Askep

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

2.

2 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Kegiatan
dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data adalah kegiatan
untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien. Status kesehatan klien
yang normal maupun yang senjang hendaknya dapat dikumpulkan, hal ini
dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik yang efektif
optimal maupun yang bermasalah. Namun karena kepentingan praktis dan adanya
kendala keterbatasan waktu pengumpulan data dan dokumentasinya, maka
dibeberapa tempat dijumpai kebijakan yang memfokuskan item dalam format
pengumpulan data dengan pertimbangan prioritas pengkajian atau pola fungsi
terkait yang paling berpengaruh dengan gangguan sistem yang terjadi (Nikmah,
2018).
Pengumpulan data pengkajian dalam keperawatan gawat darurat sama dengan
keperawatan pada umumnya yang dikumpulkan melalui wawancara,
pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
dan diagnostik, dan review catatan sebelumnya. Namun pengkajian dalam
keperawatan gawat darurat dilakukan sedikit berbeda yaitu dengan primary
survey dan secondary survey. Proses pengumpulan data primer dan sekunder
terfokus tentang status kesehatan pasien gawat darurat di rumah sakit secara
sistematik, akurat, dan berkesinambungan.
1. Menentukan triage
Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien
berdasarkan berat ringannya kondisi klien/kegawadaruratan yang memerlukan
tindakan segera. Triage penting dilakukan saat banyaknya pasien tidak
sebanding dengan tenaga medis. Dalam melakukan triage, perawat dan dokter
mempunya batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan
memberikan intervensi secepatnya yaitu 1 menit/pasien.
a. Merah
Pasien dengan kategori merah adalah pasien prioritas pertama (area
resusitasi) yang butuh pertolongan segera. Kriteria pasien yang masuk dalam
kategori ini yaitu gawat dan darurat artinya pasien mengalami kondisi kritis
(mengancam nyawa) dan membutuhkan pertolongan medis segera. Contoh:
flail chest, pendarahan, penurunan kesadaran.
b. Kuning
Pasien dalam kategori kuning merupakan prioritas kedua (area tindakan)
yang juga membutuhkan pertolongan segera, hanya saja pasien yang
termasuk kategori ini tidak dalam kondisi kritis (tidak gawat tetapi darurat).
Contoh: faktur tertutup dengan pendarahan terkontrol, luka bakar <25%.
c. Hijau
Kategori ini termasuk dalam prioritas ketiga (area observasi). Pasien dalam
kategori ini umumnya mengalami cedera ringan dan biasanya masih mampu
berjalan atau mencari pertolongan sendiri. Contoh: laserasi minor, memar
dan lecet, luka bakar superfisial.
d. Hitam
Kategori hitam hanya diperuntukan bagi pasien yang sudah tidak mungkin
ditolong lagi atau sudah meninggal.
2. Primary survey
a. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan
ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara
dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien
yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas
paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak
sadar (Wilkinson & Skinner, 2012).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
 Lakukan intubasi
b. Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien
tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of
open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2012).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest,
sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
c) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d) Penilaian kembali status mental pasien.
e) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
g) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
c. Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada
trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan
adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman
untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan
tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang
mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax,
cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada
pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner,
2012).
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain :
a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
d) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
e) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
f) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
d. Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa
dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
e. Expose
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line
penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan
pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama
pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
a) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
b) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
Tambahan primary survey:
a) Pasang monitor EKG
b) Kateter urine dan lambung
c) Monitor laju nafas, analisis gas darah
d) Pulse oksimetri
e) Pemeriksaan rontgen standar
f) Lab darah
3. Secondary survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey
hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
a. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien
meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat
medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing
Association, 2012). Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus
diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia,
dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan
anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat
kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan
memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita. Anamnesis
juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga (Emergency Nursing Association, 2012):
A : Alergic (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medication/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
b) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.
c) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat
bernafas.
d) Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan
oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien
merasakan nyeri tersebut.
- Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya
b. Pemeriksaan fisik
a) Kepala : Lakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh kepala dan
wajah untuk mengetahui adanya pigmentasi, laserasi, massa,
kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, dan nyeri tekan.
b) Wajah
- Mata : Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil
apakah isokor atau anisokor serta bagaimana refleks cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya icterus,
ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah
konjungtiva anemis atau adanya kemerahan.
- Hidung : Periksa danya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas lakukan palpasi akan
kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
- Telinga : Periksa danya nyeri tinnitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum.
- Mulut : Inspeksi pada bagian mukosa, adanya lesi.
Pada pasien flail chest: mengkerutkan wajah.
c) Toraks
- Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping, dan
belakang untuk mengetahui adanya trauma tumpul/tajam, luka,
lecet, memar, ruam, ekimosis, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafasan, kesimetrisan expansi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan tambahan, frekuensi dan irama denyut
jantung.
- Palpasi : Palpasi seluruh dinding dada untuk mengetahui adanya
trauma tajam/tumpul. Pada pasien dengan flail chest akan ditemukan
krepitasi dan nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada dada.
- Perkusi : Untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.
- Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing) dan
bunyi jantung (murmur, gallop)
Pada pasien flail chest:
- Gejala : mengalami pernafasan parodoksal/ takut untuk bernafas ;
kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru
kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar,
keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
- Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau
tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan
dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan
; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi
mekanik tekanan positif ; Takikardia, disritmi, irama jantunng
gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman, hipotensi/hipertensi ;
DVJ.
d) Abdomen
- Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya trauma
tajam, tumpul, dan perdarahan internal, adakah distensi abdomen,
acites, luka, memar.
- Auskultasi bising usus
- Perkusi abdomen untuk mendapatkan nyeri lepas (ringan).
- Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri
tekan, hepatomegaly.
e) Ektremitas
- Inspeksi adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, paralisis,
atropi/hipertropi, pada pasien flail chest terdapat perilaku distraksi
- Palpasi pada jari-jari periksa adanya clubbing finger, serta catat
adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill, palpasi
untuk memeriksa denyut nadi distal.
f) Punggung : Memeriksa punggung dilakukan dengan log roll,
memerikasa pasien dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh. Periksa
adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ruam, lesi, dan edema serta
nyeri.
g) Neurologis : Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Pada pemeriksaan
neurologis inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegia tau
hemiparase (gangguan peregerakan), distaksia (kesukaran dalam
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya
vertigo dan respon sensori. Pada pasien flail chest ditemukan bingung,
gelisah, pingsan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan
terhadap respon tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok atau
komunitas. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada trauma dada
(flail chest), NANDA (2018):
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas tulang dada
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler
d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah arteri
f. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma dada)
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
h. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
i. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

2.2.3 Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawata Hasil
n
1 Pola nafas Setelah diberikan 1. Buka jalan 1. Membuka jalan
tidak efektif asuhan napas, gunakan napas untuk
berhubungan keperawatan …x…. teknik chin lift menjamin jalan
dengan jam atau jaw trust masuknya udara
deformitas diharapkan pola bila perlu keparu secara
tulang dada napas kembali efektif 2. Monitoring normal sehingga
dengan kriteria hasil: vital sign menjamin
1. Menunjukkan 3. Posisikan kecukupan
jalan napas pasien untuk oksigenasi tubuh.
2. yang paten memaksimalka 2. Tanda vital dapat
3. Tanda-tanda vital n ventilasi digunakan untuk
dalam 4. Monitor mengidentifikasi
4. rentang normal respirasi dan perubahan yang
(tekanan status O2 tejadi pada keadan
5. darah, nadi, 5. Berikan umum pasien dan
pernapasan) bronkodilator peningkatan
bila perlu respirasi adalah
tanda dypsneu
3. Membantu
pemasukan O2 ke
dalam tubuh dan
ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
4. Mengetahui irama,
frekuensi napas
dan terjadinya
dypsnea pada
pasien.
5. Untuk
melonggarkan
jalan nafas.
