Laporan PKL KF-3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak setiap warga negara Indonesia sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan yang dimaksud
dengan kesehatan itu sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis (Anonim, 2009). Dimana kesehatan ini merupakan
bagian penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk
menunjang pembangunan nasional.
Salah satu wujud pembangunan nasional adalah pembangunan kesehatan yang
bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa sehingga tercapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk
hidup sehat. Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut semua segi
kehidupan, baik fisik, mental maupun sosial ekonomi. Untuk mencapai
pembangunan kesehatan yang optimal dibutuhkan dukungan sumber daya
kesehatan, sarana kesehatan, dan sistem pelayanan kesehatan yang optimal. Salah
satu sarana penunjang kesehatan yang berperan dalam mewujudkan peningkatan
derajat kesehatan bagi masyarakat adalah apotek, termasuk didalamnya pekerjaan
kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
(Agatha, 2012).
Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memiliki peranan
penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat yang harus mampu
menjalankan fungsinya dalam memberikan pelayanan kefarmasian dengan baik
yang berorientasi langsung dalam proses penggunaan obat pada pasien. Selain
menyediakan dan menyalurkan obat serta perbekalan farmasi, apotek juga
merupakan sarana penyampaian informasi mengenai obat atau persediaan farmasi
secara baik dan tepat, sehingga dapat tercapai peningkatan kesehatan masyarakat
yang optimal dan mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan
(Anonim, 2002).
Disamping berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan dan unit bisnis,
apotek juga merupakan salah satu tempat pengabdian dan praktik tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Anonim, 2009). Semua
aspek dalam pekerjaan kefarmasian tersebut dapat disebut juga sebagai pelayanan
kefarmasian. Dimana suatu sistem pelayanan kesehatan dikatakan baik bila
struktur dan fungsi pelayanan kesehatan dapat menghasilkan pelayanan kesehatan
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu: tersedia, adil dan merata,
tercapai, terjangkau, dapat diterima, wajar, efektif, efisien, menyeluruh, terpadu,
berkelanjutan, bermutu, dan berkesinambungan (Azwar, 1996).
Pelayanan kefarmasian semula berfokus pada pengelolaan obat sebagai
commodity menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun seiring berjalannya waktu dan
semakin mudahnya informasi tentang obat yang diperoleh masyarakat, maka saat
ini terjadi perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented
menjadi patient oriented yang mengacu pada pharmaceutical care yang
mengharuskan pharmacist untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan
pasien maupun dengan tenaga kesehatan lainnya. Selain itu seorang farmasi juga
harus mengetahui mengenai sistem manajemen di apotek (Anonim, 2004).
Dalam rangka pelaksanaan pendidikan, proses pembelajaran yang terjadi tidak
terbatas didalam kelas saja. Pengajaran yang berlangsung pada pendidikan ini
lebih ditekankan pada pembelajaran yang merobos diluar kelas, bahkan diluar
institusi pendidikan lingkungan kerja alam dan kehidupan masyarakat.
Dalam hal ini Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pogram pengajaran serta merupakan wadah yang tepat
untuk mengaplikasikan pengetahuan sikap dan keterampilan (kognitif, afektif dan
psikomotor) yang diperoleh saat mengikuti proses belajar mengajar. PKL
merupakan sarana pengenalan lapangan pekerjaan bagi mahasiswa dengan
mengikuti kegiatan praktek kerja lapangan ini mahasiswa dapat melihat,
mengetahui, menerima dan menyerap teknologi kesehatan yang ada dimasyarakat.
Dengan kata lain, PKL merupakan masa orientasi bagi mahasiswa dan dapat
digunakan sebagai sarana informasi terhadap dunia pendidikan kesehatan,
sehingga institusi pendidikan kesehatan dapat mengembangkan diri sesuai dengan
kebutuhan masyarakat (Agatha, 2012).
Mengingat tidak kalah pentingnya peranan TTK dalam menyelenggarakan
apotek, kesiapan institusi pendidikan dalam menyediakan sumber daya manusia
calon TTK yang berkualitas menjadi faktor penentu. Oleh karena itu, Program
Studi Diploma III Farmasi STIKES Darul Azhar Batulicin bekerja sama dengan
PT. Kimia Farma Batulicin menyelenggarakan PKL di Apotek Kimia Farma
Batulicin. Kegiatan PKL ini memberikan pengalaman kepada calon Ahli Madya
Farmasi untuk mengetahui pengelolaan suatu apotek dan pelaksanaan pengabdian
Ahli Madya Farmasi khususnya di apotek.

