REFERAT Retinopati Serosa Sentral - Dr. Dr. Nofri Suriadi, SP.M
REFERAT Retinopati Serosa Sentral - Dr. Dr. Nofri Suriadi, SP.M
REFERAT Retinopati Serosa Sentral - Dr. Dr. Nofri Suriadi, SP.M
Oleh:
Chaterine Salsabila Amanda
Herlinda Gustia P
Ike Fitri Andini
Lofina Mutia Dewi
Muhammad Rizki Pernadi
Novia Citra Dewi
Saleh Nur Azhari
Pembimbing :
Dr. dr. Nofri Suriadi, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
adalah suatu kelainan idiopatik pada bagian chorioretinal yang ditandai dengan
adanya pelepasan lapisan serosa pada bagian neural retina daerah makula. 1 Definisi
lain mengatakan retinopati serosa sentral atau korioretinopati serosa sentral adalah
sebuah penyakit dimana terdapat ablasio serosa retina neurosensorik sebagai akibat
dari kebocoran cairan setempat dari koriokapilaris melalui suatu defek di epitel
pigmen retina.2
CSR berada pada rasio 10:100000 pada laki-laki, dan CSR 6 kali lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dan melaporkan umur rata-
rata penderita CSR antara 41-45 tahun. Pada wanita dengan CSR yang kronik
tipe A, kehamilan, dan cushing syndrome. Patofisiologi dari CSR masih belum
jelas sepenuhnya, tetapi diduga kelainan berada pada sirkulasi koroid dan pada
mendadak. Tajam penglihatan sering hanya berkurang secara moderat dan dapat
CSR merupakan self limited desease, tanpa pengobatan akan sembuh sendiri.
Obat yang diberikan hanya obat yang dapat mempercepat menutupnya lubang
2
kebocoran dilapisan epitel pigmen. Jika penderita belum sembuh, maka dilakukan
pengobatan dengan koagulasi sinar laser yang bertujuan untuk menutup lobang
kebocoran dilapisan epitel pigmen. Tujuan referat ini dibuat untuk menambah
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
membentang dari papil optikus ke depan hapmir sama jauhnya dengan korpus
siliare dan berakhir di tepi ora serrata dengan luas permukaan sekitar 266 mm 2.
Retina paling tebal berada di daerah peripalillary (0,56 mm) dan tertipis di ora
serrata (0,1 mm). Papil optikus dan makula lutea merupakan dua bidang berbeda
yang berada pada kutub posterior retina, dapat diperiksa dengan indirek
Papil optikus berwarna merah muda, berbatas tegas dengan bidang vertikal
berbentuk oval dengan diameter horizontal rata-rata 1,76 mm dan vertikal 1,88 m
serta terletak 3,4 mm ke arah nasal dari fovea. Papil optikus menjadi tempat
berakhirnya semua lapisan retina kecuali serabut saraf (1-1,2 juta) yang akan
melewati lamina cribrosa dan berlanjut menjadi nervus optikus. Depresi yang
4
terlihat pada papil optikus disebut physiological cup. Arteri dan vena retina sentral
muncul melalui bagian tengah cup ini. Akibat tidak adanya fotoreseptor (batang
dan kerucut), papil optik akan membentuk skotoma absolut pada lapang pandang
Makula lutea atau dikenal sebagai bintik kuning. Area ini relatif lebih
merah dibanding sekitarnya dan pada fundus terletak di temporal kutub posterior
dengan diameter sekitar 5,5 mm. Bagian depresi pada pusat makula disebut fovea
sentralis dengan diameter sekitar 1,5 mm dan merupakan area yang paling sensitif
dari retina. Fovea merupakan area dengan tajam penglihatan tertinggi karena
hanya berisi sel kerucut, pada tengahnya terdapat area yang bersinar yang disebut
foveola dengan diameter 0,35 mm. Area depresi kecil di tengah foveola disebut
umbo yang terlihat sebagai refleks foveal yang bersinar pada pemeriksaan fundus.
Ora serrata merupakan margin dengan tepi bergerigi tempat retina berakhir.