2 Bersihan jalan Setelah diberikan 1. Berikan 1. Membantu proses
nafas tidak asuhan keperawatan oksigen dengan pernafasan pasien.
efektif …x…. jam menggunakan 2. Membuka jalan
berhubungan diharapkan bersihan nasal kanul nafas untuk
dengan jalan nafas kembali untuk memaksimalkan
hipersekresi normal dengan memfasilitasi ventilasi.
jalan nafas. kriteria hasil: suction 3. Mengeluarkan
1. Mendemontrasikan nasotrakeal. sputum pasien dan
batuk efektif dan 2. Posisikan merelaksasi otot
suara nafas yang pasien untuk pernafasan pasien.
bersih, tidak ada memaksimalkan 4. Mengeluarkan
sianosis dan ventilasi. sputum untuk
dyspnea (mampu 3. Lakukan membuka jalan
mengeluarkan fisioterapi dada nafas pasien.
sputum, mampu bila perlu. 5. Memantau keadaan
bernafas dengan 4. Kelurkan secret umum paru pasien.
mudah, tidak ada dengan batuk 6. Membuka jalan
pursed lips) atau suction. nafas pasien.
2. Menunjukan jalan 5. Auskulatasi 7. Mempercepat
nafas yang paten suara nafas, proses
(pasien tidak catat adanya penyembuhan
merasa tercekik, suara tambahan. pasien.
irama nafas, 6. Buka jalan
frekuensi nafas nafas, gunakan
dalam rentang chin lift atau
normal, tidak ada jaw thrust bila
suara nafas perlu.
abnormal). 7. Kolaborasikan
3. Mampu dengan dokter
mengidentifikasi terkait terapi
dan mencegah yang diberikan.
faktor yang dapat
menghambat jalan
nafas.
3 Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi, 1. Berguna dalam
pertukaran asuhan keperawatan kedalaman evaluasi derajat
gas …x…. jam pernafasan distres pernafasan
berhubungan diharapkan pertukaran 2. Auskultasi dan konisnya
dengan gas tidak mengalami bunyi nafas proses penyakit
perubahan gangguan dengan 3. Kaji tanda vital 2. Bunyi nafas makin
membran kriteria hasil: dan irama redup karena
alveolar- 1. Pasien tidak sesak jantung penurunan aliran
kapiler 2. Hasil pemeriksaan 4. Posisikan udara atau area
AGD pasien dalam pasien konsolidasi
batas normal memaksimalkan 3. Takikardia,
3. Warna kulit pasien ventilasi disritmia dan
normal 5. Berikan perubahan tekanna
4. Pasien tidak istirahat yang darah dapat
terlihat melakukan cukup menunjukan efek
nafas cuping 6. Kolaborasi hipoksemia
hidung pemberian O2 sistemik pada
5. Pernafasan pasien tambahan sesuai fungsi jantung
kembali normal dengan indikasi serta PaCO2
hasil GDA biasanya
meningkat, dan
PaO2 menurun
4. Membantu
memaksimalkan
potensial ventilasi.
5. Istirahat yang
cukup mampu
meringankan
beban paru-paru
6. Dapat
memperbaiki atau
mencegah
buruknya hipoksia
4 Penurunan Setelah diberikan - Observasi 1. Mengetahui
curah jantung asuhan keperawatan kualitas dan kekuatan otot
berhubungan …x…. jam kekuatan denyut jantung pasien.
dengan diharapkan curah jantung, nadi 2. Untuk mengetahui
perubahan jantung meningkat perifer, warna kekuatan nadi
kontraktilitas dengan kriteria hasil: dan kehangatan perifer
1. TTV normal kulit 3. Dengan
(dewasa) - Kaji nadi menurunya CO
N :60-100 x/menit (radial, femoral, mempengaruhi
TD:100-120 dorsalis pedis) suplay darah ke
mmHg catat frekuensi, ginjal yang juga
S : 36,5-37,5ºC keteraturan, dan mempengaruhi
RR : 12- amplitudo dan pengeluaran
20x/menit simetris. hormone
2. Bebas dari gejala - Pantau keluaran aldosteron yang
CHF urine, catat berfungsi pada
3. Penurunan penurunana proses pengeluaran
dispnea keluaran dan urine
4. Denyut jantung kepekaan atau 4. Mengetahui
kuat, teratur dan konsentrasi indikator penilaian
dalam batas urine terhadap adanya
normal - Monitor tanda- gagal jantung dan
tanda CHF untuk menentukan
(gelisah, intervensi
tachikardia, selanjutnya
tachipnea, sesak, 5. Mambantu dalam
periorbital proses kimia dalam
edema, oliguria) tubuh dan
- Kolaborasi mencegah
dengan dokter terjadinya
untuk terapi hipoksia.
