Tugas 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

TUGAS 1

Teknik Laboratorium Konseling

“Teknik Umum dan Khusus Dalam Konseling”

Sebagai salah satu syarat pemenuhan nilai tugas matakuliah

Teknik Laboratorium Konseling

Dosen :

Dr. Yeni Karneli, M.Pd., Kons

Indah Sukmawati, M.Pd., Kons

Disusun Oleh :

Nabilla Amron

18006043

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
TEKNIK UMUM DAN KHUSUS DALAM KONSELING

A. Teknik Umum Dalam Konseling


Mengenai teknik umum dalam konseling Suparwan (2014)
menjelaskan bahwa teknik umum dalam konseling merupakan teknik dasar
konseling, dimana teknik ini harus dikuasai oleh konselor. Adapun
mengenai teknik umum ini memiliki beberapa jenis dijelaskan sebagai
berikut :
1. Perilaku Attending
Willis (Novebryanti, 2017) menjelaskan mengenai attending.
Dimana attending ini sendiri merupakan suatu teknik sekaligus prilaku
dari konselor yang bertujuan menghampiri klien agar menjadi akrab
dan mau terlibat dalam pembicaraan.
Lebih singkat dijelaskan oleh Suparwan (2014) perilaku attending
ini bisa juga disebut dengan perilaku menghampiri klien yang
mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan.
Jadi dengan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
bahwa perilaku attending ini bukan hanya sekedar teknik namun juga
terkait dengan bagaimana perilaku yang baik saat konselor
memberikan konseling pada klien nya, mulai dari bagaimana kontak
mata, bahasa tubuh dan lisan diterapkan dengan baik sehingga tidak
mengganggu klien.
Adapun perilaku attending yang baik ini dapat meningkatkan harga
diri klien, menciptakan suasan yang nyaman dan mempermudah
ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik seperti:
a. Kepala : mengangguk jika setuju
b. Ekspresi wajah : tenang, ceria dan tersenyum
c. Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara
konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan
atau berdampingan.
d. Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah,
menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan
untuk menekankan ucapan.
e. Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien
hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi),
perhatian terarah pada lawan bicara.
2. Empati
Novebryanti (2017) menjelaskan bahwa empati merupakan
kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien,
merasa dan berfikir bersama klien. Senada dengan pendapat ahli lain
yang menyatakan bahwa empati adalah upaya konselor untuk
menghayati perasaan atau dunia konseli sebagaimana konseli
menghayatinya.
Tidak jauh berbeda dengan penjelasan dari Suparwan (2014)
mengenai empati ini, yaitu kemampuan konselor untuk merasakan apa
yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan
untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku
attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Dapat ditarik kesimpulan dari penjelasan diatas, dimana empati ini
merupakan sikap atau kemampuan konselor untuk juga merasakan apa
yang klien rasa dan berpikir bersama klien, semua sejalan. Selain itu
sikap empati tidak akan timbul jika perilaku attending tadi tidak
diterapkan dengan benar.
Dalam hal ini terdapat dua macam empati yaitu (Suparwan, 2014):
a. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha
memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan
tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka. Contoh ungkapan
empati primer : “Saya dapat merasakan bagaimana perasaan
Anda”. “Saya dapat memahami pikiran Anda”. “Saya mengerti
keinginan Anda”.
b. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman
konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta
pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena
konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor
tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk
mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran,
pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan
empati tingkat tinggi : “Saya dapat merasakan apa yang Anda
rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
