya

yakni Raden Rahmat (Sunan Ampel) sebagai guru yang telah membekali ilmu

sejak berumur 12 tahun serta Nyai Ageng Pinantih sebagai ibu angkatnya.

Sepulangnya dari berguru pada Maulana Ishaq, Raden Paku mendapatkan

bekal sebuah jubah panjang serta dua orang teman yang bernama Syeh Gerigis

dan Syeh Koja. Bukan hanya itu, Raden Paku juga mendapat segumpal tanah

sebagai alat untuk mencari tempat bila akan mendirikan pesantren dalam

komunitas muslim di Gresik. Maka Raden Paku pun pergi mengembara mencari

daerah atau tempat yang sesuai untuk mendirikan pesantren. Melalui desa yang

bernama Margonto yang termasuk daerah Gresik, sampailah Raden Paku ke

Aminudin Kasdi, Kepurbakalaan Sunan Giri (Surabaya: Unesa Universitas Press, 2005), 26.
1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


38

tempat tinggi atau sebuah bukit. Melalui bantuan Syeh Koja dan Syeh Grigis

ditemukanlah tanah di bukit Gresik, karena disitulah tanah yang sama dengan

segempal tanah yang diperintahkan oleh Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri. Tanah

yang di bawahnya dari Pasai tempat ayahnya itu, baik warna maupun baunya

seperti yang dikehendakinya. Hal ini terjadi pada tahun Saka nuju tahun Jawi

Sinong milir : “tingali luhur dadi ratu” (1403 Saka).2

Pusat lembaga dakwah islamiyyah (pesantren) yang didirikan Sunan Giri

mengalami perkembangan fungsi menjadi pusat kekuasaan politik. Sepeninggal

Raden Rahmat, Pemerintahan Majapahit menyerahkan kekuasaan kepada Sunan

Giri. Memang pada saat itu Maharaja Majapahit melemah yakni bermula pada

tahun 1478, dimana Islam sudah dipeluk oleh penduduk Jawa Timur, terutama di

daerah pesisir utara. Melemahnya pemerintahan dan pengawasan pusat atas

daerah ini dibuktikan dengan timbulnya sikap longgar dari para penguasa. Awal

berdirinya Giri Kedaton ternyata menimbulkan kekhawatiran bagi penguasa

pedalaman di Jawa Timur, yaitu Majapahit. Untuk menghindari konfrontasi

dengan kekuatan baru tersebut, para penguasa Majapahit memberikan otonomi

penuh kepada Sunan Giri untuk mengatur pemerintahannya dari pada

menggunakan kekuatan senjata. Penguasa Giri bebas dari pengaruh Majapahit,

kemudian semakin lama semakin yakin akan kekuasaan sendiri, terutama di

Lembaga Research Islam (Pesantren Luhur Islam Sunan Giri), Sejarah dan Dakwah Islamiyah
2

Sunan Giri (Malang: Pesantren Luhur, 1975), 120.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


39

bidang ekonomi dan politik di daerahnya.3 Giri Kedaton pun berkembang menjadi

kekuatan politik yang di pulau Jawa.

Sebelum Raden Paku menetapkan diri sebagai raja di kedaton yang baru

dibangunnya. Pertama kali yang beliau lakukan adalah meraih dukungan penuh

dari masyarakat, sebagai salah satu syarat dan penyanggah kekuatan politiknya

kelak. Tentu saja dukungan itu tidak sulit diperoleh Raden Paku, mengingat sejak

awal beliau memang termasuk tokoh yang populer dan memiliki santri cukup

banyak serta menyebar di seluruh Nusantara, mulai dari Kalimantan, Sulawesi,

Madura, Maluku, dan Nusa Tenggara.4

Letak Geografis Kedaton Giri berada di sebuah bukit, tepatnya di

Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kebomas, kira-kira 200 meter sebelah selatan

Makam Sunan Giri. Pembangunan kedaton sendiri berlangsung pada tahun 1408

Saka/1486 M. Di tempat inilah Sunan Giri dinobatkan dengan mendapat gelar

Prabu Satmata pada tahun 1409 Saka/1487 M tepatnya pada tanggal 12 Rabbiul

Awal 894 H kemudian beliau meninggal pada tahun 1428 Saka/1506 M,

dimakamkan di Giri Gajah.

Cerita tutur Jawa menyebutkan tahun-tahun kejadian terbentuknya Giri

Kedaton sebagai berikut: 1477 Nyai Ageng Pinantih meninggal, 1485

pembangunan kedaton (istana), dan tiga tahun kemudian pembuatan kolam.

Kolam yang dibuat pada 1488 mungkin suatu “taman indah” dengan danau buatan

Mustakim, Mengenal Sejarah dan Budaya Masyarakat Gresik (Gresik: Dinas Pendidikan dan
3

Kebudayaan Kabupaten Gresi, 2005), 49.


