Tugas UTS Hakikat Manusia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 25

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“HAKIKAT MANUSIA”

Disusun oleh:
Annisa Nurulisah
18001002

Dosen:
Ridwan, S. Ag, M. Sy

PROGRAM STUDI STRATA 1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS PEKANBARU
TAHUN AJARAN 2018/2019
A. RUMUSAN MASALAH
Jelaskan hakikat manusia menurut para ahli, mustahak (ahli fiqih), ahli
sufi (ilmu tasawuf) berdasarkan dalil-dalil qathi (tinjauan al-qur‟an dan
hadis, aqliyah)!
B. PEMBAHASAN
1. Menurut para ahli
a. Aristoteles berpendapat tentang hakikat manusia bahwa manusia
adalah mahluk yang organis dimana fungsionalisasinya tergantung
dengan jiwanya,dengan menitik beratkan pada fungsi humanis
pada jiwanya,ketika manusia berhadapan dengan hal hal sulit dan
memperlihatkan fungsi motoriknya,dan unsur kreatifitas
mempunyai hubungan dengan daya motoriknya.
b. Rene Descrates berpendapat tentang hakikat manusia yaitu jiwa
adalah perpaduan antara rasional dan konsisten,serta terpadu
didalam aktifitasnya didalam tubuh manusia,interaksi jiwa ini
dapat mengubah makna nafsu yang dimaknai dengan pengalaman
pengalaman sadar yang disertai dengan kontrol emosi jasmaniah.
c. Pythagoras mengajarkan keabadian jiwa manusia dan
perpindahannya ke dalam jasad hewan apabila manusia telah mati,
dan jika hewan itu mati akan berpindah lagi ke jasad lainnya,
demikian seterusnya. Perpindahan jiwa yang demikian itu
merupakan suatu proses penyucian jiwa. Jiwa itu akan kembali ke
tempat asalnya di langit apabila proses penyuciannya telah selesai.
Untuk membebaskan jiwa dari perpindahan itu, manusia harus
berpantang terhadap jenis makanan tertentu, taat terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku dalam lingkungan persekutuan
Pythagorean, bermusik, dan berfilsafat.
d. Demokritos (460-370 SM) mengajarkan bahwa manusia adalah
materi. Jiwa pun adalah materi yang terdiri dari atom-atom khusus
yang bundar, halus dan licin, oleh sebab itu tidak saling mengait
satu sama lain. Demikian juga atom-atom yang berbentuk lain.
Dengan demikian, atom-atom jiwa gampang menempatkan diri di
antara atom-atom lainnya dan menyebar ke seluruh tubuh manusia.
e. Plato (428-348 SM) mengajarkan bahwa manusia terdiri dari tubuh
dan jiwa. Tubuh adalah musuh jiwa. Karena tubuh penuh dengan
berbagai kejahatan dan jiwa berada di dalam tubuh yang demikian
itu, maka tubuh merupakan penjara jiwa. Jiwa manusia terdiri dari
tiga bagian, yaitu nous (akal), thumos (semangat), dan epithumia
(nafsu). Karena pengaruh nafsu, jiwa manusia terpenjara dalam
tubuh.
f. George Berkeley (1685-1753) berpendapat bahwa jiwa manusia
adalah pusat segala realitas yang tampak. Penolakannya terhadap

1
materi menunjukkan bahwa Berkeley adalah seorang spiritualis.
Akan tetapi, idealisme subjektif spiritualis Berkeley tidak
berpangkal pada yang abstrak, melainkan pada yang konkret, yang
diperoleh lewat pengamatan indrawi. Sesuatu itu dikatakan ada
karena dapat dilihat dan dirasakan. Jadi, kebenaran sesuatu itu
tergantung pada yang melihat dan yang merasa. Yang melihat dan
yang merasa itu adalah yang hadir dalam tubuh manusia, yaitu roh.
Tubuh tidak lebih dari tanda kehadiran roh.
g. Feuerbach mengajarkan bahwa di balik alam tidak ada Allah.
Demikian pula di balik tubuh tidak ada jiwa. Jelas terlihat bahwa
Feuerbach adalah seorang materialis karena ia menyangkal segi
rohani manusia. Feuerbach sendiri tidak mau menyebut ajarannya
sebagai materialisme, melainkan organisme. Ia menyatakan bahwa
manusia bukan mesin seperti yang diajarkan oleh penganut
materialisme. Feuerbach menunjukkan bahwa ia menolak
materialisme dengan mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk
hidup yang organis. Selaku makhluk hidup yang organis manusia
senantiasa berhubungan secara konkret dengan sesamanya.
Ungkapan itu sekaligus menunjukkan status manusia. Feuerbach
menandaskan bahwa tubuh menunjukkan manusia sebagai
makhluk yang tidak tertutup dalam dirinya sendiri dan yang
dengan akal budinya menyadari bahwa ia senantiasa berada dalam
relasi aku-engkau.
h. Menurut M.J. Langeveld (1955) hakikat manusia adalah makhluk
yang memiliki sifat sosial, individualitas, dan moralitas, yang mana
sifat tersebut menjadi dasar dan tujuan dari kehidupan manusia
yang sewajarnya atau menjadi dasar dan tujuan setiap orang dan
kelompoknya. Dengan keberadaan sifat itu pula maka setiap
manusia akan saling membutuhkan, saling membantu, dan saling
melengkapi dan juga selalu berinteraksi dengan manusia lain untuk
mencapai tujuan hidupnya, dan interaksi tersebut merupakan
wadah untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya.
i. Menurut Thomas Hobbes hakikat manusia adalah keberadaan
kontrak sosial dari manusia itu sendiri, yaitu setiap orang harus
menghargai dan menjaga hak orang lain.
j. Menurut Tafsir (2010) hakikat manusia merupakan sosok makhluk
sosial yang ditandai dengan keberadaan kontrak sosial di
dalamnya. Dimana manusia itu sendiri tidak dapat menjalani
kehidupannya secara sendiri-sendiri,sehingga harus saling
menghargai antar sesama dan saling menjaga hak-hak satu sama
lain.