3. Refleksi
Willis (Novebryanti, 2017) menjelaskan bahwa refleksi ini
merupakan suatu teknik untuk menangkap dan memantulkan perasaan,
pikiran dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap
perilaku verbal dan non verbalnya.
Terdapat tiga jenis dari refleksi ini yaitu:
a. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat
memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan
terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh :
“Tampaknya yang Anda katakan adalah..”
b. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran,
dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku
verbal dan non verbal klien.Contoh : “Tampaknya yang Anda
katakan..”
c. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan
pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan
terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh :
“Tampaknya yang Anda katakan suatu..”
4. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan
pengalaman klien. Hal ini merupakan salah satu teknik yang sangat
penting untuk diterapkan, ini disebabkan kebanyakan dari klien lebih
memilih untuk menyimpan rahasia batin, menutup diri atau tida
mampu untuk mengemukakan pendapatnya.
Dengan diterapkannya teknik ini memungkinkan klien untuk bebas
berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada
teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu
(Suparwan, 2014):
a. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali
perasaan klien yang tersimpan. Contoh : “Boleh Anda jelaskan
perasaan bingung seperti apa yang anda maksudkan?”
b. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran,
dan pendapat klien. Contoh : “Saya yakin Anda dapat
menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil
bekerja”
c. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk
menggali pengalamanpengalaman klien. Contoh : “Saya
terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya
ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan
pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”
5. Menangkap Pesan (parapharasing)
Parapharasing atau juga dalam bahasa Indonesia disebut dengan
menangkap pesan merupakan teknik untuk menyatakan kembali
esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan
utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana,
biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan
mengamati respons klien terhadap konselor (Suparwan, 2014).
Tujuan paraphrasing itu sendiri dijelaskan oleh Suparwan (2014)
adalah
a. untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor
bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan
klien;
b. mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk
ringkasan ;
c. memberi arah wawancara konseling;
d. dan pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang
dikemukakan klien.
6. Pertanyaan Terbuka
Menurut Suparwan (2014) pertanyaan terbuka adalah teknik yang
diterapakn untuk memancing klien agar mau berbicara dan
mengungkapkan perasaan, pengalaman serta pemikirannya itu dapat
digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Dimana
Pertanyaan yang diajukan itu sendiri sebaiknya tidak menggunakan
kata tanya mengapa atau apa sebabnya.
Sebab pertanyaan semacam ini akan sedikit menyulitkan klien,
jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih
baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh: “Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan?”
7. Pertanyaan Tertutup
Pada saat pelaksanaan konseling tidak selamanya konselor harus
menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu, pertanyaan
tertutuo juga dapat digunakan, yang harus dijawab dengan kata Ya
atau Tidak atau dengan kata-kata singkat (Suparwan 2014)
Tujuan pertanyaan tertutup untuk :
a. mengumpulkan informasi;
b. menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan
c. menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau
menyimpang jauh.
8. Dorongan Minimal
Teknik dorongan minimal ini digunakan konselor agar klien selalu
terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka (self-disclosing). Yang
