0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
129 tayangan

LP CKD

Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal yang menyebabkan fungsi ginjal menurun secara progresif akibat kerusakan nefron. CKD ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dan terjadinya uremia. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti glomerulonefritis dan piyelonefritis yang menyerang jaringan ginjal.
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
129 tayangan

LP CKD

Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal yang menyebabkan fungsi ginjal menurun secara progresif akibat kerusakan nefron. CKD ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dan terjadinya uremia. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti glomerulonefritis dan piyelonefritis yang menyerang jaringan ginjal.
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 32

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE

AGNES ERLITA DISTRIANI PATADE


NIM 201901010

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER

PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS

JAKARTA

2020
KONSEP TEORI

1. Definisi
Chronic Kidney Disease merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang
progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan eletrolit
sehingga terjadi uremia (Padila, 2012).
Chronic Kidney Disease adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama
sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga
keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam
darah atau produksi urin (Wilson, 2012).
Chronic Kidney Disease adalah proses kerusakan pada ginjal dengan
rentang waktu lebih dari tiga bulan (Mahreswati, 2012).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Chronic
Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik adalah penyakit yang
menyebabkan fungsi ginjal mengalami penurunan secara progresif dan
mengarah pada penyakit ginjal stadium akhir dimana terjadi kerusakan yang
bermakna pada ginjal dan bersifat tidak dapat pulih kembali seperti normal.

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

Gambar 2.1. Anatomi Saluran Perkemihan Gambar 2.2. Anatomi Ginjal

b. Fisiologi
1) Ginjal
Ginjal merupakan suatu kelenjar yang terletak dibelakang kavum
abdominalis dibelakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis
III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuk ginjal
seperti biji kacang, ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kanan terletak
lebih rendah dari ginjal kiri, karena letak hati yang menduduki ruang
lebih banyak disebelah kanan.Setiap ginjal terbungkus oleh selaput
tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus
berwarna ungu tua.Lapisan luar terdapat lapisan korteks (substansia
kortekalis) dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (substansia
medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid.Masing-
masing piramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis
15-16 buah.
Fungsi ginjal adalah :
a) Membuang sampah metabolisme dari dalam tubuh.
b) Membuang kelebihan air dari dalam tubuh.
c) Membuat dan mengatur hormon eritropoetin (yang berfungsi dalam
pembentukan sel darah merah di sum-sum tulang), enzim renin
(pengatur tekanan darah), kalsitriol (pengatur keseimbangan kadar
kalsium).
d) Mengatur kadar mineral (natrium, kalium), air, dan zat kimia yang
beredar dalam darah.

2) Nefron
Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron.Setiap nefron
di mulai sebagai berkas kapiler (badan malphigi atau glomerulus)
yang tertanam pada ujung atas yang lebar pada urinefrus atau
nefron.Dari sini, tubulus berjalan berkelok-kelok dan sebagian
lurus.Bagian pertama berkelok-kelok dan sesudah itu terdapat satu
simpai yang di sebut simpai henle.Kemudian, tubulus itu berkelok-
kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubulus distal yang
bersambung dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi
korteks dan medulla, lalu berakhir disalah satu piramidalis. Selama
24 jam nefron dapat menyaring darah 170 liter.

3) Arteri renalis
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal.Cabang
arteri memiliki banyak ranting di dalam ginjal dan menjadi arteriola
aferen serta masing-masing membentuk simpul-simpul dari kapiler-
kapiler di dalam satu badan malphigi yaitu glomerulus. Arteriola
aferen membawa darah dari glomerulus, kemudian dibagi ke dalam
jaringan peritubular kapiler.Kapiler ini menyuplai tubulus dan
menerima materi yang reabsorbsi oleh struktur tubular.Pembuluh
eferen menjadi arteriola yang bercabang-cabang membentuk jaringan
kapiler di sekeliling tubulus uriniferus.Kapiler ini bergabung
membentuk vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena
kava inferior.

4) Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa, masing-masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih(vesika urinari), panjangnya ± 25-30 cm, dengan
penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga
abdomen dan sebagian terdapat dalam rongga pelvis.
Ureter pada pria terdapat dalam visura seminalis atas dan di silang
oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis.
Selanjutnya ureter berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam vesika
urinaria pada sudut lateral dari trigonum vesika. Ureter pada wanita
terdapat dibelakang fossa ovarika dan berjalan ke bagian medial dan
ke depan bagian lateralis serviks uteri bagian atas, vagina untuk
mencapai fundus vesika urinaria.

5) Vesika Urinaria
Vesika urinaria (kandung kemih) berfungsi sebagai penampung urine,
yang dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.Terletak
di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.Bentuk kandung
kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat atau seperti
buah pir atau kendi, yang berhubungan dengan ligamentum
umbilikus medius.Vesika urinaria terdiri dari fundus,korpus dan
verteks.Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah
luar(peritonium),tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa,
dan lapisan mukosa(lapisan bagian dalam).

