Pemanfaatan Belalang
Pemanfaatan Belalang
Pemanfaatan Belalang
Program Studi Teknologi Pangan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Kampus Untirta
Pakupatan Serang 42124 Indonesia
Korespondensi : [email protected]
ABSTRAK
Laporan kinerja Badan Ketahanan Pangan tahun 2017 menyatakan bahwa kualitas
konsumsi pangan masyarakat Indonesia belum mencapai target yang diharapkan. Hal ini
dikarenakan masih rendahnya daya beli masyarakat. Sehingga, diperlukan alternatif pangan
murah dengan kandungan gizi yang baik. Serangga diketahui memiliki protein lebih besar
dibandingkan dengan protein sapi dan ayam, memiliki kadar lemak yang sangat rendah serta
mudah dibudidayakan karena tidak memerlukan lahan luas dan tidak butuh banyak air.
Belalang kayu (Milenoplus cinereus) merupakan salah satu jenis serangga yang potensial
sebagai sumber protein non-konvensional dan belum banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Belalang kayu mentah mengandung 26,8% protein dalam 100 gram bagian yang dapat
dimakan, sedangkan belalang yang sudah kering mengandung 62,2% protein. Kandungan
protein yang tinggi pada belalang kayu dapat digunakan sebagai pemenuhan nutrisi baik pada
anak-anak maupun orang dewasa dan juga dapat memenuhi 25-30 persen kebutuhan vitamin
A. Sayangnya sampai saat ini, belalang kayu hanya dikonsumsi dengan cara digoreng dan
belum banyak variasi makanan yang dapat dibuat dari belalang kayu. Kadar protein pada
tepung belalang kayu adalah 17,922% lebih tinggi dibandingkan dengan tepung udang windu
yang hanya 9,846%. Tepung belalang kayu dapat dimanfaatkan sebagai subtitusi bahan dasar
produk makanan seperti beras analog, mie, brownies, dan kukis.
ABSTRACT
The performance report of Indonesian Food Security Agency in 2017 states that the quality
of food consumption for Indonesian people has not reached the target. This is due to the
people’s purchasing ability was low. A cheap food with good nutritional content is needed.
Insects are known to have greater protein than cow and chicken, it has low fat content and
easily cultivated because they do not require large areas and much water. Grayish Sagebrush
Grashhopper/Woodhopper (Milenoplus cinereus) is one type of insect that has potential to be
a source of protein and has not been widely consumed by the community. Raw woodhoppers
contain 26.8% protein in 100 grams of edible parts, while dried contain 62.2% protein. High
protein content in woodhopper can be used as a fulfillment of nutrition in both children and
adults and can also meet 25-30 percents of vitamin A. Unfortunately, woodhoppers are only
consumed by frying and there are not many variations of food can be made from it. Protein
content in wood grasshopper flour is 17.922% higher than tiger shrimp flour which is only
9.846%. Woodhopper flour can be used as a substitute for food such as artificial rice, noodles,
brownies, and cookies.
Lama pemeliharaan belalang dari wujud yang dihasilkan melalui proses penggilingan.
telur hingga siap dipanen sekitar 75 hari Selain itu penepungan dilakukan untuk
Media yang digunakan untuk beternak memperpanjang umur simpan karena kadar
belalang sangat sederhana, hanya butuh airnya menurun, mempermudah
wadah kaca/kayu/plastik dengan lubang pengemasan, dan meningkatkan distribusi.
udara kecil serta bertutup yang telah diisi Berdasarkan pengalaman warga di
pasir lembap dengan ketinggian sekitar 7 Kabupaten Gunungkidul, belalang
cm. Diatas pasir lembap tersebut ditaruh mempunyai rasa yang mirip dengan udang,
makanan belalang (berupa pakan ayam, sehingga sangat mungkin dilakukan
potongan sayuran hijau, wortel, dan pembuatan tepung belalang sebagai bahan
rumput). Setelah media siap, sepasang baku pembuatan makanan olahan yang
belalang dimasukkan kedalamnya. Untuk berprotein tinggi.
menentukan jenis kelamin belalang, diamati Proses penepungan belalang hampir
bagian paling belakang (posterior) dari sama dengan proses penepungan pada
tubuh belalang. Pada belalang betina, umumnya. Proses penepungan diawali
bagian belakang ini akan terlihat bercabang dengan pencucian dengan air panas
dan ukuran tubuhnya cenderung lebih besar kemudian pembersihan sayap dan kaki
daripada belalang jantan. Pada belalang belalang kemudian dilanjutkan dengan
jantan, bagian belakang tubuhnya berujung proses pengeringan, pengeringan bertujuan
tunggal. untuk mengurangi kadar air sehingga daya
Yang harus diperhatikan dalam beternak simpan produk dapat meningkat. Proses
belalang yaitu suhu ruangan, mutu pakan pengeringan dapat dilakukan dengan
belalang dan sanitasi serta kebersihan penyangraian dan penjemuran dibawah
kandang untuk melindungi belalang agar sinar matahari. Selanjutnya belalang yang
tidak terserang penyakit. Suhu ruang yang telah kering dilanjutkan dengan proses
bagus untuk kehidupan belalang adalah 30- penggilingan sehingga dihasilkan tepung
370C. Bila suhu lebih dingin, dapat dibantu belalang dan dilakukan proses pengayakan
dengan lampu di sekitar kandang. untuk mendapatkan hasil tepung yang
Pembersihan kandang dilakukan secara homogen (Asthami et al., 2016).