2
k. Paula J. C. & Janet W. K. Menurut mereka manusia merupakan
makhluk yang terbuka, bebas memilih makna di dalam setiap
situasi, mengemban tanggung jawab atas setiap keputusan, yang
hidup secara berkelanjutan, serta turut menyusun pola hubungan
antar sesama dan unggul multidimensional dengan berbagai
kemungkinan.
l. Omar Mohammad Al – Toumi Al – Syaibany, pengertian manusia
adalah makhluk yang mulia. Masuia merupakan makhluk yang
mampu berpikir, dan menusia merupakan makhluk 3 dimensi
(yang terdiri dari badan, ruh, dan kemampuan berpikir / akal).
Manusia di dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh
dua faktor utama yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan.
m. Kees Bertens, manusia adalah setiap makhluk yang terdiri dari dua
unsur yang satuannya tidak dapat dinyatakan dalam bentuk apapun.
n. Upanisads, manusia merupakan sebuah kombinasi dari beberapa
unsur kehidupan seperti roh (atman), pikiran, jiwa, dan prana
(tubuh / fisik).
o. Nicolaus D. & A. Sudiarja, manusia adalah bhineka, akan tetapi
tunggal. Manusia disebut bhineka karena ia mempunyai jasmai dan
rohani, sedangkan disebut tunggal karena hanya berupa satu benda
/ barang saja.
p. Menurut Abineno J. I, manusia adalah “tubuh yang dilengkapi
dengan jiwa / berjiwa” dan bukan “jia abadi yang berada atau pun
yang terbungkus di dalam sebuah tubuh / badan yang fana / tidak
nyata”.
q. Menurut Sokrates, pengertian manusia adalah makhluk hidup yang
memiliki dua kaki, yang tidak berbulu, dan memiliki kuku datar
berukuran lebar.
r. Menurut Erbe Sentanu, manusia merupakan makhluk sebaik –
baiknya yang diciptakan oleh Tuhan. Bahkan, dapat dikatakan
manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna jika
dibandingkan dengan makhluk citaannya yang lain.
s. Menurut Agung P. P., Manusia dapat diartikan sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang paling sempurna, yang tersusun atas kesatuan
fisik, ruh / jiwa, dan akal pikiran yang tumbuh dan berkembang
sesuai dengan lingkungannya.

2. Menurut pandangan ilmuan barat


a. Pandangan Psiko Analitik dari S. Freud
Menurut Freud, secara hakiki keperibadian manusia terdiri dari tiga
komponen yaitu Id, ego, dan superego. Istilah lain juga dipakai
yaitu Id = das es, dan ego = das ich, serta superego = dan uber ich.

3
Selanjutnya dijelaskan bahwa Id meliputi berbagai jenis keinginan,
dorongan, kehendak, dan insting manusia yang mendasari
perkembangan individu, yang sering juga disebut libido seksual
atau dorongan untuk mencapai kenikmatan hidup. Di dalam Id itu
terdapat dua unsur yang paling utama yaitu seksual dan sifat
agresif sebagai daya penggerak kejiwaan/tingkah laku manusia.
Ego berfungsi untuk menjembatani antara Id dengan dunia luar
dari individu itu.
b. Pandangan Humanistik
Pandangan humanistik ini ditokohi oleh: Roger, Hansen, Adlet,
dan Martin Buber. Human artinya manusia, yaitu memahami
secara hakiki keberadaan manusia, oleh manusia, dan dari manusia
berdasarkan rasio (pemikiran manusia). Pandangan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
 Dalam batas tertentu manusia punya otonomi untuk
menentukan nasibnya.
 Manusia bukan makhluk jahat atau baik, tetapi ia punya
potensi untuk keduanya.
 Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab atas
perbuatannya.
 Manusia makhluk yang senantiasa akan menjadi terus
berusaha, dan tak pernah sempurna.
c. Pandangan Behavioristik
Pandangan ini menjelaskan bahwa behavior (tingkah laku) manusia
ditentukan oleh pengaruh lingkungan yang dialami individu yang
bersangkutan. Lingkungan adalah penentu tunggal dari behavior
manusia. Jika ingin mengubah tingkah laku manusia, perlu di
persiapkan kondisi lingkungan yang mendukung kearah itu.

3. Menurut pandangan agama islam


Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan
oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan
suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka
dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
Menurut konsep Islam, bahwa manusia itu diciptakan dari intisari
tanah dan berkembang dalam kandungan ibu. Menurut evolusi mani,
darah, daging dan tulang. Setelah masa empat bulan perkembangan,
diembuskanlah ke dalamnya roh atau jiwa. Sebagaimana firman Allah
dalam Al-Quran Surat Nuh ayat 141; Surat Al-Mukminun ayat 12-16;
dan Surat Al-Sajdah ayat 7-9;serta hadits Nabi Muihammad SAW,
yang berbunyi :

4
‫ث م ن ط فة ي و ا رب ع ين و ب طن ف ي خ ل قو ي جمع حدك م‬ ‫ع ل قة ي كو‬
‫ذل ك ثل‬
‫ لر ف يو ف ي ن فخ ل م لك ل يو ي ر سل ث م ذل ك ثل ض غة ي كو ثم‬- ‫ر ه‬
‫ س لم ل بخاري‬-

Artinya: :
Kamu diciptakan dalam kandungan ibu empat puluh hari mani, selama
itu pula gumpalan darah, dan selanjutnya selama itu pula gumpalan
daging, kemudian dikirimkanlah malaikat dan ia embuskan ke
dalamnya roh… (Al-Hadits).

Dengan demikian, manusia tersusun atas dua unsur, yaitu unsur


materi, yakni tubuh yang berasal dari intisari tanah di alam materi (di
bumi ini), dan unsur immateri, yakni jiwa yang berasal dari alam
immateri atau alam gaib. Tubuh akan kembali ke tanah dan jiwa akan
kembali ke alam gaib atau alam rohani.

Dalam al-quran istilah manusia ditemukan tiga pengertian yang


berbeda dengan makna manusia. Akan tetapi memilki substansi yang
berbeda yaitu kata basyar (biologis), insan (psikologis), dan al-nas
(makhluk sosial).
Sebenarnya manusia itu terdiri dari 3 unsur yaitu:
1. Jasmani.
Terdiri dari air, kapur, angin, api, dan tanah.
2. Ruh
Terbuat dari cahaya (nur). Fungsinya hanya untuk menghidupkan
jasmani saja.
3. Jiwa (an nafsun/rasa dan perasaan).

Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi yaitu kelengkapan yang


diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia
dapat dikelompokkan pada dua hal yaitu potensi fisik dan potensi
rohani.

Ibnu Sina yang terkenal dengan filsafat jiwanya menjelaskan bahwa


manusia adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk ekonomi.
Manusia adalah makhluk sosial untuk menyempurnakan jiwa manusia
demi kebaikan hidupnya, karena manusia tidak hidup dengan baik
tanpa ada orang lain. Dengan kata lain manusia baru bisa mencapai
kepuasan dan memenuhi segala kepuasannya bila hidup berkumpul
bersama manusia lainnya.