6) Uretra
Uretra adalah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke
lubang luar,dilapisi oleh membrane mukosa yang bersambung dengan
membran yang melapisi kandung kemih. Meatus urinarius terdiri atas
serabut melingkar,membentuk sfingter uretra. Panjang uretra pada
pria ± 17-22,5 cm, sedangkan pada wanita ± 2,5-3,5 cm. (Syaifuddin,
2011)

c. Fisiologi Pebentukan Urin


Pembentukan urine di ginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada
glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma
dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Halini
dikenal dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration rate
(GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi
glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan kecepatan
alirn darah yang melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati
struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecila akan
dibiarkan lewat sementara molekul-molekul besar tetap bertahan dalam
aliran darah. Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler
glomerulus dan memasuki tubulus cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri
dari air, elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus sebagian
substansi ini secara selektif diabsobsi ulang ke dalam darah. Substansi
lainnya diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut
mengalir di sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus
distal serta duktud pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan
mencapai pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi kembali
seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai
substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh
tubulus dan diekresikan kedalam urine mencakup natrium, klorida,
bikarbonat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan asam urat.

Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses


pembentukan urine, yaitu :
1) Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi
menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garm,
gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah)
sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat
ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang
tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asm amino dan garam-
garam.
2) Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus
proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan
direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder) dengan
kadar urea yang tinggi.
3) Ekskresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh
darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi
reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat
sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat
glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus ke pelvis renalis.
5. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan
massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit
parenkim ginjal difus bilateral, meskipun lesi obstruksi pada traktus
urinarius juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Mula-mula terjadi
beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus
(glomerulonefritis), sedangkan jenis lain terutama menyerang tubulus ginjal
(Pyelonepritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga menganggu
perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat di bagi menjadi tiga
stadium diantaranya yaitu :
1. Stadium pertama, penurunan cadangan ginjal
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar nitrogen urea darah
normal,dan pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat
terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut,
seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes laju
filtrasi glomerulus yang teliti.
2. Stadium kedua, insufisiensi ginjal
Lebih dari 75% jaringan yang telah berfungsi rusak (laju filtrasi
glomerulus besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar nitrogen
urea darah baru mulai meningkat diatas batas normal. Kadar
kreatinine serum juga mulai meningkat melebihi batas normal.
Azotemia ringan, timbul gejala nokturia dan poliuria( akibat gangguan
kemampuan pemekatan).

3. Stadium ketiga, penyakit ginjal stadium akhir


Penyakit ginjal stadium akhir terjadi apabila terjadi sekitar 90% dari
masa nefron telah hancur. Nilai laju filtrasi glomerulus hanya 10% dari
keadaan normal. Dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5- 10
ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini, kreatinin serum meningkat
dengan sangat menyolok sebagai respons terhadap laju filtrasi
glomerulus. Pada penyakit ginjal stadium akhir, pasien mulai
merasakan gejal-gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronis menjadi tiga stadium,
tetapi dalam praktiknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium
tersebut.
Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus dapat dideteksi dengan
mendapatkan urine 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurunnya filtrasi glomerulo klirens kreatinin akan menurun dan
kadar kreatinin semakin meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitive dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara kontan oleh tubuh. Nitrogen urea darah tidak hanya dipengaruhi
oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi
juga dapat terjadi akibat aktivasi rennin-angiotensin-dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam; mencetuskan resiko hipotensi
dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air
dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengeksresikan
muatan asam yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi ammonia dan
mengabsorbsi natrium bikarbonat. Penurunan eksresi fosfat dan asam
organic lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk perdarahan akibat status uremik pasien, terutama
dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang
diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tualng untuk
menghasilkan sel-sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi
eritropoetin menurun dan anemis berat terjadi, disertai keletihan, angina
dan napas sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama
gangguan metabolise pada kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik; jika salah
satunya meningkat, yang lain akan menurun. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat
serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium serum. Penurunan
kadar serum kalsium menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun demikian pada gagal ginjal tubuh tidak berespon
secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya
kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang. Selain itu, metabolik aktif vitamin D ( 1,25-
dihidrokolekarsiferol ) yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon
(Smeltzer & Bare, 2012).

6. Pemeriksaan Dianostik
a. Urine
1) Volume Urine : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria)
terjadi dalam (24 jam – 48 jam) setelah ginjal rusak
2) Warna Urine : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah.
3) Berat jenis Urine : Kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal
contoh : glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan
kemampuan memekatkan : menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat.
4) Kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukkan kerusakan
ginjal
5) Protein : Proteinuria derajat tinggi (+3 - +4) sangat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah tambahan juga ada. Protein
derajat rendah (+1 - +2) dapat menunjukkan infeksi atau nefritis
interstisial.
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : Biasanya meningkat pada proporsi rasio (10 : 1)
2) Hemoglobin : Menurun pada anemia.
3) Sel darah merah : Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
4) Natrium serum : Biasanya meningkat tetapi dapat bervariasi.
5) Kalium : Meningkat sehubungan dengan retensi urine dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah).
6) Magnesium fosfat : Biasanya meningkat.
7) Osmolaritas serum : Lebih besar dari 28,5 m Osm/kg, sering sama
dengan urine.
c. Pielografi intraveni

1) Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter


2) Pielografi dilakukan bila di curigai adanya obstruksi yang refersibel
3) Arteriogram ginjal
4) Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, massa
d. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalaman, ureter, retensi
e. Ultrasonografi ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih dan adanya massa, kista, obstruksi
pada saluran kemih bagian atas.
f. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menemukan sel jaringan
untuk diagnosis histology

g. Endoskopi ginjal nefroskopi


Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal: keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor efektif
h. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertropi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis
(Margareth, 2012).