Pada area ini retina akan menempel sangat kuat dengan vitreous dan koroid.3
fungsional berbeda yaitu epitel pigmen dan retina neurosensori dan terdapat
Lapisan ini merupakan lapisan terluar dari retina yang terdiri dari satu lapis sel
yang mengandung pigmen. Melekat kuat pada basal lamina koroid (membran
sawar selektif antara koroid dan retina. Pada potential space antara epitel
5
2. Lapisan fotoreseptor batang dan kerucut (layer of rods and cones)
Sel batang dan sel kerucut adalah organ akhir penglihatan yang dikenal juga
disebut iodopsin yang dibagi menjadi tiga warna (merah, hijau, biru). Sel
vision).
Membran fenestrasi yang dilalui oleh jaras impuls dari sel batang dan sel
kerucut.
Lapisan ini terdapat inti dari sel batang dan sel kerucut.
Lapisan ini terdapat sambungan antara spherules sel batang dan pedicles sel
Lapisan ini terutama diisi oleh badan sel bipolar. Selain itu juga terdapat badan
sel horizontal, amacrine dan sel Muller serta kapiler arteri retina sentralis.
Lapisan ini terdapat akson antara sel bipolar dan dendrit sel ganglion.
6
Gambar 2.2 Lapisan Retina6
Lapisan ini terutama disusun oleh badan sel ganglion (neuron urutan kedua
dari jaras visual). Sel ganglion terbagi dua jenis yaitu, sel ganglion kecil dan
sel ganglion polisinaps. Sel ganglion kecil berada di area makula dengan
masing-masing dendritnya akan bersinaps dengan satu akson sel bipolar. Sel
7
9. Lapisan serabut saraf (nerve fiber layer)
Lapisan ini disebut juga sebagai stratum optikum yang terdiri dari akson sel
Lapisan ini adalah lapisan terdalam yang memisahkan retina dengan vitreous.
Lapisan ini dibentuk oleh penyatuan terminal dari serat Muller dan pada
nutrisi dari sistem vascular koroid. Enam lapisan terdalam retina diperdarahi oleh
arteri retina sentralis cabang arteri oftalmika. Arteri retina sentralis keluar dari
tengah physiological cup dari papil optikus dan bercabang menjadi empat yaitu,
arteri nasal superior, temporal superior, nasal inferior, dan temporal inferior. Arteri
ini merupakan end arteries dan tidak memiliki anastomosis satu sama lain. Aliran
balik darah akan dibawa oleh vena retina sentralis ke sinus kavernosus dan
2.2. Definisi
atau disebut juga dengan Korioretinopati serosa sentral yang pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1866 oleh Von Graefe yang juga menyebutnya sebagai
penyakit Retinitis sentral berulang.7 CSR adalah kelainan yang ditandai dengan
pelepasan pigmen retina epitel (RPE) terkait dengan kebocoran cairan melalui RPE
ke ruang subretinal atau juga didefinisikan sebagai ablasi retina serosa dengan atau
8
tanpa pigmen epithelial detachment (PED) yang paling sering terlihat didaerah
makula.8,9
2.3 Epidemiologi
CSR paling sering menyerang pada usia dewasa muda yaitu kisaran 25 – 50
tahun, dimana jenis kelamin laki – laki lebih sering dibandingkan wanita dengan
perbandingan 6 : 1.7,9 Angka kekambuhan yang lebih tinggi juga terjadi pada jenis
kelamin laki – laki. Sebuah penelitian oleh Kitzman dkk menunjukkan angka
kejadian CSR 9,9 dari 100.000 pria dan 1,7 dari 100.000 wanita dalam penelitian
berbasis populasi yang di lakukan di Minnesota. Insiden CSR multifokal dan CSR
bilateral lebih sering terjadi pada oras Kaukasia, Asia dibandingkan dengan Afrika
dan Amerika.9
tetapi dengan adanya penelitian tentang peningkatan kejadian CSR pada pengguna
penggunaan steroid harus dihindari.8 Faktor lain yang berperan dalam CSR adalah
2.4 Etiologi
CSR merupakan kelainan yang bersifat idiopatik atau belum diketahui pasti
ini, yaitu berhubungan dengan adanya peningkatan hormon kortisol endogen pada
9
Pemakaian glukokortikoid dan pasien dengan sindrom cushing berhubungan
pada plasma. Faktor risiko lainnya seperti kepribadian tipe A, hipertensi sistemik,
penggunaan antibiotik, konsumsi alkohol, penyakit pada saluran napas dan alergi
2.5. Patofisiologi
1. Hiperpermeabilitas koroid
Teori tentang CSR yang berkembang saat ini menekankan pada peranan
dan menimbulkan akumulasi cairan antara retina dan epitel pigmen retina.8
Hilangnya sel epitel pigmen retina secara luas, hilangnya barrier dari epitel
pigmen retina dan disfungsi pada pompa koroid menyebabkan kebocoran pada
epitel pigmen retina dan dilihat sebagai penyebab utama timbulnya akumulasi
cairan subretinal.8
3. Faktor hormonal
10
Terdapat hubungan erat antara CSR dengan penggunaan glukokortikoid.