5
Di masa lampau umat Islam lebih mengutamakan keindahan rohani
dengan ketinggian akal dan kesucian hatinya. Gambaran manusia
menurut al-quran, sebagai berikut:
 Manusia merupakan makhluk pilihan (QS.20 : 122)
 Dijadikan dalam bentuk sebaik-baiknya (QS. 95:4)
 Manusia dikaruniai pembawaan yang mulia dan bermartabat
(QS.17:70)
 Dibandingkan dengan makhluk lain, manusia memiliki
kapasitas intelegensi yang paling tinggi (QS.2:31-33)
 Manusia mempunyai kecenderungan dekap kepada Tuhan dan
sadar akan kehadiran-Nya jauh di dasar sanubarinya,
penyimpangan dan keingkaran kepada-Nya muncul ketika ia
menyimpang dari fitrahnya (QS.7:127;30;43)
 Manusia memiliki kesadaran moral yang dapat membedakan
baik dan jahat melalui inspirasi fitri yang ada padanya
(QS.61:7-8)
 Segala bentuk karunia duniawi diciptakan untuk kepentingan
manusia, karenanya manusia berhak memanfaatkannya dengan
cara yang sah (QS. 2:29; 45:13)
 Jiwa manusia tidak akan pernah damai, kecuali dengan zikir
atau mengingat Allah (QS.13 28; 84:6)
 Setiap realita yang tersembunyi akan dihadapkan kepada
manusia setelah ia meninggal dan selubung rohnya
disingkapkan (QS.50:22)
 Manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan baik sejak awal
(QS.30:30)
 Manusia diberi kebebasan, kemauan, bebas untuk memilih
tingkah lakunya sendiri (QS.18:29)

1. Sebagai Hamba Allah


Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah
SWT. Sebagai seorang hamba maka manusia wajib mengabdi
kepada Allah SWT dengan cara menjalani segala perintahnya dan
menjauhi segala larangannya. Sebagai seorang hamba, seorang
manusia juga wajib menjalankan ibadah seperti shalat wajib, puasa
ramadhan (baca puasa ramadhan dan fadhilahnya), zakat (baca
syarat penerima zakat dan penerima zakat), haji (syarat wajib haji)
dan melakukan ibadah lainnya dengan penuh keikhlasan dan
segenap hati sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini

6
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan
agama yang lurus …,” (QS:98:5).

2. Sebagai al- Nas


Dalam al- Qur‟an manusia juga disebut dengan al- nas. Kata al nas
dalam Alquran cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain atau dalam masyarakat.
Manusia sebagaimana disebutkan dalam ilmu pengetahuan, adalah
makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan manusia
lainnya (baca keutamaan menyambung tali silaturahmi).
Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT berikut :

 “Hai sekalian manusia, bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang


telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan)
namanya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah
hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS: An Nisa:1).

 “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
disisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS: Al Hujurat :13).

3. Sebagai khalifah Allah


Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada
hakikatnya, manusia diciptakan oleh Allah SWt sebagai khlaifah
atau pemimpin di muka bumi.(baca fungsi alqur‟an bagi umat
manusia).
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(peguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. …”(QS Shad:26).

Sebagai seorang khalifah maka masing-masing manusia akan


dimintai pertanggung jawabannya kelak di hari akhir.

7
4. Sebagai Bani Adam
Manusia disebut sebagai bani Adam atau keturunan Adam agar
tidak terjadi kesalahpahaman bahwa manusia merupakan hasil
evolusi kera sebagaimana yang disebutkan oleh Charles Darwin.
Islam memandang manusia sebagai bani Adam untuk menghormati
nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya dalam masyarakat.
Dalam Alqur‟an Allah SWT berfirman:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang
demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
semoga mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu
oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu
dari surga, …” (QS : Al araf 26-27).

5. Sebagai al- Insan


Tidak hanya disebut sebagai al nas, dalam Alqur‟an manusia juga
disebut sebagai Al insan merujuk pada kemampuannya dalam
menguasai ilmu dan pengetahuan serta kemampuannya untuk
berbicara dan melakukan hal lainnya (baca hukum menuntut ilmu).
Sebagaimana disebutkan dalam surat Al hud berikut ini:
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, kemudian
rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa
lagi tidak berterima kasih.” (QS: Al Hud:9).
6. Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar)
Manusia juga disebut sebagai makhluk biologis atau al basyar
karena manusia memiliki raga atau fisik yang dapat melakukan
aktifitas fisik, tumbuh, memerlukan makanan, berkembang biak
dan lain sebagainya sebagaimana ciri-ciri makhluk hidup pada
umumnya. Sama seperti makhluk lainnya di bumi seperti hewan
dan tumbuhan, hakikat manusia sebagai makhluk biologis dapat
berakhir dan mengalami kematian, bedanya manusia memiliki akal
dan pikiran serta perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan
kelak di akhirat.
Segala hakikat manusia adalah fitrah yang diberikan Allah SWT
agar manusia dapat menjalankan peran dan fungsinya dalam
kehidupan. Manusia sendiri harus dapat memenuhi tugas dan
perannya sehingga tidak menghilangkan hakikat utama
penciptaannya. (baca juga fungsi agama dalam kehidupan manusia
dan hidayah Allah kepada manusia)

4. Menurut pandangan Pancasila

8
Kodrat manusia merupakan keseluruhan sifat-sifat asli, kemampuan-
kemampuan atau bakat-bakat alami, kekuasaan, bekal disposisi yang
melekat pada kebaradaan/eksistensi manusia sebagai makhluk pribadi
sekaligus makhluk sosial ciptaan Tuhan YME. Harkat manusia adalah
nilai manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan-
kemampuan yang disebut cipta, rasa, dan karsa. Derajat manusia
adalah tingkat kedudukan atau martabat manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang memiliki bakat, kodrat, kebebasan hak, dan
kewajiban asasi.

Pancasila memandang sudut pandang hakikat manusia sebagai berikut:

uargaan

Jadi, konsep manusia Indonesia seutuhnya dikembangkan atas


pandangan hidup bangsa Indonesia yakni pancasila, yang menganut
paham integralistik disesuaikan dengan struktur sosial masyarakat
yang memiliki Bhinneka Tunggal Ika (sudut pandang dari integralistik,
kebersamaan, dan kekeluargaan). Kemudian dengan pandangan hidup
pancasila, pengembangan manusia Indonesia seutuhnya diusahakan
agar hidup selaras, serasi, dan seimbang dalam konteks hubungan
manusia dengan ruang lingkupnya (sudut pandang keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan). Dan selanjutnya, sesuai dengan dasar
pengendalian diri dalam mengejar kepentingan pribadi, maka manusia
Indonesia yang mendasarkan diri pada pandangan hidup pancasila
dalam mewujudkan tujuan hidupnya (monodualistik), sedangkan
monopluralistik, yaitu tujuan hidup tersebut senantiasa dijiwai oleh
pancasila).