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut
Smeltzer dan Bare (2012) yaitu :
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi Hipertensi diberikan
antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet), Propanolol (Inderal),
Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta Blocker, Prazonin
(Minipress), Metrapolol Tartrate(Lopressor),
2. Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid
(Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon),
Chlorothiazide (Diuril),
3. Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil
4. Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium PolisterenSulfanat,
Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol,
5. Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol,
alumuniumhidroksida
6. Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium
asetat, alumuniumhidroksida, Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan
desmopresin,estrogen,
7. Ulserasi oral diatasi denganantibiotic.
8. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B
dan C, diet tinggi lemak dan karbohirat
9. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natriumkarbonat.
10. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium),
fenitonin (dilantin).
11. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV
atau SC 3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan
dekarnoat/deca durobilin) untuk perempuan, androgen (depotestoteron)
untuk pria, transfuse Packet RedCell/PRC
12. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun
peritonealdialisa.
13. Transplantasi ginjal
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CKD
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan
2.1.1 Teori Keperawatan
Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem's adalah suatu
pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu
sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan,
kesehatan dan kesejahteraannya sesuai dengan keadaan, baik sehat
maupun sakit (Alligood, Martha R, 2017). Pada dasarnya, diyakini
bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care
dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri,
kecuali bila tidak mampu.
1. Teori Sistem Keperawatan Mandiri
Teori ini mengacu kepada bagaimana individu memenuhi
kebutuhan dan menolong keperawatannya sendiri, maka timbullah teori
dari Orem tentang Self Care Deficit of Nursing. Dari teori ini oleh Orem
dijabarkan ke dalam tiga teori yaitu;
a. Self Care
Teori self care ini berisi upaya tuntutan pelayanan diri yang
sesuai dengan kebutuhan. Perawatan diri sendiri adalah suatu
langkah awal yang dilakukan oleh seorang perawat yang
berlangsung secara continue sesuai dengan keadaan dan
keberadaannya, keadaan kesehatan dan kesempurnaan.
Perawatan diri sendiri merupakan aktifitas yang praktis dari
seseorang dalam memelihara kesehatannya serta mempertahankan
kehidupannya. Terjadi hubungan antar pembeli self care dengan
penerima self care dalam hubungan terapi. Orem mengemukakan
tiga kategori/persyaratan self care yaitu: persyaratan universal,
persyaratan pengembangan dan persyaratan kesehatan. Penekanan
teori self care secara umum:
1) Pemeliharaan intake udara.
2) Pemeliharaan intake air.
3) Pemeliharaan intake makanan.
4) Mempertahankankan hubungan perawatan proses eliminasi
dan eksresi.
5) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
6) Pemeliharaan keseimbangan antara solitude dan interaksi
sosial.
7) Pencegahan resiko-resiko untuk hidup, fungsi usia dan
kesehatan manusia.
8) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia
dalam kelompok sosial sesuai dengan potensinya.
b. Self Care Deficit
Teori ini merupakan inti dari teori perawatan general Orem,
yang menggambarkan kapan keperawatan di perlukan, oleh karena
perencanaan keperawatan pada saat perawatan yang dibutuhkan.
Bila kasus orang dewasa (pada kasus ketergantungan, orang tua,
pengasuh) tidak mampu atau keterbatasan dalam melakukan self
care yang efektif. Teori self care deficit diterapkan apabila:
1) Anak belum dewasa
2) Kebutuhan melebihi kemampuan perawatan
3) Kemampuan sebanding dengan kebutuhan tetapi diprediksi
untuk masa yang akan datang, kemungkinan terjadi penurunan
kemampuan dan peningkatan kebutuhan.
c. Nursing System
Teori yang membahas bagaimana kebutuhan "Self Care"
pasien dapat dipenuhi oleh perawat, pasien atau keduanya. Nursing
system ditentukan/direncanakan berdasarkan kebutuhan "Self Care"
dan kemampuan pasien untuk menjalani aktifitas "Self Care".
Orem mengidentifikasikan klasifikasi Nursing system:
1) The Wholly compensatory system
Bantuan secara keseluruhan, dibutuhkan untuk klien yang tidak
mampu mengontrol dan memantau lingkungannya dan
berespon terhadap rangsangan.
2) The Partly compensantory system
Bantuan sebagian, dibutuhkan bagi klien yang mengalami
keterbatasan gerak karena sakit atau kecelakaan.
3) The supportive-Educative system
Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang
memerlukannya untuk dipelajari, agar mampu melakukan
perawatan mandiri.
4) Metode bantuan
Perawat membantu klien dengan menggunakan system dan
melalui lima metode bantuan yang meliputi:
a) Acting atau melakukan sesuatu untuk klien.
b) Mengajarkan klien.
c) Mengarahkan klien.
d) Mensupport klien.
e) Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat
tumbuh dan berkembang.
2. Keyakinan dan Nilai-nilai
Keyakinan Orem's tentang empat konsep utama keperawatan
adalah:
a. Klien: individu atau kelompok yang tidak mampu secara terus