dimaksud dorongan minimal disini adalah suatu dorongan langsung
yang singkat terhadap apa yang dikatakan klien, dan memberikan
dorongan singkat dengan kata seperti: oh… ya.. lalu.. terus.. dan..,
Keterampilan ini bertujuan untuk membuat klien terus berbicara dan
dapat mengarahkan pembicaraan agar mencapai tujuan (Novebryanti,
2017).
9. Interpretasi
Interpretasi merupakan teknik yang digunakan untuk mengulas
pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-
teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk
memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah
melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut (Suparwan, 2014)
10. Mengarahkan (Directing)
Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan
sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan
konselor atau menghayalkan sesuatu (Suparwan, 2014)
Klien : “Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak
dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit”
Konselor : “Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana
sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda”
11. Menyimpulkan sementara (Summarizing)
Teknik ini diterapkan guna untuk membuat kesimpulan sementara
dari pembicaraan sehingga arah pembicaraan itu sendiri semakin jelas.
Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk (Suparwan, 2014):
a. memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas
balik dari hal-hal yang telah dibicarakan;
b. menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap;
c. meningkatkan kualitas diskusi;
d. mempertajam fokus pada wawancara konseling.
12. Menjernihkan (Clarifying)
Dijelaskan oleh Novebryanti (2017) bahwa teknik ini digunakan
untuk menjernihkan atau memperjelas ucapan-ucapan klien yang
samar, kurang jelas dan agak meragukan dengan tujuan untuk:
a. Mengundang klien agar menyatakan pesannya dengan jelas,
ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang
logis.
b. Agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan
perasaannya.
13. Memudahkan (Facilitating)
Yaitu suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan
mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran,
dan pengalamannya secara bebas. Sehingga komunikasi dan partisipasi
meningkat dan proses konseling berjalan efektif (Novebryanti, 2017).
14. Diam
Novebryanti (2017) menjelaskan bahwa perilaku diam juga
termasuk dalam teknik konseling. Diam bukan berarti tidak ada
komunikasi, akan tetapi tetap ada yaitu melalui perilaku nonverbal.
Yang paling ideal diam itu paling tinggi 5-10 detik dan selebihnya
dapat diganti dengan dorongan minimal. Teknik diam ini dilakukan
dengan tujuan untuk menanti klien sedang berfikir, sebagai proses
ketika klien berbicara terbelit-belit, menunjang perilaku attending dan
empati agar klien lebih bebas berbicara.
15. Mengambil inisiatif
Mengambil inisiatif ini perlu dilakukan konselor manakala klien
kurang bersemangat utuk berbicara, sering diam, dan kurang
partisipasif.konselor mengucapkan kata–kata yang mengajak klien
untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Tujuan dari mengambil
inisiatif itu sendiri adalah (Novebryanti, 2017):
a. Mengambil insiatif jika klien kurang semangat
b. Jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan
c. Jika klien kehilangan arah pembicaraan
16. Memberi nasehat
Noberyanti (2017) menjelaskan bahwa sebenarnya pemberian
nasehat ini sebaiknya dilakukan jika klien memintannya. Walaupun
demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya, apakah pantas
untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap
di jaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien, harus tetap
tercapai.
17. Pemberian informasi
Dalam hal informasi yang diminta klien, sama halnya dengan
pemberian nasehat. Jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya
dengan jujur katakana bahwa tidak mengetahui hal itu (Novebryanti,
2017)
18. Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling, konselor harus dapat membantu
klien untuk dapat membuat rencana berupa suatu program untuk
action, perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan dirinya. Suatu
rencana yang baik adalah hasil kerjasama konselor dengan klien
(Novebryanti, 2017)
19. Menyimpulkan
Ketika sudah masuk pada bagian akhir sesi konseling, konselor
membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang
menyangkut. Menurut pendapat Willis (Novebryanti, 2017)
menjelaskan bahwa kesimpulan menyangkut beberapa hal yaitu:
a. Bagaimana rencana klien
b. Waktu dan tempat pertemuan berikutnya
c. Pokok-pokok pembicaraan pada pertemuan berikutnya.
B. Teknik Khusus Dalam Konseling
Willis dan Dewi (2017) menjelaskan bahwa Teknik khusus dalam
konseling merupakan salah satu gerakan higiologi yang dapat membantu
permasalahan fisik dan psikis yang dialami individu atau klien melalui
penerapan berbagai teknik dan terapi.
Pada dasarnya, implementasi strategi teknik khusus dalam
konseling yang efektif mempunyai 12 ciri, yaitu:
a. Mudah dilaksanakan
b. Sesuai dengan ciri-ciri dan kesenangan konseli
c. Sesuai dengan problem dan faktor yang berkaitan
d. Bersifat positif dan tidak bersifat menghukum
e. Mendorong berkembangnya keterampilan mengelola diri (self-
management)
f. Memperkuat kepercayaan konseli terhadap kemampuan dirinya
g. Didukung oleh literature
h. Dapat dikerjakan dan praktis
i. Tidak menciptakan problem tambahan bagi konseli atau bagi
orang penting lainnya
j. Tidak membebani konseli atau orang penting lainnya dalam
melakukan banyak kegiatan
k. Tidak melampaui apa yang dapat dipertanggungjawabkan oleh
konselor
l. Tidak mengulangi atau bertumpu pada teknik khusus yang
tidak berhasil sebelumnya
1. Teknik Relaksasi
Willis dan Dewi (2017) menjelaskan bahwa teknik relaksasi ini
dirintis oleh Edmund Jacobson (1929), dengan berpedoam bahwa
pikiran dan perasaan berada dalam peripheral musculature dimana
asumsi dasar yang melatarbelakangi teknik relaksasi adalah bahwa
individu memiliki kecemasan-kecemasan yang timbul dari keadaan
fisik maupun psikisnya, sehingga diperlukan usaha untuk
menyalurkan kelebihan energi dalam dirinya melalui suatu kegiatan
yang menyenangkan dan menenangkan.
Relaksasi tidak menganggap penting usaha pemecahan masalah
penyebab terjadinya ketegangan melainkan menciptakan kondisi
individu yang lebih nyaman dan menyenangkan. Selain itu ada
beberapa jenis teknik relaksasi ini yaitu:
a. Autogenic Training, merupakan suatu prosedur relaksasi
dengan membayangkan (imagery) sensasi-sensasi yang
meyenagkan pada bagian-bagian tubuh seperti kepala, dada,
lengan, punggung, ibu jari kaki atau tangan, pantan,
pergelangan tangan. Sensai yang dirasakan ini membuat rasa
menenangkan atau lega dan lain sebagainya dengan cara
berimajinasi melihat pemandangan yang indah atau hal serupa
lainnya
b. Progressive Training adalah prosedur teknik relaksasi dengan
melatih otototot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih
lemas dan tidak kaku. Efek yang diharapkan adalah proses
neurologis akan berjalan dengan lebih baik
c. Meditation adalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih
konsentrasi atau perhatian pada stimulus yang monoton dan
berulang (memusatkan pikiran pada kata/frase tertentu sebagai
fokus perhatiannya ), biasanya dilakukan dengan menutup mata
sambil duduk, mengambil posisi yang pasif dan berkonsentrasi
dengan pernafasan yang teratur dan dalam.
Adapun tujuan dari teknik relaksasi ini ialah, dapat menjadi sarana
menenangkan konseli menuju kesiapan memasuki fase lanjutan
konseling dengan teknik dan pendekatan yang mendalam berbasi teori.
Selain itu, kondisi tenang juga dapat menunjang kesuksesan selama
proses konseling.
Selain itu Willis dan Dewi (2017) juga menjelaskan mengenai
tahap-tahap atau langkah-langkah dalam penerapan teknik relaksasi ini
yaitu:
a. Rasional
b. Instruksi tentang Pakaian
c. Menciptakan Lingkungan yang Aman
d. Konselor Memberi Contoh Latihan Relaksasi itu
e. Intruksi-instruksi untuk Relaksasi
f. Penilaian setelah Latihan
g. Pekerjaan Rumah dan Tindak Lanjut
2. Teknik Desensitisasi Sistematik
Willis dan Dewi (2017) menjelaskan bahwa teknik ini
