Tugas Sosiologi Kesehatan Tri Aktavian N. (C1B118004)

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SOSIOLOGI KESEHATAN

“POLA PERILAKU SEHAT MASYARAKAT MARGINAL PERKOTAAN”

OLEH :

NAMA : TRI AKTAFIAN NUGRAHA

STAMBUK : C1B1 18 004

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dengan pokok pembahasan “Pola Perilaku
Sehat Masyarakat Marginal Perkotaan”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Raha, 16 April 2020


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………
1.3 Tujuan………………………………………………………………………..

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Arti Sehat Bagi Masyarakat Marginal Perkotaan………………………..
2.2 Pola Perilaku Sehat Masyarakat Marginal Perkotaan…………………..
2.3 Pencegahan Penyakit Bagi Masyarakat Marginal Perkotaan……………….

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………….
3.2 Saran…………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masyarakat terdiri dari berbagai lapisan sosial yang di dalamnya terdapat


beragam kelas sosial, status sosial, dan strafikasi sosial. Hal ini menjadi pemicu
lahirnya implikasi positif dan negatif untuk kelangsungan kehidupan masyarakat
sendiri, terlebih kehidupan itu dibentuk oleh kompleksitas perkotaan yang tidak
mampu membendung kemajuan modern. Masyarakat kota mengalami segregasi,
artinya konsentrasi tipe kelompok orang atau kegiatan tertentu di wilayah tertentu.
Segregasi dapat tercipta secara sukarela atau sebaliknya. Banyak kelompok imigran
memisahkan diri secara sukarela karena kehidupan demikian terasa lebih
menyenangkan. Invasi terjadi ketika suatu kelompok orang, organisasi, atau kegiatan
baru masuk ke dalam suatu wilayah. Mereka memasuki kegiatan bisnis, menjadi
pedagang baru, dan pindah ke suatu wilayah tempat tinggal. Pada umumnya, invasi
dilakukan oleh kelompok sosial yang lebih rendah terhadap wilayah kelas sosial atas.
Kecenderungan invasi ini akibat dari adanya proses pertumbuhan kota. Jadi, suatu
wilayah tempat tinggal yang dahulu pernah merupakan tempat tinggal mewah
kemudian dimasuki oleh ke lompok orang berkelas sosial satu jenjang di bawah kelas
sosial para penghuni lamanya. Satu generasi setelah itu, tempat itu mungkin dimasuki
lagi oleh kelompok orang yang kelas sosialnya lebih rendah satu jen jang lagi.
Kesehatan menurut undang-undang Republik Indonesia no 36 tahun 2009
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan jasmani,
rohani, sosial, dan tidak hanya terbebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Dikatakan sehat secara fisik adalah orang tersebut tidak memiliki gangguan apapun
secara klinis. Fungsi organ tubuhnya berfungsi secara baik, dan dia memang tidak
sakit. Sehat secara mental/psikis adalah sehatnya pikiran, emosional, maupun
spiritual dari seseorang.
Empat pilar yang mempengaruhi derajat kesehatan seseorang, diantaranya
adalah keturunan, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan perilaku. Faktor yang paling
besar pengaruhnya adalah lingkungan dan perilaku. Contoh perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan adalah gaya hidup dan personal hygiene. Gaya hidup atau
life style seseorang berbeda-beda. Seperti halnya merokok. Kebiasaan merokok dapat
mempengaruhi kesehatan seseorang. Merokok dapat memicu timbulnya berbagai
penyakit. Kebiasaan atau perilaku buruk juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Sebagai contoh perilaku jarang mandi dan sering meminjam baju dari teman bisa
menyebabkan gangguan kesehatan berupa penyakit kulit skabies.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa arti sehat bagi masyarakat marginal perkotaan ?
2. Bagaimana pola perilaku sehat masyarakat marginal perkotaan ?
3. Bagaimana pencegahan penyakit bagi masyarakat marginal perkotaan ?
1.3Tujuan
1. Untuk mengetahui arti sehat bagi masyarakat marginal perkotaan.
2. untuk mengetahui pola perilaku sehat masyarakat marginal perkotaan.
3. untuk mengetahui pencegahan penyakit bagi masyarakat marginal perkotaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Sehat bagi Masyarakat Marginal Perkotaan