menerus mempertahankan self care untuk hidup dan sehat,
pemulihan dari sakit atau trauma atau koping dan efeknya.
b. Sehat: kemampuan individu atau kelompok memenuhi tuntutatn
self care yang berperan untuk mempertahankan dan
meningkatkan integritas struktural fungsi dan perkembangan.
c. Lingkungan: tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi
kebutuhan keperluan self care dan perawat termasuk didalamnya
tetapi tidak spesifik.
d. Keperawatan: pelayanan yang dengan sengaja dipilih atau
kegiatan yang dilakukan untuk membantu individu, keluarga
dan kelompok masyarakat dalam mempertahankan self care
yang mencakup integritas struktural, fungsi dan perkembangan.
3. Tujuan Keperawatan Mandiri
Tujuan keperawatan pada model Orem"s secara umum adalah :
a. Menurunkan tuntutan self care pada tingkat dimana klien dapat
memenuhinya, ini berarti menghilangkan self care deficit.
b. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untuk
memenuhi tuntutan self care.
c. Memungkinkan orang yang berarti (bermakna) bagi klien untuk
memberikan asuhan dependen jika self care tidak memungkinkan,
oleh karenanya self care deficit apapun dihilangkan.
4. Therapeutic Self Care Demand
Therapeutic Self Care Demand adalah totalitas tindakan self care
yang diperlukan. Self care dilakukan untuk memenuhi Self care
requisities. Ada tiga tipe penyimpangan kebutuhan kesehatan self care
antara lain:
a. Perubahan struktur fisik seseorang.
b. Perubahan fungsi fisik.
c. Perubahan perilaku.
5. Tiga Kategori Self Care
Model Orem's menyebutkan ada beberapa kebutuhan self care yang
disebutkan sebagai keperluan self care (self care requisite), yaitu:
a. Universal self care requisite:
Keperluan self care universal dan ada pada setiap manusia dan
berkaitan dengan fungsi kemanusiaan dan proses kehidupan,
biasanya mengacu pada kebutuhan dasar manusia. Universal
requisite yang dimaksudkan adalah:
1) Pemeliaharaan kecukupan intake udara.
Udara adalah self care requisite yang pertama. Pengkajian
udara meliputi fungsi pernafasan. Orem percaya bahwa
inadequate suplay udara akan berakibat pada kondisi kulit,
rambut dan kuku. Pemeriksaan fisik yang jelas dari fungsi
pernafasan dan jantung. Orem juga menginginkan tentang
bagaimana pengaruh udara yang masuk terhadap kesejahteraan
individu. Perawat juga harus mengkaji nilai laboratorium
seperti hemoglobin, hematokrit, eritrosit karena menunjukkan
sirkulasi oksigen klien. Kaji riwayat merokok atau asma.
Tentukan waktu yang tepat untuk bertanya
2) Pemeliharaan kecukupan intake cairan.
Air adalah sel care requisite selanjutnya. Perawat harus
mengkaji terhadap adanya kelebihan atau kekurangan cairan.
Turgor kulit, edema, suara nafas adalah bagian dari
pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya deficit. Tanyakan
pada klien apakah mempunyai riwayat CHF (cronic heart
failure) atau retensi urine. Apakah klien mengalami
peningkatan berat badan yang signifikan atau kehilangan.
Penting juga dikaji berapa banyak kebutuhan cairannya.
3) Pemeliaharaan kecukupan/kebutuhan makanan.
Pengkajian meliputi diet klien, adanya obesitas dan malnutrisi.
Penting dikaji adalah kehilangan berat badan yang signifikan
atau penambahan berat badan. Pengkajian riwayat dietnya
apakah sehat atau kurang baik. Bagaimana status ekonomi
mempengaruhi pola makan klien. Pemeriksaan fisik meliputi
peristaltik usus, rongga mulut, lidah, gigi (caries) dan gusi
(perdarahan, bengkak, halitosis). Apakah klien mempunyai
riwayat ulkus atau perdarah gastrointestinal.
4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Bagaiman pola eliminasi klien. Dakah riwayat feces/urine
berdarah, mengalami konstipasi kronik atau diare ? Apakah
klien mempunyai riwayat pembedahan usus atau pengangkatan
kansung empedu ? Pemeriksaan fisik meliputi: bising usus,
tegang pada pelvis dan pembengkakan.
5) Pemeliaharaan keseimbangan antara aktifitas dan istirahat.
Pemeriksaan fisik meliputi kondisi mental dan aktivitas sehari-
hari. Apakah klien jalanya tenang ? Apakah klien tinggal
sendiri ? Pengkajian neurologi. Review pola tidur, tonus otot
dan penyakit pembuluh darah perifer.
6) Pemeliharaan keseimbangan kesendirian dan interaksi social
Apakah klien mengisolasi diri atau adakah keluarga dan teman
menjeguknya ? Pengkajian meliputi gejala depresi dan perilaku
merusak diri. Pengkajian maslah pendengaran, masalah
penglihatan dan keterbatasan fisik. Bila memungkinkan kaji
tentang menstruasi dan penyakit menular seksual dan pada
wanita riwayat kehamilannya. Pengkajian pola hubungan
seksual juga penting.
7) Pencegahan faktor resiko/yang mengancam
Pengkajian meliputi tingkah laku yang buruk seperti alcoholic
dan drugs abuse. Kesulita ambulasi di rumah, tinggal sendiri
tanpa transportasi yang memadai yang beresiko terjadinya
bahaya.
8) Peningkatan fungsi diri dan pengembangan dalam kelompok
social
Pengkajian meliputi bagaimana klien bereaksi sehubungan
dengan sakitnya, apa persepsi klien dengan sakitnya, apakah
klien perhatian, melakukan konseling, apakah klien mengalami
stress atau kecemasan ?
b. Developmental self care requisite
Terjadi berhubungn dengan tingkat perkembangn individu dan
lingkungan dimana tempat mereka tinggal yang berkaitan dengan
perubahan hidup seseorang atau tingkat siklus kehidupan.
c. Health deviation self care requisite
Timbul karena kesehatan yang tidak sehat dan merupakan
kebutuhan- kebutuhan yang menjadi nyata karena sakit atau
ketidakmampuan yang menginginkan perubahan dalam perilaku
self care.