Anam Suwandi Widji, Giri Kedhaton Kuasa Agama dan Politik Melacak Peran Politik Dinasti
4

Giri dalam Konstelasi Politik Nusantara Abad 15-16 (Surabaya: Kalidaya , 2013), 91.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


40

(yang berisi kura-kura), beserta pulau kecil di tengahnya lengkap dengan balai

kecil yang biasa disebut bale kambang. Bangunan “taman air” (taman sari)

demikian itu sejak dahulu kala merupakan bagian dari kompleks istana raja di

Jawa. Memiliki taman semacam itu tentu menambah wibawa dan kekuasaan

pemimpin agama pertama di Giri.5 Raden Paku membuka dan menjadikannya

gunung Kedaton menjadi tempat tinggal dan kerajaan susun tujuh untuk shalat

dan tidur.6

Munculnya Giri Kedaton berkaitan dengan kondisi masyarakat sebagai

bagian dari hirarki kekuasaan. Kedaton sebagai pusat administratif suatu

pemerintahan sekaligus pusat pemukiman. Disini dapat dilihat bahwa Kedaton

memiliki tiga komponen yakni: alun-alun, istana, pasar. Pemukiman pada saat itu

terdiri atas Kauman, Jaraganan, Kajen, dan sebagainya. Demikian juga batas-batas

wilayahnya misalnya, Kawisanyar, Kebon dalem, Tambak Boyo. 7 Ini telah

menunjukkan bahwa memang pada masa itu pernah berdiri pusat pemerintahan di

Giri Kedaton.

Demikanlah Sunan Giri atau Raden Paku yang sewaktu itu memerintah

Kerajaan Giri mulai tahun 1487 sampai 1506 dengan gelar Prabu Satmata. Sunan

Giri atau Prabu Satmata mempunyai pengaruh besar terhadap kerajaan Islam di

Jawa maupun di luar Jawa. Pemerintahan Giri berlangsung kurang lebih 200

De graaf, Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI
5

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 159.


6
Soekarman, Babad Gresik Alih Tulisan dan Bahasa ( Surakarta: Radya Pustaka, 1990), 27.
Nurhadi, Tataruang Pemukiman Giri, Sebuah hipotesa atas hasil Penelitian di Giri (Bandel:
7

Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi I, 1983), 315-316.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


41

tahun.8 Selain itu, Kerajaan Giri Kedaton dianggap sebagai usaha untuk

mengembangkan pusat keagamaan dan kemasyarakatan pada masa itu.9

Sepeninggalnya Prabu Satmata (Sunan Giri), kerajaan Giri Kedaton

dipimpin oleh beberapa tahap yakni oleh para penguasa bergelar sunan, lalu

berganti gelar menjadi panembahan, hingga menjadi pangeran. Giri Kedaton pada

masa kesunan adalah satu kurun waktu dimana raja-raja yang memerintah

bergelar Sunan. Sesudah Sunan Giri, secara berturut-turut diperintah oleh Sunan

Dalem (1506-1545 M), Sunan Seda ing Margi (1545-1548 M), kemudian Sunan

Prapen (1548-1605 M). Pengganti Sunan Prapen tidak lagi bergelar Sunan tapi

panembahan. Diantara para penguasa yang bergelar Panembahan yakni

Panembahan Kawis Guwo (1605-1616 M), Panembahan Agung (1616-1636 M),

Panembahan Mas Witono (1636-1660).10

Sesudah meninggalnya Panembahan Mas Witono, Amangkurat I

mengganti gelar penguasa Giri Kedaton menjadi Pangeran, yakni Pangeran Mas

Witono (1660-1680), Wirayadi (1680-1703 M), Singanegara (1703-1725), dan

terakhir Pangeran Singasari (1725-1743 M). Kelebihan dari Kerajaan Giri

Kedaton ini ialah tidak pernah terjadi perkelahian atau konflik untuk

memperebutkan kekuasaan sebagai raja.11

Diketahui bahwa setelah Sunan Giri meninggal pada tahun 1506 M,

penggantinya adalah Sunan Dalem sebagai putra nomor tiga yang tinggal di

8
Baidlowi Syamsuri, Kisah Walisongo (Surabaya: Apollo, 1995),74.
Muhtar Jamil, Wawancara, Gresik, 29 November 2015.
9

Tulisan pada pintu depan makam Panembahan Mas Witana.


10

Muhtar Jamil, Wawancara, Gresik, 29 November 2015.