Sehat ialah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Menurut
While tahun 1997, kesehatan adalah keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa
oleh ahlinya tidak mempunya keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu
penyakit atau kelainan. Dalam setiap hal di dunia, termasuk kesehatan, pasti
memiliki maslah-masalah tertentu. Tidak selamanya masalah kesehatan merupakan
masalah kompleks yang merupakan resultant dari berbagai masalah lingkungan yang
bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial budaya, perilaku, populasi
penduduk, genetika, dan sebagainya.
Masyarakat marginal dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang secara
geografis berada di pinggiran dan posisi ini yang menyebabkan mereka mengalami
hambatan dalam mendapat akses layanan dari pemerintah daerah/pusat. Akibat
kondisi tersebut mereka menjadi rentan terpinggirkan atau termarginalisasi,
terdiskriminasi dari sebagian besar aspek kehidupan. Yakir mendefinisikan bahwa
kelompok marginal adalah orang-orang yang tinggal di tepi masyarakat. Masyarakat
marginal pada umumnya selalu lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas
aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga seringkali tertinggal jauh dari masyarakat
lain yang memiliki potensi lebih tinggi.
Seseorang atau kelompok yang mengalami proses marginalisasi, pada
umumnya tidak akan memiliki daya maksimal, ruang geraknya terbatas, dan
cenderung sulit dalam memperjuangkan atau mempertahankan diri supaya terserap
dalam sektor-sektor ketenaga-kerjaan sehingga dalam hal tersebut dibutuhkan
kontribusi dan partisipasi aktif pemerintah daerah untuk mengantarkan masyarakat
pada kesejahteraan hidup dan akses pengembangan personal dalam keterampilan
kerja. Menurut Robert Chambers, pengertian masyarakat marginal disebut sebagai
deprivation trap atau perangkap kemiskinan, yang secara rinci terdiri dari lima unsur,
yaitu: a) Kemiskinan itu sendiri; b) Kelemahan fisik; c) Keterasingan atau kadar
isolasi; d) Kerentanan; e) Ketidakberdayaan.
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian ini
lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupan serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda
dengan masyarakat pedesaan. Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada
aspek-aspek, seperti pakaian, makanan, dan perumahan, tetapi lebih luas lagi. Gaya
hidup generasi masa kini, kususnya diperkotaan sangat lah sibuk, tidak hanya dengan
aktivitas bekerja secara rutin dengan beragam jenis pekerjaan, juga disibukkan oleh
aktivitas sosial lainnya yang juga menyita waktu secara signifikan baik berupa
aktivitas di media sosial, seperti Twitter, Facebook maupun Kompasiana, juga
aktivitas kopi darat dengan berbagai komunitas yang terhubung erat dengan adanya
perkembangan teknologi informasi termasuk internet, selular, telepon genggam yang
membuat dunia semakin dekat dan akrab.