Self Care
R R

Persiapan
Persiapan

Faktor
Faktor

Agen R Permintaan
Self Care Self Care
Demands
R Deficit R
Persiapan
Faktor

Agen
Keperawatan
R : Relations / Hubungan
< : Hubungan Deficit

Skema 3.1 Conseptual Framework Of Orem’s Theory (Alligood, 2017)


Berdasarkan skema tersebut dapat dilihat bahwa apabila kebutuhan
lebih besar dari pada kemampuan, maka keperawatan akan
dibutuhkan. Tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat pada saat
memberikan pelayanan keperawatan dapat digambarkan setiap
domain keperawatan. Orem mengindentifikasi dalam lima area
aktivitas keperawatan yaitu:
a. Acting: Bertindak langsung memberikan memberikan
pelayanan keperawatan.
b. Guiding and directing: Memberikan arahan dan memfasilitasi
kemampuan klien dalam memenuhi self care klien.
c. Support: Memberikan dorongan fisik dan psikologis supaya
klien dapat mengembangkan potensinya untuk melakukan self
care.
d. Providing phssical support: Menciptakan dan menjaga
lingkungan yang mendukung perkembangan pribadi klien
untuk meningkatkan kemandiriannya.
e. Theaching: Mengajarkan klien berbagai aspek tindakan terkait
dengan perawatan dirinya.

Wholy Compencantory Sytem


Menyelesaikan Therapeutic Self
care
Mengkompensasai
Tindakan perawat ketidakmampuan klien dalam
memenuhi Self care
Mendukungan dan melindungi Self
care

Partly Compensatory System


Membantu beberapa self care klien
Mengkompensasi keterbatasan self
Tindakan perawat
care klien
Membantu klien sesuai kebutuhan

Melakukan sebagian self care


Mengatur agen self care Tindakan klien
Menerima perawatan dan bantuan perawat

Supportive educative system


Menyelesaikan Self care
Mengatur latihan dan dan Tindakan
Tindakan
pengembangan agen Self klien
perawat
care

Skema 2.2 Basic Nursing System Orem (Alligood, 2017)


STIK ST CAROLUS JAKARTA

2.1.2 Pengkajian

Nama Klien :
No.MR
Umur :
Tgl masuk RS :
Tgl pengkajian :
Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit Sekarang:
Riwayat Penyakit dahulu:
Riwayat Penyakit Keluarga :
Faktor Risiko :
Riwayat Alergi:
Pemeriksaan Fisik :
Diagnostik test :
a. EKG:
b. Foto Rontgen
c. Pemeriksaan laboratorium
Diagnosa Medis
Terapi Medis
A. Basic conditioning factors (faktor kondisi dasar)

No Faktor kondisi Data


1. Umur Catat umur biologis kien dan bandingkan dengan
penampilan klien. Apakah klien tampak sesuai
dengan usia yang disebutkan.
Kemudian adanya faktor resiko yang dihubungkan
dengan gaya hidup berdasarkan usia

2. Jenis Kelamin
3. Status perkembangan Pada usia lanjut tersebut terjadinya penurunan
fungsi fisik. Dibutuhkan penyesuaian diri terhadap
berkurangnya kekuatan dan kesehatan, mengatur
kehidupan dan penyesuaian dengan peran sosial.
4. Status Kesehatan Status kesehatan meliputi riwayat sakit pada klien
CKD yaitu riwayat penyakit , Riwayat pengobatan
dan riwayat penyakit kronis lain.
5. Orientasi sosiokultural Faktor sosiokultural sangat mempengaruhi
kesehatan seseorang dalam menentukan pilihan
dalam mencari pertolongan kesehatan. Dalam
masyarakat kita masih menaruh perhatian besar
terhadap pengobatan alternative.
6. Fungsi system Sistem pelayanan kesehatan yang optimal dalam
pelayanan kesehatan hal kemudahan dalam jangkuan dan fasilitas yang
dimiliki sangat mempengaruhi keberhasilan dalam
penanganan klien yang mengalami CKD. Biaya
pengobatan merupakan masalah tersendiri dan
perlu dikajinya jaminan kesehatan klien
7 Fungsi system Perlu dikaji peran klien dalam keluarga. Misalkan
keluarga Klien sebagai kepala rumah tangga, akan
mengalami kecemasan dalam memenuhi tugas dan

Pengkajian Pola Gordon Medikal Bedah Keperawatan 19


STIK ST CAROLUS JAKARTA

tanggung jawabnya sehubungan dengan sakitnya.


Keluarga mempunyai peranan dalam menentukan
status kesehatan anggota keluarganya, keluarga
juga mempunyai peraanan dalam membantu
anggotanya melaksanakan, self care. Karena itu
perawat penting mengkaji bagaimana peran dan
hubungan keluarga.
8. Pola hidup Pola hidup seseorang dapat menentukan status
kesehatan seseorang. Apabila dalam
penyimpangan. Hal-hal yang perlu dikaji terkait
dengan pola hidup adalah kebiasaan merokok,
kebiasaaan konsumsi alkohol, aktifitas dan olah
raga, diet tinggi lemak, tinggi garam serta
pekerjaan dengan stressor tinggi.
9. Factor lingkungan Lingkungan yang perlu diketahui terutama,
lingkungan tempat tinggal dengan perokok
(perokok pasif), lingkungan pekerjaan dengan
stressor tinggi atau apakah klien kesulitan
beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit klau
misalkan klien dengan perawatan.
10 Ketersediaan sumber Sumber dukungan dalam keluarga: suami, istri dan
anak.