Kedudukan manusia dihadapan Tuhan adalah sama yaitu memiliki


harkat dan martabat sebagai manusia mulia. Paulus Wahana (dalam
H.A.R. Tilaar. 2002 : 191) mengemukakan gambaran manusia
pancasila sebagai berikut :
1. Manusia adalah makhluk monopluralitas yang memungkinkan
manusia itu dapat melaksanakan sila-sila yang tercantum di dalam
pancasila.
2. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tertinggi yang
dikaruniakan memiliki kesadaran dan kebebasan dalam
menentukan pilihannya.

9
3. Dengan kebebasannya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
dapat menentukan sikapnya dalam hubungannya dengan pencipta-
Nya.

Dalam pancasila :
a. Sila pertama menunjukkan bahwa manusia perlu menyadari akan
kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa dan oleh
sebab itu harus mampu menentukan sikapnya terhadap
hubungannya dengan pencipta-Nya. Manusia adalah otonom dan
memiliki harkat dan martabat yang luhur.
b. Sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab menuntut
akan kesadaran keluhuran harkat dan martabatnya yaitu dengan
menghargai akan martabat sesama manusia.
c. Sila persatuan Indonesia berarti manusia adalah makhluk sosial
yang berada di dalam dunia Indonesia bersama-sama dengan
manusia Indonesia lainnya. Manusia haruslah dapat hidup bersama,
menghargai satu dengan yang lain dan tetap membina rasa
persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh. Manusia adalah
makhluk yang dinamis yang melakukan kegiatannya bersama-sama
dengan manusia Indonesia yang lain.
d. Sila keempat atau sila demokrasi dituntut manusia Indonesia yang
saling menghargai, memiliki kebutuhan bersama di dalam
menjalankan dan mengembangkan kehidupannya.
e. Dalam sila kelima manusia Indonesia dituntut saling memiliki
kewajiban menghargai orang lain dalam memanfaatkan sarana
yang diperlukan bagi peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia Pancasila
adalah manusia yang bebas dan bertanggung jawab terhadap
perkembangan dirinya sebagai individu dan perkembangan masyarakat
(makhluk sosial) Indonesia. Manusia ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa
dianugerahi kemampuan atau potensi untuk bertumbuh dan
berkembang sepanjang hayat.
5. Menurut ilmu tasawuf
A. Kejadian Manusia
Allah swt. menciptakan alam semesta dan makhluk-makhluk yang
beraneka ragam ini tidak sekaligus, melainkan melalui tahapan-tahapn
selama enam periode seperti firman-Nya dalam al-Qur‟an surah al-A‟raf
ayat 54 :
Artinya : “ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di
atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-

10
bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah,
Tuhan semesta alam.” (Q.S. al-A‟raaf : 54)

Literatur-literatur ke-Islaman tidak pernah membahas dan menjelaskan


secara rinci urutan atau periodisasi penciptaan makhluk Allah, sehingga
tidak diketahui jenis makhluk apa yang diciptakan Allah pada periode
pertama, jenis makhluk apa yang diciptakan pada periode kedua, jenis
makhluk apa yang diciptakan pada periode ketiga, jenis makhluk apa
yang diciptakan pada periode keempat, dan periode kelima. Tetapi semua
ilmuan muslim mengatakan bahwa manusia dalam tatanan kronologis
penciptaan merupakan makhluk ciptaan yang paling bungsu (ciptaan
terakhir), setelah terciptanya makhluk-mahkluk laindi sekitarnya.

Menurut urutannya, ciptaan awal Allah swt. sebelum manusia adalah


alam semesta dan segala isinya termasuk udara, tanah dan air. Di atas
media ini (secara logika) baru dapat hidup tumbuh-tumbuhan. Sesudah
itu barulah dimungkinkan hidupnya hewan. Jadi penciptaan generasi
makhluk tersebut, secara logika tidak mungkin serentak. Sebab setiap
makhluk ciptaan itu saling memerlukan antar sesamanya. Masing-
masing tidak mungkin hidup secara terpisah sendiri-sendiri. Manusia
sebagai generasi makhluk yang paling akhir memerlukan dukungan
ketiga makhluk generasi sebelumnya, yaitu :
1) udara, air dan tanah
2) tumbuh-tumbuhan
3) hewan
Dikalangan sufi secara tidak tertulis diajawakan bahwa makhluk pertama
yang diciptakan Allah adalah alam nur, kemudian pada masa kedua
diciptakan alam arwah, pada masa ketiga diciptakan alam malakut, pada
masa keempat diciptakan alam jabarut, pada masa kelima diciptakan
alam mitsal, dan pada ,asa terakhir (yaitu masa keenam) diciptakan alam
insan (alam manusia).

Sebagai makhluk yang paling bungsu, manusia merupakan ciptaan dan


karya Allah swt. yang paling istimewa dan penuh rahasia. Manusia
merupakan sstu-satunya makhluk Allah yang eprbuatannya mampu
mewujudkan bagian tertinggi dari kehendak Tuhan sebagai pencipta alam
semesta. Keistimewaan dan kerahasiaan manusia disbanding seluruh
makhluk-makhluk lain adalah kejadiannya yang terdiri dari dua dimensi
yaitu dimensi jasmani dan rohani.
1. Dimensi Jasmaniah Manusia dan Kebutuhannya.

11
Menurut al-Qur‟an, penciptaan tubuh Adam sebagai manusia pertama
adalah dari tanah langsung. Seperti dijelaskan dalam surah Ali-
Imraan ayat 59:
Artinya : “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah
seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,
kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia),
Maka jadilah Dia.” (Q.S. Ali-Imraan : 59)

Jika jasmani Adam sebagai manusia pertama diciptakan langsung dari


tanah, tetapi keturunannya (manusia; generasi berikutnya) tidak lagi
diciptakan langsung dari tanah, melinkan dari saripati tanah seperti
yang dijelaskan dalam al-Qur‟an :
Artinya : “12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah. 13. kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). 14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik.” (Q.S. al-Mukminuun : 12-14)

Demikianlah asal kejadian (proses penciptaan) jasmani manusia itu,


diciptakan Allah swt. dari tanah atau saripati tanah yang kemudian
dalam kehidupannya mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang selanjutnya mengalami penuaan dan pada gilirannya mengalami
kematian (kembali ke tanah). Karena tercipta dari tanah yang bersifat
benda materi, jasmani manusia adalah sesuatu yang dapat dilihat,
diraba, terikat serta tunduk atau terpengaruh dengan sifat-sifat alam
materi, kebutuhan jasmani itu adalah sesuatu yang bersifat materi
seperti: makan, minum, pakaian, dan lain sebagainya.
2. Dimensi Rohaniah Manusia dan Kebutuhannya.
Sekalipun proses penciptaan jasmani manusia sudah sempurna,
namun pada saat roh belum ditiupkan ke dalamnya, jasmani manusia
itu belum merupakan makhluk hidup. Jasmani tersebut menjadi
manusia setelah roh ditiupkan Allah kepadanya.
Dengan demikian hakikat manusia adalah roh yang ditiupkan Allah,
yang roh ini ternyata lebih mulai dari para malaikat, iblis, jin dan
sekalian mahkluk ciptaan Allah, karena setelah roh ditiupkan Allah
ke dalam jasad, para malaikat diperintahkan untuk hormat/sujud
kepada manusia. Disinilah kekeliruan iblis dalam memandang