1.2 Tujuan PPKL Apotek


Tujuan PPKL meliputi:
1. Memperkenalkan mahasiswa pada dunia kerja.
2. Menumbuhkan dan meningkatkan sikap profesional yang diperlukan
mahasiswa untuk memasuki dunia kerja.
3. Meningkatkan daya kreasi dan produktifitas terhadap mahasiswa sebagai
persiapan dalam menghadapi atau memasuki dunia kerja yang sesungguhnya.
4. Meluaskan wawasan dan pandangan mahasiswa terhadap jenis-jenis pekerjaan
pada tempat dimana mahasiswa melaksanakan Pengantar Praktek Kerja
Lapangan (PPKL).

1.3 Manfaat PPKL Apotek


Adanya PPKL ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat, yaitu:
1. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan wawasan keilmuan mahasiswa tentang situasi dalam dunia
kerja.
2. Bagi Program Studi
a. Dapat menjadi tolak ukur pencapaian kinerja program studi khususnya
untuk mengevaluasi hasil pembelajaran oleh instansi tempat PKL.
b. Dapat menjalin kerjasama dengan instansi tempat PKL.
3. Bagi Instansi Tempat PKL
Dapat menjadi bahan masukan bagi instansi untuk menentukan kebijakan
perusahaan dimasa yang akan datang berdasarkan hasil; pengkajian dan
analisis yang dilakukan mahasiswa selama PKL.

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PPKL


Pelaksanaan PKL untuk program studi Ahli Madya Farmasi dilaksanakan selama
1 (satu) bulan di Apotek Kimia Farma Batulicin.
1. Alamat
Jln. Trasmigrasi Bersujud RT 11 RW 03 Desa Bersujud Kec. Simpang empat
Kab. Tanah Bumbu
2. Waktu Praktek Kerja Lapangan
a. Tanggal pelaksanaan : 03 – 31 Desember 2020
b. Hari pelaksanaan : Praktek kerja dijadwalkan selama 6 hari dalam

seminggu dan satu hari libur.


c. Waktu pelaksanaan : Shift pagi 08.00 - 13.00 WITA
Shift middle 13.00 - 18.00 WITA
Shift malam 17.00 - 22.00 WITA
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Pengertian Apotek


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Selain
itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam
melaksanakan pekerjaan kefarmasian.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek
Pasal 1, mendefinisikan Apotek sebagai sarana kesehatan umum bagi masyarakat
dan pelayanan kefarmasian serta tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh
apoteker. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Maka segala kegiatan kefarmasian dalam suatu Apotek harus berdasarkan
kepada Undang-Undang dan peraturan yang berlaku, sebagaima yang tertuang
dalam PerMenKes No. 9 Tahun 2017 tersebut.

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek


Peraturan Menteri Kesehatan no. 9 Tahun 2017 tentang Apotek Pasal 16
menjelaskan bahwa apotek menyelenggarakan fungsi sebagai :
1. Pengelola sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik termasuk di komunitas.
2.3 Tujuan Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun
2017, tujuan apotek adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian diapotek.
2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmasian di apotek.
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan
pelayanan kefarmasian di apotek.

2.4 Persyaratan Apotek


Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal apoteker yang
mendirikan apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan.
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi: lokasi, bangunan,
sarana, prasarana, peralatan dan ketenagaan. Pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat mengatur persebaran apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian. Apoteker pemegang SIA
(Surat Izin Apotek) dalam menyelenggarakan apotek dapat dibantu oleh apoteker
lain, Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) dan/atau tenaga administrasi dan wajib
memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (Anonim, 2017).
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian apotek adalah:
1. Lokasi dan Tempat
Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap
mempertimbangkan segi beli penduduk di sekitar apotek, kesehatan
lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan.

2. Bangunan
Bangunan apotek harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang
cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu
perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan di apotek sekurang-
kurangnya terdiri dari:
a. Ruang tunggu
b. Ruang Administrasi dan ruang kerja apoteker
c. Ruang penyimpanan obat
d. Ruang peracikan dan penyerahan obat
e. Tempat pencucian obat
f. Kamar mandi dan toilet
g. Bangunan apotek juga harus dilengkapi dengan sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang baik,alat pemadam
kebakaran yang berfungsi baik, ventilasi dan system sanitasi yang baik
dan memenuhi syarat higienis, papan nama yang memuat nama apotek,
nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor Surat Izin Apotek, nomor
telepon apotek.
3. Perlengkapan
Perlengkapan apotek yang harus dimiliki yaitu:
a. Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir,
gelas ukur dan alat lainnya.
b. Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti
lemari obat dan lemari pendingin.
c. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastic pengemas.
d. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun.
e. Buku standar Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia
Daftar Pelaporan Harga Obat, serta kumpulan peraturan perundang-
undangan yang berhubungan dengan apotek.
f. Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, salinan
resep, dan lain-lain.
4. Tenaga Kerja atau Personel Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga teknis
kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga menengah Farmasi atau Asisten
Apoteker.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/Menkes/SK/2002, personil apotek terdiri dari:
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki
Surat Izin Apotek.
b. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
c. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama
APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-
menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak
sebagai APA di apotek lain.
d. Asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten
apoteker yang berada di bawah pengawasan apoteker.
Selain itu, terdapat tenaga lainnya yang dapat mendukung kegiatan di
apotek yaitu (Umar, M., 2011) :
a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.
b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan,
dan pengeluaran uang.
c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek
dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan
apotek.
5. Surat Izin Praktek Tenaga Kefarmasian
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin
tersebut berupa :
a. SIPA bagi Apoteker; atau
b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian (Anonim, 2016)
Sebelum mendapatkan SIPTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus
mempunyai STRTTK. Untuk memperoleh STRTTK sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, seorang Tenaga Teknis Kefarmasian harus memiliki Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). STRTTK ini dapat
diperoleh jika seorang Tenaga Teknis Kefarmasian memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktek;
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang telah
memiliki STRA di tempat tenaga teknis kefarmasian bekerja; dan
d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan
permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan harus melampirkan :
a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis
Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat
izin praktik
c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian
d. Surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA,
atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.
e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

2.5 Pengelolaan Apotek


Pengolahan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan
seorang apoteker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan
apotek. Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai di Apotek sesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses
yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun
2016, pengolahan sediaan farmasi di apotek meliputi:
1. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan
kesehatan menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan.
Perencanaan obat di apotek umumnya dibuat untuk mengadakan dan
mencukupi persediaan obat di apotek, sehingga dapat mencukupi permintaan
obat melalui resep dokter ataupun penjualan secara bebas. Dalam perencanaan
pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat. Perencanaan obat didasarkan atas
beberapa faktor, antara lain:
a. Obat yang paling banyak dipakai.
b. Persediaan terakhir stok barang.
c. Berdasarkan jenis penyakit yang sedang mewabah.
2. Permintaan Obata atau Pengadaan
Permintaan atau pengadaan obat adalah suatu proses pengumpulan dalam
rangka menyediakan obat dan alat kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan di apotek. Pengadaan obat ini dilakukan dengan cara pembelian.
Berhasil atau tidaknya usaha banyak tergantung pada kebijakan pembelian.
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Cara melakukan pembelian dapat dilakukan antara lain sebagai
berikut:

a. Pembelian Secara Kredit


Pembelian yang dilakukan kepada PBF (Pedagang Besar Farmasi)
pada umumnya dilakukan secara kredit, dengan lamanya pembayaran
berkisar antara 14 - 30 hari.
b. Kontan
Pembelian dilakukan secara kontan atau tunai.
c. Konsinyasi/titipan
Dimana apotek menerima titipan barang yang akan dijual.
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4. Penyimpanan
Dalam penyimpanan obat digolongkan menurut:
a. Disimpan dalam wadah tertutup rapat, untuk obat yang mudah menguap
seperti aether, anaestheticus.
b. Disimpan terlindung dari cahaya untuk obat seperti tablet, kaplet, dan
sirup.
c. Disimpan bersama zat pengering, penyerap lembab (kapur tohor) seperti
kapsul.
d. Disimpan pada suhu kamar (pada suhu 15-30°C) untuk obat seperti tablet,
kaplet, dan sirup.
e. Disimpan pada tempat sejuk (pada suhu 5-15°C) untuk obat seperti salep
mata, cream, ovula, dan suppositoria.
f. Disimpan di tempat dingin (pada suhu 0-5°C) seperti vaksin.
g. Penyimpanan obat narkotika dilakukan dalam lemari khusus sesuai
persyaratan peraturan Menkes No.35 tahun 2009 Khusus untuk lemari
tempat penyimpanan obat narkotika syarat yang tercantum di pengaturan
adalah sebagai berikut :
1) Ukuran lemari: 40x80x100
2) Bahan: kayu atau bahan lain yang kuat.
3) Lemari dibagi menjadi dua fungsi dengan kunci yang berlainan.
Fungsi yang pertama untuk perbekalan dan bahan baku morfin,
petihidin, dan garam-garamnya.
4) Lemari khusus narkotika ditempatkan pada dinding tembok atau
lantai, tidak boleh digunakan untuk keperluan lain, tidak boleh dilihat
oleh umum, dan kunci dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai
apotek yang dikuasakan.
h. Penyusunan obat dalam persediaan diatur menurut golongan secara sistem
alfabetis. Dapat pula diatur menurut pabrik. Obat antibiotik perlu
diperhatikan mengenai tanggal kadaluwarsa. Setiap terjadi mutasi obat
segera dicatat dalam kartu stok.
i. Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya
j. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out).
5. Jumlah Persediaan Obat
Tujuan persediaan obat adalah menjaga agar pelayanan obat oleh apotek
dapat berjalan dengan lancar yaitu dengan:
a. Menjaga kemungkinan keterlambatan pemesanan.
b. Menambah penjualan, bila ada pertambahan pemesanan secara mendadak.
6. Perhitungan Nilai (Harga Obat) Persediaan
Harga obat dalam persediaan dapat ditentukan dengan bermacam-macam
metode, yaitu:
a. Metode harga standar yaitu merupakan suatu harga yang ditetapkan lebih
dahulu untuk jangka pendek atau bukan untuk jangka waktu panjang.
b. Metode FIFO (First In First Out), yaitu menurut harga pertama dibeli jadi
meskipun harga sudah naik tetap digunakan harga lama pada waktu obat
dibeli.
c. Metode LIFO (Last In First Out), yaitu menurut harga pembelian terakhir.
7. Gambaran Umum Penggolongan Obat
Obat yang ada diapotek telah ditetapkan oleh pemerintah menjadi
beberapa golongan.Hal ini dimaksudkan agar dapat mempermudah APA
dalam memperoleh, menyimpan dan menyerahkannya, sehingga pengggunaan
menjadi tepat. Penggolongan obat tersebut terdiri dari:
a. Obat bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa
resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat
keras, ataupun obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di DepKes R.I
.Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K Menkes RI Nomor
2380/A/SK/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas
terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu lingkaran bulat warna hijau
dengan garis tepi berwarna hitam.
b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada
pemakainya tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas adalah obat yang
masuk dalam daftar W singkatan dari “Waarschuwing “artinya peringatan.
Maksudnya obat yang pada penjualannya disertai dengan peringatan.
Syarat-syarat penyerahan obat bebas terbatas adalah sebagai berikut:
1) Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya
atau pembuatnya.
2) Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus dicantumkan
tanda.
3) Tanda tersebut berwarna hitam, berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm
dan memuat pemberian berwarna putih.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
2380/A/SK/VI/1983 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa
lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam.
c. Obat keras daftar G
Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan
dari “Gevaarlijk” artinya berbahaya, maksudnya obat dalam golongan ini
berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan atau memasukkan
obat-obat keras ditetapkan sebagai berikut:
1) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembungkus
disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep
dokter.
2) Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata untuk
dipergunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun
dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dan
jaringan.
3) Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras, obat itu sendiri
dalam substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu,
terkecuali apabila dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain,
atau ada pengecualian.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.02396/A/SK/VII/1986 tentang tanda khusus Obat keras daftar G
adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.

d. Narkotika
Pengertian Narkotika menurut undang-undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
e. Psikotropika
Psikotropika adalah obat yang biasa mempengaruhi keadaan psikis
seseorang. Untuk mengelolanya memerlukan cara khusus.
8. Cara Pengelolaan Obat Non Narkotika, Narkotik dan Psikotropika
Perbedaan cara pengelolaan obat bebas, bebas terbatas, obat keras dengan
pengelolaan obat narkotika dan psikotropika, yaitu pada:
a. Cara pemesanan: SP untuk obat narkotika dan psikotropika harus
menggunakan SP khusus yang ditangani oleh APA.
b. Cara penyimpanan: lemari untuk obat narkotika dan psikotropika
disimpan pada lemari khusus terpisah dengan obat lainnya,yang bentuk
dan ukuran lemarinya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Cara penyerahan: penyerahan untuk obat narkotika dan psikotropika harus
sesuai dengan persyaratan yang telah diatur :
1) Apotek, RS, Puskesmas, Balai pengobatan dengan SP Khusus
narkotika.
2) Dokter, pasien dengan resep asli, lengkap dengan nama alamat pasien
dengan dokternya.
d. Cara pelaporan: Laporan obat narkotika dan psikotropika selain digunakan
untuk kepentingan analisis bisnis internal, tetapi juga dilaporkan kepada
pihak eksternal (Sudin Yankes Dati II/Kodya dengan tembusan kepada
Dinkes Provinsi, Kepala Balai POM, PBF Kimia Farma).
9. Pemusnahan dan penarikan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan.
b. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.
11. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolahan sediaan farmasi
yang di sesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan digunakan untuk mengetahui kebutuhan manajemen apotek,
dan untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan pelaporan lainnya ( PerMenKes RI No. 73 Tahun
2016 ).

2.6 Pelayanan Apotek


Pelayanan Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2016 Tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014, Pelayanan
farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian Resep
Kajian administrati meliputi:
a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
b. Nama dokter, nomor surat izin praktik (sip), alamat, nomor telepon dan
paraf dan
c. Tanggal penulisan resep.
Kajian farmasetik meliputi:
a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Stabilitas dan Kompatibilitas (ketercampuran obat).
Kajian klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi dan dosis obat
b. Aturan, cara dan lama penggunaan obat
c. Duplikasi dan/atau poli farmasi
d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi
klinis lain)
e. Kontra indikasi dan Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka apoteker
harus menghubungi dokter penulis Resep.
2 Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.
Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep :
1) Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep.
2) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik
obat.
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan.
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi :
1) Warna putih untuk obat dalam/oral.
2) Warna biru untuk obat luar dan suntik.
3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi.
4) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat
yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan
yang salah.
Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :
1) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara
penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan
etiket dengan resep).
2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
4) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
5) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan halhal yang terkait
dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang
harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat
dan lain-lain.
6) Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang
baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya
tidak stabil.
7) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya.
8) Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan di paraf oleh
apoteker (apabila diperlukan).
9) Menyimpan aesep pada tempatnya.
10) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan
Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
3 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode
pemberian, farmakokinetika, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,
keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
Kegiatan pelayananiInformasi obat di apotek meliputi:
a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.
b. Membuat dan menyebarkan bulletin/brosur/leaflet pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan).
c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.
d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi
yang sedang praktik profesi.
e. Melakukan penelitian penggunaan obat.
f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.
g. Melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan
formulir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan
informasi obat:
a. Topik pertanyaan.
b. Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan.
c. Metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis, lewat telepon).
d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium).
e. Uraian pertanyaan.
f. Jawaban pertanyaan.
g. Referensi.
h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker
yang memberikan pelayanan informasi obat.
4 Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime
questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan
dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi
bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatrik, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan
corticosteroid dengan tapering down/off).
d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoxin,
fenitoin, teofilin).
e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih
dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan
satu jenis Obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions, yaitu:
1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?
2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda?
3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
Anda menerima terapi obat tersebut?
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan
pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan
dalam konseling dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir.
5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis
pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh apoteker,
meliputi:
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan.
b. Identifikasi kepatuhan pasien
c. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
d. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien
f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan
menggunakan formulir
6 Pemantauan Terapi Obat ( PTO )
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak, lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multi diagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang
terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi;
melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga
kesehatan lain
c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara
lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa
indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu
rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya
interaksi Obat
d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi
e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana
pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat
oleh apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat.
7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami efek samping obat. Mengisi formulir Monitoring Efek
Samping Obat (MESO)
b. Melaporkan ke pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan
menggunakan formulir.

2.7 Pengaturan Perundang-undangan Bidang Apotek


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang diatur dalam:
a. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang
Tenaga Kesehatan
b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017
Tentang Apotek.
d. Peraturan Pemerintan Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016
Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014
Tentang Penggolongan Narkotika.
g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015
Tentang Penggolongan Psikotropika.
h. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015
Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika.
i. Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang
Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1.
j. Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes /Per/X /1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2.
k. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 3.
BAB III
APOTEK KIMIA FARMA