11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


42

gunung Sari Tambakbaya. Selama periode ini dikabarkan bahwa Sunan Dalem

sebagai penguasa spiritual berdampingan dengan penguasa duniawi. Pada saat itu

terjadi penyerangan di Giri Kedaton oleh Adipati Sengguruh dengan maksud akan

membalas dendam pada kerajaan Giri atas lenyapnya Kerajaan Majapahit, namun

beliau berhasil mengusirnya. Cerita kronologisnya diceritakan secara detail dalam

Babad Gresik pada bagian II.

Kerajaan Giri Kedaton mengalami puncak kemajuan pada masa Sunan

Prapen yakni mulai tahun 1548 sampai 1605. Pada periode inilah Kerajaan Giri

Kedaton berada di puncak keemasan, karena pada saat itu Giri tampil sebagai

kerajaan yang berpengaruh yakni sebagai tempat legitimasi politik. Munculnya

kekuasaan rohani dan politik yang kemudian memperoleh supremasi di Jawa dan

daerah lainnya menyebabkan seluruh aktivitas kehidupan di Gresik tidak mungkin

dipisahkan dengan Giri.12 Pengaruh kekuasaan rohani Sunan Prapen dalam

perkembangan politik di Jawa dapat dibuktikan ketika Sultan Pajang, yakni Kyai

Gedhe Pemanahan datang menemui Sunan Prapen untuk meminta legitimasi

menjadi raja di Pajang. Menurut cerita-cerita tradisional, Sunan Prapenlah yang

memberi kekuasaan pada raja Pajang dan Mataram. Pengaruh semacam itu

bertahan kurang lebih sampai 1680, ketika pengaruh itu dilenyapkan dengan

kekerasan.13

Tim Penyusun Buku Sejarah Kota Gresik, Kota Gresik Sebuah Perspektif Sejarah dan Hari Jadi
12

(Gresik: PT Semen Gresik, 1991), 66.


13
De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekspansi Sultan Agung (Jakarta: PT Pustaka
Utama Grafiti, 1990), 213.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


43

Pada awal abad ke-17, Raja Mataram melakukan penyerangan terhadap

Giri dengan dipimpin oleh Pangeran Pekik (Bupati Surabaya). Diceritakan dalam

Serat Centhini bahwa pada suatu hari, Sultan Agung mengirim utusan abdi wanita

ke Surabaya untuk memanggil Ratu Pandansari agar segera menghadap ke kraton,

karena Sultan Agung sedang sakit (gering). Sampai di dalam kraton Sultan Agung

yang sebenarnya tidak sakit tapi ingin memberitahukan maksudnya yakni

menundukkan Giri dengan perang. Namun, menurut ramalan yang dapat

mengalahkan Giri hanyalah suami Pandansari, yakni Pangeran Pekik sebagai

keturunan asli Sunan Ampel.14

Menurut Babad Sangkala peristiwa takluknya Giri oleh Mataram melalui

perantara Pangeran Pekik terjadi tahun 1635 Masehi. Dengan ditundukkannya dan

dimasukannya Giri di bawah kekuasaan Mataram membawa pengaruh yang tidak

kecil bagi “hidup mati” kota Gresik. Raja Mataram (Amangkurat I) pada tahun

1660 telah mengganti gelar penguasa Giri. Saat itu Kerajaan Giri Kedaton hanya

sebagai pusat spiritual yang dipimpin oleh Pangeran, sedangkan di Gresik saat itu

dipimpin oleh umbul yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya bupati

pertama Gresik. Dengan demikan pemerintahan kesatuan Giri-Gresik sudah

berakhir dan oleh Wiselius dipandang sebagai permulaan periode Giri dan Gresik.

Gresik sendiri mulai mengukir sejarah baru sebagai kabupaten perpanjangan dari

pemerintahan Mataram, menggantikan peran Giri sebagai penguasa duniawi.15

14
Taedjan Hadidjaja, Serat Centhini Bahasa Indonesia Jilid I-A (Yogya, UP Indonesia, 1978), 20.
Tim Penyusun Buku Sejarah Kota Gresik, Kota Gresik Sebuah Perspektif Sejarah, 93.
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


44

Pada pertengahan tahun 1675 ketika Pangeran Puspa Ita (Mas Witono)

menguasai Giri dan Naladika menguasai Gresik sedang berkobar perang

Trunojoyo dengan Mataram (1675-1679). Sejak pertengahan tahun yaitu 1675 M,

Trunojoyo dari Madura dengan bantuan orang-orang Makasar dibawa Karaeng

Galessong dan orang Mataram dibawa Raden Kanjoran telah mengangkat senjata

melawan Amangkurat I, raja Mataram. Maka Pangeran Giri, Trunojoya dan

Karaeng Galengsong mereka bertiga bahu- membahu memimpin pemberontakan

terhadap Mataram yang dibawah pengaruh Belanda.