B. Universal self care requisite ( kebutuhan perawatan diri universal)

N0 Kebutuhan Data
1 Pemenuhan kebutuhan udara 1. Pengakjian keluhan sesak nafas
yang terjadi akibat kesulitan
untuk bernafas.
2. Inspeksi bentuk thoraks, usaha
nafas dan adanya sianosis.
3. Palpasi ictus cordis.
4. Perkusi batas jantung untuk
menentukan adanya
pembesaran jantung.
5. Auskultasi suara nafas untuk
mengetahui adanya suara
tambahan (wheezing, ronchi,
cracles) dan auskultasi bunyi
jantung untuk megnetahui
frekuensi, irama, kedalaman,
dana adanya gallops.
6. Data diagnostic: hemoglobin,
hematokrit, eritrosit,
pemeriksaan analisis gas darah,
foto thoraks, kateterisasi
jantung, echocardiografi.
7. Adanya riwayat merokok dan

Pengkajian Pola Gordon Medikal Bedah Keperawatan 20


STIK ST CAROLUS JAKARTA

riwayat asma.

2 Pemenuhan kebutuhan air 1. Pengkajian difokuskan pada


data keseimbangan cairan dan
elektrolit, turgor kulit, adanya
tanda edema, efusi pleura,
kadar elktrolit (kalium,
natrium, magnesium dan
calsium).
2. Kaji adanya penambahan berat
badan akibat edema.

3 Pemenuhan kebutuhan makan 1. Pengk


ajian difokuskan pada
pemenuhan asupan kalori dan
protein.
2. Kaji
peristaltic usus, kondisi rongga
mulut gusi-geligi, lidah dan
bau mulut, kaji adnaya riwayat
gastritis, ulkus dan pendarahan
gastrointestinal.

4 Pemenuhan kebutuhan eleminasi 1. Pengkajian pada kelancaran


proses eliminasi terutama
eliminasi BAB, karena itu
perlu dikaji pola eliminasi
sebelumnya, ada tidaknya
hambatan, upaya mengedan,
feses yang keras atau
membutuhkan obat pencahar.
2. Pada pengkajian eliminasi
BAK difokuskan pada
frekuensi dan jumlah urine
yang keluar dalam satu kali
BAK, hal ini berkaitan dengan
monitoring produksi urine dan
warna urine.
5 Keseimbangan aktivitas dan istirahat Pengkajian difokuskan pada
kemampuan klien beradaptasi
dengan kondisi sakitnya,
keterbatasan klien dalam
berinteraksi dengan orang lain, Kaji
bagaimana fungsi pendengaran.
6 Pemeliharaan keseimbangan diri dan Pengkajian difokuskan pada
interaksi social kemampuan klien beradaptasi
dengan kondisi sakitnya,
keterbatasan klien berinteraksi

Pengkajian Pola Gordon Medikal Bedah Keperawatan 21


STIK ST CAROLUS JAKARTA

dengan orang lain. Kaji bagaimana


fungsi pendengaran dan
penglihatan. Apakah keluarga klien
ada mengunjungi. Adakah
keterbatasan fisik. Riwayat
kehamilan atau penggunaan
kontrasepsi oral dan menopause,
7 Pencegahan fartor risiko/yang Pengkjaian difokuskan pada risiko
mengancam terjadinya komplikasi emfisema,
efusi pleura atau komplikasi
penyakit paru lainnya sampai
dengan kematian. Untuk mencegah
resiko tersebut klien membutuhkan
oksigen yang adekuat, istirahat dan
adekuatnya pengobatan.
8 Peningkatan fungsi diri dan Pengkajian difokuskan pada
pengembangan dalam kelompok pengetahuan/pemahaman klien
social tentang kondisi sakitnya, tindakan
yang direncanakan dan dampak dari
penyakitnya. Motivasi dan
kemampuan diri klien perlu dikaji
untuk dilibatkan dalam proses
perawatan. Perlu dikaji juga system
pendukung yang ada baik keluarga,
teman dekat system pendukung ini
dapat dilibatkan dalam tindakan self
care. Bagaimana persepsi klien
sehubungan dengan sakitnya,
apakah ada kecemsan atau stress.

C. Developmental self care requisites (kebutuhan perawatan diri sesuai dengan tahap
perkembangan)
no Kebutuhan Data
1 Pemeliharaan perkembangan
lingkungan
2 Pencegahan/pengelolaan kondisi yang
mengancam perkembangan normal

D. Developmental self care


Kebutuhan self care sesuai dengan proses perkembangan dan kematangan seseorang
menuju fungsi yang optimal mencegah terjadinya kondisi yang dapat menghambat
perkembangan dan kematangan serta penyesuaian diri dengan perkembangan tersebut. Pada saat
klien memasuki dewasa akhir, mulai terlihat gejala penurunan fisik dan psikologis,
perkembangan intelektual, pergerakan motorik lambat, pencarian makna hidup dan sebagainya.
E. Health deviation self care
Kebutuhan berkaitan dengan adanya penyimpangan status kesehatan seperti sesak nafas
yang dapat menurunkan kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan self carenya, dalam