dikembangkan oleh Joseph Wolpe pada tahun 1950-an. Teknik ini
merupakan salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam
pelaksanaan terapi tingkah laku, dan merupakan salah satu teknik
yang paling lazim digunakan untuk menangani kecemasan dan fobia
Desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah
laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak
dihapuskan itu, Desensitisasi diarahkan kepada mengajar klien untuk
menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Adapun tujuan dari teknik ini ialah menciptakan suasasa fokus
dengan menghilangkan beberapa hal yang mengganggu pada diri
konseli, khusunya pada aspek emosi dan psikologis. Beberapa tujuan
teknik desensitisasi sistematis adalah (Willis dan Dewi, 2017):
a. Teknik desensitisasi sistematis bermaksud mengajar konseli
untuk menghilangkan respon kecemasan yang dialami konseli.
b. Mengurangi sensitifitas emosional yang berkaitan dengan
kelainan pribadi atau masalah sosial
c. Mengajar konseli untuk menghilangkan respon kecemasan
yang dialami konseli.
Dalam penggunaan teknik ini ada tiga langkah utama yaitu:
a. Latihan rileksasi, konselor memulai dengan melatih konseli
untuk santai. Latihan ini harus berlangsung dalam ruangan yang
tenang, cukup pencahayaan, tidak ada kebisingan di luar
ruangan.
b. Pengembangan hirarki kecemasan, konselor merencanakan
hirarki kecemasan dengan konseli untuk setiap ketakutan yang
diketahui. Hirarki ini didasarkan pada ketakutan yang telah
disepakati konselor dan konseli sebagai perubahan yang
diinginkan.
c. Penggunaan desensitisasi sistematik yang tepat, dimulai dengan
membiarkan konseling menenangkan diri, kemudian konselor
meminta konseli untuk membayangkan tiap-tiap suasana yang
jelas dan senyata mungkin sesuai dengan urutan hirarki situasi
yang telah disepakati sebelumnya.
3. Teknik Kursi Kosong
Teknik ini merupakan adopsi dari pendekatan Gestalt. Teknik ini
biasanya digunakan untuk structural analysis. Dalam Willis dan Dewi
(2017), McNeel menjelaskan bahwa teknik yang menggunakan dua
kursi ini merupakan cara yang efektif untuk membantu konseli
mengatasi konflik masa lalu dengan orang tua atau orang lain pada
masa kecil.
Teknik kursi kosong merupakan intervensi yang kuat, yang dapat
digunakan untuk membantu konseli segala umur yang memiliki
konflik dengan orang ketiga yang tidak hadir dalam proses konseling.
Teknik kursi kosong bertujuan untuk membantu mengatasi konflik
interpersonal dan intrapersonal. Teknik ini membantu konseli untuk
keluar dari proses introyeksi.
Pada teknik ini konselor menggunakan dua kursi. Konselor
meminta konseli untuk duduk di satu kursi dan berperan sebagai
topdog. Kemudian berpindah ke kursi lainnya dan menjadi underdog.
Dialog dilakukan secara berkesinambungan pada dua peran tersebut.
Dengan teknik ini, introyeksi akan terlihat dan konseli dapat
merasakan konflik yang ia rasakan secara lebih real. Konflik tersebut
akan terlihat dan konseli akan dapat diselesaikan dengan penerimaan
dan integrasi antara kedua peran tersebut. Teknik ini membantu
konseli untuk merasakan perasannya tentang konflik perasaan dengan
mengalami secara penuh
4. S E F T (Spiritual Emotional Freedom Technique)
SEFT merupakan gabungan antara Spiritual Power dengan Energy
Psychology. SEFT merupakan metode baru dalam melakukan EFT.
SEFT adalah teknik penyembuhan yang memadukan keampuhan
energi psikologis dengan kekuatan doa dan spiritualitas. Energy
psikologis adalah ilmu yang menerapkan berbagai prinsip dan teknik
berdasarkan konsep sistem energy tubuh untuk memperbaiki kondisi,
pikiran, emosi dan perilaku seseorang, Terlahirnya SEFT
diperkenalkan oleh Ahmad Faiz Zainuddin.
Adapun tujuan dari SEFT adalah untuk membantu orang lain baik
individual maupun kelompok dalam mengurangi penderitaan psikis
dan fisik. Yang sesuai dengan motto SEFT yaitu Loving Good,
Blessing to the others and Self Improvement. Yang diungkapkan
untuk mencintai Tuhan, dengan ditujukan agar kita perduli dengan
orang lain dan memiliki makna perbaiki diri sendiri mengingat adanya