oksigen, obat
jantung obat
diuretic dan
cairan
5 Ketidakefektif Setelah diberikan 1. Kaji pucat, 1. Untuk mengetahui
an perfusi asuhan keperawatan sianosis, tingkat keparahan
jaringan …x…. jam clubbing finger, penyakit
perifer diharapkan perfusi dan catat 2. Menunjukan
berhubungan perifer efektif kekuatan nadi penurunan cop
dengan Kriteria hasil: perifer 3. Untuk
penurunan 1. Denyut nadi 2. Kaji keadaan meningkatkan
aliran darah perifer teraba kulit venous return
arteri dengan kuat, (lembab/tidak,h 4. Meminimalkan
2. Warna kulit tidak angat/dingin) adaanya bekuan
pucat/sianosis 3. Elevasi anggota darah
3. Kulit terasa hangat badan yang
mengalami
gangguan
perfusi perifer
20º
4. kolaborasi
pemberian anti
platelet
6 Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Pengkajian yang
berhubungan asuhan keperawatan pengkajian optimal akan
dengan agen …x… jam diharapkan nyeri secara memberikan data
cedera fisik nyeri pasien komprehensif yang objektif untuk
(trauma dada) berkurang, hilang, termasuk mencegah
teratasi dengan kriteria lokasi, kemungkinan
hasil: karakteristik, komplikasi dan
1. Mampu lokasi, mengetahui factor
mengontrol nyeri frekuensi, penyebab nyeri
(tahu penyebab kualitas, dan 2. Pendekatan
nyeri, mampu factor dengan
menggunakan presipitasi menggunakan
teknik non 2. Ajarkan relaksasi dan
farmakologi untuk tentang teknik distraksi telah
mengurangi nyeri) non menunjukkan
2. Mampu mengenali farmakologi keefektifan dalam
nyeri (skala, (teknik distraksi mengurangi nyeri
intensitas, dan relaksasi) dan mampu
frekuensi, dan 3. Berikan mengalihkan
tanda-tanda nyeri) kesempatan perhatian terhadap
3. Melaporkan waktu istirahat nyeri
bahwa nyeri bila terasa 3. Istirahat dapat
berkurang dengan nyeri dan merelaksasi semua
menggunakan berikan posisi jaringan dan akan
menejemen nyeri yang nyaman meningkatkan
4. Kolaborasi kenyamanan
dengan dokter 4. Analgetik dapat
dalam memblok lintasan
pemberian nyeri, sehingga
analgetik nyeri akan
berkurang
7 Intoleransi Setelah diberikan 1. Kaji TTV 1. Mengetahui TTV
aktivitas asuhan keperawatan pasien setelah pasien apakah
berhubungan …x… jam diharapkan beraktivitas adanya
dengan tirah aktivitas pasien 2. Monitor intake peningkatan atau
baring kembali normal nutrisi yang tidak
Kriteria hasil: adekuat sebagai 2. Mengetahui
1. Saturasi O2 saat sumber energi sumber asupan
aktivitas dalam 3. Bantu pasien energi pasien.
batas normal (95- untuk 3. Membantu
100%) melakukan aktivitas akan
2. Nadi saat aktivitas aktivitas/latihan mampu
dalam batas fisik secara menurunkan kerja
normal (60- teratur jantung yang berat
100x/menit) 4. Anjurkan pasien 4. Mencegah
3. RR saat aktivitas untuk timbulnya sesak
dalam batas membatasi akibat aktivitas
normal (12- aktivitas yang fisik yang terlalu
20/menit) cukup berat berat.