2.2 Pola Perilaku Sehat Masyarakat Marginal Perkotaan

Masyarakat marginal atau masyarakat terpinggirkan pada umumnya


memiliki kondisi ekonomi lemah serta berdomisili di daerah pinggiran atau pedesaan
yang kurang leluasa mengakses teknologi mutakhir yang menjadi salah satu tolak
ukur majunya peradaban manusia. Masyarakat marjinal adalah kelompok yang selalu
terpinggirkan dari berbagai macam aspek kehidupan, seperti gender, biologis, agama,
ekonomi, etnis, bahasa, budaya, dan lain-lain. Berikut beberapa potret masyarakat
marginal yang terpinggirkan dari berbagai aspek kehidupan.
Pemberdayaan daerah marginal dalam mencapai hidup yang sejahtera
membutuhkan perhatian khusus dari berbagai pihak, utamanya masayarakat
setempat. Baik secara individu maupun kelompok, secara bersama-sama berusaha
mencari apa yang harus dilakukan untuk dapat mencapai hal tersebut clan
menjadikan masyarakat menjadi madani. Secara fisik, kondisi masyarakat marginal
telah dapat diketahui dengan mudah oleh orang-orang karena pengalaman dan dapat
diketahui secara teoretis oleh para ahli di bidang tersebut. Dengan demikian tidak ada
satu alasan pun yang dapat dibenarkan, kalau tidak ada perhatian pada daerah
marginal oleh pihak-pihak di luar masyarakat marginal serta individu dari
masyarakat marginal itu sendiri. Namun, secara nonfisik perlu ada suatu perhatian
dan motivasi terhadap kepedulian masyarakat sendiri pada lingkungannya, antara lain
melalui bimbingan sosial dalam bebagai forum. Alternatif yang dapat ditawarkan
untuk membangun kepedulian masyarakat satu sama lain serta keberperanan pihak
lain yaitu melalui pemberdayaan. Pemberdayaan ini akan menjadikan masyarakat
terlibat secara langsung dalam transformasi sosial.
Upaya kesehatan masyarakat marginal perkotaan adalah, usaha pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan situasi, kondisi masyarakat dan lingkungan perkotaan
dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Pengelolaan
manajemen kesehatan belum sepenuhnya mendukung sistem pelayanan. Hal ini
discbabkan antara lain karcna : keterbatasan tenaga, biaya, fasilitas serta mutu
maupun jumlah tenaga manajemen yang ada. Disamping itu niasih dirasakan adanya
kelemahan sistem pengawasan dan pengendalian yang kurang didukung oleh produk
hukum yang melandasinya.
Penyakit yang disebabkan karena kemiskinan adalah penghasilan yang
rendah, makanan yang tidak memenuhi syarat gizi, hidup berdesakan di rumah yang
sempit dan tidak memenuhi syarat kesehatan, tanpa ada daya tahan dapat
mengakibatkan gastroenteritis, tuberkulosis, penyakit infeksi akut (misalnya ISPA),
dan penyakit yang ada hubungannya dengan gizi kurang. Penyakit yang disebabkan
karena lingkungan yang tidak sehat, karena ulah manusia sendiri di perkotaan, seperti
pencemaran buangan industri, polusi udara, lalu lintas kendaraan motor yang padat,
tekanan (strees) dan kebiasan makan yang menyebabkan penyakit cardiovaskuler,
penyakit neoplastik, sakit jiwa dan kecelakaan, baik di rumah, tempat kerja maupun
di jalan. Penyakit sebagai akibat keadaan psiko-sosial yang tidak stabil dan tidak
terjamin akibat sewa tanah yang tinggi dan pcnghasilan yang rendah seperti
kecanduan pada alkohol/narkotika, penyakit kelamin, kejahatan dan kekerasan.
Penyakit yang timbul karena adanya obyek pariwisata (dari luar) dan karena
mobilitas yang tinggi perpindahan penyakit.
Pengawasan pada pelayanan kesehatan swasta dan tradisionil kurang,
sehingga potensi yang ada di masyarakat dan fasilitas kesehatan swasta belum
didayagunakan secara tepat, masing-masing berjalan sendiri-sendiri, dan kegiatan
yang dilaksnakan dapat saling tumapng tindih. Jenis dan jumlah penyakit pada
populasi dengan sosial ekonomi rendah dan populasi ilegal banyak yang under-
reported.
2.3Pencegahan Penyakit Bagi Masyarakat Marginal Perkotaan
Kesehatan merupakan kebutuhan setiap manusia. Oleh karena itu kesehatan
merupakan hal yang sangat penting, hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan yakni
kesejahteraan masyarakat sebagai objek pembangunan dan perkembangan. Di dalam
kesejahteraan tersebut termasuk didalamnya kesehatan, sebab dewasa ini biaya
pengobatan bagi orang sakit sangatlah besar, sehingga kesehatan menjadi barang
yang mahal dan memiliki kecenderungan diskriminasi terhadap masyarakat marginal
atau yang tidak mampu untuk membayar. Hal ini merupakan tantangan pembangunan
yang pada hakikatnya adalah mencapai keadilan dan kesejahteraan dalam hal ini
“kesehatan bagi semua” yang berarti terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup
sehat, sehingga dapat meraih hidup yang produktif dan berbahagia.
Pola hidup sehat yang dapat dilakukan antara lain melakukan aktivitas
kebugaran secara teratur, pengukuran badan, pengecekan kesehatan, relaksasi dan
spa, gaya hidup aktif serta mengonsumsi makanan sehat dan minum air putih yang
cukup. Selain itu, penting juga untuk melindungi dirimu secara berganda dengan
perlindungan asuransi penyakit kiritis, sehingga tidak perlu merasa cemas yang
berlebih menghadapi segala kemungkinan berkaitan dengan kesehatan. Pencegahan
penyakit bagi masyarakat marginal perkotaan yaitu :
1. Sebagai masyarakat marginal perkotaan harusnya, untuk melaksanakan pola hidup
sehat secara mandiri
2. Menjaga kebersihan lingkungan adalah hal yang paling utama dalam kehidupan
berkeluarga maupun bermasyatakat
3. Menjaga interaksi social terhadap orang yang terkena penyakit menular, agar tidak
terkontaminasi langsung dengan penyakit tersebut.
4. Memakan makanan yang bernutrisi dan menjaga pola makanan yang teratur.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai warga masyarakat marginal perkotaan kita harus menanamkan nilai-
nilai kesadaran penuh terhadap kesehatan lingkungan dan kesehatan social agar
kemudian, pola perilaku sehat bisa berjalan dalam masyarakat marginal perkotaan
menjadi keluarga atau kelompok masyarakat yang hidup sehat, aman, nyaman, damai
dan tentram.
3.2 Saran
Kritik dan saran yang dapat saya sampaikan dalam penulisan makalah ini
adalah agar pembaca makalah ini dapat mengambilan pelajaran dan menerapkan di
lingkungan social.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. (2006). Kebijakan Publik. Jakarta. Suara Bebas


Anne Mills et al. (1989). Desentralisasi Sistem Kesehatan. WHO.
Doxiadis, Constantinos A. (1968). Ekistics: An Introduction to the Science of Human
Settlements. Australia: Anchor Press.
Hartono, B. (2001). Penataan Sistem Kesehatan Daerah. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Jahi, A (penyunting). (1988). Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di
Negaranegara Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai