P3 - Blok 10 - Nandez Vieri - 190600107
P3 - Blok 10 - Nandez Vieri - 190600107
P3 - Blok 10 - Nandez Vieri - 190600107
Disusun oleh:
Nandez Vieri
190600107
2020
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
SUMBER:
1) Azrimaidaliza. Asupan Zat Gizi dan Penyakit Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2011; 6(1): 36 – 41.
2. Apakah ada hubungan antara penyakit sistemik tersebut dengan saliva? Jelaskan.
Keadaan hiperglikemia pada diabetes mellitus (DM) menyebabkan akumulasi
glukosa darah yang berlebihan akan diubah oleh aldose reduktase menjadi sorbitol.
Adapun sorbitol ini memiliki sifat higroskopik sehingga dapat menarik akumulasi air dan
meningkatkan tekanan osmotik dalam sel saraf. Akumulasi sorbitol dan fruktosa serta
peningkatan tekanan osmotik tentu akan mengakibatkan kerusakan sel saraf dikarenakan
akan terjadi gangguan ATP-ase yang berperan dalam konduksi sel saraf. Kondisi ini dapat
menyebabkan gangguan persarafan termasuk inervasi pada kelenjar saliva dimana
kelenjar saliva cara kerjanya diatur oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis.2
Pengurangan sekresi saliva tentu akan mengakibatkan penurunan volume saliva per
menitnya yang disebut laju aliran saliva (flow rate). Saat laju aliran saliva menurun, akan
terjadi pula penurunan pada kapasitas buffer. Kapasitas buffer ini sangat bergantung pada
konsentrasi bikarbonat yang seringkali disebut buffer bikarbonat, yang merupakan
penyangga yang paling penting dalam pemeliharaan pH saliva, dan remineralisasi gigi.
Buffer bikarbonat berkorelasi dengan laju aliran saliva. Derajat keasaman (pH) saliva dan
konsentrasi ion kalsium dan posfat merupakan faktor yang signifikan untuk menjaga
kesehatan gigi (hidroksiapatit enamel gigi).2
Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh terkait kadar pH saliva pada jurnal ini,
diketahui kadar tertinggi mencapai 7.77 (basa) dan kadar terendah mencapai 6.04 (asam).
Adapun rerata dari dua puluh delapan subjek diperoleh 6.86 dengan median yaitu 6.84.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan gula darah puasa mengakibatkan
kecenderungan perubahan kadar pH saliva yang mengarah pada keadaan asam.2
Sedangkan hasil analisa yang diperoleh dari laju aliran saliva, diketahui nilai
tertinggi yaitu 0.86 ml/ min dan terendah pada 0.25 ml/min. Rerata yang diperoleh yaitu
0.66 ml/min dengan median 0.66 ml/min. Rentang normal untuk salivary flowrate (SFR)
yang terstimulasi berkisar antara 1-3 ml/min, SFR yang dikatakan rendah apabila berkisar
antara 0,7-1,0 ml/min, sedangkan SFR yang dikatakan hiposalivasi yaitu kurang dari 0,7
ml/min. Sehingga dapat diketahui bahwa laju aliran saliva pada penderita DM tipe 2
menunjukkan penurunan yang mengarah pada hiposaliva.2
SUMBER:
2) Hapsari AP, Riyanto R, Kadarullah O. Hubungan Kadar Gula Darah Puasa Terhadap
Kadar PH dan Laju Aliran Saliva pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Puskesmas 1 Kembaran. Saintika Medika 2018; 14(2): 104 – 108.
3. Apakah ada hubungan antara penyakit sistemik tersebut dengan gigi? Jelaskan.
Penyakit diabetes mellitus (DM) dapat menimbulkan beberapa manifestasi di dalam
rongga mulut diantaranya adalah terjadinya gingivitis dan periodontitis, kehilangan
perlekatan gingiva, peningkatan derajat kegoyangan gigi, xerostomia, burning tongue,
sakit saat perkusi, resorpsi tulang alveolar dan tanggalnya gigi. Pada penderita DM tidak
terkontrol kadar glukosa di dalam cairan krevikular gingiva (GCF) lebih tinggi dibanding
pada DM yang terkontrol. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aren dkk
menunjukkan bahwa selain GCF, kadar glukosa juga lebih tinggi kandungannya di dalam
saliva. Peningkatan glukosa ini juga berakibat pada kandungan pada lapisan biofilm dan
plak pada permukaan gigi yang berfungsi sebagai tempat perlekatan bakteri. Berbagai
macam bakteri akan lebih banyak berkembangbiak dengan baik karena asupan makanan
yang cukup sehingga menyebabkan terjadinya karies dan perkembangan penyakit
periodontal.3
Seseorang dengan DM lama yang tidak terkontrol berpeluang besar mengalami
kerusakan gigi karena terjadi peningkatan kadar glukosa dalam cairan saliva. Glukosa
dalam saliva ini akan dimetabolisme oleh bakteri di rongga mulut yang menghasilkan
asam dan menurunkan pH saliva. Bila pH saliva menjadi asam, maka terjadi peningkatan
jumlah bakteri Streptococcus dalam rongga mulut. Bakteri-bakteri ini kemudian
menghasilkan zat-zat yang akan mempercepat proses demineralisasi email yang berakibat
karies pada gigi.4
Periodontitis merupakan salah satu dari enam komplikasi DM. Pada sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa keparahan penyakit periodontal meningkat pada penderita
diabetes dibandingkan pada individu yang sehat. Beberapa peneliti menyatakan bahwa
keparahan penyakit periodontal pada penderita DM dipengaruhi oleh penurunan respon
imun. Kondisi tersebut ditandai terjadinya sejumlah perubahan jaringan yang
menyebabkan kerentanan terhadap penyakit. Perubahan vaskuler yang terjadi
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas kolagen serta perubahan respon dan
kemotaksis dari polimorfonuklear (PMN) terhadap antigen plak, sehingga menyebabkan
fagositosis terhambat.3
Hiperglikemi mengakibatkan terjadinya kerusakan mikrovaskular seperti
retinophaty, nephrophaty serta neurophaty jaringan. Kecenderungan peningkatan kadar
glukosa darah pada penderita DM juga berpengaruh terhadap kaparahan penyakit
periodontal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bridge dkk menunjukkan bahwa
keparahan periodontitis pada penderita DM lebih besar dibandingkan penderita non DM
terutama dengan kontrol glikemik yang buruk, hal ini tampak pada peningkatan
kedalaman probing, indeks plak, indeks gingiva, kerusakan attachment serta kehilangan
gigi. Keadaan DM juga menyebabkan terjadinya penurunan fungsi PMN yang dapat
meningkatkan derajat keparahan destruksi jaringan periodontal. Selain itu, kondisi DM
dapat menunjukkan gejala dan manifestasi di dalam rongga mulut diantaranya adalah
peradangan jaringan periodontal atau periodontitis.3
SUMBER:
3) Ermawati T. Periodontitis dan Diabetes Melitus. J.K.G Unej 2012; 9(3): 152 – 54.
4) Ampow FV, Pangemanan DHC, Anindita PS. Gambaran Karies Gigi pada
Penyandang Diabetes Melitus di Rumah Sakit Kalooran Amurang. Jurnal e-GiGi
2018; 6(2): 107 – 11.
SUMBER:
5) Humairo I, Apriasari ML. Studi deskripsi laju aliran saliva pada pasien diabetes
melitus di RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal PDGI 2014; 63(1): 8 – 13.
5. Bagaimana hubungan antara saliva dengan TLA/TLM pada kasus di atas? Beri
alasan.
Traffic Light Matrix adalah suatu model tabel pemeriksaan isyarat lampu lalu lintas
dengan warna merah, kuning, dan hijau pada kolomnya. Hasil pemeriksaan dicatat pada
kolom sesuai dengan kriteria yang sudah disediakan, misalnya pH saliva tanpa stimulasi
didapatkan <5,8 maka skor faktor risikonya warna merah. Warna merah menunjukkan
bahwa risiko karies pasien tinggi (buruk), warna kuning berarti pasien mudah terkena
karies dan warna hijau menunjukkan bahwa risiko karies rendah (baik). Traffic Light
Matrix (TLM) merupakan metode pemeriksaan sistematis untuk mengukur faktor risiko
karies. Traffic Light Matrix membangun model penilaian risiko yang meliputi penilaian
motivasi dan aktivitas gaya hidup pasien. Traffic Light Matrix memeriksa 19 kriteria
penilaian pada 5 kategori yang berbeda. Lima kategori tersebut meliputi saliva (6
kriteria), plak (3 kriteria), diet (2 kriteria), fluoride (3 kriteria) dan faktor modifikasi (5
kriteria).6
Saliva pada TLM terdiri dari saliva tanpa stimulasi dan saliva terstimulasi.
Pemeriksaan saliva pada TLM diawali dengan pengumpulan saliva tanpa stimulasi
kemudian saliva terstimulasi.6
Hidrasi saliva tanpa stimulasi
Interpretasi pemeriksaan:6
a. Merah: Adanya disfungsi kelenjar saliva minor yang dapat disebabkan oleh
dehidrasi berat, kerusakan kelenjar saliva akibat radioterapi atau patologi,
ketidakseimbangan hormon, dan efek samping pengobatan.
b. Kuning: Menandakan ada penundaan produksi saliva level ringan dari dehidrasi
dan efek samping pengobatan.
c. Hijau: Menandakan fungsi normal.
Konsistensi saliva tanpa stimulasi
Saliva kental memiliki kandungan air yang rendah sehingga kurang protektif
untuk melindungi jaringan keras dan lunak, mempunyai tingkat salivary clearance
yang rendah, dan tidak membentuk lapisan yang efektif pada permukaan gigi. Merah:
tebal, kental, berbusa, web test besar. Kuning: tidak terlihat penyatuan saliva, sedikit
tebal. Hijau: encer dengan penyatuan saliva, film tipis berkilau pada dasar mulut.6
pH saliva tanpa stimulasi
pH kritis sebesar 5,5 membuat kerusakan mineral hidroksiapatit pada enamel
dan peningkatan pertumbuhan bakteri di rongga mulut. pH saliva semakin asam
meningkatkan proses demineralisasi. Merah: pH saliva tanpa stimulasi <5.8. Kuning:
pH saliva tanpa stimulasi = 5.8 – 6.8. Hijau: pH saliva tanpa stimulasi >6.8.6
Laju aliran saliva terstimulasi
Mount GJ, dkk telah mengkategorikan laju alir saliva terstimulasi dalam 3 grup
pada TLM yakni: sangat rendah (merah), rendah (kuning) dan normal (hijau). Merah:
< 3,5 ml / 5 menit. Kuning: 3,5 – 5 ml / 5 menit. Hijau: > 5 ml / 5 menit.6
pH saliva terstimulasi
pH kritis 5.5 menandakan gigi dalam keadaan demineralisasi.6
Interpretasi saliva terstimulasi pada TLM6
Hubungan saliva dengan TLM bukan digunakan untuk memprediksi karies, tetapi
untuk mendapatkan peringatan dini yang memperingatkan kepada dokter gigi tentang
kehadiran faktor risiko yang dapat mengubah keadaan lingkungan mulut pasien pada
kasus di atas melalui hasil interpretasi pemeriksaan saliva pasien dalam 6 kriteria pada
TLM.6
SUMBER:
6) Mount GJ, Hume WR, Ngo H, Wolf MS. Risk assessment in the diagnosis and
management of caries in: Mount GJ, Hume WR of Ed 3 rd preservation and
restoration of tooth structure. Queensland: Knowledge Books and Software, 2016.