Dalam peperangan ini, Giri membantu Trunojoyo dengan alasan sebagai

berikut :

1. Bahwa Giri ingin melenyapkan sifat kejam dan tidak adil Amangkurat I

terhadap rakyatnya.

2. Adanya kerja sama antara Amangkurat I dengan VOC yang selalu

menghalang-halangi penyiaran agama Islam dan perkembangan Agama Islam

di Jawa.16

Kemudian gerakan pasukan Trunojoyo pada akhir bulan Desember 1675

berhasil menduduki kota Bandar Surabaya, maka Gresik dan Jaratan dengan

mudah didudukinya. Setelah dua puluh tahun pemberontakan Mataram yang

dengan bantuan Belanda menyerang Jawa Timur, namun Mataram dan Belanda

dapat disingkirkan. Seluruh Jawa Timur saat itu pun dikuasai Trunojoyo termasuk

Demak dan Semarang.

Lembaga Research Islam Malang, Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri, 153.
16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


45

Tahun 1677 Trunojoyo dapat masuk ke ibu kota Mataram, Amangkurat I

lari dan meninggal dalam pelarian, sebagai penggantinya diangkatlah Amangkurat

II. Keadaan berbalik, ketika Amangkurat II menjanjikan perluasan wilayah

jajahan Belanda sampai sungai Cimanuk dan Semarang. Dengan ini, Belanda

terus menyerbu ke Jawa Timur sampai akhirnya Trunojoyo dikepung dan

menyerah kalah. Setahun kemudian meninggallah Trunojoyo akibat ditikam

Amangkurat II.

Tiba gilirannya Giri diserang oleh tentara gabungan Amangkurat dengan

tentara VOC. Sejarah mencatat, pada 27 April 1680 pasukan besar Mataram

datang beramai-ramai ke Gresik dan kemudian menghancur leburkan Giri.

Penyerang itu mengalami kesukaran dalam menerobos benteng tentara Giri, hal

ini pernah dikemukakan oleh seorang tentara dari Belanda yaitu :

Het bloedigste gevecht uit de ganse oorlag……. Warde gedechten


tegenstandar van de compagnie, dien zij afwisseled betitelden ass “den
Mohametaensenpaus” dien heyligen Javaensen priester “of” dien hoogh
moedigen paep, ……. Tenslatte het tegen de over machtmoest affeggen.
Artinya yaitu :
Pertempuran melawan Sunan Giri itu adalah pertempuran yang paling
sengit dan paling berdarah, karena Sunan Giri yang sudah lanjut usianya
itu ternyata penantang yang paling gagah dan paling gigih melawan
Belanda dan Amangkurat I, tetapi akhirnya Sunan Giri yang sering
dijuluki oleh Belanda sebagai “Paus Islam” atau Kyai Jawa yang keramat
atau congkak itu terpaksa kalah, karena keunggulan senjata dan lebih
banyak tentara koalisi VOC dan Amangkurat ini.17

Ibid, 154.
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


46

Kesulitan penyerangan dan penaklukan VOC dan Amangkurat terhadap

Giri ini, menurut Lembaga Research Islam Malang disebabkan :

Karena tentara Giri telah mendapatkan jiwa ajaran Islam yang telah
digemblengkan dalam pribadi masing-masing santri yang menjadi tentara
dari Sunan Giri, dalam rangka mencapai perdamaian dengan tetap ta’dzim
kepada Sunan Giri almarhum maupun kepada pengganti-penggantinya,
ditambah lagi mengharap bantuan secara batin dari karomah Sunan Giri
(Raden Paku) yang ternyata orang kuat dalam masa penyebarannya ketika
beliau masih hidup.

Berkali-kali Panembahan Giri diundang untuk menghadap raja, tetapi

selalu ditolaknya. Sikap ini dipandang sebagai suatu perlawanan sehingga bagi

Amangkurat II ada alasan untuk menyerang Giri.18 Pada bulan April 1680 dalam

suatu pertempuran yang digambarkan oleh Belanda paling dahsyat, Panembahan

Giri gugur dan sebagian besar anggota keluarganya dibunuh.19

Setelah Kerajaan Giri Kedaton jatuh sebagai bidang kekuasaan politik,

Giri masih berlanjut sebagai pusat spiritual. Saat itu Amangkurat II mengangkat

Sedha Kemlathen, seorang bangsawan asal Jipang menjadi penguasa Giri. Lalu,

digantikan oleh Pangeran Singonegoro dan digantikan oleh Pangeran Singosari.

