Kelompok1 Stroke

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

STROKE

Disusun Guna Memenuhi Tugas :

Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. M. Hanif Prasetya, M.Kep

Kelompok 1
Disusun oleh :
1. Dewi Safitri 1811020073
2. Julian Ajmal Eka Rifky 1811020080
3. Kristian Budi Setiawan 1811020087
4. Selviana Defri Yuliati 1811020118
5. Sintya Noviyanti 1811020120
6. Lisa Dewi Diana Sari 1811020130

PRODI KEPERAWATAN S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat saat ini. Stroke
semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut
dikarenakan stroke yang menyerang secara mendadak dapat mengakibatkan kematian,
kekacauan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun lanjut usia. Banyaknya
jumlah penderita yang terus meningkat, seseorang yang menderita stroke paling banyak
disebabkan oleh karena indivisual yang memiliki perilaku atau gaya hidup yang tidak
sehat seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak, tinggi kolestrol, kurang aktivitas fisik
dan kurang olahraga yang dapat memicu terjadinya stroke (Junaidi, 2011) Stroke
merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia.
Laporan World Health Organisation (WHO) tahun 2012 menyatakan bahwa
angka kematian dingakibatkan stroke sebesar 51% diseluruh dunia disebabkan oleh
tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan
karena tingginya kadar glukosa (Kemenkes RI, 2017). Kejadian terbanyak dari
permasalahan penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama di hampir seluruh
RS di Indonesia, sekitar 15,6 %, hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskendas) Kemenkes
RI tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi Stroke di Indonesia dari
8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil (tahun 2012) prevalensi penyakit stroke
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka Belitung
(9,7 per mil) dan DKI Jakarta (9,7 per mil) ( Kemenkes, 2013). Prevalensi stroke di
Kalimantan Timur adalah 6,9 per 1000 penduduk. Menurut kabupaten/ kota prevalensi
stroke berkisar antara 0-15,2 %, dan Kutai Barat mempunyai prevalensi lebih tinggi
dibanding wilayah lainnya. Baik berdasarkan diagnosis maupun gejala.
Stroke mengakibatkan beberapa masalah muncul, seperti gangguan menelan,
nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, defisit perawatan diri,
defisit nutrisi, dan salah satunya yang menjadi masalah yang menyebabkan kematian
adalah gangguan perfusi jaringan cerebral (Amir Huda, 2015) Pada masalah mobilitas
fisik yang terjadi pada pasien stroke dapat dlakukan latihan fisik berupa latihan Range Of
Motion (ROM). Latihan ROM adalah latihan pergerakan maksimal yang dilakukan oleh
sendi. Latihan ROM menjadi salah satu bentuk latihan yang berfungsi dalam
pemeliharaan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot pada pasien stroke (Hermina et al.,
2016).
Upaya yang dilakukan pada pasien stroke yang mengalami masalah gangguan
motorik yaitu dengan memberikan terapi ROM untuk meningkatkan kemampuan pada
otot agar tidak terjadi kelumpuhan atau hemiparase pada ekstremitas yang tidak
diinginkan (Rhoad & Meeker, 2008) Pada pasien stroke dengan defisit nutrisi masalah
dengan ketidak mampuan menelan makanan, dampak dari masalah ini jika tidak
mendapatkan pengobatan yang baik yaitu rentan terkena stres, konstipasi, penurunan
berat badan, sehingga lebih lama dirawat dan memiliki tingkat kematian yang lebih
tinggi. Upaya yang dilakukan pada masalah defisit nutrisi yaitu perawatan nutrisi yang
penting untuk meningkatkan pemulihan melalui pengaruh positif pada fungsi fisik dan
mental dikarenakan hilangnya massa otot dan lemak pada pasien stroke, strategi gizi
harus menyediakan suplemen gizi yang adekuat, fungsi menelan juga harus dinilai, dan
dukungan keluarga untuk meningkatkan dukungan terhadap pasien (Bouziana &
Tziomalos, 2011)

B. TUJUAN
1. UMUM
Adapun tujuan umum dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah untuk
memahami dan menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemeragik.
2. KHUSUS
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke mampu melakukan :
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke.
b. Mampu menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan yang terjadi pada
pasien. stroke berdasarkan data-data yang diperoleh.
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan dalam mengelola pasien stroke.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien stroke.
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien
stroke.
BAB 2

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat dan bentuk-
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat Gangguan fungsi otak (Mutaqin, 2011). Stroke
adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak
yang timbul secara mendadak dan akut dalam beberapa detik atau secara tepat dalam
beberapa jam yang berlangsung lebih dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai
daerah yang terganggu (Irfan, 2012).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai
dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian jaringan otak
akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak. Aliran darah ke
otak dapat berkurang karena pembuluh darah otak mengalami penyempitan,
penyumbatan, atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah tersebut (Indarwati ,
Sari, & Dewi, 2008) Jadi kesimpulannya stroke merupakan gangguan fungsi syaraf
karena kerusakan Jaringan otak dan bisa menyebabkan kecacatan