3.1 Sejarah Apotek Kimia Farma

Gambar 3.1 PT. Kimia Farma

Kimia Farma merupakan perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia


yang didirikan tahun 1817 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada awalnya
perusahaan ini bernama NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Namun pada
tahun 1958, berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda
di awal masa kemerdekaan, maka Pemerintah Republik Indonesia melakukan
peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi Perusahaan Negara Farmasi
(PNF) Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk
badan hukum PNF diubah menjadi perseroan terbatas, sehingga nama perusahaan
berubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero). Pada tanggal 4 Juli 2001, PT. Kimia
Farma kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT. Kimia Farma
dan dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (pada saat ini
kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal
pengalaman selama puluhan tahun, PT. Kimia Farma telah berkembang menjadi
perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. PT. Kimia
Farma kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan
bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia. Mencatatkan
saham perdana untuk public (IPO) pada tanggal 4 juli 2001 dengan kode emiten
KAEF dan komposisi saham 90,025% milik pemerintah dan 9,975% milik publik.
Pada tanggal 4 Januari 2003, PT. Kimia Farma terbagi menjadi dua divisi, yaitu
holding company (induk perusahaan) dan anak perusahaan. Holding company
membawahi pabrik obat di lima kota (Tanjung MorawaMedan, Jakarta, Bandung,
Semarang, dan Mojokerto); Laboratorium klinik; dan Jaminan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat. PT. Kimia Farma membangun dua anak perusahaan, yaitu
PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) dan PT. Kimia Farma Apotek
(KFA). Melalui proses inbreng yang dilaksanakan Pemerintah Republik Indonesia
pada 28 Februari 2020, kepemilikan saham 4.999.999.999 saham seri B dialihkan
kepada PT Biofarma.
PT. Kima Farma Trading and Distribution (KFTD) bergerak di bidang
layanan distribusi dan perdagangan produk kesehatan yang memiliki wilayah
layanan cukup luas meliputi 34 Propinsi dan 511 Kabupaten atau Kota. Sebagai
penyedia jasa layanan distribusi, KFTD menyalurkan aneka produk dari
perusahaan induk (PT. Kimia Farma) dan dari industri farmasi atau dari PBF lain
yang telah bekerjasama dengan KFTD pusat. KFTD mendistribusikan produk-
produk tersebut melalui penjualan reguler ke Apotek (Apotek Kimia Farma dan
Apotek non Kimia Farma), Rumah Sakit, toko obat, dan supermarket.
PT. Kimia Farma Apotek (KFA) didirikan khusus menangani bisnis retail
Apotek yang pada bulan Agustus 2018 berjumlah ± 1080 outlet di seluruh
Indonesia dari Banda Aceh sampai dengan Papua. KFA menyediakan layanan
kesehatan yang terintegrasi meliputi layanan farmasi (Apotek), klinik kesehatan,
laboratorium klinik dan optik, dengan konsep One Stop Health Care Solution
(OSHCS) sehingga semakin memudahkan masyarakat mendapatkan layanan
kesehatan berkualitas. Pelayanan farmasi menggunakan standar Good Pharmacy
Practice (GPP) yaitu standar internasional yang diterbitkan oleh The International
Pharmaceutical Federation serta standar yang ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 73, 2016). Apotek
Kimia Farma melayani penjualan langsung, melayani resep dokter dan
menyediakan pelayanan lain, misalnya praktek dokter, optik, dan pelayanan OTC
(swalayan) serta pusat pelayanan informasi obat. Apotek Kimia Farma dipimpin
oleh Apoteker yang bekerja full time sehingga dapat melayani pasien terhadap
kebutuhan informasi obat dengan baik. Penambahan jumlah Apotek merupakan
bagian dari strategi perusahaan dalam memanfaatkan momentum pasar bebas,
dimana pihak yang memiliki jaringan luas seperti Kimia Farma akan
diuntungkan.
PT Kimia Farma (Persero) Tbk atau Kimia Farma telah berkembang menjadi
pelayanan kesehatan (Healthycare) terintegrasi di indonesia. Bidang usaha
Healthycare Kimia Farma didukung oleh manufaktur farmasi, riset dan
pengembangan, distribusi dan perdagangan, pemasaran, ritel farmasi, serta
laboratorium klinik dan klinik kesehatan.
PT. Kimia Farma merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di
Indonesia. Kimia Farma melakukan pengembangan usaha secara terintegrasi dari
hulu ke hilir, mulai dari produksi bahan baku obat hingga ritel farmasi dan
layanan kesehatan. Kimia farma selalu berupaya meningkatkan diversifikasi
portofolio produk, sampai saat ini Kimia Farma telah memiliki 1266 Apotek, 55
klinik kesehatan, 3 klinik kecantikan, dan 10 optik yang tersebar diseluruh
Indonesia.
PT. Kimia Farma apotek unit bisnis Banjarmasin yang beralamat di jalan
veteran No. 51 Banjarmasin membawahi 32 cabang apotek yang tersebar di :
Banjarmasin :
1. Apotek Kimia Farma 61 Veteran
2. Apotek Kimia Farma 120 Pandu
3. Apotek Kimia Farma 217 Ulin
4. Apotek Kimia Farma 188 S. Parman
5. Apotek Kimia Farma 246 Cempaka
6. Apotek Kimia Farma 336 Antasari
7. Apotek Kimia Farma 383 Sultan Adam
8. Apotek Kimia Farma 433
9. Apotek Kimia Farma 444 Hasan Basri
10. Apotek Kimia Farma 546 Sutoyo
11. Apotek Kimia Farma 547 Jahri Saleh
12. Apotek Kimia Farma 733 Pramuka
13. Apotek Kimia Farma Sudam 2
Barito Kuala :
1. Apotek Kimia Farma 706 Handil Bakti
Kuala Kapuas :
1. Apotek Kimia Farma 265 Kapuas
2. Apotek Kimia Farma Pel Pulpis
Gambut :
1. Apotek Kimia Farma 750 Gambut
Banjarbaru :
1. Apotek Kimia Farma 111 Banjarbaru
2. Apotek Kimia Farma 431 Mistar
3. Apotek Kimia Farma 517 Guntung Payung
4. Apotek Kimia Farma 622 Amaco
5. Apotek Kimia Farma Landasan Ulin
6. Apotek Kimia Farma Mista Baru
Martapura :
1. Apotek Kimia Farma 179 Martapura
2. Apotek Kimia Farma Ratu Zaleha
Pelaihari :
1. Apotek Kimia Farma 732 Pelaihari
Kandangan :
1. Apotek Kimia Farma Kandangan
Tanjung :
1. Apotek Kimia Farma Tanjung
Batulicin :
1. Apotek Kimia Farma Batulicin
Kotabaru :
1. Apotek Kimia Farma Kotabaru
Barabai :
1. Apotek Kimia Farma Barabai
Balangan :
1. Apotek Kimia Farma Balangan