Sementara itu, Pangeran Kertawegara, putera Pangeran Mas Witana beserta

keempat orang puteranya, yaitu Raden Mas Kedhaton, Raden Mas Tumpang,

Raden Mas Kenduyu, dan Nyai Uju bersembunyi di bawah lindungan mantri

nayaka Gresik, Bagus Puspadiwangsa.Hingga akhirnya, hancurlah Giri Kedaton

18
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 (Jakarta: Gramedia, 1993),
202.
19
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1995), 117.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


47

sebagai pusat kekuasaan spiritual di Gresik ketika terjadinya kemelut peperangan

antara Pangeran Giri dengan dua Bupati Gresik (Tandes).

B. Kabupaten Tandes

Sejak Kerajaan Giri Kedaton dibawah Panembahan Mas Witana, Giri

sudah menjadi bagian dari wilayah Mataram. Itu sebabnya, Pangeran Mas Witana

hanya melanjutkan kedudukan ayahandanya sebagai penguasa bawahan Mataram.

Kedudukan Giri Kedaton sejak di bawah kekuasaan Kanjeng Sunan Ainul Yaqin

sampai dengan Pangeran Mas Witana adalah hubungan wareng (cucu dari cicit)

dengan Kanjeng Sunan Ainul Yaqin.20

Di lain sisi saat itu Gresik dipimpin oleh seorang mantri kepercayaan

Pangeran Mas Witana bernama Ketilaksana, seorang keturunan Cina muslim dari

Kertasura. Dalam menjalankan kekuasaannya, Ketilaksana didampingi oleh Bekel

Gresik lama kepercayaan Panembahan Mas Witana, yaitu Kyayi Ageng Gulu.

Menurut Serat Sedjarah Gresik, Kyai Gulu menjadi mantu dari Kyayi Ageng

Ngengot di Surabaya.21 Dari perkawinan itu diperoleh dua orang putera yakni

Nyai Emas dan Bagus Sateter.22 Nyimas Ayu menikah dengan Kyayi Kemis

Lurah Gresik yang dikenal dengan gelar Kyayi Ageng Setra III yang merupakan

keturunan Kyai Adipati Sengguruh di Negeri Terung, Suraperingga. Maka Kyai

Mudlofar, Babad Giri Kedhaton Suntingan Naskah dan Telaah Struktur (Tesis, Universitas
20

Negeri Surabaya, Surabaya, 2002), 170.


Agus Sunyoto, Ringkesan Serat Kekancingan Kjaji Toemenggong Poesponegoro (Surabaya:
21

Yayasan Keluarga Besar Pusara Katumenggungan Gresik, 2010), 7.


Agus Sunyoto, Sejarah Singkat Kyai Tumenggung Puspanegara Bupati Gresik Pertama 1688-
22

1718 (Prigen: Pandhepokan Poespanegara, 2007), 3.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


48

Kemis mempunyai putra bernama Bagus Puspa Dewangsa, yang semenjak

menjabat bupati berganti gelar menjadi Kyai Tumenggung Puspanegara.

Ketika Nyai Ageng Gulu wafat, Sunan Amangkurat I mengangkat Bagus

Sateter, saudara sesusuan permaisurinya menjadi pejabat umbul Gresik

berdampingan dengan Kertilaksana yang diangkat Pangeran Mas Witana. Bagus

Sateter menggunakan gelar Kyayi Tumenggung Naladika. Kekuasaan Gresik

diberikan kepada Kyai Naladika sendiri, sebab dulunya ibu Kyai Naladika

menyusui ibu Sunan Amangkurat di dusun Ungguh.23 Sebagaimana ayahandanya,

Kyayi Tumenggung Naladika dianugerahi selir oleh Sunan Amangkurat I. Selir

itu berasal dari desa Ketubanan, Gresik bernama Nyai Gede. Dari perkawinan

dengan Nyai Gede, Kyayi Tumenggung Naladika memiliki dua orang putera.

Yang pertama, Rara Teleng, yang kedua Bagus Dana.

Lurah Gresik Kyayi Ageng Setra III yang menikahi Nyimas Ayu puteri

Kyai Ageng Gulu memiliki dua orang putera yang sulung Bagus Puspadiwangsa

dan Nyai Ayu. Kyai Ageng Setra III, menikahkan putera sulungnya, Bagus

Puspadiwangsa dengan sepupunya yaitu puteri sulung Kyayi Tumenggung

Naladika yang bernama Rara Teleng. Suatu saat Kyayi Ageng Setra III (Ki

Kemis) diutus oleh Pangeran Mas Witana untuk mencari uang Malaka ke negeri

Timur. Sekembali dari Timur, Kyai Ageng Setra III wafat dan dimakamkan di

Astana Gapura.24 Kemudian, Kyayi Tumenggung Naladika juga wafat dan

dimakamkan di Astana Gapura pula. Sepeninggal Kyayi Tumenggung Naladika,

23
Mudlofar, Babad Giri Kedhaton, 170.
Kijai Ngabei Mangoenarirdjo, Serat Sedjarah Gersik (Gersik: PWGTPP, 1912), 7.
24

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


49

yang menggantikan kedudukan sebagai umbul adalah puteranya yang bernama

Bagus Dana dengan gelar Raden Tumenggung Harya Naladika.

