Askep Keperawatan Kritis (Dka) Bu Desi Natalia
Askep Keperawatan Kritis (Dka) Bu Desi Natalia
Askep Keperawatan Kritis (Dka) Bu Desi Natalia
M DENGAN DIAGNOSA
MEDIS DIABETIK KETOASIDOSIS (DKA)
Dosen Pembimbing :
Desi Natalia . T.I , S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun Oleh:
1.1 Definisi
Diabetikum Ketoasidosis (DKA) adalah komplikasi akut dari diabetes mellitus
tipe 1 yang paling sering terjadi pada anak dengan angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah
kesalahan pengelolaan dosis insulin atau stress, system regulasi pengiriman
insulin, dan ketidakpatuhan akan terapi insulin (Nusantara,dkk.2019).
Diabetikum Ketoasidosis (DKA) merupakan suatu komplikasi akut diabetes
melitus (DM) yang sering ditemukan dan mengancam jiwa. Biasanya DKA
terjadi pada individu yang sudah menyandang diabetes sebagai akibat dari
infeksi, infark miokard, stroke, pankreatitis, trauma, atau tidak patuh berobat
(Suwita,dkk.2018).
Menurut Jurnal Conference on Research & Community Services, Diabetikum
Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relatif. DKA dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Diabetikum
Ketoasidosis (DKA) disebabkan oleh penurunan insulin efektif di sirkulasi yang
disertai peningkatan hormon regulator kontra seperti glukagon, katekolamin,
kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi
glukosa oleh hati dan ginjal, serta gangguan penggunaan glukosa perifer dengan
akibat hiperglikemia dan hiperosmolalitas.
1.2 Etiologi
Ada sekitar 20% pasien Diabetikum Ketoasidosis (DKA) yang baru diketahui
menderita DM untuk pertama kali. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya
adalah kesalahan pengelolaan dosis insulin atau stress, sistem regulasi
pengiriman insulin, dan ketidakpatuhan akan terapi insulin Pada pasien yang
sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati
Selain itu, beberapa penyebab terjadinya Diabetikum Ketoasidosis (DKA)
adalah:
1. Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa
jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari
infeksi.
2. Ketidakpatuhan : karena ketidakpatuhan dalam dosis
3. Pengobatan : onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4. Kardiovaskuler : infark miokardium
5. Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.
1.4 Patofisiologi
Ketoasidosis terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam
sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya
terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri
suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat
infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya. Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan
Diabetikum Ketoasidosis (DKA), adalah infeksi, infark miokardial, trauma,
ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang
ditemukan pada Diabetikum Ketoasidosis (DKA), adalah tergolong konsekuensi
langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan
menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya
lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian
diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia,
asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis
osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium,
potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi terjadi bila terjadi
secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok
hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh
peningkatan derajat ventilasi (pernafasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan
rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan
untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal. Apabila
jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua
faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik
yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi
dan kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat
kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium
serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain
adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.
Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis
diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan
tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah,
badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
PATHWAY
Produksi Insulin
Glukagon
Hiperglikemi
Glukosuri
Glukosa intra
sel menurun
Diuretik Osmotik Hiperosmolalitas
Proses pembentukan
Poliuri ATP/energi terganggu
Koma
Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
Lipolisisis
Ketoasidosis
Asidosis Metabolisme
CO2 Meningkat
PCO2 Meningkat
1.6 Diagnosis
Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan
asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
1. Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
2. Asidosis, bila pH darah < 7,3.
3. kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
2. Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
3. Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
Diagnosis Banding
Diabetikum Ketoasidosis (DKA) juga harus dibedakan dengan penyebab
asidosis, sesak, dan koma yang lain termasuk : hipoglikemia, uremia,
gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, intoksikasi salisilat,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.
1.7 Komplikasi
Komplikasi dari Diabetikum Ketoasidosis (DKA) dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan
berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu
nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.
Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres,
perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati
rasa).
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis
pada pembuluh darah jantung. Bila diabetes mempunyai komplikasi jantung
koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian
mendadak.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari
rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan
pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan
mengirimkan signal ke otak untuk menambah tekanan darah.
1.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),
2. Menghentikan ketogenesis (insulin),
3. Koreksi gangguan elektrolit,
4. Mencegah komplikasi,
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Penatalaksanaan DKA bersifat multifaktorial sehingga memerlukan pendekatan
terstruktur oleh dokter dan paramedis yang bertugas. Keberhasilan
penatalaksanaan DKA membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis
dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang
terpenting adalah pemantauan pasien terus-menerus. Berikut ini beberapa hal
yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan DKA.
1. Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan DKA adalah terapi cairan. Terapi
insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan
hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi
lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih
dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi.
2. Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis DKA dan
rehidrasi yang memadai. Sumber lain menyebutkan pemberian insulin
dimulai setelah diagnosis DKA ditegakkan dan pemberian cairan telah
dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon,
sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak
bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan
meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Cara ini dianjurkan karena
lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan kadar glukosa darah
lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intrasel
lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit.
3. Natrium
Penderita dengan DKA kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum
yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap
peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium
diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur.
Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah
penyesuaian efek ini. Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah
dilakukan resusitasi cairan dengan normal saline oleh karena normal saline
memiliki kadar natrium lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat
itu disamping oleh karena air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular
sehingga akan meningkatkan kadar natrium.
4. Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada DKA masih kontroversial. Pada pH > 7,0,
pengembalian aktifitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki
ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat. Mengetahui bahwa asidosis
berat menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak diinginkan,
tampaknya cukup bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa
dengan pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam
400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada
pasien dengan pH 6,9 – 7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam
200 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam.
Terapeutik :
1. Berikan asupan cairan oral
2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi :
1. Anjurkan menghindari olahraga saat glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet olahraga
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis, penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan penggantian karbohidrat, dan bantuan professional kesehatan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
Keluhan utama :
Pasien mengatakan setiap melakukan pemeriksaan kadar gula darahnya selalu tinggi
Pasien didiagnosis dengan penyakit bronkopneumonia bilateral dan diabetes melitus tidak
terkontrol. Setelah resusitasi jantung paru sirkulasi spontan pasien dapat kembali.
Pemeriksaan klinis dan laboratorium pasien menunjukkan kondisi berat yaitu asidosis
laktat pada KAD, syok tahap keempat disertai gangguan elektrolit berat.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: baik sedang lemah Kesadaran:
Tanda vital TD: 100/60 mmHg Nadi: 108x/menit Suhu : 37,3 0C RR: 24x/menit
Pola nafas: irama: Teratur Tidak teratur
Jenis Dispnoe Kussmaul Ceyne Stokes Lain-lain:
Suara nafas: Vesikuler Stridor Wheezing Ronchi Lain-lain:
Pernafasan
Penglihatan (mata)
Pupil : Isokor Anisokor Lain-lain:
Sclera/Konjungtiva : Anemis Ikterus Lain-lain:
Lain-lain: Tidak ada
Pendengaran/Telinga
Gangguan pendengaran : Ya Tidak
Lain-lain:
Penciuman (Hidung)
Bentuk : Normal Tidak Jelaskan:
Gangguan Penciuman : Ya Tidak Jelaskan:
Masalah:
Sering kencing
Abdomen
Perut Tegang Kembung Ascites Nyeri tekan, lokasi:
Jelaskan: Tidak ada
Peristaltik: 13 x/mnt
Pembesaran hepar Ya Tidak
Pembesaran lien Ya Tidak
Buang air besar: 1x hari Teratur: Ya Tidak
Konsistensi: lembek Bau: pekat Warna: kuning
Lain-lain: Tidak ada
Tidak
Jelaskan: Tidak ada
Masalah: Hiperglikemia
Kulit
Warna kulit: Ikterus Sianotik Kemerahan Pucat Hiperpigmentasi
Turgor: Baik Cukup Jelek, Jelaskan:
Terapi:
Fluorokuiolon respiratorik diberikan secara empiris hingga didapatkan hasil blakan kuman 4-5
hari kemudian, berupa meropenem 3x500mg IV dan moxifloxacin 1 x 400 mg IV, cairan
kristaloid NaCl 0,9% 500ml tiap 30 menit atau ½ liter dalam 1 jam pertama, dobutamin dan
noradrenalin drip dengan dosis 10 mcg/kg/menit, dan pemberian insulin untuk memfasilitasi
masuknya kalium kedalam sel.
DO :
1. Nafas terdengar ronkhi
2. Penggunaan otot bantu
pernafasan
3. Fase ekspirasi memanjang
4. Pola nafas abnormal
(takipnea,dispnea, kusmaul)
5. Pernafasan cuping hidung
6. Adanya retraksi dinding dada
7. Nafas cepat dan dangkal
8. TTV :
S : 37,3 0 C
P : 108x/menit
N : 24x/menit
TD : 100/60 mmHg
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
2. II 18 November
2020 1) Memonitor status pernafasan dan Mahasiswa
oksigenasi sebagaimana mestinya.
09.00 Ni Luh
2) Membuka jalan nafas, guanakan teknik chin
10.00 lift atau jaw thrust bila perlu