Pengkajian Pola Gordon Medikal Bedah Keperawatan 22


STIK ST CAROLUS JAKARTA

waktu sementara sehingga individu membutuhkan bantuan orang lain. Kebutuhan tersebut
meliputi mencari pengobatan yang tepat, cepat dan aman. Menyadari dampak patologi penyakit,
F. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu proses pengumpulan data yang diteliti, pengujian
dan analisis data dengan pengkajian yang valid. Masalah keperawatan muncul ketika terdapat
kondisi berkurangnya kemampuan untuk memenuhi self care atau ketergantungan kemampuan
merawat diri (self care deficit). Dalam penatalaksanaanya masalah keperawatan dirumuskan
menjadi diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan tersebut dimaksudkan untuk membuat keputusan kepada klien,
kebutuhan, perkembangan dan perubahan untuk menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan
komponen self care.
Berdasarkan analisis pengkajian dengan menggunakan teori self care dan disesuaikan
dengan pedoman diagnosa keperawatan yang disepakati oleh SDKI, SLKI dan SIKI maka
dirumuskan beberapa diagnose keperawatan klien dengaN CKD, yaitu:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
perubahan membrane alveolus-kapiler
2. Hipervolemia b/d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan
asupan natrium
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan

G. Intervensi keperawatan
Perawat membuat perencanaan berdasarkan apda tujuan untuk mengatasi self care
deficit. Berdasarkan hal tersebut nursing agency merupakan upaya keperawatan yang dapat
memenuhi kebutuhan klien yang dapat dilakukan dengan cara mengenal kebutuhan klien,
memnuhi kebutuhannya dan melatih kemampuan klien. Bantuan keprawatan dapat diberikan
sesuai dengan tingkat deficit klien yang dialami:
1) Wholly compensatory nursing system.
2) Partly compensatory nursing system.
3) Supportive and educative system.

Pengkajian Pola Gordon Medikal Bedah Keperawatan 23


STIK ST CAROLUS JAKARTA

Pengkajian Pola Gordon Medikal Bedah Keperawatan 24


STIK ST CAROLUS JAKARTA

RENCANA TINDAKAN

No Diagnosis Luaran/Outcome Intervensi Keperawatan


Dx Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas b/d keperawatan selama 3x24 Observasi:
ketidakseimbangan jam maka Pertukaran Gas - -Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
ventilasi-perfusi, meningkat dengan kriteria napas,
perubahan hasil: - Monitor pola napas
membrane -Dispnea menurun - Monitor kemampuan batuk efektif
alveolus-kapiler - - Takikardia menurun - Monitor adanya produksi sputum
- PCO2 Membaik - Monitor adanya sumbatan jalan napas
- PO2 Membaik - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- pH arteri membaik - Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik:
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigen
Observasi:
- -Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
STIK ST CAROLUS JAKARTA

- Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan


fraksi yang diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya analisa
gas darah) Jika perlu
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Terapeutik
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika
perlu.
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan oksigen tambahan jika perlu
Edukasi:
- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi:
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen

2. Hipervolemia b/d Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen Hipervolemia


gangguan keperawatan selama 3x24 jam maka Observasi:
mekanisme keseimbangan cairan meningkat - Periksa tanda dan gejala hypervolemia ( Mis,
regulasi, kelebihan dengan kriteria hasil : dyspnea, edema)
asupan cairan, - Asupan Cairan meningkat - identifikasi penyebab hypervolemia
kelebihan asupan - Membran mukosa lembab - Monitor intake dan output cairan
natrium meningkat - Monitor kecepatan infus secara ketat
- Asupan makanan meningkat - Monitor efek samping diuretik
- Asites menurun Terapeutik
- Tekanan darah membaik - Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang
- Frekuensi nadi membaik sama
- Kekuatan nadi membaik - Batasi asupan cairan dan garam
STIK ST CAROLUS JAKARTA

Edukasi:
- Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
- Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan cairan
dan haluaran cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian diuretic
-
2. Pemantauan Cairan
Observasi:
- Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
- Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

3. Intoleransi Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen Energi


aktivitas b.d keperawatan selama x24 jam Observasi :
ketidakseimbangan maka Toleransi aktivitas - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
antara suplai dan meningkat dengan kriteria yang mengakibatkan kelelahan
kebutuhan hasil : - Monitor kelelahan fisik dan emosional
oksigen, Keluhan Lelah - Monitor pola dan jam tidur
kelemahan menurun - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
- Dispnea saat selama melakukan aktivitas
aktivitas Terapeutik:
STIK ST CAROLUS JAKARTA

menurun - Sediakan lingkungan nyaman dan


- Dispnea setelah rendah stimulus (mis, cahaya, suara,
aktivitas kunjungan)
menurun - Lakukan latihan rentang gerak pasif
- Frekuensi nadi dan/atau aktif
membaik - Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
Edukasi:
- Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan.
2. Terapi Aktivitas
Observasi:
- Identifikasi defisit tingkat aktivitas
- Identifikasi kemampuan berpartisipasi
dalam aktivitas tertentu
- Monitor respon emosional,
fisik,sosial, dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik:
- Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis dan sosial
- Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
STIK ST CAROLUS JAKARTA

- Fasilitasi aktivitas motoric untuk


merelaksasi otot
- Jadwalkan aktivitas dalamrutinitas
sehari-hari
- Fasilitasi mengembangkan motivasi
diri
Edukasi:
- Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-
hari
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilh
- -Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan terapis
- Rujuk pada program aktivitas
komunitas jika perlu
STIK ST CAROLUS JAKARTA