4. Tidak nampak seperti berjalan 5. Melatih kekuatan
kelelahan,pucat,les jauh, berlari dan irama jantung
u dan tidak ada 5. Kolaborasi selama aktivitas.
penurunan nafsu dengan dokter
makan. mengenai
aktivitas yang
dapat dilakukan
pasien dan
waktu aktivitas
tersebut dapat
dilakukan
8 Ansietas Setelah diberikan 1. Observasi 1. Reaksi verbal dan
berhubungan asuhan keperawatan tingkat nonverbal dapat
dengan …x… jam diharapkan kecemasan menunjukan
ancaman pada ansietas teratasi pasien tingkat kecemasan.
status terkini dengan kriteria hasil: 2. Adakan 2. Membina
1. Klien mengenal pendekatan hubungan saling
perasaannya serta dengarkan percaya,
2. Dapat keluhan pasien memungkinkan
mengidentifikasi dengan sikap pasien
penyebab atau empati. mengeksplorasikan
faktor yang 3. Jelaskan alasan perasaannya
mempengaruhiny tindakan yang 3. Memberikan
3. Menyatakan diberikan pemahaman
ansietas berkurang/ 4. Kolaborasi kepada klien
hilang. dengan keluarga terkait tindakan
4. Nadi dalam batas dalam yang diberikan
normal (60-100 memberikan pada dirinya
x/menit) dukungan 4. Peran serta
keluarga dalam
mendukung
keberhasilan
tindakan.
9 Risiko infeksi Setelah diberikan 1. Pantau tanda- 1. Mengidentifikasi
berhubungan asuhan keperawatan tanda vital. tanda-tanda
dengan …x… jam diharapkan 2. Lakukan peradangan
prosedur infeksi tidak terjadi / perawatan luka terutama bila suhu
invasif terkontrol dengan dengan teknik tubuh meningkat.
Kriteria hasil: aseptik. 2. Mengendalikan
1. Tidak ada tanda- 3. Lakukan penyebaran
tanda infeksi perawatan mikroorganisme
seperti pus. terhadap patogen.
2. Luka bersih tidak prosedur inpasif 3. Untuk mengurangi
lembab dan tidak seperti infus, risiko infeksi
kotor. kateter, drainase nosokomial.
3. Tanda-tanda vital luka, dll. 4. Penurunan Hb dan
dalam batas 4. Jika ditemukan peningkatan
normal atau dapat tanda infeksi jumlah leukosit
ditoleransi kolaborasi dari normal bisa
untuk terjadi akibat
pemeriksaan terjadinya proses
darah, seperti infeksi.
Hb dan leukosit. 5. Antibiotik
5. Kolaborasi mencegah
untuk perkembangan
pemberian mikroorganisme
antibiotik. pathogen

2.2.4 Implementasi
Setelah intervensi keperawatan, selanjutnya rencana tindakan tersebut
diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Tindakan keperawatan harus mendetail agar semua tenaga keperawatan dapat
menjalankan tugasnya dengan baik dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat dapat langsung
memberikan pelayanan kepada pasien dan/atau dapat juga didelegasikan
kepada orang lain yang dipercayai di bawah pengawasan yang masih seprofesi
dengan perawat (Mitayani, 2012). Dalam tahap pelaksanaan ada tiga tindakan
yaitu, tindakan mandiri, delegatif, dan tindakan kolaborasi.
a. Mandiri : aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan
bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan.
b. Delegatif : tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas
kesehatan yang berwenang.
a. Kolaboratif : tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan atas keputusan bersama. (Aziz, 2017)

2.2.5 Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan pasien dengan berpedoman kepada hasil
dan tujuan yang hendak dicapai. Evaluasi dari proses keperawatan adalah menilai
hasil yang diharapkan terhadap kesehatan pasien dan untuk mengetahui sejauh
mana masalah pasien dapat teratasi. Disamping itu, perawat juga melakukan
umpan balik atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dan
proses keperawatan segera dimodifikasi (Mitayani,2012).
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni:
a. S (subjektif) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
b. O (objektif) : adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
c. A (analisis) : adalah membandingkan antara subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
d. P (planning) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

Anda mungkin juga menyukai