Selama Raden Tumenggung Harya Naladika menjadi umbul kehidupan

Gresik sangat menderita. Sebab dewasa itu terjadi krisis pangan di seluruh Jawa.

Harga padi melambung tinggi tak terjangkau masyarakat. Daghregister tertanggal

4 November 1675 meyebut harga beras mencapai 55 ringgit sekoyan dan di

Batavia malah mencapai harga 80 ringgit. Menurut laporan Jacob Couper

tertanggal 10 April 1676 harga beras di Jepara mencapai 130 ringgit sekoyan. Di

tengah kelangkaan itu, penduduk Gresik dan penduduk pesisir Utara Jawa,

dikejutkan oleh meletusnya kerusuhan yang diselut Trunojoyo dan Karaeng

Galesong. Puncak kerusuhan yang ditandai jatuhnya kota Plered ke dalam

anarkisme yang tidak terkendali telah membuat Sunan Amangkurat I lari dari

istananya ke Tegel Arum dan mengkat di sana. Pangeran Adipati Anom kemudian

menggantikan ayahnya sebagai raja Mataram dengan gelar Sunan Amangkurat II.

Kemalangan yang dialami rakyat belum selesai, sebab Trunajaya yang

semula menjadi sekutu Pangeran Adipati Anom ternyata mengangkat diri menjadi

raja dengan gelar Panembahan Maduretna. Peperangan Mataram dengan para

pemberontak berlanjut terus bahkan melibatkan Kompeni yang dipimpin

Laksamana Speelman. Umbul Gresik Raden Tumenggung Harya Naladika yang

dianggap kerabat dan dikenal setia kepada Sunan Amangkurat II, membantu

Sunan dalam penumpasan kekuatan Trunajaya. Penduduk Gresik dipaksa menjadi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


50

prajurit memerangi para pemberontak. Banyak di antara prajurit Gresik yang

terbunuh dalam pertempuran maupun terkena penyakit saat di medan tempur.25

Sejarah mencatat, bahwa Trunajaya berhasil ditangkap di Kediri dan

diboyong ke Mataram dan dieksekusi pada Desember 1678. Dengan kekalahan

Trunajaya, ternyata kehidupan di Gresik tidak serta merta berubah baik, malah

tidak lama kemudian di saat penduduk memulai kembali pembangunan kotanya

yang luluh lantak akibat perang, terjadi kemalangan yang sangat mengejutkan.

Tanpa disangka-sangka di tengah kesibukan pembangunan keraton baru di

Kartasura, Sunan Amangkurat II tiba-tiba mengirim pasukan besar Mataram ke

Giri.

Gresik yang berusaha bangkit dari keruntuhan akibat perang, ternyata

harus menghadapi kemalangan lanjutan. Di tengah usaha membangun kembali

kota dan mengembangkan perniagaan, pada pertengahan 1686 terjadi kerusuhan

besar akibat pecahnya pemberontakan Surapati yang mengangkat diri menjadi raja

di Pasuruan, Malang, dan Lumajang dengan gelar Mas Tumenggung Wiranagara.

Dalam rangka memperkuat pasukan, Kompeni meminta Umbul Gresik beserta

pasukan untuk membantu penumpasan kekuatan Tumenggung Wiranegara.

Umbul Gresik Raden Tumengggung Harya Naladika berangkat ke Pasuruan

memimpin pasukan Gresik. Ternyata dalam sebuah pertempuran sengit di

Pasuruan, Raden Harya Naladika terbunuh dalam pertempuran melawan pasukan

Tumenggung Wiranegara

Sunyoto, Sejarah Singkat Kyai Tumenggung Puspanegara, 5.


25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


51

Sepeninggal Raden Tumenggung Harya Naladika, Gresik oleh Sunan

Amangkurat menunjuk saudara Raden Tumenggung Harya Naladika yaitu Ki

Bagus Lanang Puspadiwangsa yang diberi gelar Kyayi Tumenggung

Puspanegara.26 Saat itu Tumenggung Puspanegara diperintahkan untuk

melindungi warga Gresik dari musuh, menegakkan keamanan wilayah,

meneguhkan tertib hukum, membawa kemakmuran bagi seluruh warga Gresik,

dan tentu saja memperkukuh kesetiaan kepada Sunan Amangkurat II. Kyayi

Tumenggung Puspanegara sadar bahwa langkah utama yang harus ditempuh

adalah memanfaatkan tali kekerabatan dengan tokoh-tokoh yang memiliki

pengikut besar dan kuat. Melalui Nyai Uju, puteri bungsu Pangeran Kertanegara

putera Pangeran Mas Witana Panembahan Giri, Kyai Tuemnggung Poespanegara

mendapat dukungan dari sentana Giri Gajah.27

Dengan dukungan dari kerabat Giri Gajah, Bugis, Madura, dan Umbul

Gresik. Kyayi Tumenggung Puspanegara dalam waktu singkat berhasil

menciptakan keamanan di Gresik. Pada tahun 1688, Gubernur Jenderal Johannes

Camphuijs, pimpinan tertinggi Kompeni di Batavia mengeluarkan beluit

pengangkatan Kyayi Tumenggung Puspanegara sebagai bupati pertama Gresik

(Tandes). Istilah bupati digunakan oleh Kompeni Belanda untuk menggantikan

istilah Umbul.28 Itu sebabnya, Kyayi Tumenggung Puspanegara dianggap sebagai

bupati pertama Gresik karena memang dialah penguasa Gresik yang pertama kali

diberi sebuatan bupati.

Sunyoto, Ringkesan Serat Kekancingan Kjaji Toemenggong Poesponegoro, 8.


26

Sunyoto, Sejarah Singkat Kyai Tumenggung Puspanegara, 7.


27
28
Ibid, 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


52

Sehingga Gresik mulai menjadi sebuah kabupaten pada akhir abad ke-17

M, dengan nama Kabupaten Tandes, dimana Sidayu yang sekarang masuk dalam

wilayah Kabupaten Gresik pada waktu itu juga berdiri sendiri sebagai kabupaten.

Tandes untuk menyebut nama Gresik juga dapat dibaca pada inskripsi yang

terdapat dalam komplek makam para bupati Gresik terdahulu. Nama ini terukir

pada sebuah batu berbentuk lingga depan makam Tumenggung Puspanegara, serta

makam para bupati lainnya di kompleks makam Bupati Pertama Gresik, seperti

Bupati Tirtoredjo.

Nama Bupati Gresik (Tandes) saat itu ialah Kyai Toemenggoeng Poespo

Negoro. Secara keseluruhan, arti dari Kyai Toemenggoeng Poespo Negoro adalah

seorang pendakwah dalam golongan bangsawan yang akan mengharumkan negeri

seperti bunga.29 Setelah dilantik menjadi bupati Gresik, Kyayi Tumenggung

Puspanegara melakukan beberapa kebijakan yakni dengan memproritaskan

pembangunan masjid di sekitar alun-alun, kantor kejaksaan, pasar, alun-alun

mbedilan, serta pelabuhan di sekitar Kabupaten.30 Usaha awal yang dilakukan

oleh Bupati Puspanegara bukan mendirikan kantor Bupati, akan tetapi lebih pada

pembangunan infrastruktur, seperti masjid, pasar, kantor pengadilan, dll.31

Langkah itu diambil sebagai kelanjutan kebijakkannya dalam menjalankan

amanat dari Sunan Amangkurat II. Sebab telah terbukti, bahwa melalui perikatan

dengan keluarga Giri Gajah, Bugis, Madura, dan Gresik KT Puspanegara tidak

29
Dukut Imam Widodo, Sang Gresik Bercerita Kisah-Kisah Kearifan Lokal Gresik Tempo Dulu
(Gresik: PT Smelting, 2014), 77.
Sunyoto, Ringkesan Serat Kekancingan), 8.
30

Agus Sunyoto, Ceramah, Gresik dalam haul K.T Puspanegara ke-295, 08 November 2015.
31

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


53

saja dapat membangun kompleks kabupaten Gresik sesuai tatanan baku

pemerintahan Jawa tetapi dapat pula mempersatukan warga muslim Gresik yang

berasal dari beragam etnis dan bangsa.

Pengaruh K.T Puspanegara yang sangat berperan ternyata didukung oleh

bawaan geneologinya. Menurut prasasti yang tertulis di kompleks makam

Asmarantaka Gapura dan naskah berjudul Tedhak Poespanegara, diketahui bahwa

K.T Puspanegara adalah keturunan kesepuluh Prabu Kertawijaya

Wijayaparakramawarddhana, Maharaja Majapahit ketujuh, yang berkuasa tahun

1448-1451.

Kabupaten Tandes dalam perjalanannya memiliki sejarah panjang. Bukan

hanya mengenai perkembangannya, Tandes juga pernah mengalami perubahan

sebagai suatu kekuatan pemerintahan. Ketika tahun 1743/1744 M terjadi kemelut

segitiga antara Giri yang saat itu diperintah oleh Pangeran Singosari, dengan

Gresik (Tandes) yang saat itu dipegang oleh dua orang Bupati, yaitu Bupati

Kesepuhan dan Bupati Kanoman.