kelemahan dan kekurangan pada setiap pribadi.
Prosedur dan tahapan pelaksanaan SEFT memiliki dua versi dalam
melakukan teknik SEFT. Yang pertama adalah versi lengkap dan
kedua adalah versi ringkas (short-cut). Keduanya terdiri dari 3
langkah sederhana, perbedaannya hanya pada langkah ketiga (tapping).
Pada versi lengkap, langkah ketiga dilakukan pada 18 titik dan pada
versi singkat dilakukan hanya pada 9 titik. Pada implementasinya
yang sering dilakukan yaitu versi singkat hanya pada 9 titik (Willis
dan Dewi, 2017)
5. Terapi Senyum Positif
Willis dan Dewi (2017) menjelaskan bahwa senyum dan tawa bisa
menular, dan orang yang tersenyum bisa mengubah perasaan hati
orang-orang disekitarnya. Orang yang banyak tersenyum tidak hanya
menjaga kesehatannya diri sendiri, tetapi turut membantu
menyehatkan orang lain. Manusa adalah makhluk yang sangat peniru,
dan kota sangat mudah mengikuti suasana hati orang lain, entah
positif atau negative.
Tertawa dapat menggerakan perubahan fisiologis yang berdampak
jauh seperti meningkatkan pencernaan, menenangkan dan
menstabilkan seluruh sistem tubuh, dan meningkatkan sirkulasi.
6. Terapi Berpikir Postif
Berpikir positif membuat perbedaan besar dalam hidup kita.
Karena sikap yang baik dimulai dari berpikir positif. Berpikir positif
memiliki peran penting dalam pembentukan setiap individu. Kekuatan
berpikir positif merupakan unsur terpenting dalam menentukan jenis
kehidupan kita.
Para ahli motivasi dan kesehatan berpendapat bahwa berpikir
positif akan melahirkan kebiasaan-kebiasaan positif seperti : jiwa yang
selalu optimis, percaya diri, kreatif dan lain sebagianya. Sebaliknya
pikirin negatif akan melahirkan kebiasaankebiasaan negatif pula
seperti : jiwa yang pesimis, rendah diri, reaktif dan lain-lain.
Maslow pernah mengeluarkan nasihat bahwa salah satu hal yang
penting untuk diingat bagi siapapun yang ingin mengaktualisasikan
potensinya adalah membedakan antara jalan dan tujuan dalam praktik
hidup. Langkah-langkah praktis dan strategi berpikir positif yang
dimaksud adalah (Willis dan Dewi, 2017):
a. Hukum Pygmalion sebagai hukum berpikir positif
b. Membangun kepercayaan diri
c. Memperbaiki mental
d. Ubahlah kepercayaan
7. Terapi Sholat
Shalat adalah kewajiban atas seorang muslim yang sudah baligh
dan berakal. Shalat merupakan tiangnya agama, apabila seseorang
meninggalkan shalat maka agamanya akan runtuh. Shalat menduduki
posisi yang paling penting dalam agama. Diantara yang menunjukkan
itu adalah banyak ayat dalalm Al-Qur’an yang memotivasi kita untuk
mengerjakan shalat.
Shalat juga merupakan aktifitas biologis yang mengoptimalkan
fungsi-fungsi rohani dan jasmani bagi manusia. Karena shalat tidak
hanya sebagai kewajiban bagi kita,tetapi juga dapat menyehatkan
tubuh kita. Setiap kita mengetahui manfaat lain di dalam shalat dari
berbagai segi, baik moralitas, intelektual, sosial, maupun fisik dan
mentalitas (Willis dan Dewi. 2017)
8. Terapi Membaca Al-Qur’an
Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan melalui Malaikat
Jibril, sebagai petunjuk kehidupan di dunia dan akhirat, karena
skenario kehidupan manusia telah tertera didalam kitab Al-Qur’an,
disamping segala pertanyaan kehidupan yang jawabannya terdapat
dalam Al-Qur’an. Keutuhan Al-Quran berbicara tentang khidupan
telah banyak dibuktikan oleh banyaknya penelitian baik penelitian
secara terstruktur maupun tidak struktur, disamping manusia yang
telah diberikan petunjuk-Nya akan sangat mudah untuk mempercayai
kebenaran yang tertulis maupun secara pengalaman spiritual yang
didapatkannya sehingga semakin bertambahlah keimanan seseorang
terhadap Allah (Willis dan Dewi, 2017)
KEPUSTAKAAN

Novebryanti, R. (2017). Pengembangan Modul Teknik Dasar Konseling Bagi


Mahasiswa Jurusan Pastoral Konseling Di Stakn Tana Toraja.

Suparwan. (2014). Peranan Bimbingan dan Konseling Dalam Pendidikan Islam.


Jurnal At-Tahdzib.

Willis, F., & Dewi, C. (2017). Teknik Khusus Dalam Konseling. Program Stusi
Bimbingan dan Konseling, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

Anda mungkin juga menyukai