berkala setiap 2-3 hari sekali dengan cara
membuang sisa pakan yang tidak habis dan Diversifikasi Pangan Berbasis Tepung
membersihkan kandang dari kotoran Belalang
belalang. Sisa pakan yang membusuk di Beberapa Negara di Dunia telah
kandang dapat menjadi tempat bakteri banyak memanfaatkan serangga untuk
patogen tumbuh yang dapat menyebabkan diolah menjadi sebuah produk komersil
penyakit pada belalang (Van Huis & ataupun menjadi lauk-pauk makan
Oonincx, 2017).
sehari-hari. Misalnya Vietnam, Thailand,
Belanda bahkan dengan sengaja
Tepung Belalang
membuat peternakan belalang pada
Penepungan dilakukan untuk
mempermudah pencampuran belalang daerah-daerah miskin, dengan tujuan
dalam adonan berbagai pangan olahan. agar asupan gizi terutama protein bisa
Tepung merupakan bentuk pengolahan terpenuhi pada masyarakat menengah
dibentuk. Setelah itu dilakukan proses Proses pembuatan rempeyek antara lain:
pengepresan dengan empat tahap, setiap pembersihan bahan baku, persiapan bumbu
tahapnya memiliki ketebalan yang semakin dan bahan pengisi (dalam hal ini kacang
kecil hingga didapat lembaran mie dengan hijau), pencampuran (mixing) dan
tebal 0.2 cm. Proses pengepresan bertujuan penggorengan (Liza, 2016)
untuk meratakan adonan sehingga proses
gelatinisasi akan berjalan secara
bersamaan. Kemudian lembaran mie
dicetak sehingga didapat bentuk mie yang
sesuai dengan keinginan. Selanjutnya mie
dikukus dengan suhu ± 95o2C selama 15
menit, proses pengukusan bertujuan untuk
mengoptimalkan proses gelatinisasi pada
mie. Setelah itu mie digoreng dengan suhu
150oC hingga matang dan berwarna
kecoklatan. Proses penggorengan bertujuan
untuk mengurangi kadar air mie, Gambar 1. Rempeyek kacang hijau dengan
memantapkan gelatinisasi dan menyerap penambahan tepung belalang
minyak sehingga mie menjadi matang. kayu (Liza, 2016).
Tahapan terakhir adalah proses peniriskan
dan pendinginan sehingga didapat produk Berdasarkan hasil penelitian Liza (2016)
mie instan belalang. tentang uji daya terima dan kandungan gizi
Tepung belalang juga dapat diolah rempeyek kacang hijau yang ditambahkan
menjadi sosis. Berdasarkan penelitian tepung belalang kayu, rempeyek yang
Hardiana (2015) mengenai pembuatan sosis paling disukai berdasarkan uji organoleptik
belalang dengan substitusi tepung labu terhadap warna, aroma dan rasa adalah
kuning pada tepung tapioka menunjukkan campuran tepung belalang kayu 20% dan
bahwa sosis yang dihasilkan memiliki kadar tapioka 20%. Sedangkan untuk tekstur yang
protein dan beta karoten yang tinggi dan paling disukai adalah rempeyek dengan
berkadar lemak rendah. campuran tepung belalang kayu 30% dan
Selain mie instan dan sosis, tepung tepung tapioka 10%. Hasil analisis
belalang kayu dapat dimanfaatkan untuk kandungan gizi rempeyek menunjukkan
pembuatan rempeyek. Rempeyek atau kandungan protein paling tinggi sebesar
peyek merupakan salah satu cemilan yang 19,00% (tepung belalang 30%), lemak
pada umumnya disukai masyarakat 29,80% (tepung belalang 20%, karbohidrat
Indonesia. Rempeyek adalh gorengan 41,70% (tepung belalang 25%).
berbahan dasar tepung beras yang Kebiasaan makan masyarakat ikut
dicampur dengan air hingga membentuk berubah seiring dengan kemajuan zaman.
adonan kental, diberi bumbu (garam dan Saat ini, produk olahan tepung seperti
bawang putih), kemudian diberi bahan brownis dan kukis sangat disukai terutama
pengisi yang khas dan beragam, misalnya oleh kelompok muda. Oleh karena itu,
bici kacang tanah, kedelai atau kacang hijau pemanfaatan tepung belalang dapat
(Ulya dan Rusman, 2012).
difortifikasi pada produk pangan kekinian Hardiana., dan Eka, B. (2015). Kualitas sosis
untuk menambah nilai gizinya. belalang (Valanga nigricornis) dengan
substitusi Tepung Labu Kuning
(Cucurbita moschata D.) Universitas
Atmajaya Yogyakarta. http://e-
KESIMPULAN journal.uajy.ac.id/7916/
1. Belalang kayu memiliki potensi yang Koswara, S. (2002). Serangga sebagai bahan
sangat besar sebagai alternatif pangan makanan. FATETA IPB Bogor.
berprotein tinggi. Liza, M.N., Jumirah, Fitri, A. (2016). Uji daya
2. Pengolahan bentuk belalang menjadi terima rempeyek kacang hijau yang
tepung diharapkan mampu dimodifikasi dengan tepung belalang
meningkatkan penerimaan masyarakat kayu. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
terhadap pangan berbasis belalang. Universitas Sumatera Utara. Medan.