12
manusia dari satu aspek jasmaniah yang tercipta dari saripati tanah,
tidak memandang manusia dari aspek hakikat yaitu roh atau An-Nafs.
Akibat dari kekeliruan tersebut, iblis merasa bahwa dirinya jauh lebih
mulia dari manusia yang diciptakan dari tanah sedangkan dirinya
diciptakan dari api, sehingga iblis enggan dan ingkar (kufur) terhadap
perintah Allah swt. yang memerintahkan mereka untuk bersujud
kepada manusia. Seperti firman Allah swt:
Artinya : “28. dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk, 29. Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya,
dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud. 30. Maka bersujudlah Para
Malaikat itu semuanya bersama-sama 31. kecuali iblis. ia enggan ikut
besama-sama (malaikat) yang sujud itu, 32. Allah berfirman: "Hai
iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka
yang sujud itu?", 33. berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud
kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk".” (Q.S.
al-Hijr : 28-33)

Dan juga Allah swt. berfirman :


Artinya : “dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para
Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka
kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan
orang-orang yang kafir.” (Q.S. al-Baqarah : 34)

Kaum sufi berpendapat bahwa roh manusia itu diciptakan Allah dari
nur yang paling dekat dengan zat Allah yang disebut dengan istilah
“Asrori nurihi” (rahasia nur-Nya), sehingga seperti dikatakan oleh
Haidar Putra Daulay, bahwa : “Ruh manusia tidak terpisah dengan
Tuhan, ia ibarat matahari dengan cahayanya”. Hubungan antara Allah
dengan roh manusia tidak terpisahkan. “Hubungan antar keduanya
bisa terganggu apabila roh manusia dipengaruhi oleh tarikan material
yang ada pada diri manusia”, yaitu tarikan (hawa) dari
jasad/jasmaniah yang selalu tunduk pada sifat-sifat alam materi.

Roh itu sebelum ditiupkan ke dalam jasad manusia, dihidupkan di


suatu alam (alam ghaib) yang oelh ulama sufi disebut “alam arwah”.
Di dalam arwah ini para roh manusia senantiasa bertasbih
mensucikan dan memuliakan Allah swt., karena para arwah tersebut
dapat menyaksikan Zat Allah dengan semua kesempurnaan-Nya. Di

13
manakah alam arwah itu berada? Manusia tidak akan dapat
mengetahuinya, karena alam arwah ini adalah merupakan kekuasaan
Allah secara mutlak sehingga disebut dengan “alam al-Mulk” atau
alam yang hanya Allah mengetahuinya sehingga disebut dengan
istilah “alam amar Rob” (alam urusan Allah), seperti yang ditegaskan
dalam al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 85 :
Artinya : “dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:
"Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit".” (Q.S. al-Israa‟ : 85)

Kaum sufi berpendapat bahwa roh manusia yang tercipta dari alam
nur, memiliki kebutuhan yang berbeda dengan jasmani. Jika
kebutuhan jasmani adalah sesuatu yang bersifat materi, maka
kebutuhan rohani manusia adalah bertasbih dan berzikir. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka rohani manusia akan mengalami
kegelisahan dan apabila terpenuhi maka rohani manusia akan menjadi
tentram seperti ditegaskan dalam surah ar-Ra‟du ayat 28 :
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. ar-Ra‟d : 28)
B. Hubungan Fungsional Antara Rohani dan Jasmani Manusia
Imam al-Ghazali sebagai seorang hujjatul islam dalam berbagai karyanya
seperti dikutip oleh Dr. M. Yasir Nasution mengatakan bahwa yang
menjadi hakikat manusia itu adalah rohnya. Tubuh atau jasad bukanlah
hakikat manusia, karena tubuh adalah sesuatu yang terus berubah-ubah
dan tubuh atau jasad tidak membedakan manusia dari makhluk lain
seperti tumbuhan dan hewan.

Yang dimaksud dengan hakekat disini adalah sesuatu yang tetap, tidak
berubah-ubah, yaitu identitas esensial membedakannya dari yang
lainnya.Setelah roh berada/bersama jasad manusia Allah memanggil/
menyebutnya dengan nama “An-Nafs”. Hal ini dapat kita lihat dari
beberapa ayat al-Qur‟an seperti dalam surat Asy-Syams ayat 7-8 :
Artinya : “7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), 8. Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya.” (Q.S. asy-Syams : 7-8).
Panggilan atau sebutan lain terhadap roh yang sudah ditiupkan ke dalam
jasad/ jasmani tersebut adalah “qalb”, seperti disebutkan dalam surat al-
Baqarah ayat 10 yang berbunyi :
Artinya : “dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta.” (Q.S. al-Baqarah : 10)

14
Sebagaimana nama lain dari An-Nafs, maka Al-Qalb juga merupakan
nama dari roh yang merupakan hakikat manusia itu sendiri, seperti
dijelaskan dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari dan
Muslim : “Ingatlah dalam tubuh manusia ada segumpsl darah, apabila
baik maka akan baiklah seluruh tubuh, dan apabila rusak maka rusaklah
seluruhnya, itulah dia hati.”
Mengenai hubungan antara roh dan jasmani manusia, kaum sufi
mengajarkan bahwa jasmani adalah merupakan tempat bagi jiwa ketika
berada di dunia, dalam kapasitasnya sebagai tempat bagi jiwa, hubungan
atau fungsi jasmani bagi jiwa selama berada di kehidupan dunia ini
adalah sebagai berikut :
1. Jasmani Merupakan Kendaraan Bagi An-Nafs
Hubungan An-Nafs dengan jasmani adalah seperti pangendara
dengan kenderaannya dalm menuju suatu tujuan. Pangendara adalah
An-Nafs dan kenderaannya adalah jasmaniah. Jadi bukan sebaliknya.
Kehidupan duniawi bagi An-Nafs adalah bersifat sementara dan
sebentar saja. Kehidupan dunia hanyalah persinggahan yang
menentukan bagi An-Nafs. Bagikan seorang musafir dalam menuju
akhirnya yaitu kehidpan akhirat.

Sebelum hidup di dunia, An-Nafs ( roh ) sudah hidup dialam arwah.


Dari alam arwah diperjalankan (ditiupkan) ke alam kandungan ibu,
selanjutnya dikeluarkan kea lam dunia dan kelak akan diperjalankan
lagi ke alam berikutnya yang merupakan tujuan akhir perjalanan
tersebut yaitu alam akhirat. Selama hidup di dunia An-Nafs diberikan
kendaraan oleh Allah, itulah dia jasmani. Manusia dalam mencapai
tujuan akhirnya (kehidupan akhirat) terlebih dahulu mengalami
kematian (perpisahan antara unsure jasmani dengan An-Nafs).
Dengan kematian itulah An-Nafs memasuki pintu gerbang kehidupan
akhir, sedangkan jasmani kembali ke asal kejadiannya semula yaitu
tanah.

Sebagai kendaraan bagi An-Nafs dalam perjalanannya, jasmani harus


mendapat pehatian, pemeliharaan atau perawatan dengan baik. Jika
kendaraan rusak atau tidak sehat maka An-Nafs akan mengalami
gangguan dalam menjalankan fungsinya sebagai pengendara. Karena
itulah dalam islam ditekankan perlunya menjaga kesehatan tubuh atau
kebahagiaan duni. Seperti dijlaskan dalam surat Al-Qashash ayat 77
yang berbunyi :
Artinya : “dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu

15
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (Q.S. al-Qashash : 77)
2. Jasmani Merupakan Alat Bagi An-Nafs
Selain berfungsi sebagai kendaraan, fungsi kedua jasmani bagi An-
Nafs adalah sebagai alat, sehingga dalam hal ini hubungan an- nafs
dengan jasmani adalah bagaikan pengguna alat (An-Nafs) dengan alat
yang digunakan (jasmani). Dalam fungsinya sebagai alat, jasmani
memiliki 3 peran terhadap An-Nafs. Ketiga peran tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Alat untuk menerima kenikmatan hidup di dunia bagi An-Nafs,
seperti menerima kenikmatan pemandangan yang indah yang di
terima melalui indra mata, menerima kenikmatan suara yang
merdu melalui alat indra pendengaran dan lain sebagainya.
b. Alat untuk menerima ujian dan cobaan berupa penderitaan hidup
di dunia bagi An-Nafs , seperti rasa lapar, dan haus akibat
kurangnya makanan yang diterima indra mulut, derita rasa sakit
akibat luka yang terjadi pada indra jasmaniah, atau perut masuk
angin, mata masuk pasir dan lain sebagainya. Dalam hal ini yang
menderita adalah An-Nafs, tetapi alat menerima penderitaan
tersebut adalah indra jasmaniah.
c. Alat bagi An-Nafs dalam melakasanakan fungsi kesaksian dan
penghambaan diri kepada Zat Penciptanya.

Sebagai sesuatu yang diciptakan dari Nur Allah, An-Nafs bersifat


lembut ( tidak kasar ), juga memiliki kecederungan untuk selalu dapat
berhubungan dengan sumber kejadiannya sekalipun dia sudah berada
di alam fisika (alam materi). Selain itu,an – Nafs memiliki sifat
menghambakan diri dengan penuh ketaatan dan kepada Tuhan kepada
Allah sebagai zat pencipta-Nya. An–Nafs juga memiliki sifat untuk
selalu mewujudkan rasa kesaksiannya tentang adanya Allah sebagai
pencipta, yang memberikan kehidupan,yang memberikan
pendengaran, pengelihatan, kemampuan berfikir, berkata–kata, yang
memelihara dan memenuhi kebutuhan dari segala kenikmatan hidup
serta rezeki yang tiada terhingga dalam kehidupan inilah fitrah
kejadian an–Nafs (jiwa) seperti dijelaskan dalam al–Qur‟an surat Ar–
Rum ayat 30 yang berbunyi :

Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama


Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)

16
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,”
(Q.S. ar-Ruum : 30)

Alat yang harus digunakan oleh an-Nafs (jiwa) dalam mewujudkan


atau melaksanakan fitrah bertuhan selama di dunia ini adalah organ
jasmaniah, seperti untuk komunikasi dengan Allah atau beribadah,
seperti melaksanakan salat, puasa,membayar zakat, menunaikan haji,
berdo‟a, bersyukur dan amal–amal saleh lainnya.

Karena itu, demi lancarnya pelaksanaan fitrah bertuhan bagi an–Nafs,


organ tubuh / jasmaniah harus dijaga pertumbuhan dan
perkembangannya, organ jasmani harus dipelihara kesehatannya.
Sebab apabila anggota jasmaninyah mengalami gangguan kesehatan,
maka hal itu akan mengganggu kelancaran pelaksanaan fitrah
bertuhan bagi an–Nafs.

Jasmani merupakan ujian bagi an–Nafs

Kalau an–Nafs memiliki fitrah bertuhan atau bersifat Ilahiyat


(ketuhanan) hingga ia selalu ingin (rindu) untuk dapat berkomunikasi
langsung dengan Allah yang ghaib. Sebaliknya jasmani yang
diciptakan dari tanah atau saripati tanah yang bersifat materi memiliki
kecenderungan untuk terikat tunduk dan tergantung pada benda–
benda alam. Jasmani juga memiliki sifat seperti makhluk alam materi
lainnya seperti : sifat tanah (jumudat), sifat tumbuhan (nafsul
nabatat), dan lebih dari itu jasmani juga memiliki sifat kehewanan
(nafsul hayawaniyat).

Karena itu, an–Nafs sebagai hakikat manusia yang seharusnya


mengendalikan organ jasmani sebagai kenderaan dan alat untuk
mengaktualisasikan fitrah Ilahiyatnya, justru dihadapkan pada tarikan
sifat – sifat materi kebendaan yang ada pada jasmani tersebut,
sehingga jasmani justru menjadi tantangan dan ujian bagi an-Nafs
dalam perjalanan hidupnya di dunia. Dalam posisi seperti ini, an-Nafs
yang pada dasarnya cenderung kepada nilai–nilai ketuhanan
(Ilahiyat), justru akan lupa pada tuhan, alergi mendengar nama Tuhan
dan benci bila mendengar seruan dan ajaran Tuhan. Tetapi apabila an-
Nafs mampu mengeluarkan dirinya dari tarikan hawa ini secara
bertahap melalui latihan dan upaya pencerahan kerohanian maka pada
giliriannya an-Nafs itu dapat kembali seperti posisi kejadiannya
semula yang tercipta dari NurNya Allah.

Seiring dengan tingkat ketaklukan an-nafs dan kemampuannya


melepaskan diri dari tarikan hawa jasmani yang bersifat materi

17
keduniawian tersebut, maka umumnya ulama membagi an-nafs itu ke
dalam tiga golongan yaitu : nafs amarah, nafs lawwamah dan nafs
muthmainnah. Tetapi para kaum sufi mengelompokkannya ke dalam
tujuh tingkatan yaitu :

1. Nafs al Amarah Bissu‟i


Nafs al-Amarah, maksudnya adalah an-Nafs yang mempunyai
kecenderungan terhadap tipe kejasmanian , selalu menyuruh
kepada kelezatan syahwat, selalu menarik hati agar menghadap ke
arah bawah dimana arah bawah itu merupakan sarang keburukan
dan sumber dari prilaku tercela. Nafs inilah yang tunduk dan taat
kepada godaan- godaan syaitan. Hal ini sejalan dengan firman
Allah dalam al-quran surat Yusuf ayat 53 :
Artinya : “dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),
karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” (Q.S. Yusuf : 53
An-nafs yang pada dasarnya memiliki sifat ilahiyat (ketuhanan) ,
apabila berada dalam tarikan yang terdalam dari sifat jasmaniah
justru akan menjadi pencipta hal-hal yang bersifat material
keduniawinyan secara berlebihan (hubbud dunya) , sehinnga
lahirlah sifat-sifat seperti : mencintai lawan jenis secara
berlebihan (hubbud maal) dan mencintai pangkat, status dan
jabatan secara berlebihan pula (hubbud jah), jelasnya lahirlah sifat
berlebihan terhadap tiga “ TA” ( Wanita, harta dan tahta ).
Akibat kecintaan berlebihan terhadap hal-hal di atas sudah terjadi,
maka akan mendorong manusia itu untuk melakukan kejahatan-
kejahatan (amara bissu‟i). Kecintaan kepada lawan jenis
berlebihan, akan membuat seseorang mengumbar nafsu seksnya,
penyimpangan seksual. Semangat hidup hedonis melanda
keperibadiannya. Dan seterusnya apabila seseorang dihinggapi
penyakit cinta pangkat dan jabatan berlebihan, akan membuat
seseorang menjadi sangat ambisius. Keambisiusannya itulah
membuat dia berbuat apa saja untuk memperoleh pangkat/jabatan
tersebut.
2. Nafs al-Syalwalah
Nama lain dari an-Nafs apabila berada dalam tarikan
terkuat/terdalam dari sifat-sifat jasmaniah adalah an-Nafsas-
syalwalah. Artinya adalah diri yang merasa bangga apabila sudah
selesai (berhasil) melakukan prerbuatan jahat, bangga apabila
berhasil menipu atau merampok atau membodohi orang lain,

18
merasa bangga menjadi seorang preman, merasa bangga menjadi
seorang pecandu narkoba dan lain sebagainya.
3. Nafs al-Lawwamah
Nafs al-Lawwamah adalah jiwa yang disinari oleh cahaya hati,
disamping juga masih memperhatikan keburukan. Setiap kali jiwa
al-Lawwamah berbuat keburukan sebagai akibat dari kegelapan
hatinya, maka saat itu juga ia meminta ampun dan bertaubat. Nafs
al-Lawwamah ini kadang-kadang melahirkan kejahatan dan
kadang-kadang kebaikan.
4. Nafs Al-Malhamah
An-Nafsul Malhamah artinya adalah jiwa yang sudah
memperoleh ilham, ajaran atau ilmu tentang mana jalan
kehidupan yang baik (taqwa) dan jalan kehidupan kejahatan atau
dosa (fujur). Terserah jiwa memilih jalan yang mana, atau dengan
kata lain jiwa bisa kembali pada an-Nafsal-amara bissu‟i atau an-
Nafsal-syalwalah.
5. Nafs Al-Mutmainnah
Nafs ini adalah jiwa yang telah disinari oleh cahaya hati sehingga
mampu menghilangkan sifat-sifat tercela dan akhirnya dia
berperilaku terpuji dan sebagai hasilnya akan merasakan
kententraman.
6. Nafs al-Rodhiyah
Sebagai kelanjutan dari jiwa dan hati yang tentram karena
mengingat Allah swt, maka jiwa manusia akan semakin terdorong
untuk lebih ikhlas melaksanakan perintah-perintah Allah dan
menjauhi larangan-laranganNya, lebih ikhlas dan ridha menerima
semua ketentuan allah swt, selalu berprasangka baik terhadap apa
yang datang darinya. Keadaan jiwa yang seperti ini disebut
dengan Nafs al-Rodhiyah.
7. Nafs al-Mardhiyyah
Terhadap jiwa yang yang selalu ingat kepada Allah swt,
berprasangka baik terhadap segala ketentuan dan taqdir Allah,
ikhlas melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya, tidak riya melainkan beribadah hanya ingin
memperoleh ridho-Nya, maka jiwa seperti ini sesuai dengan janji
Allah swt. bahwa dia kan meridhionya. Jiwa yang diridhoi Allah
itulah yang disebut dengan an-Nafsal-Mardiyah. (sesuai dengan
Q.S. al-Fajr : 27-28)
C. Tujuan Penciptaan Manusia Sebagai Makhluk yang Paling Sempurna.
1. Manusia Sebagai Saksi Allah
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk

19
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia…” (Q.S. al-Ahzab : 72)
Ayat diatas dengan jelas menerangkan bahwa fungsi manusia dalam
kehidupannya di dunia ini adalah sebagai pemegang amanah dari
Allah. Isi dari amanah tersebut adalah bahwa manusia adalah sebagai
saksi yang harus mempersaksikan ke-Esa-an Allah (tauhid) sebagai
Rabbul „Alamin (pencipta, pengatur, dan pemelihara alam semesta
dengan segala isinya) atau tuhid Rububiyyah. Manusia harus
mempersaksikan ke-Esa-an Allah segala Ilah (Tuhan) yang harus
disucikan (tasbih), dipuji (tahmid), dibersihkan dari kesamaan dengan
makhluk (tahlil) dan dibesarkan namanya (takbir) baik di hati, di
lidah maupun dalam perbuatan atau tauhid Uluhiyyah. Dan juga harus
mempersaksikan ke-Esa-an Allah sebagai ma‟bud (Zat yang harus
disembah) atau tauhid Ubudiyyah. Fungsi amanah sebagai saksi ini
kelak akan dipertanggungjawabkan manusia di akhirat. Allah
berfirman :
Artinya : “dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.”
2. Manusia Sebagai Khalifah Allah
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."” (Q.S.
al-Baqarah : 30)
Yang dimaksud dengan khalifah oleh kaum Sufi dalam ayat tersebut
adalah manusia (Adam), sedangkan khalifah itu dalam konteks ini
diartikan sebagai pengganti Allah dalam melaksanakan perintah-Nya
kepada manusia dan alam semesta. Sebagai khalifah manusia dengan
potensi yang diberikan Allah kepadanya berkewajiban memkamurkan
dengan cara memelihara dan melestarikannya. Manusia juga wajib
mengolah dan merekayasa alam semesta agar bermanfaat bagi
kemashlahatan manusia dan makhluk lainnya. Wajib juga memelihara
keseimbangan ekosistem lingkungan dan alam. Dan tidak boleh
melakukan pengrusakan terhadap alam, pengrusakan terhadap alam
merupakan tindakan yang menyimpang dari khalifah.