SUMBER:
7) Suhartiningtyas D. Analisis Faktor-Faktor Risiko Penurunan Kepekaan Rasa Manis
Pada Diabetes Mellitus Tipe 2. IDJ 2013; 2(2): 42 – 50.
7. Jelaskan pengaruh usia pasien terhadap kondisi saliva dan kelainan gigi pada kasus
di atas.
Usia lanjut merupakan istilah bagi orang-orang yang mengalami masalah secara
fisik, biologic, psikologik, dan sosial. Usia lanjut mengalami proses degenerasi pada
berbagai tingkatan yang menyebabkan penurunan fungsi organ-organ tubuh. Penurunan
fungsi ini mengakibatkan orang usia lanjut menjadi rentan terhadap berbagai penyakit,
termasuk penyakit jaringan periodontal pada rongga mulut. Jaringan periodontal usia
lanjut mengalami perubahan akibat dari proses penuaan. Perubahan yang terjadi apabila
tidak dicegah menyebabkan penyakit periodontal semakin parah.8
Penelitian yang dilakukan oleh WHO tentang prevalensi penyakit periodontal pada
usia lanjut di Chicago Amerika Serikat tahun 2010 menunjukkan prevalensi penyakit
periodontal mengalami peningkatan pada usia lanjut yaitu 70,1%. Kerusakan jaringan
periodontal meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Berbagai perubahan yang
terjadi pada usia lanjut mengakibatkan lemahnya daya tahan jaringan periodontal
terhadap berbagai iritasi, terutama bakteri plak.8
Seiring dengan pertambahan umur, seseorang dapat mengalami kemunduran fisik
dan mental yang dapat berpengaruh terhadap pertahanan tubuh. Hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan kejadian penyakit yang dapat menyertai orang tua.
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya penurunan fungsi
organ tubuh terutama gangguan pada organ pankreas dalam menghasilkan hormon insulin
sehingga diabetes melitus akan meningkat kasusnya sesuai dengan pertambahan usia.
Proses penuaan yang terjadi seiring dengan meningkatnya usia yang akan menurunkan
produksi serta merubah komposisi dari saliva itu sendiri. Seiring dengan meningkatnya
usia seseorang, terjadilah proses disebut sebagai proses aging. Terjadi perubahan dan
kemunduran fungsi dari kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang dan akan
digantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah
aliran saliva, hal tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Broadbent, Kubaisy, Poulton, dan Thomson bahwa terdapat hubungan antara xerostomia
dengan faktor usia seseorang. Hal ini disebabkan seiring bertambahnya usia maka akan
mengalami perubahan dan penurunan fungsi kelenjar saliva.9
SUMBER:
8) Lumentut RAN, Gunawan PN, Mintjelungan CN. Status Periodontal dan Kebutuhan
Perawatan Pada Usia Lanjut. Jurnal e-GiGi 2013; 1(2): 79 – 83.
9) Pinatih MNAD, Pertiwi NKFR, Wihandani DM. Hubungan karakteristik pasien
diabetes melitus dengan kejadian xerostomia di RSUP Sanglah Denpasar. BDJ 2019;
3(2): 79 – 84.
SUMBER:
3) Ermawati T. Periodontitis dan Diabetes Melitus. J.K.G Unej 2012; 9(3): 152 – 54.
10) Boel T. Manifestasi Rontgenografi Diabetes Mellitus di Rongga Mulut. JKGUI 2003;
10 (Edisi Khusus): 12 – 15.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan skenario pada kasus di atas, penyakit sistemik yang diderita pasien
adalah diabetes mellitus. Hal ini didukung dengan gejala yang dikeluhkan oleh pasien,
seperti poliuria dan polydipsia yang merupakan indikasi dari diabetes mellitus. Selain itu
hasil pemeriksaan laboratorium didapati kadar gula darah pasien 400 mg/dL. Keadaan
hiperglikemia pada diabetes mellitus mengakibatkan kecenderungan perubahan kadar pH
saliva yang mengarah pada keadaan asam dan laju aliran saliva pada penderita DM tipe 2
menunjukkan penurunan yang mengarah pada hiposaliva. Penyakit diabetes mellitus
(DM) dapat menimbulkan beberapa manifestasi di dalam rongga mulut diantaranya
adalah terjadinya gingivitis dan periodontitis, kehilangan perlekatan gingiva, peningkatan
derajat kegoyangan gigi, xerostomia, burning tongue, sakit saat perkusi, resorpsi tulang
alveolar dan tanggalnya gigi. Semakin lama seseorang menderita DM maka komplikasi
dalam rongga mulut seperti hiposalivasi dan xerostomia akan lebih banyak muncul. Hal
ini disebabkan hubungan level kadar glukosa darah pada pasien DM yang berhubungan
dengan kejadian penurunan aliran saliva.
Diabetes mellitus merupakan sindroma metabolik yang dapat mempengaruhi sistem
dalam tubuh dan menimbulkan berbagai komplikasi lanjut pada pembuluh darah, syaraf
serta jaringan ikat. Usia lanjut mengalami proses degenerasi pada berbagai tingkatan yang
menyebabkan penurunan fungsi organ-organ tubuh. Perubahan yang terjadi pada usia
lanjut mengakibatkan lemahnya daya tahan jaringan periodontal terhadap berbagai iritasi,
terutama bakteri plak. Proses penuaan yang terjadi seiring dengan meningkatnya usia
yang akan menurunkan produksi serta merubah komposisi dari saliva itu sendiri.
Hubungan saliva dengan TLM bukan digunakan untuk memprediksi karies, tetapi
untuk mendapatkan peringatan dini yang memperingatkan kepada dokter gigi tentang
kehadiran faktor risiko yang dapat mengubah keadaan lingkungan mulut pasien pada
kasus di atas melalui hasil interpretasi pemeriksaan saliva pasien dalam 6 kriteria pada
TLM.
DAFTAR PUSTAKA
1. Azrimaidaliza. Asupan Zat Gizi dan Penyakit Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2011; 6(1): 36 – 41.
2. Hapsari AP, Riyanto R, Kadarullah O. Hubungan Kadar Gula Darah Puasa Terhadap
Kadar PH dan Laju Aliran Saliva pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas 1
Kembaran. Saintika Medika 2018; 14(2): 104 – 108.
3. Ermawati T. Periodontitis dan Diabetes Melitus. J.K.G Unej 2012; 9(3): 152 – 54.
4. Ampow FV, Pangemanan DHC, Anindita PS. Gambaran Karies Gigi pada Penyandang
Diabetes Melitus di Rumah Sakit Kalooran Amurang. Jurnal e-GiGi 2018; 6(2): 107 – 11.
5. Humairo I, Apriasari ML. Studi deskripsi laju aliran saliva pada pasien diabetes melitus
di RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal PDGI 2014; 63(1): 8 – 13.
6. Mount GJ, Hume WR, Ngo H, Wolf MS. Risk assessment in the diagnosis and
management of caries in: Mount GJ, Hume WR of Ed 3 rd preservation and restoration of
tooth structure. Queensland: Knowledge Books and Software, 2016.
7. Suhartiningtyas D. Analisis Faktor-Faktor Risiko Penurunan Kepekaan Rasa Manis Pada
Diabetes Mellitus Tipe 2. IDJ 2013; 2(2): 42 – 50.
8. Lumentut RAN, Gunawan PN, Mintjelungan CN. Status Periodontal dan Kebutuhan
Perawatan Pada Usia Lanjut. Jurnal e-GiGi 2013; 1(2): 79 – 83.
9. Pinatih MNAD, Pertiwi NKFR, Wihandani DM. Hubungan karakteristik pasien diabetes
melitus dengan kejadian xerostomia di RSUP Sanglah Denpasar. BDJ 2019; 3(2): 79 –
84.
10. Boel T. Manifestasi Rontgenografi Diabetes Mellitus di Rongga Mulut. JKGUI 2003; 10
(Edisi Khusus): 12 – 15.