[skripsi].
3. Dengan upaya diversifikasi pangan
berbasis belalang ini diharapkan Looy, H., Dunkel, F.V., & Wood, J.R. (2013).
masyarakat Indonesia dapat memenuhi How then shall we eat? Insecteating
attitudes and sustainable foodways.
kecukupan protein hariannya.
Agric Hum Values, 31, 131–141.
https://doi.org/10.1007/s10460-013-
9450-x
DAFTAR PUSTAKA
Meilina, A., Nasamsir. (2016). Serangga dan
peranannya dalam bidang pertanian
Ali, A., Mohamadou, B.A., Saidou, C.,
dan kehidupan. Jurnal Media
Aoudou, Y., & Tchiegang, C. (2010).
Pertanian, 1(1), 18-28.
Physico-chemical properties and
http://jagro.unbari.ac.id/index.php/a
safety of grasshoppers, important
gro/article/view/12
contributors to food security in the
far north region of cameroon. Nasution, L.M. (2016). Uji daya terima dan
Research Journal of Animal Science, kandungan gizi rempeyek Kacang
4(5), 108-111. Hijau yang dimodifikasi dengan
tepung Belalang Kayu (Melanoplus
Asthami, N., Estiasih T., & Maligan J.M.
cinereus). Universitas Sumatera
(2016). Mie instan belalang kayu
Utara, Medan
(Melanoplus cinereus): kajian
http://repository.usu.ac.id/handle/12
pustaka. Jurnal Pangan dan
3456789/60335
Agroindustri, 4(1), 238-244. ISSN
2354-7936 Nijdam, D., Rood, T., & Westhoek, H. (2012).
The price of protein: review of land
Blásquez, J.R.E., Moreno, J.M.P., &
use and carbon footprints from life
Camacho, V.H.M. (2012). Could
cycle assessments of animal food
grasshoppers be a nutritive meal?.
products and their substitutes. Food
Food and Nutrition Sciences, 3(1),
Policy, 37(6), 760–770.
164-175.
https://doi.org/10.1016/j.foodpol.20
http://dx.doi.org/10.4236/fns.2012.3
12.08.002
2025
Noviasari, S., F. Kusnandar, A. Setiyono, S.
FAO. 2010. Forest Insect as Food: Human
Budijanto. (2015). Analogue Rice as
Bite Back!. New York: RAP
Functional Food with Low Glycemic
Publication.
Index. Jurnal Gizi dan Pangan, 10(3), livestock systems. Int J Life Cycle
225-232. Assess, 21(1), 747–758.
https://doi.org/10.1007/s11367-015-
Osimani, A., Garofalo, C., Milanovic, V. et al.
0944-1
(2016). Insight into the proximate
composition and microbial diversity Winarno, F.G. (2018). Serangga layak
of edible insects marketed in the santap. Jakarta: Gramedia.
European Union. Eur Food Res
Technol, published online,
https://doi.org/10.1007/s00217-016-
2828-4
Paul, A., Frederich, M., Megido, R.C. et al.
(2016). Grasshopper as food source?
a review. Biotechnology, Agronomy,
Society, and Environment, 20(1), 337-
352.
Premalatha, M., Abbasi, T., & Abbasi, S.A.
(2011). Energy-efficient food
production to reduce global warming
and ecodegradation: the use of edible
insects. Renew Sust Energ Rev, 15,
4357–4360.
https://doi.org/10.1016/j.rser.2011.0
7.115
Sadek, N.F., Yuliana, N.D., Budijanto, S.,
Prangdimurti, E., Priosoeryanto, B.P.
(2016). Potency of Analogue Rice as
Alternative Staple Food to Prevent
Degenerative Diseases. Pangan, 25,
61-70.
Van Huis, A. & Oonincx, D.G.A.B. (2017). The
environmental sustainability of
insects as food and feed. A Review.
Agron. Sustain. Dev., 37(43), 40-54.
https://doi.org/10.1007/s13593-017-
0452-8
Van Huis, A. (2015). Edible insects
contributing to food security?. Agric
Food Sec, 4(20), 1-9.
https://doi.org/10.1186/s40066-015-
0041-5
Van Zanten, H.H.E., Mollenhorst H.,
Klootwijk C.W., Van Middelaar C.E.,
De Boer I.J.M. (2016). Global food
supply: land use efficiency of