BM Kalimantan Selatan atas nama Mochammad Yusuf Fauzie,S.Si, Apt. BM


Kalimantan Selatan merupakan pusat koordinasi kegiatan administrasi, keuangan,
pelaporan serta kegiatan yang bersifat strategis di seluruh Apotek Kimia Farma
Kal-Sel dan sekitarnya. Adapun tanggung jawab BM adalah sebagai berikut:
1. Merencanakan, mengelola, mengkoordinasikan, mengendalikan dan
mengawasi kegiatan bisnis operasional.
2. Merencanakan dan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
(RKAP).
3. Mengendalikan dan mengawasi penggunan anggaran operasional (COGS,
biaya administrasi umum dan biaya penjualan) apotek.
4. Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengawasi pengembangan usaha
(baik pengembanganjangka pendek dan jangka panjang).
5. Menganalisis perkembangan hasil usaha pengelolaan unit bisnisnya.
6. Mengkoordinasikan dan mengawasi penerapan dan pemeliharaan Sistem
Informasi Manajemen dan Keuangan Apotek (SIMKA) serta Standar
Operasional Prosedur (SOP).
7. Mengevaluasi dan meningkatkan standar pelayanan.
8. Mengelola dan mengendalikan kegiatan pengadaan (purchasing) barang
dagangan dan administrasi keuangan/akuntansi.
9. Melakukan kegiatan negosiasi dan pembinaan hubungan dengan para
distributor dan principal obat.
Apotek Kimia Farma Batulicin merupakan salah satu apotek pelayanan yang
tergabung dalam unit Business Manager Kalimantan Selatan. Apotek ini didirikan
pada awal tahun 2017 dengan aspek legal berupa SIPA (Surat Izin Pengelolaan
Apotek) dan SIA (Surat Izin Apotek) yang dikeluarkan oleh suku dinas kesehatan
KabupatenT Tanah Bumbu. Apotek Kimia Farma Batulicin berdiri dengan SIPA
446.4.02.1.041-XII-2017 atas nama Apt. Tri Prasetya Har Adi, S.Farm.
PT. Kimia UB Banjarmasin telah menjalin kerjasama dengan beberapa
instansi di Kalimantan Selatan, diantaranya : Bank Indonesia, PT. PLN, BPJS,
PT. Telkom, PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT. Intensive Medicare, Pol.
Kerasan, PT. Asuransi Jiwa Inhealth, PDAM Intan, PT. Angkasa Pura 1, PT.
Maritim Barito Perkasa, dll.
1. Visi dan Misi Perusahaan
Visi Perusahaan
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu
memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
Misi Perusahaan
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan yang berkelanjutan berbasis
teknologi, informasi, komunikasi, melalui :
a. Pengembangan layanan kesehatan yang terintegrasi melalui apotek, klinik,
laboratorium klinik, optic, alat kesehatan dan layanan kesehatan lainnya
b. Saluran distribusi utama produk sendiri dan pilihan utama saluran distribusi
produk prinsipal
c. SDM yang memiliki kompetensi, komitmen dan integritas tinggi
d. Pengembangan bisnis baru
e. Peningkatan pendapatan lainnya (fee base income).

2. Budaya dan Motto Kimia Farma

Gambar 3.2 Simbol I CARE Kimia Farma

Kimia Farma dalam melayani konsumennya dalam konsep Apotek


jaringan, serta dalam mewujudkan visi dan misi PT. Kimia Farma sebagai
perusahaan jasa dan layanan kesehatan yang berkarya dalam meningkatkan
kualitas hidup masyarakat luas, maka diperlukan adanya budaya kerja (kerja
ikhlas, kerja cerdas, kerja keras, kerja antusias serta kerja tuntas) yang
mengacu pada tata nilai motto “ I CARE” yang memiliki makna “ SAYA
PEDULI” yaitu :
Innovative : Budaya berpikir out of the box, smart, dan kreatif
untuk membangun produk unggulan.
Costumer First : Mengutamakan pelanggan sebagai mitra kerja.
Accountable : Dengan senantiasa bertanggung jawab atas amanah
yang dipercayakan oleh perusahaan dengan
memegang teguh profesialisme, integritas dan kerja
sama.
Responsible : Memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat
waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan, serta
senantiasa berusaha untuk tegar dan bijaksana dalam
menghadapi setiap masalah.
Eco – Friendly : Menciptakan dan menyediakan baik produk maupun
jasa layanan yang ramah lingkungan.