Menurut Wisselius Pangeran Singasari memimpin Giri pada tahun 1725-

1743/1744 M). Tumenggung Poespanegara II (1743-1748 M) sebagai Bupati

Kanoman, sedangkan Tumenggung Jayanegara (1732-1748 M) sebagai Bupati

Kesepuhan. Kemelut ini ternyata berdampak pada berakhirnya kekuasaan

Pangeran Singasari sebagai penguasa spiritual di Giri dan berakhirnya kekuasaan

Bupati Poespanegara II dipihak lain.32 Menurut Wiselius peristiwa itu terjadi pada

32
Mustakim, Gresik dalam Lintas Lima Zaman (Jogjakarta:Pustaka Eureka, 2010), 91.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


54

tahun 1743. Peristiwa tersebut dengan panjang lebar diceritakan dalam sumber

tradisional Babad Hing Gresik

Dalam kemelut ini dimenangkan oleh Tandes yakni Bupati Kasepuhan,

Tumenggung Jayanegara. Terjadilah kekosongan jabatan Bupati Kanoman untuk

membantu Tumenggung Jayanegara. Gubenur Genderal kemudian mengangkat

Ngabehi Tirtoredja yang memerintah Bupati Kanoman tahun 1748-1765 di

Kabupaten Tandes.

Sementara itu di sisi lain Giri jatuh dan Pangeran Singasari pergi

melarikan diri ke Japan (Bojonegoro) dan meninggal di Desa Bekukul. Gelar

pangeran ditiadakan diganti lurah juru kunci yang bertugas menjaga masjid dan

kuburan Sunan Giri. Penjaga masjid dan kuburan bernama Ketib Modin yang

menjadi lurah juru kunci ialah Gus Mukmin dari Desa Kajen yang masih

tinggalannya Pangeran Singasari. Desa-desa di bawah Giri semua beralih menjadi

wilayah kekuasaan Gresik hingga sekarang.33

Setelah kekuasaan Mataram II memudar di Jawa, maka kekuasaan atas

wilayah pesisir Barat dan pesisir Timur mulai jatuh ke tangan pemerintahan

Hindia Belanda. Menurut Ensiklopaedie Nederlandsch Indie, Sidayu merupakan

wilayah pengawasan Gresik, dan Gresik termasuk wilayah residentie Surabaya.34

Keadaan berubah yaitu sejak tahun 1824 Gresik dan Giri yang di bawah Residen

Tumenggung dipersatukan dengan wilayah Keresidenan Surabaya. Tradisi ini

Soekarman, Babad Gresik, 16.


33

Tim Peneliti, Laporan Penelitian Kota Masa Pengaruh Eropa: Studi Terhadap Kota Sidayu
34

Gresik Jawa Timur (Pusat Penelitian Arkeologi, 2002), 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


55

berlangsung terus hingga tahun 1934 M ketika restrukturisasi Resident Surabaya

menetapkan bahwa Gresik sebagai salah satu distrik (kewadenan) bagian dari

wilayah Regenschap Surabaya (Kabupaten Surabaya). Maka, istilah Kabupaten

Tandes dihapuskan dan dibentuk Kabupaten baru di Surabaya, dimana pada saat

Kota Surabaya hanya merupakan Kota Praja (Geemente). Bupatinya pun

dipindahkan dari Tandes ke Surabaya.35

Sejarah terbentuknya Kerajaan Giri Kedaton tidak terlepas dari peran

Sunan Giri selaku raja pertama. Sekitar abad ke-15 kerajaan yang berada di bukit

Giri ini mengalami perkembangan. Hingga pada masa pemerintahan Sunan

Prapen, Giri Kedaton mengalami puncak kejayaan yang sangat menakjubkan.

Namun, keadaan berubah ketika Mataram menyerang Giri Kedaton akibat adanya

perang Trunajaya. Saat itulah Giri Kedaton hancur pada tahun 1680 sebagai

kekuatan politik, Gresik mulai mendirikan sebuah pemerintahan baru yakni

Kabupaten Tandes pada sekitar abad ke-17 di bawah penguasa bergelar bupati.

Meskipun begitu, Giri tetap menjadi penguasa sebatas bidang spiritual. Hingga

terjadinya kemelut segitiga yang menyebabkan hancurnya Giri Kedaton dan

kekuasaannya beralih ke Kabupaten Tandes.

35
Umar Hasyim, Sunan Giri: Pemerintahan Ulama di Giri Kedaton. (Menara Kudus, 1999), 79.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Anda mungkin juga menyukai