H. Implementasi keperawatan
Dalam implementasi keperawatan, teori self care Orem memandang sebagai asuhan
kolaboratif yang paling melengkapi anatara klien dan perawat, dimana perawat bertindak
dengan berbagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien. Dalam pelaksanaannya perawat
dapat memodifikasi berbagai cara untuk dapat memberikan pelayanan yang dapat diterima oleh
klien.
Menurut Orem ada lima metoda untuk memberikan bantuan keperawatan, yaitu:
1) Bertindak langsung memberikan pelayanan keperawatan.
2) Memberikan arahan dan memfasilitasi kemampuan klien dalam memnuhi self
carenya.
3) Memberikan dorongan fisik dan psikologis agar klien dapat mengembangkan
potensinya untuk melakukan self care.
4) Memberikan dan menjaga lingkungan yang mendukung perkembangan pribadi
klien untuk meningkatkan kemandiriannya.
5) Mengajarkan pada klien berbagai aspek tindakan terkait dengan perawatan diri.

I. Evaluasi keperawatan
Setelah perawatan dilakukan, kegiatan perawat dan penggunaan system keperawatan
harus dievaluasi untuk mendapatkan ide tentang apakah tujuan yang direncanakan bersama
terpenuhi atau tidak. Evaluasi meliputi:
1) Kemapuan klien untuk mempertahankan/memelihara kebutuhan self carenya dan
bagaimana usaha klien untuk mencapainya.
2) Kemampuan klien untuk mengatasi self care deficitnya dan sejauh mana
perkembangan kemandirian klien dalam mecapai tujuannya.

Kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan dan dukungan self care jika klien
tidak mampu melakukan secara mandiri.
J. Discharge Planning
1. Kaji pengetahuan dan kesiapan pasien dan keluarganya tentang penyakit dan
tatalaksananya. Berikan informasi sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga.
2. Beritahu dan ajarkan pentingnya pengukuran asupan dan haluaran cairan. Laporkan
frekuensi, volume dan kelainan yang ada.
3. Beritahu untuk menjaga pola makan yang baik, hindari makanan tinggi lemak (daging,
jeroan, makanan digoreng), hindari makanan tinggi potasium (pisang, jeruk, melon,
tomat, sayuran hijau tua), tinggi sodium/garam (daging diawetkan, asinan, diasamkan),
tinggi fosfat (susu, keju, es krim). Tetapi pertahankan asupan nutrisi yang cukup.
4. Beritahu terapi pengobatan yang diberikan, dosis, efek samping, waktu pemberian, dan
beri catatan untuk lanjutan terapi di rumah.

Pengkajian Pola Gordon Medikal Bedah Keperawatan 30


STIK ST CAROLUS JAKARTA

5. Anjurkan pasien dan keluarga menghindari penggunaan jamu, obat-obatan nefrotoksik


seperti antasida, penahan sakit, laksatif yang mengandung magnesium. Konsultasi kepada
dokter/petugas kesehatan dahulu sebelum konsumsi obat.
6. Anjurkan untuk kontrol ulang sesuai petunjuk. Periksa tekanan darah, berat badan secara
teratur dan waspada terhadap adanya kelainan.
7. Anjurkan kepada pasien dan kelurga untuk segera mencari tempat Hemodialisa yang
tidak jauh dari rumahnya bila pasien pulang dari rumah sakit dan ditanggung dengan KJS
8. Segera hubungi dokter/petugas kesehatan bila ada keluhan atau kondisi pasien terganggu
(misalnya sesak, bengkak, peningkatan berat badan dan tekanan darah, demam,
kelemahan, bingung atau letargi, mual, muntah, dll).
9. Beri dukungan penguatan kepada pasien dalam menghadapi penyakitnya, libatkan
keluarga.
10. Pasien dianjurkan belajar untuk rileks dan mengendalikan stress 
11. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat 
12. Menjalani diet sesuai dengan anjuran dokter 
13. Olahraga ringan secara teratur (sesuai indikasi

Pengkajian Pola Gordon Medikal Bedah Keperawatan 31


STIK ST CAROLUS JAKARTA

DAFTAR PUSTAKA

Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. (2013). Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the Kidney. 9th
edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W. editors.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505
Black J. M, Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Buku 3. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika
Bulechek, M.G., et.al (2013). Nursing Interventions Clasification (NIC). Ed 6. Philadelphia:
Elsevier.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2011). Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia. Lipincott
William & Wilkins.
Gulanick, Meg & Myers, Judith L. (2014). Nursing Care Plans: Diagnoses, Interventions and
Outcomes. Elsevier Mosby. Philadelphia.
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2010). Medical Surgical Nursing : Critical Thinking For
Collaborative Care. Fifth edition. St. Louis, Missouri: Elsevier Sauder.
Infodatin, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2017). Situasi Penyakit Ginjal
Kronis
Keliat, Budi Ana., et.al (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klarifikasi 2015-2017. Edisi 10.
Jakarta: EGC
Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Lemone, et. al. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Respirasi dan
Gangguan Muskuloskeletal. Volume 4. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Lewis, Sharon L et al. (2011). Medical Surgical Nursing. Volume 1. United States America :
Elsevier Mosby.
Muttaqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Pengkajian Pola Gordon Medikal Bedah Keperawatan 32

Anda mungkin juga menyukai