5 As sebagai Ruh Budaya Perusahaan yang terdiri dari :


a. Kerja Ikhlas
Siap bekerja dengan tulus tanpa pamrih untuk kepentingan bersama.
b. Kerja Cerdas
Kemampuan dalam belajar cepat (fast learner) dan memberikan solusi
yang tepat.
c. Kerja Keras
Menyelesaikan pekerjaan dengan mengerahkan segenap kemampuan
untuk mendapatkan hasil terbaik.
d. Kerja Antusias
Keinginan kuat dalam bertindak dengan gairah dan semangat untuk
mencapai tujuan bersama.
e. Kerja Tuntas
Melakukan pekerjaan secara teratur dan selesai untuk menghasilkan
output yang maksimal sesuai dengan harapan.

3. Simbol Kimia Farma


PT. Kimia Farma memiliki logo yang menggambarkan matahari terbit
berwarna orange dan tulisan Kimia Farma yang berwarna biru dibawahnya.
Simbol tersebut memiliki makna sebagai berikut:

Gambar 3.1 Logo Perusahaan PT. Kimia Farma

a. Simbol Matahari
1) Paradigma Baru. Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru
kehidupan yang lebih baik.
2) Optimis. Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya
tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam
menjalankan bisnisnya.
3) Komitmen. Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah
barat secara teratur dan terus menerus memiliki makna adanya
komitmen dan konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang
diemban oleh Kimia Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.
4) Sumber Energi. Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia
Farma sebagai salah satu sumber enrgi bagi kesehatan masyarakat.
5) Semangat Abadi. Warna orange berarti semangat, warna biru berarti
keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu
makna yaitu semangat yang abadi.
b. Jenis Huruf
Jenis huruf dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma
disesuaikan dengan nilai dan image yang telah menjadi energi bagi Kimia
Farma, karena prinsip sebuah identitas harus berbeda dengan identitas
yang telah ada.
c. Sifat Huruf
1) Kokoh, memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar
dalam bidang farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan
perusahaan farmasi pertama yang dimiliki Indonesia.
2) Dinamis, huruf italic memperlihatkan kedinamisan dan optimisme
Kimia Farma.
3) Bersahabat, huruf kecil dan lengkung memperlihatkan keramahan
Kimia Farma.

3.2 Tata Ruang Apotek


Apotek Kimia Farma Batulicin terletak di tempat yang strategis, yaitu di Jln.
Trasmigrasi Bersujud RT 11 RW 03 Desa Bersujud Kec. Simpang Empat Kab.
Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. Bangunan apotek ini cukup besar yang
dilengkapi dengan tempat praktek dokter, swalayan farmasi dan tempat parkir
yang cukup luas.
3.3 Struktur Organisasi Apotek
3.4 Kegiatan Apotek
Apotek Kimia Farma memiliki jam operasional kerja setiap hari dalam
seminggu, yang setiap harinya terbagi kedalam 2 shift pembagian kerja, yaitu
pagi dan siang yang menandakan bahwa Apotek Kimia Farma Batulicin sangat
mengutamakan pelayanan yang optimal bagi pelanggannya. Kegiatan di Apotek
Kimia Farma Batulicin diarahkan kepada pelayanan permintaan obat - obatan
baik obat bebas, resep dokter dan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri). Hal ini
bisa dilihat dari banyaknya resep, membuktikan bahwa Apotek Kimia Farma
Batulicin tetap menjadi pilihan utama pelanggan. Sedangkan kegiatan
administrasi seperti pembelian barang dan pembayaran hutang dagang dilakukan
oleh Bisnis Manajer (BM) Kalimantan Selatan. Penyaluran perbekalan farmasi di
apotek Kimia Farma Batulicin dilakukan melalui pelayanan atas resep dokter dan
pelayanan obat tanpa resep. Apotek Kimia Farma Batulicin menerima
pembayaran baik secara tunai maupun kredit. Pembayaran secara kredit hanya
berlaku untuk perusahaan-perusahaan yang melakukan kerjasama dengan pihak
Kimia Farma. Pembayaran secara kredit dilakukan oleh instansi yang
bersangkutan pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan.

DENAH APOTEK KIMIA FARMA BATULICIN


3.5 Pengelolaan Apotek

GUDANG BESAR
MUSHOLA
R. BERMAIN ANAK

KAMAR MANDI/WC R.
TUN
GG
R. MANAGER PHARMACY U

GUDANG OBAT R.
TUN
R. DAFTAR GG
PASIEN
U
R. PRAKTEK DOKTER SPESIALIS ANAK

L. NARKO
T. RACIKAN DAN PSIKO R.
TU
HY
KULKAS NG GI
GU
RAK OBAT O
SI

Anda mungkin juga menyukai