B. ETIOLOGI
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yangmenyumbat
pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah keotak.Gumpalan dapat
berkembang dari akumulasi lemak atau plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah.
Faktor resikonya antara lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid
darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam keluarga. Stroke
hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya perdarahan subaraknoid
(subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke ruang subaraknoid yang
biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak atau AVM (malformasi arteriovenosa).
Hipertensi, merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor resiko dari penyakit
ini.Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau kematian.Pada aneurisma otak,
dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi kongenital atau akibat cedera otak
yang meregangkan dan merobek lapisan tengah dinding arteri(Terry & Weaver, 2013).
C. EPIDEMIOLOGI
Stroke sebesar 10% dari seluruh kematian di dunia merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) di negara – negara
maju. Prevalensi stroke bervariasi di berbagai belahan dunia. Prevalensi stroke di
Amerika Serikat adalah sekitar 7 juta (3,0%), sedangkan di Cina prevalensi stroke
berkisar antara 1,8% (pedesaan) dan 9,4% (perkotaan). Di seluruh dunia, Cina merupakan
negara dengan tingkat kematian cukup tinggi akibat stroke (19,9% dari seluruh kematian
di Cina), bersama dengan Afrika dan Amerika Utara. Insiden stroke di seluruh dunia
sebesar 15 juta orang setiap tahunnya, sepertiganya meninggal dan sepertiganya
mengalami kecacatan permanen. Sekitar 795.000 pasien stroke baru atau berulang terjadi
setiap tahunnya. Sekitar 610.000 adalah serangan pertama dan 185.000 adalah serangan
berulang. Angka kematian akibat stroke ini mencapai 1 per 18 kematian di Amerika
Serikat. Kurun waktu 5 tahun, lebi dari setengah pasien stroke berusia > 45 tahun akan
meninggal.
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa kematian sebesar
7,9 % dari seluruh jumlah kematian di Indonesia disebabkan oleh stroke. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Rikesda, 2013) bahwa prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per 1000 penduduk dan yang
terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per 1000 penduduk. Prevalensi
stroke berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejalabtertinggi terdapat di
Sulawesi Selatan (17,9 ‰), DI Yogyakarta (16,9 ‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti
Jawa Timur sebesar 16 ‰ (Riskesdas, 2013). Prevalensi stroke di Sulawesi Tengah
sebesar 16,6‰ lebih tinggi dibandingkan prevalensi stroke di Indonesia 12,1‰.
Prevalensi stroke yang tinggi di Sulawesi Tengah pada penduduk berusia diatas 75 tahun
(84,6‰) dan jenis kelamin laki-laki (17,3‰)

D. PATOFISIOLOGI
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena
gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting
trhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti
thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat revensibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebtal dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
E. MANIFESTASI KLINIK
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.
1. Kehilangan motorik Stroke adalah penyakit motor neuron dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
2. Kehilangan komunikasi Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa
dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama
ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
3. Gangguan persepsi Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke
dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-
spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Disfungsi ini dapat ditunjukkan
dengan kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan
pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan
F. PATHWAYS
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan stroke pada fase akut meliputi :
1. Membantu proses restorasi dan plastisitas otak. Tahap ini bertujuan mempertahankan
wilayah oligemia iskemik penumbra dengan cara membatasi durasi kejadian iskemik
dan derajat keparahan cedera iskemik (proteksi neuronal). Mencegah kondisi
hipertermi, hipotermi, hipertensi, hiperglikemia, hipoglikemia, peningkatan tekanan
intrakranial, infeksi, gangguan elektrolit, dan kejang.
2. Mengendalikan faktor risiko yang dapat dimodifikasi ke level normal. Sebagai
contoh, pasien dengan hipertensi, target pengendalian tekanan darah setelah lewat
fase akut stroke hingga dibawah 140/90 mmHg, apabila pasien sebelumnya menderita
hipertensi dan diabetes melitus maka dipertahankan dibawah 135/85 mmHg.
3. Mencegah komplikasi, komplikasi yang kerap terjadi pada pasien dengan stroke yang
harus tirah baring adalah pneumonia, dekubitus, infeksi saluran kemih. Pasien mutlak
harus dilakukan tindakan fisioterapi. Pada fase akut pasien belum dapat berpartisipasi
penuh pada program terapi aktif, untuk itu dilakukan latihan ROM (range of motion)
setiap hari dan positioning yang tepat untuk mencegah pemendekan dan kontraktur
sendi. Terapi aktif dapat dilakukan perlahan-lahan (isometrik, isotonik, isokinetik).
Pasien tetap dimonitor untuk kemungkinan tidak stabilnya hemodinamik dan aritmia
jantung, intensitas latihan juga harus dimonitor, karena otot yang terlalu keras berlatih
justru akan membuat kelemahan semakin progresif. Penatalaksanaan pada pasien ini
adalah :
a. Non Medikamentosa
1) Motivasi keluarga dan pasien
2) 02 3 Lt/menit NK dengan Posisi kepala 30o
3) DM 1500 kalori dengan IVFD NaCl 0,9 % 16 tpm
4) Metode Brandt-Daroff Fisioterapi aktif
b. Medikamentosa
1) Inj. Citicolin 500 mg/ 12 jam (iv)
2) Inj. Levemir 30 unit – 0 – 0
3) Clopidogrel 1 x 75 mg
4) Flunarizin 2 x 5 mg
5) Captopril 3 x 25 mg
6) Amlodipin 1 x 5 mg
7) Bisoprolol 1 x 2,5 mg
8) Fenofibrat 1 x 300 mg