Sekalipun memiliki kelebihan dan kesempurnaan, manusia adalah


sama dengan makhluk-makhluk lain seperti tumbuh-tumbuhan dan
hewan, Allah berfirman :

20
 Artinya : “dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi
dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya,
melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan
sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah
mereka dihimpunkan.” (Q.S. al-An‟am : 38)
 Manusia juga adalah hamba Allah, tujuan penciptaannya tidak
lain adalah untuk mengabdi kepada-Nya (sesuai dengan Q.S.
adz-Dzariyat : 56)
 Manusia dalam funsi kekhalifahannya di muka bumi,
aktivitasnya bukanlah “bebas nilai”. Manusia dengan segala
perbuatannya harus bertanggung jawab kepada Allah sebagai
Penciptanya dan untuk itu manusia dengan segala
perbuatannya akan dievaluasi seperti terdapat dalam firman
Allah :
Artinya : “yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (Q.S. al-Mulk
: 2)
 Dan akan dimintai pertanggung jawabannya atas tugas
kekhalifahan, inilah yang dimaksud hadits Rasul yang
berbunyi : “Tiap-tiap kamu adalah pemimpin, karena itu kamu
akan dimintai pertanggung jawaban mengenai kepemimpinan
kamu.”
3. Manusia Sebagai Hamba
Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. adz-Dzariyat : 56)
Menghambakan diri (beribadah) kepada Allah, sekalipun tata cara
dan waktu pelaksanaannya ditentukan oleh Allah, pada hakikatnya
bukanlah kewajiban atau beban bagi manusia. Penghambaan ini
(peribadatan) tersebut pada hakikatnya adalah fitrah yang menjadi
kebutuhan an-Nafs (hakikat diri manusia itu sendiri). Menurut ajaran
Islam, setiap aktivitas (selain ibadah mahdah) akan menjadi
penghambaan diri kepada Allah (bernilai ibadah bagi Allah) apabila
aktivitas tersebut : dilaksanakan dengan ikhlas (murni) karena Allah
dan untuk mrmperoleh ridho Allah, bukan untuk mengharapkan yang
lain-lain; dan dilaksanakan dengan benar sesuai dengan syari‟at Allah
yang dibawa oleh Rasulullah. Upaya pemhambaan didri sperti ini
dalam syari‟at dinamakan denga ibadah ghairu mahdah.
D. Arti Kehidupan Dunia Bagi Sufi
Kehidupan dunia hanya sementara. Manusia akan mengalami mati dan
apabila ajal kematian datang manusia tidak dapat menundanya walau satu
detikpun. Firman Allah :

21
Artinya : “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; Maka apabila telah
datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun
dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S. al-A‟raaf : 34)
 Hidup di dunia hanya sementara, yang lebih abadi hanyalah
kehidupan di akhirat. Firman Allah :
Artinya : “sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan
lebih kekal.”
 Selain dunia ini berfungsi sebagai sarana untuk mangabdi
Allah swt, ternyata dunia ini dengan alam materinya bagi
kaum sufi berfungsi juga sebagai ujian bagi manusia. Jiwa
manusia diberi potensi untuk takwa mengigat Allah dan
potensi menentang Allah (sesuai Q.S. Asy-Syams : 7-10)
 Ketertarikan hati manusia kepada dunia membuatnya menjadi
lalai akan fungsi dan tugasnya sebagai hamba Allah yang
cebderung menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Padahal
kehidupan dunia tidak lain hanyalah sebuah permainan
perhiasan yang penuh dengan tipu daya. Firman Allah :
Artinya : “dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda
gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang
sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Q.S. al-
Ankabut : 64)

Allah mengingatkan manusia dengan firman-Nya :

 Artinya : “1. demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu


benar-benar dalam kerugian, 3. kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. al-„Ashr :
1-3)
 Berhati-hatilah manusia supaya jangan tertipu oleh godaan
syaitan, yang selalu memperdayakan manusia dari segala
segi. Firman Allah : Artinya : “Hai manusia, bertakwalah
kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari
itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan
seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya
sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka
janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan
kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan
kamu dalam (mentaati) Allah.” (Q.S. Luqman : 33)

Untuk obat penangkis penyakit gila-gilaan (segala gila),


hanyalah iman dan takwa kepada Allah. Apabila dua macam

22
ini bersemayam dalam diri manusia, menjadi perhiasan
hidupnya yang disertai dengan budi pekerti yang murni, insya
Allah manusia akan terhindar dari godaan syetan.

Manusia masih dalam perjalanan, dan yang dituju adalah kampong


halaman yang kekal, yaitu kampong akhirat. Maka tiap-tiap tahun yang
telah dilalui olehnya laksana satu pemberhentian. Tiap bulan yang telah
lewat, adalah selaku istirahat dan tiap pecan yang dilewatinya selaku
suatu kampung yang ditemuinya dalam perjalanannya, setiap hari selaku
suatau hal yang ditempuhnya dan setiap detik yang dinafaskannya selaku
setiap langkah yang dijalani dan setiap nafas yang dihembuskannya akan
mendekatkan dirinya ke pintu akhirat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Juneman, (2008). Manusia Dalam Wacana Filosofis, Filsafat Manusia

Baker, Anton, 2000, Antropologi Metafisik, Yogyakarta: Kanisius

Sabir, A. 2014. Filsafat manusia.

Kamaluddin,U,A. (2012). Filsafat Manusia Sebuah perbandingan antara Islam dan


Barat. Bandung: CV Pustaka Setia.

http://www.alfiforever.com/2015/03/apa-itu-hakikat-manusia-menurut-para.html

https://definisimenurutparaahli.blogspot.com/2017/05/4-definisi-hakikat-manusia-
menurut-para.html

http://gudangreferensi.blogspot.com/2015/12/hakikat-manusia.html

https://pengertiandefinisi.com/pengertian-manusia-menurut-para-ahli/

https://dalamislam.com/info-islami/hakikat-manusia-menurut-islam

http://sufiroad.blogspot.com/2011/04/sufi-road-hakikat-manusia-dalam.html

24

Anda mungkin juga menyukai