ataupun epitel pigmen retina dengan cara autoregulasi pada vaskular koroid.
Hal tersebut menyebabkan gangguan transportasi air dan ion epitel sehingga
2.6 Diagnosis
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis :
2. Pemeriksaan Oftalmologi :
cara pasien melihat dengan satu mata ke titik setral suatu gambaran
sudut terlihat, apakah garis yang terbentuk irreguler, atau tidak terlihat
dengan acuan satu titik tengah. Bentuk irreguler ini dapat dilaporkan
11
kelabu, kabur, maupun tidak terlihat (skotoma).12 Pada CSR biasanya
terkena defek.13
A B
c. Funduskopi
berada dalam batas normal. Baik itu pemeriksaan mata luar dan
pada makula serta cairan subretinal pada lesi awal atau presipitat
12
Gambar 2.4 Funduskopi pada CSR15
d. Biomikroskopi slitlamp
3. Pemeriksaan penunjang
a. Fotografi fundus
13
dalam bentuk kronis, banyak deposit kecil diamati antara RPE dan
b. Funduskopi angiografi
menunjukkan satu atau lebih titik kebocoran khas pada RPE yang
diamati pada sekitar 95% dari semua pasien CSR. Titik bocornya
14
secara lateral seperti payung atau jamur sampai seluruh area
detasemen terisi.16
15
2.7 Tatalaksana
1. Medikamentosa
sendiri. Obat yang diberikan pun hanya obat yang dapat mempercepat menutupnya
lubang kebocoran dilapisan epitel pigmen. Obat yang diberikan adalah vitamin
dalam dosis yang cukup.18 Penatalaksanaan CSR yang banyak dianut saat ini
adalah observasi selama 3-4 bulan sambil menunggu resolusi spontan. Biasanya
tahun 2002. Percobaan ini didasarkan pada fakta bahwa asetazolamid terbukti
efektif untuk mengurangi edema makula yang disebabkan oleh tindakan operasi
2. Non medikamentosa
akhir.11,18
16
bahwa fotokoagulasi yang segera dilakukan akan menurunkan
sebaiknya tidak dianjurkan untuk semua pasien CSR. Lama dan letak
memutuskan pengobatan.3
17
2.8 Komplikasi
1. Atrofi retina
yang diberulang.
2. Ablasio retina
3. Neovaskularisasi koroid
laser.
2.9 Prognosis
CSR dapat sembuh sendiri, pada 90-95% kasus tajam penglihatan akan
Beberapa pasien dengan kelainan visual mungkin akan tetap mengalami distorsi
neovaskularisasi subretina dan edema macula sistoid kronik pada pasien yang
18
DAFTAR PUSTAKA
5. Lang GK. Ophthalmology; A pocket textbook Atlas. 2th nd. New York:
Thieme.2006.p.299-302.
Ophthalmology, 2013;58(2):103-26.
19
9. Manayath GJ, et al. Central Serous Chorioretinopathy: Current update on
2018;11(2): 103-12.
volume 2, number 2.
17. Sengdy, Chandra Chauhari dr, Elvoiza dr. Ophtalmologica Indonesia, Jurnal
Penderita dan Efektivitas Terapi Medikamentosa CSR. Volume 32. Hal 133-
139.
20
18. Pedoman Diagnosis Dan Terapi, RSUD Dokter Soetomo 1988. Dalam
2014;232(2):65–76. doi:10.1159/000360014.
21