H. ALGORITMA PENATALAKSANAAN KASUS


MAGIC pertama kali diusulkan pada tahun 2008 dan direvisi selama dua tahun
berikutnya melalui pertemuan komite pengarah bulanan CRCS-5. Untuk pelatihan
MAGIC, kami mengembangkan situs web (www.crcsmagic.com). Semua penghuni
neurologi, dokter stroke, dan perawat stroke yang berpartisipasi dalam CRCS-5 diminta
untuk melatih diri melalui situs web ini. MAGIC terdiri dari lima langkah berikut: 1)
pertimbangan etiologi stroke lain yang ditentukan; 2) skrining untuk oklusi kapal kecil
(SVO) di DWI; 3) pertimbangan stenosis atau oklusi arteri yang relevan; 4) pertimbangan
status rekanalisasi setelah terapi trombolitik; dan 5) pertimbangan status rekanalisasi
tindak lanjut tanpa terapi trombolitik. Urutan langkah dan rincian lain dari MAGIC
dirancang untuk meningkatkan kelayakan dan kenyamanan dalam menerapkan algoritma
dalam praktek klinis dan diselesaikan setelah mendapat umpan balik dari dokter stroke
yang berpartisipasi.
BAB 3
ASKEP TEORI

A. PENGKAJIAN
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial. Identitas Klien Meliputi:
1. nama, umur (kebanyakan 6. agama
terjadi pada usia tua), 7. suku bangsa
2. jenis kelamin 8. tanggal dan jam MRS
3. pendidikan 9. nomor register
4. alamat 10. diagnosis medis
5. pekerjaan
B. RIWAYAT KESEHATAN TERKINI KLIEN
1. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.

1. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada
kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg). B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.

3. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap


dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril Inkontinensia urine yangberlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tanda- tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

7. Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.

8. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis
otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

9. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

E. DAFTAR DIAGNOSA
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d O2 otak menurun
2. Ketidakseimbangannutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular,
kerusakan sentral bicara

F. INTERVENSI

Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Gangguan perfusi Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)
jaringan serebral b.d Gangguan perfusi jaringan 1. Pantau TTV tiap jam dan 1. Peni
O2 otak menurun dapat tercapai secara optimal catat hasilnya siste
Kriteria hasil : penu
a) Mampu mempertahankan dara
tingkat kesadaran peni
b) Fungsi sensori dan motorik terat
membaik peni
2. Kaji respon motorik 2. Mam
terhadap perintah resp
sederhana 3. Men
3. Pantau status neurologis atele
secara teratur 4. Men
4. Dorong latihan kaki aktif/
pasif 5. Men
5. Kolaborasi pemberian obat kom
sesuai indikasi
2 Ketidakseimbangan Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
nutrisi : kurang dari 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan
kebutuhan tubuh b.d 2. Asupan makanan makanan
ketidakmampuan 3. Cairan dan zat gizi 2. Pengelulaan nutrisi
untuk mengabsorpsi Kritria evaluasi: 3. Bantuan menaikkan BB
Nutrien a) Menjelaskan komponen Aktivitas keperawatan :
kedekatan diet 1. Tentukan motivasi klien 1. Motiv
b) Nilai laboratorium untuk mengubah kebiasaan dalam
c) (mis,trnsferin,albumin,dan makan
eletrolit) 2. Ketahui makanan kesukaan 2. Maka
d) Melaporkan keadekuatan klien memp
tingkat gizi 3. Rujuk kedokter untuk 3. Meru
e) Nilai laboratorium (mis : menentukan penyebab meng
trasferin,albomen dan perubahan nutrisi untuk
eletrolit 4. Bantu makan sesuai dengan 4. Mem
f) Toleransi terhadap gizi yang kebutuhan klien meng
dianjurkan. 5. Ciptakan lingkungan yang serta
menyenangkan untuk makan 5. Menc
kenya
utk
ruang
3 Hambatan mobilitas Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :
fisik b.d penurunan Klien diminta menunjukkan 1. Terapi aktivitas, ambulasi
kekuatan otot tingkat mobilitas, ditandai 2. Terapi aktivitas, mobilitas
dengan indikator berikut sendi.
(sebutkan nilainya 1 – 5) : 3. Perubahan posisi
ketergantungan (tidak Aktivitas Keperawatan :
berpartisipasi) membutuhkan 1. Ajarkan klien tentang dan 1. Menga
bantuan orang lain atau alat pantau penggunaan alat pantau
membutuhkan bantuan orang mobili
lain, mandiri dengan 2. Bantu mobilitas. 2. Memb
pertolongan alat bantu atau perpin
mandiri penuh). latihan

Kriteria Evaluasi : 3. Pembe


3. Ajarkan dan bantu klien selama
a) Menunjukkan penggunaan dalam proses perpindahan. klien s
alat bantu secara benar 4. Berikan penguatan positif 4. Memp
dengan pengawasan. selama beraktivitas. mobili
b) Meminta bantuan untuk otot-ot
beraktivitas mobilisasi jika 5. Dukung teknik latihan ROM 5. Menge
diperlukan. mobili
c) Menyangga BAB ROM
d) Menggunakan kursi roda 6. Kolaborasi dengan tim 6. Kolabo
secara efektif. medis tentang mobilitas memb
klien pasien
fisiote
4 Risiko kerusakan Tujuan (NOC) : 1. Anjurkan pasien untuk 1. Kul
integritas kulit b.d Tissue Integrity : Skin and menggunakan pakaian mer
factor risiko : lembap Mucous Membranes yang longgar atau
Kriteria Hasil : 2. Hindari kerutan pada 2. Me
a) Integritas kulit yang baik tempat tidur infe
bisa dipertahankan (sensasi, 3. Jaga kebersihan kulit agar 3. Car
elastisitas, temperatur, tetap bersih dan kering terj
hidrasi, pigmentasi) 4. Mobilisasi pasien (ubah 4. Me
b) Tidak ada luka/lesi pada posisi pasien) setiap dua kom
kulit jam sekali
c) Menunjukkan pemahaman 5. Monitor kulit akan adanya 5. Me
dalam proses perbaikan kemerahan terh
kulit dan mencegah 6. Oleskan lotion atau 6. Me
terjadinya sedera berulang minyak/baby oil pada derah terh
d) Mampu melindungi kulit yang tertekan kuli

dan mempertahankan 7. Kolaborasi pemberian 7. Me


kelembaban kulit dan antibiotic sesuai indikasi infe
perawatan alami
5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :
komunikasi verbal Komunikasi dapat berjalan 1. Lakukan komunikasi 1. Me
b.d. kerusakan dengan baik dengan wajar, bahasa jelas, apa
neuromuscular, Kriteria hasil : sederhana dan bila perlu mel
kerusakan sentral a) Klien dapat diulang
bicara mengekspresikan perasaan 2. Me
b) Memahami maksud dan 2. Dengarkan dengan tekun kem
pembicaraan orang lain jika pasien mulai berbicara tsb
c) Pembicaraan pasien dapat 3. Me
dipahami 3. Berdiri di dalam lapang kem
pandang pasien pada saat klie
bicara 4. Me
4. Latih otot bicara secara kom
optimal 5. Kel
5. Libatkan keluarga dalam men
melatih komunikasi verbal mel
pada pasien klie
6. Kolaborasi dengan ahli 6. Me
terapi wicara kom

G. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual,
kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis
keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan
lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman
dan keselamatan klien.

H. EVALUASI
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian
dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

DAPUS

1. Amir Huda (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &


NANDA NIC-NOC :jakarta:Mediaction
2. Arie Ibrahim, (2017), Ibarat Bom Waktu, Strokkke di Kaltim Semakin Mengkhatirkan.
Kaltim post. Diakses :29 november 2018 Susilo. 2000.
3. Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru
Millenium III. Bangkalan : IDI.
4. Ko, Y., Lee, S., Chung, J. W., Han, M. K., Park, J. M., Kang, K., ... & Bae, H. J. (2014).
MRI-based algorithm for acute ischemic stroke subtype classification. Journal of stroke,
16(3), 161.
5. NEUROTOLOGI,P.K.S., & SUDIRA,P.G. VERTIGO SEBAGAI MANIFESTASI
STROKE VERTEBROBASILER.
6. Hidayat Alimul, dkk.2002.Buku saku praktikum kebutuhan dasar manusia,EGC,penerbit
buku kedokteran. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai